PENDAHULUAN
Kandungan nutrisi yang ada dalam cabai memiliki daya tarik tersendiri.
Kandungan nutrisi yang beragam dan bermanfaat bagi manusia dapat dipetik dari
tanaman keluarga solanaceae. Mulai kandungan senyawa oleoresin yang bermanfaat
untuk mencegah stroke, hingga kandungan betacarotin dan antocinin yang sangat
bermanfaat untuk mencegah kanker dan penyakit jantung. Kandungan flavonoid dan
antioksidan inilah yang berfungsi untuk mencegah kanker. Buah cabai juga
mengandung minyak atsiri, yang diperoleh melalui ekstraksi. Minyak ini digunakan
sebagai bahan baku obat-obatan dan bahan baku kosmetika dan dalam dunia farmasi,
muinyak atsiri dapat menggantikan minyak kayu putih.
Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi gizi cabai rawit dan cabai merah
besar kandungan zat gizi-nya per 100 gram ternyata lebih besar dari pada yang
terdapat pada buah-buahan seperti manga, nangka maupun nanas. Zat yang
terkandung pada cabai seperti vitamin C, betakarotin (provitamin A). bahnkan
mengandung mineral seperti kalsium dan fosfor yang mengalahkan mineral pada
ikan.
A. SISTEM TANAM
Sistem penanaman cabai sangat bervariasi, tergantung pada jenis
cabai, kesuburan lahan dan ketinggian tempat. Pada lahan sawah bertekstur
berat (liat), sistem tanam 2-4 baris tanaman tiap bedengan lebih efisien. Pada
lahan kering bertekstur sedang sampai ringan lebih cocok dengan sistem
tanam 1 atau 2 baris tanaman tiap bedengan (“double row”) seperti yang biasa
dilakukan di dataran medium dan dataran tinggi.
Cabai selain ditanam secara monokultur, juga dapat ditanam secara
tumpanggilir/tumpangsari dengan tanaman lain. Di dataran rendah, cabai
merah dapat ditanam secara tumpanggilir dengan bawang merah. Di dataran
tinggi, cabai merah dapat ditumpangsarikan dengan 1-2 jenis tanaman, antara
lain kubis dan tomat. Untuk cabai rawit, didataran rendah dan dataran tinggi
biasanya ditumpanggilirkan dengan tanaman jagung dan buncis.
C. WAKTU TANAM
Secara umum musim tanam cabai dapat digolongkan menjadi 3
musim, yang waktu tanam tersebut disesuaikan dengan strategi budidaya dan
pemasaran. Waktu tersebut, yaitu:
1. Musim tanam awal musim kemarau (Mei-Juni)
2. Musim tanam akhir musim hujan (Maret-April)
3. Musim tanam awal musim hujan (Oktober-November)
G. PENYEMAIAN BIJI
Berikut merupakan tahapan cara-cara melakukan penyemaian biji
sesuai standar yang telah berlaku, tahapan tersebut adalah:
1. Merendam biji dalam air hangat (50℃)/larutan Previcur N 1-2 ml/L air, 1
jam.
2. Membuang biji yang mengambang
3. Mencampurkan media pesemaian (tanah halus dan pupuk kandang 1:1)
4. Mensterilkan media pesemaian dengan Furadan 2 sendok makan per 10 kg
media campur
5. Membuat bedengan lebar 1 m dan panjang tergantung kebutuhan atau
dengan sistim lontongan yang diisi media semai
6. Membuat rumah kasa dengan atap plastik UV dan tertutup insect net rapat
7. Atap menghadap ke timur agar bibit mendapat sinar matahari cukup di
pagi hari
8. Benih disemai di lontongan atau bedengan, ditutup tanah halus, ditutup
daun pisang
9. Menyiram 2 hari sekali tergantung kelembaban media
10. Membuka daun pisang ± 7 hari
11. Memindahkan bibit yang telah berdaun 2, ± 12-14 hari ke kantong plastik
yang berisi media yang telah diberi inokulasi mikoriza (Glomus sp)/
Trichoderma/PGPR, 10 gr per bibit
12. Penyiangan gulma
13. Bibit siap tanam ± 28 – 35 hari atau telah berdaun 3 – 4 helai
H. PENYIAPAN LAHAN
Dianjurkan untuk membersihkan lahan dari batu-batuan, gulma, sisa
tanaman yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dengan
menggunakan cangkul. Sisa-sisa tanaman dibuang, batu-batuan dikumpulkan
dan dibuang pada tempat tertentu yang aman di luar areal tanam. Apabila
diperlukan dapat menggunakan Herbisida sesuai dengan kebutuhan.
K. PEMULSAAN
Keberadaan mulsa di permukaan tanah dapat memelihara struktur
tanah tetap gembur, memelihara kelembaban dan temperatur tanah,
mengurangi pencucian hara, menekan gulma, dan mengurangi erosi tanah.
Jenis bahan yang digunakan sebagai mulsa antara lain adalah jerami dan
plastik hitam perak.
Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat meningkatkan hasil cabai
merah dan mengurangi kerusakan tanaman oleh serangan hama trips dan
tungau, dan menunda insiden virus. Pemasangan mulsa plastik dilakukan
sebelum penanaman cabai.
M. PEMUPUKAN
Ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan
S) ataupun hara mikro (Zn, Fe, Mn, Co, dan Mo) yang cukup dan seimbang
dalam tanah merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil cabai merah
yang tinggi dengan kualitas yang baik. Setiap unsur hara mempunyai peran
spesifik di dalam tanaman. Kekurangan atau kelebihan unsur hara dapat
menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan hasil.
Jenis pupuk yang digunakan untuk menambah hara N, P, K, dan S
adalah Urea, ZA, TSP/SP-36, KCl, ZK (K2SO4). Untuk menambah hara Ca
dan Mg dengan pemberian kapur atau dolomit. Sumber hara mikro umumnya
didapat dari pupuk kandang atau kompos. Berikut adalah tabel kebutuhan
umum unsur hara tanaman cabai pada jenis tanah du Indonesia.
N. PENGAIRAN
Cabai merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan,
tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Air tanah dalam keadaan
kapasitas lapang (lembab tetapi tidak becek) sangat mendukung pertumbuhan
dan perkembangan tanaman cabai. Masa kritis tanaman ini terhadap
kebutuhan air adalah saat pertumbuhan vegetatif cepat, pembentukan bunga
dan buah.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kelembaban tanah yang ideal
untuk pertumbuhan dan hasil cabai merah berkisar antara 60-80% kapasitas
lapang. Penyiraman pada pertumbuhan vegetatif diberikan sebanyak 200 ml
per tanaman tiap 2 hari sekali. Pada pembungaan dan pembuahan sebanyak
400 ml per tanaman tiap 2 hari sekali.
O. PEMANENAN
Panen pertama dilakukan pada sekitar umur 70 hari (tergantung jenis
dan varietasnya). Umur pemanenan sangat bergantung dari jenis cabai yang
ditanam dan selera pasar, juga jarak pasar dan jenis produk cabai yang akan
dijual. Buah yang dijual segar dipanen matang, sedangkan jika untuk dikirim
dengan jarak jauh,, buah dipanen matang hijau. Panen dilakukan setiap 3 hari
sekali sampai buah matang habis secara bertahap.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), cabai merah segar dan
cabai keriting diklasifikasikan menjadi 3 kelas mutu, yaitu Mutu I, Mutu II,
dan Mutu III, seperti tertera dalam tabel di bawah ini.
PERSYARATAN
JENIS UJI
MUTU I MUTU II MUTU III
Keseragaman warna (%) Merah ≥ 95 Merah ≥ 95 Merah ≥ 95
Keseragaman (%) 98 96 95
Bentuk (%) Normal (98) Normal (98) Normal (98)
Cabai merah besar
- Panjang buah (cm) 12-14 9-11 <9
- Garis tengah pangkal 1,5-1,7 1,3-<1,7 <1,3
(cm)
Cabai merah keriting
- Panjang buah (cm) >12-17 10-<12 <10
- Garis tengah pangkal >1.3-1.5 1.0-<1.3 <1,0
(cm)
Kadar kotoran (%) 1 2 5
Tingkat kerusakan dan busuk
- Cabai merah besar 0 1 2
- Cabai merah keriting 0 1 2
BAB III
A. HAMA UTAMA
1. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Ulat muda berwarna kuning sampai agak kelabu kekuningan, kepala
dan ujung perut berwarna hitam. Ulat dewasa berwarna coklat sampai
coklat kehitaman, panjang 30-35 mm, pada kedua sisi badannya terdapat
pita coklat. Ulat memotong tanaman muda, potongan tanaman ditarik ke
dalam tanah. Pada tanaman tua, ulat makan tangkai daun dan pucuk
tanaman. Serangan meningkat pada musim kemarau. Ngengat aktif malam
hari dan telur diletakkan di tempat lembab.
B. PENYAKIT UTAMA
1. Busuk Buah Atau Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides)
Cendawan penyebab penyakit ini berkembang dengan spora yang
berbentuk oval dengan ujung tumpul atau bengkok seperti sabit. Buah
sakit ditandai dadanya bercak coklat kehitaman pada permukaannya,
kemudian busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik
hitam yang merupakan kelompok aservulus dan spora. Serangan berat
menyebabkan seluruh buah keriput dan kering. Warna kulit buah seperti
jeramu padi. Cuaca yang panas dan basah mempercepat perkembangan
penyakit.
C. KOMPONEN PHT
1. Pengendalian dengan Varietas Tahan
Varietas OP : Kencana, Ciko, Lembang, Tanjung
2. Pemilihan Lahan
Lahan dipilih yang bertekstur lempung, debu, lempung
berpasir;dengan struktur gembur/remah, cukup subur, pH 6-6,5,
kelerengan <5, tinggi tempat <500 mdpl, kandungan batu <5%, dan
curah hujan 600-1250 mm per tahun.
3. Persiapan Tanah
Musim tanam yang baik adalah awal kemarau atau akhir
musim hujan, pada musim hujan perlu saluran pengairan yang
baik.
Tanah dibajak, bongkahan tanah dihancurkan dan dibersihkan
dari gulma.
Pada tanah sawah, bedengan dibuat sesuai musim tanam. Pad
musim kemarau tinggi bedengan 30-40 cm dan pada musim
hujan tinggi bedengan diatas 60 cm. jika pH kurang dari 6,5,
bedengan ditaburi dolomit. Pupuk kandang diberikan pada
lubang tanam bersama dengan pupuk P sebagai pupuk dasar.
4. Tanam
Setelah bedengan ditutup mulsa plastik, dibuat lubang tanam
berjarak (50-70 cm) x (40-60 cm).
Bedengan digenangi air setinggi batas mulsa plastik atau 30-40
cm dari dasar parit.
Waktu tanam sore hari saat udaraa sejuk. Sesaat sebelum
tanam akar semaian di celupkan ke dalam larutan 0,1%
insektisida, selama 5 menit.
5. Pemupukan
Pemupukan cabai merah dilakukan dua tahap: sebelum tanam
dengan pupuk kandang, P, K, dolomit, sedangkan sesudah
tanam dengan pupuk N, K, dan pupuk daun.
Perkiraan dosis pupuk per ha: 20-30 ton pupuk kandang; 150-
200 kg Urea; 450 kg ZA; 250 kg SP; 200 kg KCl, pupuk daun
diberikan 2 kali sesuai anjuran.
Pupuk kandang diberikan pada tiap lubang tanam (satu minggu
sebelum tanam) bersama pupuk P dan separuh bagian pupuk K.
Urea dan ZA diberikan 3 kali pada saat tanaman umur 2, 4, dan
6 minggu setelah tanam. Sisa pupuk P diberikan saat tanaman
berumur 4 minggu setelah tanam.
6. Pemeliharaan
Bila tidak ada hujan, penyiraman dilakukan tiap hari.
Menjelang buah tua penyiraman dikurangi menjadi dua hari
sekali.
Penyiangan dilakukan pada waktu sebelum pemberian pupuk
kedua dan ketiga atau tergantung keadaan.
Tanah yang keras digemburkan dan duludan ditinggikan. Pada
musim hujan, buangan air dibuat lancar.
2. Penggunaan perangkap
Perangkap digunakan untuk monitoring kutu daun, ngengat dan
lalat buah. Perangkap yang bisa digunakan adalah yellowtrap, feromon
seks, dan light trap.
3. Pencabutan tanaman
Tanaman yang telah memunculkan gejala penyakit segera dicabut dan
dibakar.
3. Predator
Kumbang macan/kumbang helm adalah musuh alami thrip dan
kutu daun.
4. Entomopatogen
Patogen-patogen yang dapat menyebabkan penyakit bagi
tanaman.
5. Pemberian PGPR
Merupakan penambahan bakteri untuk merangsang
pertumbuhan akar dan menekan patogen.
2. Ulat tanah
Ulat pada tanaman terserang dimusnahkan. Bila jumlah
tanaman terpotong oleh ulat > 10 % (AK), tanaman disemprot
insektisida anjuran sore hari.
3. Ulat grayak
Pasang 40 perangkap feromon seks per ha untuk ngengat
jantan. Telur dan larva dimusnahkan.
4. Lalat buah
Pasang perangkap methyl eugenol + insektisida (1 ml per
perangkap) sebanyak 25 buah per ha. Kapas berisi methyl eugenol +
insektisida diganti tiap bulan. Buah terserang dikumpulkan dan
dimusnahkan.
5. Thrip, aphid, tungau
Pada tanaman muda (umur kurang dari 35 hari), bagian
tanaman terserang dipotong. Memasang perangkap lekat dengan papan
warna putih. Bila populasi diatas AK (kerusakan tanaman oleh thrips
15%/pohon, populasi afid 10 ekor per 35 daun), tanaman disemprot
insektisida anjuran.
6. Virus
Bila serangan < 10 % terjadi pada umur kurang dari 35 hari,
tanaman disulam dengan tanaman baru.
7. Bercak daun
Jika ditemukan serangan, di aplikasikan fungisida kimia yang
bersifat kontak.
8. Antraknosa
Buah sakit dimusnahkan. Jika serangan berlanjut, tanaman
disemprot fungisida anjuran tiap minggu, bergantian antara kontak
dengan sistemik.
9. Musuh alami
Telenomus spodopterae adalah parasit telur ulat grayak,
sedangkan Aphidius sp. adalah parasitoid nimfa afid.
BAB IV
E. PENGOLAHAN/PROSESING
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk merintis dan
membuka peluang pasar cabai kering di Indonesia. Di antaranya, penyediaan
benih cabai khusus yang unggu untuk dijadikan cabai kering mutlak
diperlukan. Setidaknya, cabai tersebut harus memenuhi kriteria warna, tingkat
kepedasan, dan kehalusan kulit yang tidak berubah dalam kondisi kering,
yang penting lagi adalah rendemen basah terhadap keringnya juga harus
tinggi.
Kemudian penyediaan sarana pendukung, seperti mesin pengering saat
musim hujan dan ruangan pendingn atau cooling room dengan suhu 7-10℃
sebagai tempat penyimpanan cabai kering, juga harus dibangun. Setidaknya
sarana tersebut di bangun di masing-masing desa atau kecamatan yang selama
ini menjadi sentra produksi cabai. Campur tangan pemerintah di dalam
penyediaan sarana pendukung tersebut dirasa sangat diperlukan untuk
menjamin kelangsungan usaha tani cabai kering petani.
Sentra penanaman cabai untuk produksi cabai kering akan lebih baik
kalau dipusatkan di daerah yang secara iklim dan luas lahan sangat
memungkinkan, misalnya di NTT dan NTB. Penanamannya sendiri akan lebih
baik jika dilakukan setahun sekali, penanaman di musim hujan dan panen
tepat saat musim kemarau. Demikian dengan harga jual. Peran pemerintah
untuk memberikan subsidi harga jual cabai kering kepada para petani juga
santa penting. Hal ini dimaksudkan agar harga jual cabai kering dalam negeri
bisa bersaing dengan harga cabai kering yang selama ini diimpor oleh
kalangan industri makanan.
Di samping itu pemerintah juga harus berani menerbitkan regulasi bagi
kalangan industri dalam hal penggunaan cabai kering dalam negeri. Dengan
demikian usaha tani cabai kering yang sudah dikembangkan petani bisa terus
bertahan dan semakin berkembang.
Fluktuasi harga cabai yang luar biasa, sebenarnya disebabkan pula
oleh pola konsumsi dalam bentuk segar yang dianut oleh masyarakat
Indonesia. Seandainya masyarakat sudah memiliki budaya mengkonsumsi
cabai awetan, baik dalam bentuk serbuk maupun konsentrat, maka panen yang
melimpah dan rendahnya pasokan tidak akan terlalu menjadi masalah.
Dewasa ini, apabila harga cabai anjlok, petani selalu menyalahkan
industri mie instan yang tidak mampu menyerap seluruh cabai segar petani.
Padahal dalam kondisi panen raya dengan volume luar biasa, yang diperlukan
bukan sekedar perusahaan besar yang diwajibkan menampungnya, melainkan
tersedianya dryer untuk mengeringkan cabai secara massal dan serentak.
Apabila hal ini bisa dilakukan, maka stok berupa cabai kering utuh, serbuk
maupun konsentrat bisa disimpan untuk dikonsumsi pada saat ketersediaan
cabai segar dipasaran menyusut.
Namun untuk mencapai hasil cabai yang melimpah, mengawetkan dan
menyimpannya untuk dikonsumsi beberapa bula ke depan, diperlukan modal
yang cukup besar. Pada saat harga jatuh, volume cabai yang masuk Jakarta
mencapai hampir 200 ton per hari. Kalau kelebihan produksi mencapai angka
100 ton per hari, berarti selama 2 bulan kelebihan pasokan diperlukan dana
minuma Rp. 2.000,- x 60 = Rp. 12 milyar. Para pedagang tentu keberatan
apabila uang mereka tertanam dalam bentuk komoditas cabai awetan yang
nilai jualnya pasti tidak setinggi cabai segar.
Produk olahan cabai terdiri dari dua bentuk, pertama adalah produk
olahan setengah jadi dan produk olahan jadi. Produk olahan setengah jadi
dibuat untuk mengantisipasi jika produksi melimpah, sehingga harga jualnya
sangat rendah. Produk ini bisa juga dijual untuk keperluan industri rumah
tangga seperti pada pembuatan kripik, industri mie instant, makanan kaleng
dan aneka makan lainnya seperti cabai kering, cabai bubuk dan pasdta cabai.
Sedangkan produk olahan yang langsung jadi seperti saos cabai, dan abon
cabai.
Berikut ini adalah berbagai jenis cabai dilihat dari bentuk, rasanya,
karakteristik, dan penggunaan di Indonesia.