Anda di halaman 1dari 2

Nama: Brigita Steffy M.

NIM: 12921061

Refleksi Karakter

Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan
memfokuskan. Karakter juga merujuk pada bagaimana cara kita mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan
personality seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character)
apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral. Karakter sebagian besar terbentuk dari latar
belakang, pengajaran masa kecil, dan keyakinan. Ada pula sebagian besar persen pembentuk
karakter adalah lingkungan sosial.

Sebagai orang yang telah diselamatkan, kita telah terlepas dari hidup yang lama dan
mulai menjalani hidup yang baru. Hidup baru juga mencakup karakter baru dan kebiasaan
baru. Karakter kita sebagai Anak Allah harus berpedoman pada Kristus karena Ia merupakan
contoh paling sempurna sebagai pelaku firman. Firman tersebut harus terserap dalam hidup
kita dan menjadi tata nilai dalam berperilaku, bersikap, dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari. Kita harus meneladani sifat-sifat yang terkandung dalam ajaran Kristen. Adapun
nilai-nilai karakter Kristus telah tertulis dalam Galatia 5:22, yaitu kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, Kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan
diri.

Dalam kehidupan mahasiswa, kita harus menyeimbangkan antara kehidupan rohani


dan akademik kita. Ketika kita bertekun dalam firman dan menjadikan Tuhan sumber
kekuatan, perlahan kita akan merasakan bertumbuh dalam karakter. Ketekunan itu yang
membuat perubahan karakter kita menjadi semakin serupa dengan Kristus. Dimulai dari hal
kecil, seperti saat teduh setiap pagi, membaca renungan, dan pergi ke gereja tiap Minggu, dari
sana firman akan tumbuh dalam hati dan pikiran. Ketekunan itu pula harus kita pakai juga
dalam belajar materi kuliah. Dengan time management yang baik, kita tidak akan lagi
mengenyampingkan kegiatan rohani sebagai kegiatan “tidak penting”, melainkan kita dapat
melakukan keduanya. Itulah karakter disiplin yang harus dimiliki anak Tuhan.

Penulis berani berkata karakter Kristus ini penting adanya dalam hidup kita. Dalam
apapun yang kita lakukan, karakter kita akan tertampil di sana, seperti contohnya dalam
penyembahan. Penyembahan tanpa perubahan karakter adalah penyembahan yang palsu
karena penyembahan adalah hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Kita membawa hati kita,
the whole package of us to Christ. Apa yang kita lakukan adalah hasil dari siapa diri kita.
Ketika kita berkarakter Kristus, maka orang lain yang bahkan tidak kenal Yesus sekalipun
dapat melihat Kristus dalam diri kita. Karakter yang berkualitas dibentuk melalui pengudusan
atau proses menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Melalui karakter ini, kita diajarkan untuk mencintai Allah dengan tidak setengah-
tengah, melainkan dengan segenap hati. Hingga di titik kurang rasanya bila ada satu hari
tidak berjumpa dengan-Nya. Selalu membaca firman-Nya dan merenungkannya. Karakter
seperti itulah yang harus dibentuk dalam diri kita. Biarkanlah kerinduan kita pada-Nya
semakin besar setiap harinya, hingga tiada hari dimana kita tidak berjumpa dan menyembah
nama-Nya.

Kembali lagi tentang iman dan diri sendiri, karakter diperlukan untuk membangun
“kekeras-kepalaan”. Pasti selalu ada momen dimana iman kepercayaan kita kepada Tuhan
diuji. Disaat iman sedang lemah, pikiran dengan cepat mengambil alih pada keraguan dan
sekularisme. Namun kita harus terus mencoba untuk menyangkal keraguan tersebut dan tetap
percaya pada firman Tuhan. Di masa seperti ini, rasanya musuh terbesar bukan lagi dunia,
melainkan diri kita sendiri. Kita melawan logika, kedagingan, keraguan, dan ketakutan yang
ada di dalam diri. Ada kalanya kita harus melawan diri sendiri untuk mempertahankan iman
kita kepada Tuhan. Karena pada dasarnya semua itu adalah pilihan. Kita bebas memilih untuk
tetap setia dalam iman atau pergi meninggalkannya. Dari situ juga, penulis mendapat definisi
iman sebagai suatu tindakan percaya dan penyangkalan diri, sehingga kita tidak lagi
mengandalkan kebijaksanaan dan kekuatan sendiri tetapi melekatkan diri pada kuasa dan
perkataan dari Dia yang kita percayai. Hanya dengan iman, kita akan bisa percaya dan
berjalan di dalam perjanjian Tuhan.

Karakter memang sulit untuk dibentuk namun bukan berarti tidak mungkin.
Perjalanan ini harus diikuti dengan pembacaan firman untuk melengkapi karakter kita dengan
iman. Karena iman timbul dari pendengaran akan firman Tuhan. Supaya pengembangan
karakter kita akan terus berada dalam jalan Kristus sampai kita dewasa nanti.

Anda mungkin juga menyukai