Anda di halaman 1dari 3

Tema: Muridku Inspirasiku

Tidak Ada Usaha yang Sia-sia

Pagi yang cerah dipenuhi dengan embun pagi disetiap dedaunan pohon. Tepat pukul
06.30 WIB Aku berangkat ke sekolah untuk mengajar. Sebelum berangkat mengajar, seperti
biasanya aku sarapan dengan ayah dan ibuku. Sekolah tempat aku mengajar tidak jauh dari
rumah, +- 5 menit jika ditempuh menggunakan roda dua ataupun roda empat.

Namaku Hana, aku adalah seorang sarjana lulusan Pendidikan Agama Islam di salah
satu Universitas ternama di Jakarta. Aku merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara. Aku
berusia 24 tahun, keluargaku merupakan golongan keluarga sederhana. Saudara-saudaraku
sudah menikah dan memiliki anak, sedangkan aku masih berstatus single (belum menikah)
dan tinggal bersama ayah dan ibuku. Aku adalah guru agama kelas 5 dan 6 di sekolah SDIT
Al-Barkah Bogor, dan aku sudah mengajar di sekolah tersebut selama 4 tahun.

Ketika aku sampai di sekolah, aku disambut dengan ramah penuh senyuman oleh para
guru yang sedang piket di depan gerbang dan para murid-muridku yang sedang bermain.
Mereka bersalaman lalu memelukku dan berkata, “Ustdzah Hana…. Cantik.” Aku pun
tersenyum dan tersipu malu kepada mereka yang sedang memelukku. Lalu aku pun menuju
kantor guru yang letaknya tidak jauh dari halaman sekolah.

Di dalam ruang guru, tidak lupa aku menyapa dengan senyum dan salam kepada para
guru yang ada di kantor. Tidak lama kemudian, tepat pukul 07.00 WIB suara bel sekolahpun
berbunyi 1x dengan suara yang panjang, tandanya murid-murid harus segera masuk ke kelas
masing-masing. Di kursi kerjaku, aku pun mulai menyiapkan buku paket dan perlengkapan
mengajar lainnya untuk mengajar. Jam pertama dan kedua, aku mengajar di kelas 6A, dengan
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Kelas 6A memiliki jumlah murid 30 siswa, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 16 siswi
perempuan. Di dalam kelas tersebut terdapat beberapa murid “special”, salah satunya
bernama Wardah.

Wardah adalah siswi yang tergolong tidak pintar dalam akademik, bacaan Al-
Qur’annya pun masih Tilawati 2. Namun, Wardah memiliki budi pekerti yang baik dan dia
mau berusaha dengan sungguh-sungguh dalam belajar. Sikap itu terlihat pada jam pelajaran
PAI berlangsung, dia benar-benar mendengarkan dengan serius dan sungguh-sungguh ketika
aku sedang menjelaskan pelajaran PAI. Wardah pun bertanya ketika ada sesuatu yang dia

1
tidak mengerti atau tidak dia pahami tanpa merasa malu atau sungkan. Ketika teman-
temannya ada yang tidak serius atau bercanda pada saat aku sedang menjelasakan pelajaran,
dia pun menasehati temannya itu dengan kata-kata yang sopan dan santun agar tidak becanda,
serius, dan duduk dengan tertib.

Ketika aku membimbing siswa-siswi kelas 6A dalam bacaan dan hafalan surat Al-
Ma’idah ayat 3, Wardah terlihat sangat antusias dan semangat meskipun dia sadar atas
kekurangan dirinya yang belum mengerti tulisan Arab Al-Qur’an. Namun, Wardah tidak
putus asa dalam menghafalkan surat Al-Ma’idah ayat 3. Setiap kata per-kata dalam surat Al-
Ma’idah ayat 3 yang aku ucapkan, Wardah dan siswa-siswi lainnya selalu mengikuti dengan
seksama, meskipun masih ada beberapa siswa-siswi yang enggan membuka mulutnya lebar-
lebar dan suaranya tidak lantang seperti Wardah. Wardah selalu tampil percaya diri dan
mengikuti setiap intruksi yang aku berikan, meskipun aku tau bahwa Wardah pun pasti sangat
kesulitan dalam melafalkan beberapa huruf hijaiyyah dan tajwid yang belum dia mengerti.

Simpati bercampur bangga yang aku rasakan terhadap Wardah, meskipun dengan
kekurang yang dia miliki, dia tetap semangat dan mau berusaha walaupun hasilnya kurang
sempurna seperti teman-temannya yang sudah mahir dalam membaca Al-Qur’an.

Pernah suatu hari, pada jam pelajaran PAI berlangsung, aku melihat Wardah tiba-tiba
menangis. Rasa penasaranpu datang dalam diriku, dan berkata dalam hati, “Kenapa Wardah
menangis ya dalam jam pelajaranku?... Apakah ada yang salah?...”. akhirnya tanpa berpikir
panjang, aku mendekat ke arah Wardah dan bertanya kepadanya, “Wardah … kenapa
menangis? …. Apakah ada yang membuat Wardah sedih?” ucapku. Tangis Wardah pun
berhenti sejenak dengan air mata masih berlinangan di pipinya seraya menjawab, “Aku lupa
tidak tadarus Al-Qur’an tadi Subuh, karena terburu-buru berangkat ke sekolah”. Hatiku
tertegun dengan wajah penuh rasa malu mendengar jawaban dari Wardah, spontan batinku
berkata, “Astaghfirullah… Allahu Akbar, Masya Allah…” tak terasa air mataku pun terjatuh
satu per satu. Wardah yang masih kelas 6 SD telah menyadarkanku betapa pentingnya tadarus
Al-Qur’an, dan dia merasa sedih karena tidak membaca Al-Qur’an satu waktu bukan setiap
waktu. Akhirnya Wardah pun berhenti menangis setalah aku berikan penjelasan hadits
tentang “Manusia tidak luput salah dan lupa”.

Siswa-siswi kelas 6A pun maju satu persatu untuk menunjukkan hafalannya surat Al-
Ma’idah ayat 3 kepadaku di depan kelas. Tiba saatnya Wardah maju untuk menunjukkan
hafalannya, Wardah akhirnya bisa menghafal surat Al-Ma’idah ayat 3 dengan baik meskipun

2
masih ada beberapa makhraj huruf dan tajwid yang perlu diperbaiki, namun Wardah berhasil
menghafal dengan baik, karena usahanya yang sungguh-sungguh, karena tidak ada usaha
yang sia-sia.

Setelah hafalannya telah selesai dia tunjukkan, Wardah pun meminta maaf kepadaku
karena hafalannya masih kurang lancer dan terbata-bata. Namun, aku memberikan dia
apresiasi agar tetap semangat dalam menghafal dan melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an, dan
Wardah pun menerima dengan senang hati sambal tersenyum ramah.

Setelah semua siswa-siswi kelas 6A sudah menunjukkan hafalan surat Al-Ma’idah


ayat 3, bel pergantian pelajaran pun berbunyi, tiba saatnya aku mengakhiri pembelajaran PAI
di kelas 6A, dan pembelajaranpun aku tutup dengan melafalkan kalimat “Al-Hamdulillah”
bersama-sama dengan siswa-siswi kelas 6A.

Waktu pun berlalu, tak terasa sudah pukul 15.30 WIB menandakan jam kerja sudah
berakhir. Aku dan para guru-guru SDIT AL-Barkah Bogor pun pulang ke rumah masing-
masing. Al-Hamdulillah …

Sekian dan terima kasih… semoga bermanfaat ya…!!!

Anda mungkin juga menyukai