Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERLAWANAN PANGERAN MANGKUBUMI DAN RADEN MAS SAID


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Sejarah Indonesia
Guru Pembimbing : Eki Febrian Ramadhan, S.Pd

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8 / XI IPS 4
1. HUMAIRA ALISYA YUNIANDRI
2. M.FAZRIANSYAH
3. NINU NURBAYANI
4. STEVEN YEHEZKIEL

SMA NEGERI 3 KUNINGAN


Tahun Ajaran 2022/2023
Jl. Siliwangi No.13, Kuningan, Kec.Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 4551
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said” dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah Indonesia.


Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis sendiri.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eki selaku guru Mata


Pelajaran Sejarah Indonesia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
adanya perbaikan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaannya makalah ini.

Kuningan, Agustus 2022

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...… 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………..…… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………...….. 4

C. Tujuan………………………………………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………… 6
A. Biografi Raden Mas Said……………………………………………………………………………… 6
B. Biografi Pangeran Mangkubumi……...……………………………………………………………...... 7
C. Upaya Perlawanan Raden Mas Said Periode Pertama…...…………………………………………..... 7
D. Upaya Perlawanan Raden Mas Said Periode Kedua…………………………………………………... 9
E. Proses/ jalannya perlawanan..………………………………………………………………………... 11
F. Akibat dari perlawanan Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi……………………………… 12

BAB III PENUTUP…………………………………………………………….. 13


A.    Kesimpulan…………………………………………………………….…………………. 13
B.     Saran………………………………..……………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...…………… 14

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perlawanan Raden Mas Said dilakukan karena adanya keterkaitan dengan
peristiwa-peristiwa sejarah sebelumnya yang terjadi di Kerajaan Mataram, dalam
hal ini berkaitan dengan masuknya pemerintah kolonial di wilayah pemerintahan
Kerajaan Mataram.
Kedatangan pemerintah kolonial Belanda di Nusantara saat itu telah
diketahui oleh para penguasa kerajaan.Keadaan demikian tentu membahayakan
wilayah kekuasaan serta penduduk daerah kekuasaan Mataram. Sultan Agung
yang saat itu menjabat sebagai raja tunggal Mataram sudah memperkirakan
maksud dan tujuan kedatangan pemerintah kolonial dan akibatnya Sultan Agung
mengadakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda di Batavia pada
tahun 1628 hingga 1629. Ketika Sultan Agung mangkat pada tahun 1645,
kedudukan raja digantikan oleh Amangkurat I, keadaan Mataram semakin jatuh
dalam perpecahan.Sejak Amangkurat I sampai Amangkurat IV, Kerajaan
Mataram mengalami kemunduran karena krisis kepemimpinan.
Masa Amangkurat IV (1719-1726) merupakan masa dimana seorang raja
ditinggalkan oleh rakyatnya, bahkan seluruh wilayah Jawa memusuhinya.
Banyak kerabat istana yang memusuhi Amangkurat IV, hal itu dibuktikan dengan
pemberontakan pada tahun 1719 yang dilakukan oleh Pangeran Balitar dan
Pangeran Purbaya, dimana kedua pangeran tersebut merupakan adik dari
Amangkurat IV. Pada tahun 1726, Amangkurat IV mangkat dan digantikan oeh
putranya yaitu Paku Buwono II hingga tahun 1749. Melalui ide-ide politik antara
pemerintah kolonial, Patih Danureja dan Ratu Ageng (Ratu Amangkurat), maka
Pangeran Arya Anom berhasil dinobatkan sebagai raja Mataram menggantikan
kedudukan ayahnya dengan gelar Sunan Paku Buwono II yang belum berusia
dewasa sehingga menyebabkan Patih Danureja memegang peranan penting di
Kartasura, apalagi sebagian besar bupati di Jawa memiliki ikatan keluarga
dengan patih.
Satu abad setelah usaha Sultan Agung melawan kolonial Belanda di
Batavia gagal, jabatan raja kemudian digantikan oleh Paku Buwono II dan pihak
pemerintah kolonial Belanda mendapat kedaulatan atas seluruh pemerintahan di

1
Mataram.
Kondisi yang sedemikian kacau menyebabkan terhambatnya
pencapaian perdamaian dengan pemerintah kolonial yang sangat diperlukan bagi
perdagangan. Di sisi yang berlainan, pengangkatan Paku Buwono II
menimbulkan perpecahan di wilayah keraton. Pangeran Arya Mangkunegara
(saudara laki-laki raja) merasa sangat tidak senang dengan Paku Buwono II
karena telah dikendalikan dan dipermainkan oleh pemerintah kolonial Belanda
dan Patih Danureja.
Sementara itu, pengangkatan Paku Buwono II bagi pemerintah kolonial
dimaksudkan untuk menjaga eksistensi dan pengaruhnya di wilayah Mataram. Di
sisi yang belainan, Paku Buwono II juga berjanji pada pemerintah kolonial akan
melunasi seluruh hutang-hutang kerajaan pada masa raja yang sebelumnya. Paku
Buwono II menepati janjinya kepada pemerintah kolonial dengan membayar
keseluruhan hutang kerajaan dari raja sebelumnya berdasarkan perjanjian raja- raja yang
sebelumnya. Pembayaran hutang tersebut berdampak besar di Kerajaan
Mataram. Tindakan tersebut menyebabkan para pejabat daerah semakin enggan
untuk mengakui kekuasaan raja. Namun pihak pemerintah kolonial percaya
bahwa mereka dapat mengambil hati raja.
Keberadaan Pangeran Arya Mangkunegara (ayah Raden Mas Said atau
Mangkunegara I) yang merupakan saudara laki-laki Paku Buwono II dianggap
sebagai hal yang sangat membahayakan Mataram dan pemerintah kolonial
Belanda. Akibatnya disusunlah strategi untuk menyingkirkan Pangeran Arya
Mangkunegara dari Mataram.
Pada tahun 1728, Patih Danureja memfitnah Pangeran Arya
Mangkunegara yang telah melakukan perselingkuhan dengan salah satu selir
Paku Buwono II yaitu Mas Ayu Larasati. Pemerintah kolonial Belanda tidak
percaya akan hal tersebut,namun pemerintah kolonial terpaksa mengasingkan
Pangeran Arya Mangkunegara ke Batavia dan kemudian dipindah ke Srilanka
dan berlanjut ke Tanjung Harapan.
Pada akhirnya tindakan yang oportunis dilakukan oleh Patih Danureja
dengan cara memusuhi pemerintah kolonial dan berhubungan dengan keturunan
Untung Suropati yang masih beraa di daerah Jawa Timur. Untung Suropati
merupakan pemberontak yang sangat dibenci oleh pemerintah kolonial dan
bahkan telah membunuh Kapten Tack yang merupakan anggota militer
pemerintah kolonial pada masa Amangkurat II.
Pada tahun 1732 Paku Buwono II berbalik melawan Patih Danureja dan
meminta bantuan pemerintah kolonial untuk menyingkirkan Patih Danureja serta
menunjuk patuh yang baru yaitu Patih Natakusuma. Namun Patih Natakusuma

2
juga mengalami nasib yang sama seperti Pangeran Arya Mangkunagara yaitu di
asingkan ke Srilanka, pengasingan tersebut dilakukan karena pemerintah kolonial
menganggap behwa Patih Natakusuma terlibat dalam peristiwa Geger Pacinan
yang terjadi pada tahun 1741. Pengasingan Pangeran Arya Mangkunegara ini
memberikan bukti bahwa Mataram berada dibawah pimpinan raja yang impulsive
dan seorang patih yang berbahaya.
Pada tahun 1728 ketika pangeran Arya mangkunegara diasingkan ke
Srilanka, ketika itu Pangeran Arya Mangkunegara meninggalkan seorang putra
yang masih berusia 2 tahun yang bernama Raden Mas Said (Mangkunegara I)
yang kelak mendapat sebutan sebagai Pangeran Samber Nyawa.
Selepas wafatnya ayahanda, Raden Mas Said yang saat itu telah berusia
16 tahun memilih untuk meninggalkan keraton atas dasar ketidak setujuan
dengan pemerintahan yang ada di keraton dan atas niatnya untuk memberontak
dan mengembalikan kekuasaan Mataram yang telah dicampuri oleh kepentingan
pemerintah kolonial Belanda beserta Paku Buwono II yang selalu tunduk
terhadap aturan pemerintah kolonial. Perjuangan Raden Mas Said bersama
kerabat ketika melawan pemerintah kolonial dilakukan dengan menggunakan
taktik wewelutan (welut, ikan belut), dedemitan (demit, setan) dan jejemblungan
(jemblung, gila, edan).
Pada tahun 1741 hingga 1742, merupakan periode awal perjuangan Raden
Mas Said yang diawali dengan bergabung bersama Raden Mas Garendi (Sunan
Kuning) dalam peristiwa geger pacinan yang berpuncak di kartasura dan menjadi
awal perjuangan Raden Mas Said yang dilakukan secara terang-terangan memberontak
adanya pemerintahan kolonial Belanda dan melawan pemerintahan Paku Buwono II yang
dengan sengaja memanfaatkan keadaan perang geger pacinan tersebut untuk melepaskan
kekuasaan dominasi Belanda di Kartasura.
Pada tahun 1743 hingga 1752 yang merupakan periode kedua dari
perjuangan Raden Mas Said untuk mewujudkan cita-citanya dan mengembalikan
kekuasaan kerajaan Mataram yang sebenarnya dengan bergabung bersama pamannya,
yaitu Pangeran Mangkubumi untuk melawan pemerintahan Paku Buwono II hingga
akhirnya menyebabkan perselisihan antara keduanya antara Raden Mas Said dengan
Pangeran Mangkubumi. Dalam periode ini diakhiri dengan adanya perjanjian Giyanti
yang dilakukan antara Pangeran Mangkubumi dengan paku Buwono III dan menjadi
bukti terpecahnya kekuasaan Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan
Kasultanan Yogyakarta.

Pada tahun 1752 hingga 1757 merupakan periode terakhir dari perjuangan Raden
Mas Said melawan tiga kekuatan yaitu pemerintahan kolonial Belanda, Kasunanan

3
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pada tahun 1755 hingga 1756 setelah
perjanjian Giyanti, Raden Mas Said merasa iri dan kecewa atas hak dan kekuasaan yang
didapatkan Pangeran Mangkubumi. Sehingga niat Raden Mas Said untuk menyerang
Kasultanan Yogyakarta semakin kuat tanpa menghiraukan saran dari kerabat lain.
Berbagai jalan untuk mengakhiri peperangan telah dilakukan oleh kedua kekuasaan,
namun hasilnya nihil. Hingga akhirnya kedua kekuatan melakukan jalan perdamaian
antara Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta dan Raden Mas Said untuk
mengakhiri pertumpahan darah. Pada tahun 1756 Raden Mas Said mengajukan syarat-
syarat kepada Paku Buwono III sehingga Raden Mas Said bersedia kembali ke
Kasunanan Surakarta. Pada tahun 1757 Raden Mas Said mendapatkan sebagian hak dan
kekuasaan dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram yang dibuktikan melalui
penandatanganan perjanjian salatiga oleh Paku Buwono III, Hamengku Buwono I yang
diwakili oleh Patih Danureja dan Raden Mas Said.
Lebih kurang selama 16 tahun berperang untuk mengembalikan kekuasaan
Mataram, Raden Mas Said akhirnya membangun Istana Mangkunegara di Surakarta dan
berdiri dengan sebutan “Dinasti Mangkunegaran”. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan yang telah diuraikan diatas, patutnya mengkaji tentang “Peranan Raden
Mas Said (Mangkunegara I) Dalam Pendirian Kadipaten Mangkunegaran Surakarta 1741
- 1757” untuk mengetahui sejarah awal dari Mendirikan Kadipaten Mangkunegaran.
Oleh karena itu, dalam pembahasan ini, peneliti melakukan batasan batasan masalah
terhadap Peranan Raden Mas Said (Mangkunegara I) pada tahun 1741 hingga keadaan
masa pemerintahan Raden Mas Said (Mangkunegara I).

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Raden Mas Said tersebut?
2. Siapakah Pangeran Mangkubumi tersebut?
3. Apakah hubungan antara Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi?
4. Apa sajakah perlawanan yang dilakukan oleh Raden Mas Said dan Pangeran
Mangkubumi?
5. Apa penyebab terjadinya perlawanan Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi?
6. Adakah akibat yang ditimbulkan dari perlawanan Raden Mas Said dan Pangeran
Mangkubumi?

c. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui biografi Raden Mas Said
2. Mengetahui biografi Pangeran Mangkubumi
3. Mengetahui hubungan antara Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi
4. Untuk mengetahui Perjuangan-perjuangan Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi

4
5. Mengetahui Apakah penyebab terjadinya perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Raden
Mas Said terhadap VOC.
6. Mengetahui akibat dari perlawanan Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Raden Mas Said


Dilahirkan dari rahim seorang wanita bernama Mas Ayu Senowati. Pada tanggal 4 Ruwah,
Jimakir 1650 Jawa atau 1725 Masehi, lahirlah seorang putra dari Pangeran Harya Prabu
Mangkunegara ini oleh Sunan Prabu Hamangkurat diberi nama Raden Mas Said.
Pengasingan ayahandanya yaitu Pangeran Mangkunegara atas perintah Sunan Paku Buwono
II ke Tanjung Harapan telah membuat Raden Mas Said tetap tumbuh remaja hingga dewasa
namun tanpa peran dan kasih sayang dari orang tuanya. Kehidupannya dan saudaranya
dilukiskan sangat menyedihkan. Hidup terlantar serta makan dan tidur tanpa memiliki tempat
yang nyaman dan kerap kali bercampur dengan para panakawan yaitu suatu tingkatan abdi
dalem kerajaan yang paling rendah.
Setelah usianya menginjak dewasa, Raden Mas Said dan kedua saudaranya yaitu Raden
Mas Ambiya dan Raden Mas Sabar kemudian diberikan anugerah kedudukan dan hak-hak
mereka sebagai wayah dalem (cucu raja) oleh Sunan Paku Buwono II. Untuk Raden Mas Said
diberi nama Suryakusuma dan tanah seluas 50 jung. Untuk Raden Mas Ambiya diberi nama
Martakusuma dan tanah seluas 25 jung. Sedangkan untuk Raden Mas Sabar diberi nama Wirya
Kikusuma dan tanah seluas 25 jung pula.
Pada suatu saat terjadi peristiwa yang membuat Raden Mas Said resah karena di kraton
telah terjadi ketidak adilan yang dilakukan oleh Paku Buwono II yang hanya menempatkan
Raden Mas Said sebagai Gandhek Anom.Padahal kedudukan Raden Mas Said seharusnya
sebagai Pangeran Sentana. Atas perlakuan ketidak adilan tersebut selalu dan terus menerus
ditanggapi dingin oleh sang Patih Kartasura, hingga akhirnya Raden Mas Said
memutuskan untuk pergi dan keluar dari kraton dan berniat untuk segera
melakukan pemberontakan kepada Sunan Paku Buwono II atas sikap ketidakadilan tersebut.
Selama kurang lebih 16 tahun berjuang melakukan pemberontakandan perlawanan
terhadap kekuasaan Pemerintah Kolonial, Kasunanan Surakarta, dan Kasultanan Yogyakarta,
akhirnya Raden Mas Said mendapatkan haknya sebagai cucu seorang raja Mataram lalu. Tepat
pada tahun 1757 Raden Mas Said mendirikan sebuah Kadipaten Mangkunegaran dan mendapat
gelar sebagai raja pertama Kadipaten Mangkunegaran dengan gelar Mangkunegara I. Raden Mas
Said juga dikenal dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Hadipati Haryo Mangkunegara Senopati
Ngayudo Lelono Joyoamiseno Satriyo Tomo Mentaram dan juga gelar dari pihak pemerintah
kolonial yaitu Pangeran Samber Nyawa karena sepanjang pertempurannya selalu menewaskan
lawannya.
Raden Mas Said meninggal pada tahun 1795 tepat setelah 40 tahun memerintah
Kadipaten Mangkunegaran. Raden Mas Said dimakamkan di tempat dimana dulu beliau pernah
bertapa yaitu

6
di Desa Mangadeg, di Bukit Bangun Lereng Gunung Lawu antara Matesih dan
Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, 35 Km sebelah timur kota Solo.

2
Mendengar nama Raden Mas Said, semua musuh yang akan melawannya pasti gemetar.
Pasalnya, Raden Mas Said ditakuti lawan karena keberaniannya dalam peperangan. Bahkan
dia tercatat sudah melakukan pertempuran di medan laga tidak kurang 250 kali tanpa
merasakan kekalahan yang berarti.
Hal inilah yang mengakibatkan Raden Mas Said memperoleh julukan “Pangeran
Sambernyawa” karena dianggap sebagai penebar maut (Penyambar Nyawa) untuk
musuhnya di semua palagan.

B. Biografi Pangeran Mangkubumi


Sri Sultan Hamengkubuwono I atau Pangeran Mangkubumi adalah pendiri sekaligus raja
pertama Kesultanan Yogyakarta pada 1755 sampai 1792.
Sultan HB I juga merupakan pendiri dari Keraton Yogyakarta pada 5 Agustus 1717.
Nama asli dari Sri Sultan Hamengkubuwono I adalah Bendara Raden Mas Sujono. Ia lahir
di Kartasura, 6 Agustus 1717. Hamengkubuwono I merupakan putra dari Amangkurat IV,
raja Kasunanan Surakarta. Sedari kecil, Hamengkubuwono I dikenal sangatlah cakap dalam
keprajuritan. Berkat kecakapannya itu, pada 27 November 1730, ia diangkat menjadi
Pangeran Lurah.
Ketika ia mulai beranjak dewasa, Hamengkubuwono I mulai mendapat gelar sebagai
Pangeran Mangkubumi. Pangeran Lurah adalah pangeran yang dituakan di antara para
putera raja. Selain itu, Hamengkubuwono I juga merupakan sosok yang taat beribadah. Dari
sifatnya ini Hamengkubuwono I pun mendapatkan pengikut yang selalu setia kepadanya.

C. Upaya Perlawanan Raden Mas Said Pada Tahun 1741-1742 M (Periode Pertama)
Perlawanan pada periode pertama merupakan perlawanan yang dilakukan oleh Raden
Mas Said ketika bergabung dengan Raden Mas Garendi atau yang biasa disebut Sunan
Kuning dalam peristiwa Geger Pacinan. Geger Pacinan merupakan puncak peristiwa
pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang cina terhadap kolonial yang berpuncak di
Kartasura. Pemberontakan orang-orang cina sebenarnya bermula dari kejadian yang ada di
Batavia, kemudian meluas ke berbagai daerah di Pulau Jawa, seperti Semarang, Rembang
dan memuncak di Kartasura. Pada awalnya hubungan antara kolonial dan orang cina di
Batavia sangatlah harmonis, namun kemudian berubah menjadi rasa saling curiga diantara
kedua kelompok tersebut. Berdasarkan bukti yang ada pemerintah kolonial menganggap
bahwa orang cina di Batavia sedang menyusun sebuah pemberontakan kepada kolonial,
sedangkan orang cina meyakini bahwa pemerintah kolonial akan mengirim orang-orang cina

7
keluar Batavia karena dianggap sudah melebihi kuota bahkan terdapat kabar bahwa orang
cina
tersebut akan dibuang ke laut.
Diantara kedua kelompok tersebut akhirnya terjadi tindakan saling serang yang diawali
pada tanggal 7 Oktober 1740, dimana orang-orang cina melakukan pembunuhan terhadap
warga Eropa dan kemudian dari pihak pemerintah kolonial membalas tindakan tersebut
dengan melakukan pembunuhan secara besar-besaran terhadap orang-orang cina.
Pemberontakan orang-orang cina berakhir sampai di Kartasura. Pemberontakan tersebut juga
didukung oleh sebagian bangsawan dan rakyat Kerajaan Mataram yang sangat anti terhadap
adanya pemerintahan kolonial. Kejadian tersebut menjadi awal dari peperangan yang ada di
Kartasura, termasuk menjadi mulainya perlawanan Raden Mas Said yang dilakukan secara
terang-terangan menentang adanya pemerintahan kolonial dan ikut serta mendukung
peristiwa Geger Pacinan di Kartasura.
Kondisi yang sedang bergolek di Kartasura juga telah dimanfaatkan oleh Paku Buwono
II dan Patih Natakusuma untuk melepaskan dominasi kekuasaan pemerintah kolonial
terhadap kekuasaan Kerajaan Mataram. Pada bulan Juli 1741, Paku Buwono II
memerintahkan pasukan Prajurit Mataram untuk segera menyerang Pos Garnisun yang
merupakan benteng milik pemerintah kolonial, sehingga mengakibatkan pemerintah kolonial
tidak akan mampu menghadapi serangan dari gabungan orang-orang cina dan prajurit
Mataram.
Untuk menghadapi kondisi yang demikian, akhirnya pemerintah kolonial seperti biasa
menggunakan taktik adu domba dengan meminta bantuan kepada Cakraningrat IV.
Pemerintah kolonial dan pasukan dari Madura kemudian bergabung untuk menghadapi
pemberontak hingga akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Mataram dan orang-orang cina.

Akhirnya Paku Buwono II merasa sangat tertekan dan kemudian meminta maaf kepada
pemerintah kolonial serta bersedia kembali memberi loyalitas penuh terhadap pemerintah
kolonial.
Perlawanan terhadap pemerintah kolonial masih tetap dilakukan dengan kekuatan utama
bukan orang-orang cina, melainkan pemberontak dari Kerajaan Mataram. Para bangsawan
Kartasura yang mendukung pemberontakan mengangkat Raden Mas Garendi (Sunan
Kuning) sebagai pemimpin pemberontakan. Raden Mas Said akhirnya keluar dari istana dan
bergabung bersama pasukan pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi (Sunan
Kuning) tersebut.
Pasukan pemberontak akhirnya berhasil menduduki Kartasura pada bulan Juni 1742
Ketika Kartasura telah dikuasai oleh pasukan pemberontak, Paku Buwono II beserta Patih
Pringgoloyo (pengganti Patih Natakusuma) beserta para pengikut mengungsi sementara ke
Magetan, kemudian dilanjutkan ke Ponorogo.

8
Pada tahun 1742 Kerajaan Mataram berada dalam kondisi yang sangat lemah disebabkan
oleh adanya pemberontakan yang didukung oleh Raden Mas Said, kondisi tersebut juga
dibuktikan dengan jatuhnya eksistensi Kartasura. Raden Mas Said semakin yakin akan
citacitanya untuk menegakkan, mengembalikan kedaulatan Kerajaan Mataram dan
menghapus dominasi kekuatan pemerintah kolonial di Kerajaan Mataram.
Kartasura akhirnya jatuh ke tangan pemberontak. Paku Buwono II yang sedang
mengungsi keluar dari Kartasura beserta pengikutnya, akhirnya meminta bantuan kepada
pemerintah kolonial untuk merebut kembali tahta kerajaan dan sebagai imbalannya, raja
memberikan sebagian kekuasaan kerajaan terhadap pemerintah kolonial untuk menentukan
pejabat patih serta memberikan kekuasaan penuh di wilayah pesisir Kerajaan Kartasura.
Pemerintah kolonial akhirnya menerima tawaran Paku Buwono II dengan senang hati,
namun pemerintah kolonial juga merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapi pemberontak
di Kartasura. Sebagai solusinya, pemerintah kolonial mengajak pasukan Cakraningrat IV
untuk bergabung bersama melawan pemberontak di Kartasura. Pada tanggal 24 Desember
1742, Kartasura akhirnya dapat direbut kembali dari pemberontak, salah satu pimpinan
pemberontak yaitu Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning dengan sangat terpaksa
menyerahkan diri kepada pemerintah kolonial yang kemudian diasingkan ke Sailan,
sedangkan Raden Mas Said menolak untuk menyerahkan diri karena tekad Raden Mas Said
harus tetap memperjuangkan cita-cita yang diimpikan.

D.  Upaya Perlawanan Raden Mas Said Pada Tahun 1743 – 1752 M (Periode Kedua)
Perjuangan periode kedua merupakan masa perjuangan Raden Mas Said ketika
bergabung dengan pamannya yaitu Pangeran Mangkubumi untuk bersama-sama melawan
kekuatan Paku Buwono II dan pemerintah kolonial.Pada periode ini juga timbul suatu
perselisihan yang terjadi antara Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi.Perselisihan
tersebut menimbulkan suatu akibat yang dimana Raden Mas Said dan Pangeran
Mangkubumi sama-sama memutuskan untuk berpisah dan berjuang masingmasing pada
tahun 1752. Pada tahun 1743, Paku Buwono II memutuskan untuk segera memindahkan
pusat pemerintahan Kerajaan Mataram yang pada awalnya berada di Kartasura menuju kira-
kira 12 Km kearah sebelah timur di dekat Sungai Solo.Paku Buwono II kemudian
mendirikan sebuah istana baru Surakarta.
Perpindahan pusat pemerintahan tersebut pada akhirnya tidak memberikan hasil keadaan
yang stabil dari sebelumnya di Kerajaan Mataram, dikarenakan masih adanya bentuk
pemberontakan yang dilakukan oleh 2 kubu kekuatan sekaligus yaitu kubu Pangeran
Mangkubumi dan kubu Raden Mas Said. Paku Buwono II kemudian dengan sigap membuat
dan menyusun suatu strategi dengan inisiatif mengadakan suatu sayembara yang dimana
sayembara tersebut berisi bahwa siapa saja yang dapat segera mengusir mundur Pangeran

9
Sambernyawa alias Raden Mas Said dari wilayah Sukowati akan diberi hadiah berupa
tanah seluas 3000 karya oleh Raja Paku Buwono II.
Secara tiba-tiba Paku Buwono II mendapatkan kabar bahwa Pangeran Mangkubumi telah
menyanggupi sayembara tersebut dan bekerjasama dengan Patih Pringgoloyo.Pada akhirnya
terjadilah suatu pertempuran besar antara Pangeran Mangkubumi dengan Raden Mas Said
dan dalam pertempuran tersebut Raden Mas Said bersama pasukannya terpaksa mundur dan
kemudian melarikan diri ke sekitar daerah Matesih. Kini Pangeran Mangkubumi telah
berhasil menyingkirkan Raden Mas Said dan mendapatkan hadiah berupa tanah yang telah
dijanjikan oleh Paku Buwono II di daerah Grobogan. Pejabat pemerintah kolonial yaitu
Jenderal Van Imhoff bersama dengan Patih Pringgoloyo memiliki siasat untuk segera
mempengaruhi Paku Buwono II supaya tanah yang telah dijanjikan dalam sayembara
tersebut dan yang akan diberikan kepada Pangeran Mangkubumi untuk dikurangi luasnya.
Jenderal Van Imhoff terus meyakinkan Paku Buwono II bahwa tanah yang akan diberikan
kepada Pangeran Mangkubumi terlalu besar luasnya dan kemudian Jenderal Van Imhoff
juga membujuk Paku Buwono II agar hadiah tanah tersebut tidak jadi diberikan. Pada suatu
pertempuran yang terjadi di istana setelah itu, Jenderal Van Imhoff menegur Pangeran
Mangkubumi sebagai seorang yang sangat ambisius. Jenderal Van Imhoff yang sangat
kurang mengerti tata adat Jawa kemudian langsung menegur Pangeran Mangkubumi di
depan umum bahwa tanah seluas 3000 karya yang telah dijanjikan oleh Paku Buwono II
dalam sayembara tersebut dirasa terlalu luas dan melampaui batas dan harus dikurangi
menjadi 1000 karya saja.
Rasa kekecewaan Pangeran Mangkubumi terhadap keadaan tersebut pada akhirnya
membuat Pangeran Mangkubumi memutuskan untuk keluar dari istana dan kemudian
bergabung bersama dengan Raden Mas Said dengan tujuan untuk bersama-sama melawan
kekuatan pemerintah kolonial dan Paku Buwono II. Strategi yang akan dilakukan untuk
memperkuat ikatan antara Pangeran Mangkubumi dengan Raden Mas Said yaitu melalui
pernikahan antara Raden Mas Said dengan seorang putri dari Pangeran Mangkubumi yang
bernama Raden Ajeng Inten atau yang biasa disebut Kanjeng Ratu Bendara. Acara
pernikahan tersebut kemudian diadakan pada tanggal 15 Besar, taun Be, 1672 Jawa atau
sekitar 1747 Masehi.
Pertempuran demi pertempuran melawan kekuatan pemerintah kolonial terus dilakukan oleh
Pangeran Mangkubumi bersama Raden Mas Said. Kekuatan kedua Pangeran tersebut sangat
berpengaruh terhadap semangat para pengikut setia keduanya, sehingga timbullah banyak
dukungan dari rakyat yang masih setia kepada mereka dan beberapa kerabat keraton khusus
diberikan kepada kedua pangeran tersebut untuk terus melakukan perlawanan terhadap
pemerintah kolonial demi cita-cita bersama.Pasukan perlawanan dari kedua kekuatan
pangeran tersebut pada ahun 1747 diperkirakan berjumlah 13.000 orang prajurit.

10
Sedangkan pada saat itu pasukan yang dimiliki oleh pemerintah kolonial sangat lemah
dan bahkan pada tahun 1748 Pangeran Mangkubumi dengan Raden Mas Said menyerang
Istana Surakarta dan serangan tersebut sangat membahayakan keadaan istana.
Sejak terjadinya pemberontakan di Kartasura, Paku Buwono II sering jatuh sakit dan
pada tanggal 11 Desember 1749 terjadi penyerahan atas seluruh kedaulatan Kerajaan
Mataram kepada pemerintah kolonial. Selisih beberapa hari kemudian, Paku Buwono II
wafat dan dimakamkan di Laweyan sebelah barat Keraton Surakarta.Kemudian sebagai
pengganti Paku Buwono II adalah putra mahkota sebagai Paku Buwono III.Pengangkatan
Paku Buwono III disaksikan langsung oleh Ideller penasehat pemerintah kolonial dari
Semarang. Pada saat yang bersamaan pula Pangeran Mangkubumi juga diangkat sebagai
Raja Mataram di markasnya wilayah Yogyakarta dengan gelar Ingkang Sinuhun Kanjeng
Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurakhman Panatagama Kalifatullah.
Pada tahun 1750 pertempuran yang semula dilakukan bergerilya berubah menjadi
pertempuran yang terbuka dan terang-terangan.
Pangeran Mangkubumi dengan Raden Mas Said semakin memperluaskan wilayah
kekuasaan.Pangeran Mangkubumi berhasil menaklukkan wilayah bagian barat yaitu terdiri
dari wilayah Bagelen, Pekalongan, Batang, dan Pemalang.Sedangkan Raden Mas Said juga
berhasil menaklukkan wilayah bagian timur yaitu yang terdiri dari wilayah Madiun,
Magetan, dan Ponorogo. Penaklukkan wilayah-wilayah tersebut tercantum dalam Babad
Kemalon.

E. Proses / jalannya perlawanan


Akhirnya, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas’said, memutuskan untuk saling
bersatu melawan pemerintahan VOC, karena masing-masing , ketidakadilan yang diteriama
oleh keduanya. Raden Mas’said dan Pangeran Mangkubumi semakin bersatu setelah Raden
Mas’said dijadikan menantu oleh Mangkubumi. Mangkubumi dan Mas’said sepakat untuk
membagi wilayah perjuangan. Raden Mas’said bergerak di wilayah timur, daerah Surakarta
ke selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan pusatnya Sukowati. Sedang, Mangkubumi
konsentrasi di bagian barat dekat Pleret ( termasuk daerah Yogyakarta sekarang ).
Hingga pada tahun 1749 dalam suasana perang sedang gencar-gencarnya terjadi
diberbagai tempat, terpetik berita kalau raja Pakubuwana jatuh sakit.
Hingga dalam keadaan sakit, Pangkubuwana dipaksa untuk menandatangani perjanjian
dengan VOC. Hal ini sangat berakibat pedih pada para punggawa dan rakyat Mataram.
Sebab, perjanjian itu berisi pasal-pasal :
1. Sunan Pakubuwana II menyerahkan kerajaan Matarm baik secara de facto maupun de
jure kepada VOC.
2. Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh
VOC menjadi raja Mataram, dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC.

11
3. Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan
perjanjian itu Pakubuwana II wafat.
Hal ini semakin membuat Pangeran Mangkubumi dan RadenMas’Said, kecewa, hingga
mereka semakin meningkatkan perlawanan terhadap VOC.
Mereka semakin gencar melaksanakan Perlawanan,Mangkubumi dan Raden Mas Said
mendapat dukungan dari rakyat Mataram dan para bupati pesisir. Para pemberontak di
Jawa Tengah juga menggabungkan diri dengan mengadakan perang gerilya yang sangat
merugikan Belanda.
Pertempuran ini terjadi di sungai Bogowonto, pasukan VOC banyak yang binasa, dan pimpinan
VOC De Clerk juga tewas. VOC akhirnya berhasil membujuk Pangeran Mangkubumi untuk
menandatangani Perjanjian Giyanti (1755).
Isi Perjanjian Giyanti adalah Kerajaan Mataram dibagi dua, yaitu:
1. Mataram Barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi dengan gelar  Hamengku
Buwono I, kerajaannya dinamakan Kasultanan Yogyakarta. b.    Mataram Timur, tetap
dikuasai oleh Paku Buwono III, kerajaannya dinamakan Kasultanan Surakarta. Untuk
menghentikan perlawanan Mas Said, VOC pada tahun 1575 membujuknya untuk
menandatangani Perjanjian Salatiga yang isinya Kerajaan Surakarta dibagi dua, yaitu:
2. Bagian barat diperintah oleh Sultan Paku Buwono III, dan disebut Kasunanan.
3. Bagian timur diperintah oleh Mas Said, yang bergelar Pangeran Adipati Mangkunegoro I,
wilayahnya disebut Mangkunegaran.

F. Akibat Dari Perlawanan Pangeran Mangkubumi Dan Mas Said


Akibat dari perlawanan Pengeran Mankubumi dan Mas Said baik untuk Indonesia
maupun VOC yaitu dampak yang ditimbulkan perang untuk Indonesia
yaitu membuat Mangkubumi bersedia menandatangani perjanjian Griyanti dan  Raden Mas
Said menandatangani perjanjian Salatiga. Perjanjian yang mereka setujui untuk menghentikan
perlawanandan memperoleh wilayahnya masing-masing sesuai pada perjanjian serta
mempersempit wilayah mataram dan banyak masayarakat pribumi tewas dalam perlawanan.
Sedangkan dampak yang ditimbulkan untuk VOC yaitu banyak prajurit Belanda yang
tewas dalam perang  terutama pimpinan VOC De Clerk juga tewas. Hal ini membuat pihak
VOC tak bisa berkutik lagi sehinggaVOC harus membuat perjanjian dengan Pangeran
Mangkubumi untuk menandatangani Perjanjian Giyanti (1755)dan Raden Mas Said untuk
menghentikan Perlawanan.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Latar Belakang Perlawanan :
- Intervensi dan campur tangan VOC terhadap urusan internal keraton Mataram
- Sikap Pakubuwono II yang sewenang-wenang terhadap bangsawan Mataram dan tunduk
terhadap VOC
- Keinginan Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi untuk mengambil hak atas
kekuasaan beberapa daerah Mataram
Persekutuan antara Pakubuwana II dengan VOC, menimbulkan kekecewaan para
bangsawan Mataram. Sehingga timbullah perlawanan dari Mas'said dan Mangkubumi. Pada
akhirnya, Raden Mas'said dan Pangeran Mangkubumi, memutuskan untuk saling bersatu
melawan VOC, karena ketidakadilan yang diterima oleh keduanya.

B. SARAN
Apabila terdapat ketidakadilan yang kita rasakan sebagai bagian dari bangsa Indonesia,
harus bisa berani melakukan perlawanan. Namun sebaiknya perlawanan yang dilakukan
bukan secara berperang fisik, tetapi dalam jalur lain, dan juga dapat mengajak orang-orang
yang juga sependapat dengan kita, jangan melakukan perlawanan sendiri.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Mangkunegara_Ihttps://dedenmyger.blogspot,co.id/2010/12/
makalah-sejarah-asia-tenggara-oleh.html?=1
https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/21/140316469/perlawanan-raden-mas-said-dan-
pangeran-mangkubumi-terhadap-voc?page=all
file:///C:/Users/MyBook11G/Downloads/110203.pdf.pdf
http://www.pustakasekolah.com/perlawanan-pangeran-mangkubumi-dan-mas.html

14

Anda mungkin juga menyukai