Untuk memenuhi tugas mata kuliah pemikiran Islam yang diampu oleh Dr. Abdul
Malik Karim Amrullah
Kitab yang hendak kita resensi ini berjudul Tahżību Al-Akhlāq wa Taṭhīru Al-A’rāq.
Kitab ini dikaang oleh Ibnu Miskawaih. Sebagian manuskrip menyebutnya Tahżību Al-
Akhlāq wa Ṭahāratu Al-Nafs. Makna bahasa tahẓīb adalah pendidikan. Akhlāq adalah bentuk
jamak dari khuluk yang bermakna karakter. Taṭhīr bermakna penyucian. A’rāq adalah
bentuk jamak dari ‘irq yang bermakna jasad. Jadi secara harfiah judul kitab ini bermakna
pendidikan akhlak dan penyucian jasad. Dari judulnya sudah kelihatan bahwa kita ini
berbicara tentang akhlak, moral dan etika serta bagaimana cara mendidiknya. Secara
singkat bisa dikatakan buku ini adalah buku akhlak dan pendidikan. Lebih spesifik lagi,
kitab ini berbicara tentang bagaimana cara memperbaiki akhlak atau kalau dalam ungkapan
Ibnu Miskawih; ṣinā’atu tahẓībi al-akhlāq. Kata ṣinā ’ah di zaman itu kalau zaman sekarang
setara dengan makna kalimat ilm. Jadi, ungkapan ṣinā’atu tahẓībi al-akhlāq maknanya
adalah ilmu pendidikan akhlak. Kitab ini dihitung sebagai sumber primer bagi siapapun
yang ingin mengkaji filsafat akhlak dalam Islam.
Pengarangnya bernama Ibnu Miskawaih (w.421 H/1030 M). Lengkapnya, Abū ‘Alī
Aḥ mad bin Muḥ ammad bin Ya‘qū b bin Miskawaih. Beliau dikenal dikenal sebagai
sejarawan, filsuf dan sastrawan. Asalnya dari Ray, Iran. Tinggalnya di Aṣfahā n dan wafat di
sana. Pernah belajar filsafat, kimia dan logika beberapa waktu. Setelah itu beliau berminat
dunia sastra, sejarah dan mengarang. Termasuk tokoh abad ke 4-5 H.
Kitab ini dikarang Ibnu Miskawaih sebelum mengarang kitab Al-Hawāmil wa Al-
Syawāmil dan Al-Hikmah Al-Khālidah. Tepatnya setelah tahun 372 H. Sebelum kitab ini lahir,
sejumlah ulama sudah menulis kitab dengan tema akhlak. Di antaranya adalah Al-Adab Al-
Ṣagīr karya Abdullah bin Al-Muqaffa’ (w. 143 H), Al-Adab Al-Kabīr karya Abdullah bin Al-
Muqaffa’ juga, Akhlāq Al-Mulūk kaya Al-Jāḥ iẓ (w. 255), Kitābu Al-Tāj karya Al-Jāḥ iẓ juga,
‘Uyūnu Al-Akhbār karya Ibnu Qutaibah (w. 276 H), Kitāb Makārim Al-Akhlāq karya Ibnu Abī
Al-Dunyā (w.281 H), Risālatu Al-Mujālasah Wa Al-Julasā’ karya Abū Al-‘Abbā s Al-Sarakhsī
(w. 286 H), Adabu Al-Nafs Al-Syarīfah Wa Al-Akhlāq Al-Ḥ amīdah karya Al-Ṭ abarī (w. 310 H),
Adabu Al-Dīn wa Al-Daulah karya Alī bin Rabban Al-ṭabarī (w. 310 H), Al-Ṭibb Al-Rūḥānī
karya Abū Bakr Muḥ ammad bin Zakariyya Al-Rā zī (w. 311 atau 320 H), Al-Sīrah Al-
Falsafiyyah karya Abū Bakr Muḥ ammad bin Zakariyya Al-Rā zī juga, Akhlāq Al-‘Ulamā’ karya
Abū Bakr Al-Ā jurrī (w. 360 H), Tahẓību Al-Akhlāq karya Yaḥ yā bin ‘Adī bin ḥ amīd bin
Zakariyyā (w. 364 H), Al-Luma‘ Fi Al-Taṣawwuf karya Abū Naṣr Al-Tū sī (w. 378 H), Al-
Sa’ādah Wa Al-Is’ād karya Abū Al-ḥ asan Al-‘Amirī (w. 381 H), Qūtu Al-Qulūb karya Abū ṭālib
Al-Makkī (w. 387 H), Rasā’il Ikhwān Al-Ṣafā, Akhlāqu Al-Wazīrīn karya Al-ṣā ḥ ib bin
Al-‘Abbā d dan Ibnu Al-‘Amīd dan lain-lain1.
Tujuan Ibnu Miskawaih menulis kitab ini beliau lugaskan dalam mukadimah, yakni
untuk membina akhlak mulia2. Karena targetnya adalah akhlak, maka watak yang dilatihkan
diharapkan dimiliki dan menyatu pada diri, sehingga saat memunculkannya tidak perlu
berpayah-payah tetapi seakan-akan sudah spontan dan refleks. Jalan untuk mencapai itu
harus diawali dari kajian terhadap hakikat jiwa (nufū s), apa itu, jenis apa ia dan untuk apa
ia dibuat ada. Dikaji juga faktor-faktor yang menghambat menjapai jiwa yang tinggi, apa
yang bisa menyucikannya, apa yang bisa mengotorinya. Allah dalam Al-Qur’an secara lugas
menyebut jiwa itu bisa disucikan dna juga bisa dikotori. Allah berfirman,
Penyusunan kitab ini mengambil bahan dari karya-karya filsuf sebelumnya seperti
Aristoteles, Zenon, Gelenus dan lain-lain lalu ditambahkan dari hasil perenungannya sendiri
yang digali dari Al-Qur’an dan hadis. Caranya memenfaatkan pemikiran filsuf yunani
bersifat eklektik dan kritis. Yang diambil hanya yang sesuai dengan ajaran Islam. Selain
filosofYunani, Ibnu Miskawaih juga banyak mengambil manfaat dari karya-karya Yaḥ yā bin
‘Adī (terutama dalam kitab Tahẓibu Al-Akhlāq), murid Al-Fā rā bī dengan perluasan dan
1
Abū ‘Alī Aḥ mad bin Muḥ ammad bin Ya‘qū b bin Miskawaih, Tahżību Al-Akhlāq wa Taṭhīru Al-A’rāq
(tahkik ‘Imād Al-Hilālī, cet.1). Mansyū rā t Al-Jamal, Beirut, 2012, hlm. 16-17
2
Abū ‘Alī Aḥ mad bin Muḥ ammad bin Ya‘qū b bin Miskawaih, Tahżību Al-Akhlāq wa Taṭhīru Al-A’rāq
(tahkik Ibnu Al-Khaṭīb, cet.1). Maktabah Al-Ṡaqā fah Al-Dīniyyah, Mesir, 1978, hlm. 9
pendalaman3. Kitab Tahẓibu Al-Akhlāq Yaḥ yā bin ‘Adī bisa dihitung sebagai pelopor karya
filsafat akhlak yang ditulis dalam bahasa Arab.
Di kalangan filsuf sendiri, ada lima perbedaan pendapat terkait teori akhlak.
Pertama ikhtiṣāṣ al-akhlāq bi al-nafs gairi mudrikah wa al-nafs gairi al-nāṭiqah. Kedua,
istifādatu al-nafs al-insāniyyah min al-khuluq. Ketiga, akhlak yang sudah alami tidak akan
pernah hilang. Keempat, tidak ada akhlak alami. Kelima, akhlak itu alami tapi bisa
dipengaruhi dengan pendidikan dan nasehat5.
Imā d Al-Hilā li memandang kajian terhadap kitab Tahżību Al-Akhlā q karya Ibnu
Miskawaih ini penting karena beberapa faktor. Pertama, kitab ini berbicara tentang
akhlak/etika/ethics yang dikarang oleh filsuf etika muslim, jadi kajian terhadap kitab ini
akan memberi manfaat untuk mengenal kepribadian Ibnu Miskawaih. Kedua, kitab ini
menampikan pencapaian pemikiran tentang akhlak dalam kahazanah intelektual muslim
Arab. Ketiga, kitab ini menjadi referensi utama kajian akhlak di abad 4 H, yakni di masa Al-
Buwaihī. Keempat, mengkaji kitab ini akan memberi sumbangan terhadap upaya
3
Ibnu Miskawaih, op. cit., hlm. 61
4
Ibid.,hlm. 64
5
Ibid.,hlm. 63-64
menghidupkan warisan peradaban Arab agar bisa menautkan antara masa lalu dengan
masa sekarang sehingga memberi manfaat peneliti masa kini 6.
Ibnu Al-Khaṭib yang mentahkik kitab ini meskipun memuji kualitas kontennya,
hanya saja beliau menyayangkan gaya bahasanya yang lemah dari sisi bahasa Arab (wakullu
mā na’khużuhū ‘alaihi fī hā żal kitā b ḍ a‘fu ta‘bīrihī ragma irtifā ’ihī bil ma’ā nī7). Menurut Ibnu
Al-Khaṭīb juga, Al-Gazzāli dalam kitab Iḥ yā ’ ‘Ulū middīn memanfaatkan pemikiran Ibnu
Miskawaih dalam kitab ini.
6
Ibid.,hlm. 9
7
Ibnu Miskawaih, loc. cit., hlm.4