net/publication/319751850
CITATIONS READS
9 6,653
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Studi Eksploratif tentang Permasalahan Psikologis-eksistensial pada masa Pandemi Covid-19 View project
All content following this page was uploaded by P. Tommy Y. Sumatera Suyasa on 15 September 2017.
ABSTRACT
Latar Belakang
Perilaku konsumtif adalah suatu tindakan yang tidak rasional dan bersifat
kompulsif sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya
(Neufeldt dikutip Zebua & Nurdjayadi, 2001). Tindakan konsumsi yang irasional dan
kompulsif dapat dicontohkan seperti ketika seorang wanita pergi ke sebuah toko
untuk membeli beberapa baju yang disukainya walaupun baju tersebut tidak cocok
dan sebenarnya tidak dibutuhkannya (Solomon, 2002). Istilah konsumtif biasanya
digunakan untuk menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang
maksimal (Tambunan, 2001).
Fromm (1995) menyatakan manusia dalam mengkonsumsi barang tidak lagi
melihat nilai pakainya yaitu mencukupi kebutuhan tetapi juga digunakan untuk
memenuhi keinginan-keinginannya, sehingga pengkonsumsian barang menjadi
berlebihan. Hal tersebut disebabkan rasa puas pada manusia yang tidak berhenti pada
satu titik saja melainkan selalu meningkat. Oleh karena itu manusia selalu
mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun
172
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut. Menurutnya, keinginan untuk
mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan dapat membuat seseorang menjadi
konsumtif.
Menurut Yulianti (2003) dan Kasmir (2003), penyebab terjadinya perilaku
konsumtif dipengaruhi oleh metode pembayaran kartu kredit. Pemakaian kartu kredit
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berbelanja sehingga
penggunanya seringkali membeli dan mengkonsumsi barang secara berlebihan
(Schiffman & Kanuk, 2000). Hal tersebut dikarenakan kartu kredit menyediakan
fasilitas kredit bagi penggunanya. Batas fasilitas kredit yang diberikan dapat melebihi
sumber penghasilan yang dimiliki para pemegang kartu, sehingga para pemegang
kartu dapat menggunakan batas kredit yang ada (Yulianti, 2003).
Metode pembayaran kartu kredit merupakan pembayaran sistem elektronik
yang terkait dengan kemajuan teknologi dan menjadikan segalanya praktis (Yulianti,
2003). Teknologi yang memberikan kenyamanan dalam kehidupan manusia tersebut,
dapat menyebabkan orang berperilaku konsumtif (Chitrakar, 2002). Kartu kredit
hanya merupakan alat untuk memudahkan orang berhutang atau mengkredit dalam
jumlah maksimal yang ditentukan (Yudana, 1997). Seiring dengan perkembangan
jaman, kartu kredit sangat mudah untuk ditemui di masyarakat sekarang (Arifin,
2002).
Penggunaan kartu kredit secara tidak bijaksana dapat mengakibatkan orang
terlilit hutang (Norvitilis & Maria, 2002). Menurutnya kejadian tersebut terjadi pada
individu di Amerika Serikat yang menggunakan kartu kredit sehingga pada akhirnya
mereka terlilit hutang. Hal tersebut disebabkan mereka tidak tahu besarnya bunga
pinjaman yang harus dibayar ketika menunda membayar tagihan, dan akibatnya
hutang terus melambung tinggi dari penumpukan bunga pinjaman atas penggunaan
kartu kredit. Penggunaan kartu kredit yang berlebihan juga mengakibatkan mereka
mengalami kebangkrutan dan secara psikologis mereka akan mengalami stres yang
mengakibatan tindakan bunuh diri (Holub, 2002).
Menurut Tambunan (2001), ada beberapa perbedaan pola konsumsi antara
pria dan wanita. Wanita lebih tertarik pada warna dan bentuk serta lebih cenderung
subjektif dalam berbelanja, sedangkan pria lebih tertarik pada hal teknis dan
kegunaannya serta lebih objektif. Munandar (2001) juga menyatakan ada perbedaan
173
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
pria dan wanita dalam berbelanja. Pria kurang berminat dalam berbelanja, sering
tertipu karena tidak sabar untuk memilih dahulu sebelum membeli, sedangkan wanita
senang berbelanja karena lebih tertarik pada gejala mode, mementingkan status sosial,
kurang tertarik pada hal-hal teknis dari barang yang akan dibelinya.
Menurut Sudarto (2003), terdapat perbedaan dalam pengkonsumsian barang
antara wanita lajang dan wanita yang sudah menikah. Pada wanita lajang, mereka
mengkonsumsi lebih banyak dalam hal penampilan sehingga memiliki pengeluaran
lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang berkeluarga. Hal tersebut bukan
berarti wanita yang berkeluarga tidak memperhatikan penampilan, akan tetapi mereka
lebih menitikberatkan pengeluaran untuk kebutuhan keluarga terlebih ketika mereka
sudah mempunyai anak. Setiadi (2000) juga mengungkapkan bahwa wanita lajang
lebih leluasa menggunakan penghasilannya dikarenakan mereka tidak mempunyai
tanggung jawab terhadap keluarga sehingga seluruh pengeluaran dapat digunakan
untuk dirinya sendiri.
Demikian pula individu yang sudah bekerja dan tidak bekerja juga memiliki
perbedaan dalam hal pengeluaran (Sudarto, 2003). Pada individu yang bekerja,
mereka lebih leluasa dalam pengeluaran dibandingkan dengan individu yang tidak
bekerja. Hal tersebut disebabkan mereka ingin menikmati uang hasil kerja keras untuk
memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya pada individu yang tidak bekerja, pemenuhan
kebutuhan mereka masih berasal dari orang lain sehingga mereka tidak leluasa dalam
menggunakan uang.
Perilaku konsumtif adalah suatu fenomena yang menarik untuk diteliti,
terutama berkaitan dengan cara pembayaran yang dilakukan oleh wanita dewasa
muda. Hal tersebut mengingat wanita memandang berbelanja sebagai suatu kegiatan
yang menyenangkan sehingga cenderung konsumtif. Selain itu adanya metode
pembayaran khususnya kartu kredit yang menyediakan batas fasilitas kredit yang
melebihi penghasilan seseorang sehingga membuatnya menjadi praktis dalam
berbelanja. Kadangkala kepraktisan tersebut membuat individu menjadi konsumtif
(Yulianti, 2003). Dengan demikian perilaku membeli tidak lagi menempati fungsi
yang sesungguhnya dan menjadi suatu ajang pemborosan biaya (Zebua & Nurdjayadi,
2001).
174
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
175
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif menurut Neufeldt (dikutip Zebua & Nurdjayadi, 2001),
adalah suatu tindakan yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga secara
ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Orang dengan tindakan
tidak rasional dan kompulsif selalu merasa “belum lengkap” dan mencari-cari
kepuasan akhir dengan mendapatkan barang-barang baru (Abdams, 1991).
Anggarasari (dikutip Sumartono, 2002) menyatakan perilaku konsumtif
adalah tindakan membeli dan mengkonsumsi barang yang tidak bermanfaat secara
berlebihan untuk memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, dalam pembelian barang
individu tidak lagi melihat nilai pakainya yaitu untuk mencukupi kebutuhan tetapi
digunakan untuk memenuhi keinginannya. Individu tidak lagi mengenali kebutuhan
sesungguhnya, namun justru selalu tergoda untuk memuaskan keinginan sesaat.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat
disimpulkan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang bukan untuk
mencukupi kebutuhan tetapi untuk memenuhi keinginan, yang dilakukan secara
berlebihan sehingga menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya.
176
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
Masyarakat disuguhi berbagai fasilitas menarik yang ditawarkan mulai pulsa paling
murah sampai dengan program bebas roaming nasional. Hal tersebut membuat
masyarakat tertarik untuk membelinya dan bahkan memiliki lebih dari satu kartu
prabayar.
Faktor lain yang juga mempegaruhi perilaku konsumtif adalah adanya
konformitas (Kersting, 2004; Zebua & Nurdjayadi, 2001). Konformitas umumnya
terjadi pada remaja, khususnya remaja putri. Hal tersebut disebabkan keinginan yang
kuat pada remaja putri untuk tampil menarik, tidak berbeda dengan rekan-rekannya
dan dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya. Konformitas yang jelas terlihat
pada remaja putri adalah konformitas pada mode, seperti dalam hal berpakaian,
berdandan, dan gaya potong rambut.
Menurut Chaney (2004) munculnya perilaku konsumtif disebabkan gaya
hidup budaya barat. Hadirnya pusat-pusat perbelanjaan yang menyajikan segala nama
merk terkenal yang berasal dari luar negeri, untuk segala pakaian dan barang mewah
membuat seseorang lebih tertarik untuk berbelanja. Pembelian barang bermerk dan
mewah yang berasal dari luar negeri dianggap dapat meningkatkan status sosial
seseorang. Selain itu, tersedianya restoran cepat saji (fast food) membuat individu
cenderung lebih suka mengkonsumsi makanan dari barat daripada produk lokal. Gaya
hidup barat juga dapat dilihat dari semakin banyaknya café-café yang ada di kota
besar dan dijadikan sebagai salah satu sarana untuk bersosialisasi.
Faktor lainnya yang juga mempengaruhi seseorang menjadi konsumtif adalah
penggunaan kartu kredit (Yulianti, 2003; Kasmir, 2003). Pemakaian kartu kredit dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berbelanja sehingga penggunanya
seringkali membeli dan mengkonsumsi barang secara berlebihan (Schiffman &
Kanuk, 2000). Hal tersebut disebabkan kartu kredit menyediakan fasilitas kredit bagi
penggunanya. Batas fasilitas kredit yang diberikan bisa melebihi sumber penghasilan
yang dimiliki para pemegang kartu, sehingga pemegang kartu dapat menggunakan
batas kredit yang ada (Yulianti, 2003).
177
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
178
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
barang sejenis dengan merk yang berbeda. Membeli barang sejenis dengan merk
berbeda akan menimbulkan pemborosan karena individu hanya cukup memiliki satu
barang saja.
Splores (dalam Engel, Blackwell & Miniard, 1994) menyatakan ada delapan
gaya konsumen dalam berbelanja, yaitu (1) mencari produk dengan kualitas terbaik,
(2) konsumen yang menyukai barang bermerek, (3) konsumen yang menyukai produk
baru dan mengikuti mode, (4) konsumen menganggap berbelanja sebagai rekreasi, (5)
kesadaran konsumen akan harga, (6) konsumen berbelanja secara mendadak, (7)
konsumen yang bingung akan banyaknya pilihan dan (8) konsumen yang setia pada
merk tertentu.
Dari delapan gaya belanja yang telah disebutkan di atas, ada empat gaya
belanja yang dapat digolongkan sebagai ciri perilaku konsumtif. Empat ciri yang
dimaksud adalah konsumen menyukai barang bermerk, konsumen yang menyukai
produk baru dan mengikuti mode, berbelanja dianggap sebagai kegiatan rekreasi dan
konsumen suka berbelanja secara impulsif atau mendadak.
Ciri konsumtif yang pertama yaitu konsumen menyukai barang bermerk.
Individu cenderung menyukai dan membeli barang bermerk karena menganggap
barang bermerk merupakan barang terbaik untuk digunakan, Ciri perilaku konsumtif
yang kedua adalah menyukai produk baru dan mengikuti mode. Individu cenderung
menggunakan produk-produk yang dianggap sedang digemari atau trend. Individu
memperoleh kesenangan dengan membeli poduk baru yang sedang trend tersebut. Hal
tersebut dikarenakan rasa keingintahuan untuk mencoba produk baru yang sedang
mode.
Ciri perilaku konsumtif yang ketiga adalah kegiatan berbelanja dianggap
sebagai rekreasi. Kegiatan berbelanja sebagai sesuatu yang menyenangkan bagi yang
melakukannya. Individu suka dan menikmati kegiatan berbelanja serta
menganggapnya sebagai kegiatan bersosialisasi. Ciri perilaku konsumtif yang
keempat adalah kegiatan berbelanja impulsif atau mendadak. Individu cenderung
berbelanja secara ”mendadak” tanpa memperdulikan seberapa banyak uang yang
digunakan. Individu bahkan tidak mencari informasi terlebih dahulu untuk
mendapatkan produk yang diinginkan.
179
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
180
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
menipisnya keadaan keuangan sedangkan masih ada kebutuhan lain yang harus
dipenuhi.
Metode Pembayaran
Metode pembayaran adalah struktur transaksi keuangan terhadap barang dan
jasa oleh pembeli dan penjual (Miller & VanHoose, 1993). Menurut Hubbard (1994)
metode pembayaran adalah suatu mekanisme untuk melakukan transaksi dalam
perekonomian. Struktur dan mekanisme transaksi keuangan merupakan tata cara
dalam melakukan pertukaran antara barang atau jasa yang dinginkan pembeli, dengan
sejumlah harga yang ditetapkan oleh penjual. Sebagai contoh, ketika individu ingin
membeli suatu barang, maka individu tersebut harus menggunakan salah satu alat
pembayaran yang tersedia. Alat pembayaran tersebut digunakan untuk melunasi harga
(nilai jual) yang diminta penjual ataupun tertera pada label harga.
Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa metode pembayaran
adalah suatu mekanisme transaksi keuangan dalam perekonomian terhadap barang
dan jasa yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pembeli dan penjual. Dalam era
pembangunan yang mengglobal bisa ditemui berbagai jenis metode pembayaran yang
tersedia. Jenis-jenis metode pembayaran yang tersedia adalah cek, bilyet giro, traveler
cheque, kartu plastik (kartu debit, kartu charge dan kartu kredit) dan uang tunai
(Siamat, 1999).
181
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
Keuntungan kedua, mempermudah dalam menentukan nilai (harga) dari barang dan
jasa. Keuntungan ketiga adalah memperlancar proses perdagangan secara luas.
Keuntungan yang terakhir adalah uang dapat digunakan sebagai alat untuk menimbun
kekayaan.
Selain keuntungan, uang tunai juga mempunyai kerugian. Kerugian menurut
Arifin (2002) antara lain yaitu ketika jumlah uang tunai yang dibutuhkan banyak
maka akan menjadi tidak efisien karena membutuhkan tempat yang banyak untuk
menaruhnya. Selain itu, jika individu berpergian ke luar negeri maka akan sangat
tidak praktis membawa uang tunai dalam jumlah yang besar. Kerugian lain dari uang
adalah mudah rusak (uang kertas) serta masalah uang palsu.
182
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
Pengguna kartu kredit tidak perlu menyediakan sejumlah uang pada saat pembelian
karena pembayaran atas barang tersebut dapat diangsur.
Penggunaan kartu kredit juga dapat memberi bantuan sebagai alat pembayaran
di saat tidak terduga ketika uang tunai tidak tersedia. Sebagai contoh, pengguna kartu
kredit dapat menggunakan kartu kreditnya sebagai alat pembayaran ketika seseorang
mendapat musibah dan harus masuk ke rumah sakit. Di saat yang sama orang tersebut
tidak memiliki uang tunai sehingga dapat menggunakan kartu kreditnya untuk
membayar biaya rumah sakit. Keuntungan kartu kredit lainnya adalah kartu kredit
juga memberikan asuransi perlindungan pembelian barang yang dikenal dengan
purchase protection plan. Sebagai contoh, seorang pengguna kartu kredit akan
mendapatkan barang pengganti yang baru ketika barang yang dibelinya mengalami
kerusakan sebelum sampai ke rumah pembelinya.
Kasmir (2003) menyatakan ada dua kerugian dari metode pembayaran kartu
kredit. Kerugian pertama adalah sebagian merchant membebankan biaya tambahan
untuk setiap kali melakukan transaksi. Secara umum biaya tambahan yang dikenakan
kepada pengguna kartu kredit antara 2 persen hingga 6 persen dari jumlah transaksi
pembelian. Kerugian kedua adalah individu bisa leluasa dalam berbelanja sehingga
muncul kecenderungan untuk berperilaku konsumtif. Walaupun kartu kredit memiliki
batas maksimal dalam penggunaannya, namun terdapat kemungkinan pengguna tidak
memperhatikannya hingga mencapai batas maksimalnya.
183
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
barang yang sesuai dengan hobinya (Blythe, 1997). Hal tersebut juga dilakukan oleh
wanita khususnya wanita lajang yang cenderung menggunakan penghasilannya untuk
menjaga penampilan dirinya (Schiffman & Kanuk, 2004). Kaum wanita cenderung
lebih memperhatikan segala sesuatu yang berkaitan dengan penampilan agar terlihat
lebih menarik (Paludi, 1998). Oleh karenanya, penghasilan para wanita digunakan
untuk perawatan kecantikan seperti pembelanjaan pakaian dan kosmetik (Hawkins,
Best & Coney, 2001).
Munandar (2001) menyatakan ciri konsumsi wanita adalah wanita lebih
tertarik pada gejala mode dan lebih mementingkan status sosial. Wanita dapat
menghabiskan waktunya menelusuri hampir semua pusat perbelanjaan yang ada
(Clendinning, 2001). Wanita merasa nyaman dan menganggap kegiatan berbelanja
sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan (Schiffman & Kanuk, 2000). Ketertarikan
dengan mode serta kenyamanan yang didapatkan ketika berbelanja, dapat
menyebabkan timbulnya kecenderungan membeli sesuatu yang sebenarnya bukan
merupakan kebutuhan (Lamd, Hair, & McDaniel, 2001). Jika pembelian barang tidak
sesuai dengan kebutuhan dan berlebihan maka dapat membuat seseorang menjadi
konsumtif (Fromm, 1995).
184
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
berbelanja. Hal tersebut disebabkan adanya fasilitas kredit yang seringkali melebihi
penghasilan individu. Oleh karenanya, segala keinginan dapat dipenuhi dengan segera
karena adanya kartu kredit.
Kartu kredit menawarkan keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Para
pemegang kartu kredit dapat dengan leluasa melakukan transaksi tanpa harus
membawa uang dalam jumlah yang besar. Selain fasilitas kredit, para pengguna
mendapatkan beberapa keuntungan yang menarik. Keuntungan yang didapatkan
adalah para pengguna kartu kredit dapat mencicil serta melihat secara rinci
pengeluaran melalui tagihan yang datang setiap bulan. Keuntungan lainnya adalah
penerimaan pembayaran kartu kredit di seluruh dunia serta pemberian poin dalam
setiap transaksi. Keuntungan yang diberikan oleh pihak penerbit kartu kredit agar
pengguna kartu kredit bisa mendapat kemudahan dan kenyamanan dalam
bertransaksi. Tetapi, dengan fasilitas kredit yang seringkali melebihi penghasilan dan
pembayaran tagihan yang dapat dilakukan dengan mencicil, seringkali membuat para
pengguna kartu kredit menggunakannya secara berlebihan.
Adapun salah satu fenomena penggunaan kartu kredit yaitu adanya penawaran
poin berganda bagi pengguna kartu kredit tertentu. Salah satu pusat perbelanjaan
menawarkan poin dua kali lipat bagi para pengguna kartu kredit tertentu dibandingkan
dengan membayar menggunakan uang tunai. Penawaran ini tampaknya membuat para
pengguna kartu kredit tersebut antusias menggunakan kartu kreditnya ketika
berbelanja. Hal tersebut disebabkan selain dapat mencicil perbelanjaan, pengguna
juga dapat menukarkan poin dengan hadiah tertentu sesuai poin yang terkumpul.
Keinginan untuk mengumpulkan poin, seringkali membuat individu menggunakan
kartu kredit secara belebihan.
Berbeda dengan pengguna kartu kredit, pengguna uang tunai lebih dapat
membatasi pengeluarannya. Pengguna uang tunai akan lebih bisa menggunakan
penghasilannya untuk membeli barang yang benar-benar dibutuhkannya bukan
sekedar keinginan saja. Para pengguna uang tunai akan memperhitungkan penghasilan
secara jelas sebelum berbelanja untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka cenderung
tidak membelanjakan uangnya untuk sesuatu yang bukan kebutuhannya ketika
penghasilan tidak mencukupi. Oleh karenanya, para pengguna uang tunai
185
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
METODE PENELITIAN
Subjek
Peneliti menggunakan subjek sebanyak 400 orang. Tetapi setelah dilakukan
screening, didapatkan 3 orang subjek yang menjawab secara tidak konsisten sehingga
tidak diikutsertakan dalam proses pengolahan data. Selanjutnya subjek terbagi tiga
kelompok dengan masing-masing 171 subjek pengguna metode pembayaran uang
tunai, 122 subjek pengguna metode pembayaran kartu kredit aktif dan 104 subjek
186
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
pengguna metode pembayaran kartu kredit tidak aktif. Karena tujuan penelitian ini
untuk mengetahui perbedaan perilaku konsumtif antara metode pembayaran uang
tunai dan kartu kredit, maka dalam pengolahan data hanya melibatkan subjek
pengguna metode pembayaran uang tunai dan kartu kredit aktif. Total keseluruhan
subjek berjumlah 293 orang. Subjek yang digunakan memiliki karakteristik (1) wanita
dewasa muda, (2) berusia antara 20 – 40 tahun, (3) berstatus lajang dan (4) bekerja.
Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental. Desain quasi
experimental yang digunakan adalah two-group design, dengan dua variabel
penelitian. Variabel pertama adalah metode pembayaran sebagai variabel bebas (IV).
Variabel kedua adalah perilaku konsumtif sebagai variabel terikat (DV). Untuk
mendekati desain eksperimen yang sesungguhnya, maka dalam penelitian ini, peneliti
mencoba melakukan kontrol terhadap 8 variabel lain. Tujuan melakukan kontrol
terhadap variabel lain tersebut adalah untuk menghilangkan efek yang dapat
mempengaruhi variabel bebas pada pengukuran variabel terikat (Kerlinger, 1992).
Variabel kontrol tersebut antara lain usia, jenis kelamin, status perkawinan, jenjang
pendidikan, status bekerja, pendapatan, status tempat tinggal, jenis kartu kredit dan
jumlah kartu kredit.
Peneliti membatasi subjek berusia antara 20-40 tahun. Menurut Papalia et al.
(1998) individu dengan usia 20-40 tahun telah memasuki tahap dewasa muda. Subjek
penelitian yang dipilih adalah wanita dewasa muda. Rata-rata usia pada kelompok
subjek yang menggunakan metode pembayaran uang tunai adalah 25,15 (SD = 3,79).
Sedangkan rata-rata usia kelompok subjek yang menggunakan metode pembayaran
kartu kredit adalah 26,26 (SD = 3,67). Artinya usia kelompok subjek yang
menggunakan metode pembayaran kartu kredit lebih besar daripada usia kelompok
subjek yang menggunakan metode pembayaran uang tunai. Kedua rata-rata usia
tersebut berbeda secara signifikan, t(291) = -2,52, p < 0.01. Karena perbedaan
tersebut, maka dengan demikian usia pada kedua kelompok tersebut akan dikontrol
lebih lanjut dengan memperlakukan usia sebagai IV2 selain metode pembayaran (IV1).
Secara keseluruhan subjek penelitian berjenis kelamin perempuan, sehingga
baik pada kelompok subjek dengan metode pembayaran kartu kredit dan uang tunai
187
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
memiliki karakteristik jenis kelamin yang sama. Pilihan status perkawinan pada
kuesioner yaitu belum menikah, sudah menikah dan pernah menikah. Subjek
penelitian yang digunakan adalah yang berstatus lajang atau belum menikah. Individu
yang lajang cenderung membelanjakan penghasilannya pada barang yang mengikuti
mode dan barang yang sesuai dengan hobinya (Blythe, 1997). Selain itu penggunaan
subjek yang berstatus lajang dimaksudkan untuk menghindari bias dalam
pengeluaran. Bias dalam pengeluaran artinya subjek menggunakan pendapatannya
bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu yang sudah menikah
diperkirakan akan menggunakan sebagian pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga terlebih jika telah memiliki anak. Oleh karena itu dalam penelitian ini,
secara keseluruhan subjek penelitian adalah wanita yang belum menikah. Dengan
demikian subjek penelitian dari kelompok metode pembayaran kartu kredit dan uang
tunai memiliki karakteristik status perkawinan yang sama yaitu belum menikah.
Jenjang pendidikan adalah tahap terakhir pendidikan yang telah diselesaikan
oleh subjek. Subjek yang digunakan adalah individu dengan minimal pendidikan
SMU atau setingkatnya. Diharapkan dengan tingkat pendidikan tersebut subjek
penelitian tidak mengalami kesulitan untuk memahami pertanyaan-pertanyaan
kuesioner sehingga mereka dapat mengisi kuesioner tanpa perlu dibimbing. Melalui
uji Chi-Square, diperoleh X² (4) = 20,79, p < 0,01 diketahui bahwa ada perbedaan
tingkat pendidikan antara kelompok subjek metode pembayaran kartu kredit dan uang
tunai. Karena perbedaan tersebut, maka dengan demikian jenjang pendidikan pada
kedua kelompok tersebut akan dikontrol lebih lanjut dengan memperlakukan jenjang
pendidikan sebagai IV2 selain metode pembayaran (IV1).
Subjek penelitian secara keseluruhan adalah individu yang telah bekerja,
sehingga baik pada kelompok subjek dengan metode pembayaran kartu kredit dan
uang tunai memiliki karakteristik yang sama yaitu telah bekerja. Range pendapatan
subjek yang digunakan dalam penelitian adalah Rp. 1,5 – 4 juta per bulan. Range
tersebut didapatkan dari batasan pihak bank bagi pemilik kartu kredit utama
classic/silver. Pemilik kartu kredit classic/silver harus memiliki pendapatan pertahun
minimal Rp. 18 juta dan maksimal Rp. 48 juta. Rata-rata pendapatan pada kelompok
subjek yang menggunakan metode pembayaran uang tunai adalah Rp 2.077.573,10
(SD = 653721,10), sedangkan rata-rata pendapatan pada kelompok subjek yang
188
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
Lokasi Penelitian
Peneliti menyebarkan kuesioner di beberapa pusat perbelanjaan yang ada di
Jakarta. Tempat pembagian kuesioner antara lain di Food court lantai 4, Plaza
Semanggi jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Selain itu, peneliti juga
menyebarkan kuesioner di Food Court lantai 4 Mall Taman Anggrek, jalan S.
Parman, Jakarta Barat. Pusat perbelanjaan yang terakhir adalah Food Court lantai 4
Mega Mall, jalan Pluit Raya, Jakarta Utara. Alasan peneliti menggunakan pusat
perbelanjaan karena wanita lebih banyak menghabiskan waktunya menelusuri hampir
semua pusat perbelanjaan yang ada (Clendinning, 2001). Selain itu peneliti
189
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
Pengukuran
Variabel Metode Pembayaran
Alat ukur metode pembayaran digunakan untuk membedakan antara subjek
pengguna uang tunai dan kartu kredit. Pada pernyataan terakhir data kontrol di bagian
I berisi pernyataan mengenai kepemilikan kartu kredit. Jika subjek menjawab ya
(memiliki kartu kredit) maka dilanjutkan dengan pengisian bagian II (alat ukur
pengguna kartu kredit) dan bagian III (alat ukur perilaku konsumtif). Namun, jika
subjek menjawab tidak, maka subjek langsung mengisi bagian III yang berarti bahwa
subjek pengguna uang tunai.
Pengukuran bagian II akan dilihat dari jawaban subjek. Subjek harus memiliki
kartu kredit utama. Selain kepemilikan kartu kredit utama, subjek harus memenuhi
dua syarat agar bisa digolongkan pengguna aktif kartu kredit. Syarat pertama yaitu
jika subjek menjawab pernyataan menggunakan kartu kredit (>= 7) maka subjek
dikategorikan sering menggunakan kartu kredit. Contoh butir pernyataan alat ukur
metode pembayaran: Dalam kehidupan sehari-hari saya lebih suka menggunakan
metode pembayaran kartu kredit (butir positif); Saya lebih senang menggunakan
uang tunai jika makan di restoran (butir negatif). Pada pernyataan positif, jika subjek
menjawab benar atau sesuai maka akan mendapat skor 1. Sebaliknya pada pernyataan
negatif, jika subjek menjawab benar atau sesuai maka akan mendapat skor 0. Dengan
menggunakan metode perhitungan Kuder Richardson 20, didapatkan nilai reliabilitas
10 butir alat ukur metode pembayaran tersebut sebesar 0,71.
Syarat kedua yaitu dilihat dari penggunaan setengah dari limit kartu. Artinya,
subjek dikatakan sering menggunakan kartu kreditnya jika minimal dan maksimal
penggunaan kartu kredit dijumlahkan dan dibagi dua sehingga menghasilkan setengah
dari limit kartu yang dimiliki. Pembatasan penggunaan limit kartu agar seorang
individu dapat dikatakan sebagai pengguna aktif kartu kredit, didapatkan dari
wawancara dengan pihak bank. Peneliti menanyakan kriteria yang dibuat oleh pihak
bank agar dapat dikatakan individu adalah pengguna aktif kartu kredit. Dengan
demikian, jika skor yang didapatkan subjek pada alat ukur bagian II semakin tinggi
190
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
(>=7) dan penggunaan kartu kredit mencapai setengah atau lebih besar dari limit
maka subjek akan dikategorikan sering menggunakan kartu kredit (pengguna aktif
kartu kredit).
Prosedur
Tahap pertama kuesioner dibagikan pada tanggal 3 - 5 November dan 8 - 11
November di Plaza Semanggi. Tahap kedua kuesioner dibagikan pada tanggal 22 – 26
November di Mall Taman Anggrek. Tanggal 29 November – 3 Desember kuesioner
dibagikan di Mega Mall. Semua kuesioner dibagikan pada waktu makan siang yaitu
pada pukul 12 – 13 siang.
Pembagian kuesioner kepada subjek diawali dengan penjelasan bahwa peneliti
sedang mengerjakan tugas akhir. Pada pembagian kuesioner, peneliti mengalami
cukup banyak penolakan dari para calon subjek. Hal ini dikarenakan, butir item yang
terlalu banyak dan calon subjek tidak bersedia diganggu pada saat makan siangnya.
Kuesioner dibagikan kepada 500 wanita dewasa muda. Tetapi setelah dilakukan
penyaringan dengan acuan variabel kontrol maka didapatkan sebanyak 400 kuesioner
yang dapat diolah datanya. Sebanyak 100 kuesioner tidak dapat diikutsertakan dalam
proses pengolahan data karena subjek tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria yang dimaksud adalah usia, status perkawinan dan pendapatan.
191
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Gambaran Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran dan Usia
Usia Metode Pembayaran Rata-rata Perilaku Konsumtif
< 23 Uang tunai 2.38
Kartu kredit 2.66
23 – 24.99 Uang tunai 2.47
Kartu kredit 2.63
25 – 27,99 Uang tunai 2.31
Kartu kredit 2.69
≥ 28 Uang tunai 2.38
Kartu kredit 2.52
192
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
Tabel 2.
Gambaran Perilaku Konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran dan Jenjang Pendidikan
Jenjang Pendidikan Metode Pembayaran Rata-rata Perilaku konsumtif
Tamat SMU/Setingkatnya Uang Tunai 2.38
Kartu kredit 2.58
Tamat D1/D2/Diploma Uang Tunai 2.43
Kartu kredit 2.48
Tamat D3/Akademi Uang Tunai 2.41
Kartu kredit 2.48
Tamat S1 Uang Tunai 2.37
Kartu kredit 2.68
Tamat S2 Uang Tunai 2.46
Kartu kredit 2.77
193
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
Tabel 3.
Gambaran Perilaku Konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran dan Pendapatan
Pendapatan Metode Pembayaran Rata-rata Perilaku Konsumtif
< Rp.1.725.000 Uang Tunai 2.35
Kartu kredit 2.56
Rp.1.725.000 – Rp.1.999.999 Uang tunai 2.49
Kartu kredit 2.92
Rp.2.000.000 – Rp.2.999.999 Uang tunai 2.39
Kartu kredit 2.60
≥ Rp.3.000.000 Uang tunai 2.42
Kartu kredit 2.69
194
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
Tabel 4.
Alasan subjek menggunakan kartu kredit
No. Alasan f %
1 Praktis 72 59,02
2 Pembayaran dpt dicicil 14 11,48
3 Aman 12 9,84
4 Ingin mendapat poin 11 9,02
5 Untuk keperluan mendadak 9 7,38
6 Diterima di seluruh pusat belanja 3 2,46
7 Trend 1 0,82
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan kepraktisan menjadi alasan
utama subjek menggunakan kartu kredit dengan frekuensi 72 orang (59,02%).
Pembayaran bisa dicicil merupakan alasan kedua terbanyak dengan frekuensi 14
orang atau 11,48 %. Dua alasan utama tersebut, tampaknya dapat mendukung
penjelasan mengenai perilaku konsumtif yang ada pada subjek pengguna kartu kredit.
PEMBAHASAN
Hal yang dapat menunjang wanita dewasa muda berperilaku konsumtif adalah
penggunaan metode pembayaran kartu kredit. Metode pembayaran kartu kredit dapat
menyebabkan perilaku konsumtif. Seringkali fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak
bank melebihi penghasilan individu. Oleh karena itu individu dapat menggunakan
kartu kreditnya kapan saja untuk memenuhi keinginannya.
Selain fasilitas kredit, kartu kredit juga memberikan banyak keuntungan yang
menyebabkan wanita dewasa muda cenderung menggunakan metode pembayaran
kartu kredit. Keuntungan yang dimaksud antara lain seperti keamanan, pembayaran
tagihan yang bisa dicicil, mendapatkan poin, bisa melihat semua transaksi secara rinci
serta penerimaan kartu kredit hampir di semua pusat perbelanjaan. Keuntungan
seperti mendapatkan poin dan penerimaan kartu kredit hampir di semua pusat
perbelanjaan akan berguna dan mendukung khususnya bagi individu yang suka
berbelanja berlebihan dan menganggap berbelanja sebagai rekreasi.
195
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, maka peneliti
menyimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima, yaitu: wanita dewasa muda yang
196
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
DAFTAR PUSTAKA
Abdams, I. (1991). Hubungan konsep diri dengan perilaku konsumtif pada buruh
wanita di Jakarta. Skripsi sarjana. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. Tidak diterbitkan.
Arifin, A. (2002). Tips dan trik memiliki kartu kredit. Jakarta: Gramedia.
Blythe, J. (1997). The essence of consumer behaviour. London: Prentice hall.
Chaney, D. (2004). Life style: sebuah pengantar komprehensif. (Penerj. Nuraeni).
Yogyakarta: Jalasutra. (karya asli diterbitkan tahun 1996).
197
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199
198
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa
Lamb, C. W., Hair, J. F., & McDaniel, C. D. (2001). Pemasaran. (D. Octaveria,
Penerj.). Jakarta: Salemba empat. (karya asli diterbitkan tahun 2000)
Loudon, D. L. & Bitta, A. J. D. (1993). Consumer behavior. (4th ed.). New York:
McGraw-Hill.
Miller, R. L.. & VanHoose, D. D. (1993). Modern money and banking. (3rd ed.). New
York: McGraw-Hill.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press
Norvitilis, J. M. & Maria, P. S. (2002, September). Credit card debt on college
campuses: causes, consequences, and solutions. College student journal.
Retrieved Desember 20, 2003 from
http://www.findarticles.com/cf_dls/m0FCR/3_36/95356585/p1/article.jhtml
Paludi, M. A.. (1998). The psychology of women. NJ: Prentice-Hall
Papalia, D.E., Olds, M. S., & Feldman, R. D. (1998). Human development (7th ed.).
Boston: McGraw-Hill.
Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2000). Consumer behavior (7th ed.). NJ: Prentice
hall.
__________ (2004). Consumer behavior. (8th ed.). NJ: Prentice hall.
Setiadi, N. J. (2003). Perilaku konsumen: konsep dan implikasi untuk strategi dan
penelitian pemasaran. Jakarta: Prenada media.
Siamat, D. (1999). Manajemen lembaga keuangan (Edisi ke-4). Jakarta: FE-UI.
Solomon, M. R. (2002). Consumer behaviour. (4th ed.). NJ: Prentice-Hall.
Sudarto, T. (2003). Strategi manajemen rumah tangga. Jember: Target press.
Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan. Bandung: Alfabeta.
Tambunan, R. (2001). Remaja dan perilaku konsumtif. Retrieved April 17, 2003 from
http://www.e-psikologi.com/masalah/office%20politik.htm
Yudana, I. G. A. (1997). Cara bijak mengelola kartu kredit. Retrived February 15,
2004 from http://www.indomedia.com/intisari/1997/desember/k_kredit.htm
Yulianti, Y. (2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemggunaan kartu kredit
berlebihan (studi kasus). Tesis tidak dipublikasikan. Depok: UI.
Yulianto, S. (2003). Ilmu sosial ekonomi. Jakarta: Bumi aksara.
Zebua, A. S. & Nurdjayadi, R. D. (2001). Hubungan antara konformitas dan konsep
d
i
r
i 199