Anda di halaman 1dari 29

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319751850

Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran

Article · December 2005

CITATIONS READS

9 6,653

2 authors:

Fransisca iriani roesmala Dewi P. Tommy Y. Sumatera Suyasa


Tarumanagara University Tarumanagara University
38 PUBLICATIONS   13 CITATIONS    55 PUBLICATIONS   56 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Perilaku Konsumtif View project

Studi Eksploratif tentang Permasalahan Psikologis-eksistensial pada masa Pandemi Covid-19 View project

All content following this page was uploaded by P. Tommy Y. Sumatera Suyasa on 15 September 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran

Fransisca & P. Tommy Y. S. Suyasa


Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

ABSTRACT

Consumptive behavior is an action to buy a goods that actually not to fulfill


the daily needs demand but just to fulfill the desire, conducted redundantly
causing and extravagance of inefficiency the expense. The aim of this
research is to prove that there is a difference in consumptive behavior
between subjects who prefer to use credit card and subjects who prefer to use
cash. Subjects are 293 young adult women, 171 subjects prefer to use cash
payment and 122 subjects prefer to use credit card payment method. The
result shows that there is a significant difference in consumptive behavior
between two groups of subjects.

Keywords: credit card, consumptive behavior, payment method

Latar Belakang
Perilaku konsumtif adalah suatu tindakan yang tidak rasional dan bersifat
kompulsif sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya
(Neufeldt dikutip Zebua & Nurdjayadi, 2001). Tindakan konsumsi yang irasional dan
kompulsif dapat dicontohkan seperti ketika seorang wanita pergi ke sebuah toko
untuk membeli beberapa baju yang disukainya walaupun baju tersebut tidak cocok
dan sebenarnya tidak dibutuhkannya (Solomon, 2002). Istilah konsumtif biasanya
digunakan untuk menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang
maksimal (Tambunan, 2001).
Fromm (1995) menyatakan manusia dalam mengkonsumsi barang tidak lagi
melihat nilai pakainya yaitu mencukupi kebutuhan tetapi juga digunakan untuk
memenuhi keinginan-keinginannya, sehingga pengkonsumsian barang menjadi
berlebihan. Hal tersebut disebabkan rasa puas pada manusia yang tidak berhenti pada
satu titik saja melainkan selalu meningkat. Oleh karena itu manusia selalu
mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun

172
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut. Menurutnya, keinginan untuk
mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan dapat membuat seseorang menjadi
konsumtif.
Menurut Yulianti (2003) dan Kasmir (2003), penyebab terjadinya perilaku
konsumtif dipengaruhi oleh metode pembayaran kartu kredit. Pemakaian kartu kredit
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berbelanja sehingga
penggunanya seringkali membeli dan mengkonsumsi barang secara berlebihan
(Schiffman & Kanuk, 2000). Hal tersebut dikarenakan kartu kredit menyediakan
fasilitas kredit bagi penggunanya. Batas fasilitas kredit yang diberikan dapat melebihi
sumber penghasilan yang dimiliki para pemegang kartu, sehingga para pemegang
kartu dapat menggunakan batas kredit yang ada (Yulianti, 2003).
Metode pembayaran kartu kredit merupakan pembayaran sistem elektronik
yang terkait dengan kemajuan teknologi dan menjadikan segalanya praktis (Yulianti,
2003). Teknologi yang memberikan kenyamanan dalam kehidupan manusia tersebut,
dapat menyebabkan orang berperilaku konsumtif (Chitrakar, 2002). Kartu kredit
hanya merupakan alat untuk memudahkan orang berhutang atau mengkredit dalam
jumlah maksimal yang ditentukan (Yudana, 1997). Seiring dengan perkembangan
jaman, kartu kredit sangat mudah untuk ditemui di masyarakat sekarang (Arifin,
2002).
Penggunaan kartu kredit secara tidak bijaksana dapat mengakibatkan orang
terlilit hutang (Norvitilis & Maria, 2002). Menurutnya kejadian tersebut terjadi pada
individu di Amerika Serikat yang menggunakan kartu kredit sehingga pada akhirnya
mereka terlilit hutang. Hal tersebut disebabkan mereka tidak tahu besarnya bunga
pinjaman yang harus dibayar ketika menunda membayar tagihan, dan akibatnya
hutang terus melambung tinggi dari penumpukan bunga pinjaman atas penggunaan
kartu kredit. Penggunaan kartu kredit yang berlebihan juga mengakibatkan mereka
mengalami kebangkrutan dan secara psikologis mereka akan mengalami stres yang
mengakibatan tindakan bunuh diri (Holub, 2002).
Menurut Tambunan (2001), ada beberapa perbedaan pola konsumsi antara
pria dan wanita. Wanita lebih tertarik pada warna dan bentuk serta lebih cenderung
subjektif dalam berbelanja, sedangkan pria lebih tertarik pada hal teknis dan
kegunaannya serta lebih objektif. Munandar (2001) juga menyatakan ada perbedaan

173
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

pria dan wanita dalam berbelanja. Pria kurang berminat dalam berbelanja, sering
tertipu karena tidak sabar untuk memilih dahulu sebelum membeli, sedangkan wanita
senang berbelanja karena lebih tertarik pada gejala mode, mementingkan status sosial,
kurang tertarik pada hal-hal teknis dari barang yang akan dibelinya.
Menurut Sudarto (2003), terdapat perbedaan dalam pengkonsumsian barang
antara wanita lajang dan wanita yang sudah menikah. Pada wanita lajang, mereka
mengkonsumsi lebih banyak dalam hal penampilan sehingga memiliki pengeluaran
lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang berkeluarga. Hal tersebut bukan
berarti wanita yang berkeluarga tidak memperhatikan penampilan, akan tetapi mereka
lebih menitikberatkan pengeluaran untuk kebutuhan keluarga terlebih ketika mereka
sudah mempunyai anak. Setiadi (2000) juga mengungkapkan bahwa wanita lajang
lebih leluasa menggunakan penghasilannya dikarenakan mereka tidak mempunyai
tanggung jawab terhadap keluarga sehingga seluruh pengeluaran dapat digunakan
untuk dirinya sendiri.
Demikian pula individu yang sudah bekerja dan tidak bekerja juga memiliki
perbedaan dalam hal pengeluaran (Sudarto, 2003). Pada individu yang bekerja,
mereka lebih leluasa dalam pengeluaran dibandingkan dengan individu yang tidak
bekerja. Hal tersebut disebabkan mereka ingin menikmati uang hasil kerja keras untuk
memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya pada individu yang tidak bekerja, pemenuhan
kebutuhan mereka masih berasal dari orang lain sehingga mereka tidak leluasa dalam
menggunakan uang.
Perilaku konsumtif adalah suatu fenomena yang menarik untuk diteliti,
terutama berkaitan dengan cara pembayaran yang dilakukan oleh wanita dewasa
muda. Hal tersebut mengingat wanita memandang berbelanja sebagai suatu kegiatan
yang menyenangkan sehingga cenderung konsumtif. Selain itu adanya metode
pembayaran khususnya kartu kredit yang menyediakan batas fasilitas kredit yang
melebihi penghasilan seseorang sehingga membuatnya menjadi praktis dalam
berbelanja. Kadangkala kepraktisan tersebut membuat individu menjadi konsumtif
(Yulianti, 2003). Dengan demikian perilaku membeli tidak lagi menempati fungsi
yang sesungguhnya dan menjadi suatu ajang pemborosan biaya (Zebua & Nurdjayadi,
2001).

174
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

175
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif menurut Neufeldt (dikutip Zebua & Nurdjayadi, 2001),
adalah suatu tindakan yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga secara
ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Orang dengan tindakan
tidak rasional dan kompulsif selalu merasa “belum lengkap” dan mencari-cari
kepuasan akhir dengan mendapatkan barang-barang baru (Abdams, 1991).
Anggarasari (dikutip Sumartono, 2002) menyatakan perilaku konsumtif
adalah tindakan membeli dan mengkonsumsi barang yang tidak bermanfaat secara
berlebihan untuk memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, dalam pembelian barang
individu tidak lagi melihat nilai pakainya yaitu untuk mencukupi kebutuhan tetapi
digunakan untuk memenuhi keinginannya. Individu tidak lagi mengenali kebutuhan
sesungguhnya, namun justru selalu tergoda untuk memuaskan keinginan sesaat.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat
disimpulkan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang bukan untuk
mencukupi kebutuhan tetapi untuk memenuhi keinginan, yang dilakukan secara
berlebihan sehingga menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif


Ada empat faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif yaitu:
(1) hadirnya iklan (Sumartono,2002; Dittmann,2004), (2) konformitas (Kersting,
2004; Zebua & Nurdjayadi, 2001), (3) gaya hidup (Chaney, 2004) dan (4) kartu kredit
(Yulianti, 2003; Kasmir, 2003).
Iklan merupakan pesan yang menawarkan sebuah produk yang ditujukan
kepada khalayak lewat suatu media yang bertujuan untuk mempersuasi masyarakat
untuk mencoba dan akhirnya membeli produk yang ditawarkan. Iklan mengajak
masyarakat untuk melakukan suatu tindakan memakai produk yang tidak habis.
Artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai, seseorang telah menggunakan
produk jenis yang sama dari merk yang lainnya. Selain hal tersebut, iklan dapat
membuat seseorang membeli barang bukan karena kebutuhan akan tetapi karena
adanya hadiah yang ditawarkan (Sumartono, 2002).
Iklan mempengaruhi seseorang berperilaku konsumtif dapat dicontohkan
dengan banyaknya kartu prabayar yang ditawarkan dari berbagai merk operator.

176
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

Masyarakat disuguhi berbagai fasilitas menarik yang ditawarkan mulai pulsa paling
murah sampai dengan program bebas roaming nasional. Hal tersebut membuat
masyarakat tertarik untuk membelinya dan bahkan memiliki lebih dari satu kartu
prabayar.
Faktor lain yang juga mempegaruhi perilaku konsumtif adalah adanya
konformitas (Kersting, 2004; Zebua & Nurdjayadi, 2001). Konformitas umumnya
terjadi pada remaja, khususnya remaja putri. Hal tersebut disebabkan keinginan yang
kuat pada remaja putri untuk tampil menarik, tidak berbeda dengan rekan-rekannya
dan dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya. Konformitas yang jelas terlihat
pada remaja putri adalah konformitas pada mode, seperti dalam hal berpakaian,
berdandan, dan gaya potong rambut.
Menurut Chaney (2004) munculnya perilaku konsumtif disebabkan gaya
hidup budaya barat. Hadirnya pusat-pusat perbelanjaan yang menyajikan segala nama
merk terkenal yang berasal dari luar negeri, untuk segala pakaian dan barang mewah
membuat seseorang lebih tertarik untuk berbelanja. Pembelian barang bermerk dan
mewah yang berasal dari luar negeri dianggap dapat meningkatkan status sosial
seseorang. Selain itu, tersedianya restoran cepat saji (fast food) membuat individu
cenderung lebih suka mengkonsumsi makanan dari barat daripada produk lokal. Gaya
hidup barat juga dapat dilihat dari semakin banyaknya café-café yang ada di kota
besar dan dijadikan sebagai salah satu sarana untuk bersosialisasi.
Faktor lainnya yang juga mempengaruhi seseorang menjadi konsumtif adalah
penggunaan kartu kredit (Yulianti, 2003; Kasmir, 2003). Pemakaian kartu kredit dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berbelanja sehingga penggunanya
seringkali membeli dan mengkonsumsi barang secara berlebihan (Schiffman &
Kanuk, 2000). Hal tersebut disebabkan kartu kredit menyediakan fasilitas kredit bagi
penggunanya. Batas fasilitas kredit yang diberikan bisa melebihi sumber penghasilan
yang dimiliki para pemegang kartu, sehingga pemegang kartu dapat menggunakan
batas kredit yang ada (Yulianti, 2003).

177
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Ciri-ciri Perilaku Konsumtif


Menurut Sumartono (2002) ada delapan ciri perilaku konsumtif. Empat
perilaku pertama yang dimaksud adalah membeli produk karena ingin mendapatkan
hadiah, kemasan menarik, menjaga penampilan diri dan gengsi serta program
potongan harga. Empat perilaku konsumtif lainnya adalah pembelian barang untuk
menjaga status sosial, pengaruh model yang mengiklankan barang, penilaian bahwa
membeli barang dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi,
dan mencoba lebih dari dua produk sejenis dengan merk berbeda.
Ciri perilaku konsumtif pertama adalah membeli karena penawaran hadiah
yang menarik. Pembelian barang tidak lagi melihat manfaatnya akan tetapi tujuannya
hanya untuk mendapatkan hadiah yang ditawarkan. Ciri perilaku konsumtif kedua
yaitu membeli karena kemasannya menarik. Individu tertarik untuk membeli suatu
barang karena kemasannya yang berbeda dari yang lainnya. Kemasan suatu barang
yang menarik dan unik akan membuat seseorang membeli barang tersebut.
Ciri perilaku konsumtif yang ketiga adalah membeli karena menjaga
penampilan diri dan gengsi. Gengsi membuat individu lebih memilih membeli barang
yang dianggap dapat menjaga penampilan diri, dibandingkan membeli barang lain
yang lebih dibutuhkan. Ciri perilaku konsumtif yang keempat adalah membeli barang
karena program potongan harga. Pembelian barang bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya, akan tetapi barang dibeli karena harga yang ditawarkan menarik.
Ciri perilaku konsumtif yang kelima adalah kecenderungan membeli barang
yang dianggap dapat menjaga status sosial. Individu menganggap barang yang
digunakan adalah suatu simbol dari status sosialnya. Ciri perilaku konsumtif yang
keenam adalah memakai sebuah barang karena pengaruh model yang mengiklankan
barang. Individu memakai barang karena tertarik untuk bisa menjadi seperti model
iklan tersebut, ataupun karena model yang diiklankan adalah seorang idola dari
pembeli.
Ciri perilaku konsumtif yang ketujuh adalah penilaian bahwa membeli barang
dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Individu
membeli barang atau produk bukan berdasarkan kebutuhan tetapi karena memiliki
harga yang mahal untuk menambah kepercayaan dirinya. Ciri perilaku konsumtif
yang terakhir menurut Sumartono (2002) adalah individu membeli lebih dari dua

178
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

barang sejenis dengan merk yang berbeda. Membeli barang sejenis dengan merk
berbeda akan menimbulkan pemborosan karena individu hanya cukup memiliki satu
barang saja.
Splores (dalam Engel, Blackwell & Miniard, 1994) menyatakan ada delapan
gaya konsumen dalam berbelanja, yaitu (1) mencari produk dengan kualitas terbaik,
(2) konsumen yang menyukai barang bermerek, (3) konsumen yang menyukai produk
baru dan mengikuti mode, (4) konsumen menganggap berbelanja sebagai rekreasi, (5)
kesadaran konsumen akan harga, (6) konsumen berbelanja secara mendadak, (7)
konsumen yang bingung akan banyaknya pilihan dan (8) konsumen yang setia pada
merk tertentu.
Dari delapan gaya belanja yang telah disebutkan di atas, ada empat gaya
belanja yang dapat digolongkan sebagai ciri perilaku konsumtif. Empat ciri yang
dimaksud adalah konsumen menyukai barang bermerk, konsumen yang menyukai
produk baru dan mengikuti mode, berbelanja dianggap sebagai kegiatan rekreasi dan
konsumen suka berbelanja secara impulsif atau mendadak.
Ciri konsumtif yang pertama yaitu konsumen menyukai barang bermerk.
Individu cenderung menyukai dan membeli barang bermerk karena menganggap
barang bermerk merupakan barang terbaik untuk digunakan, Ciri perilaku konsumtif
yang kedua adalah menyukai produk baru dan mengikuti mode. Individu cenderung
menggunakan produk-produk yang dianggap sedang digemari atau trend. Individu
memperoleh kesenangan dengan membeli poduk baru yang sedang trend tersebut. Hal
tersebut dikarenakan rasa keingintahuan untuk mencoba produk baru yang sedang
mode.
Ciri perilaku konsumtif yang ketiga adalah kegiatan berbelanja dianggap
sebagai rekreasi. Kegiatan berbelanja sebagai sesuatu yang menyenangkan bagi yang
melakukannya. Individu suka dan menikmati kegiatan berbelanja serta
menganggapnya sebagai kegiatan bersosialisasi. Ciri perilaku konsumtif yang
keempat adalah kegiatan berbelanja impulsif atau mendadak. Individu cenderung
berbelanja secara ”mendadak” tanpa memperdulikan seberapa banyak uang yang
digunakan. Individu bahkan tidak mencari informasi terlebih dahulu untuk
mendapatkan produk yang diinginkan.

179
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Ciri konsumtif lain dikemukakan oleh yayasan Lembaga Konsumen Indonesia


yang menyatakan perilaku konsumtif muncul karena individu lebih mementingkan
faktor keinginan daripada kebutuhan (dikutip Sumartono, 2002). Oleh karenanya,
keputusan individu dalam membeli barang seringkali tidak dipertimbangkan dengan
matang karena hanya berdasarkan keinginan saja.
Ciri konsumtif berikutnya adalah pembelian barang secara berlebihan
(Fromm, 1995). Individu cenderung membeli barang yang sama dengan jumlah lebih
dari satu buah dan tidak lagi sesuai dengan kebutuhan. Ciri konsumtif terakhir adalah
dalam pembelian barang individu mudah terpengaruh kelompok referensi (iklan, film
dan lingkungan teman) dalam membeli barang (Glock dikutip oleh Loudon & Dela
Bitta, 1993). Individu membeli barang setelah melihat iklan yang menawarkan produk
atau teman yang mereferensikan produk tertentu.

Dampak Negatif Perilaku Konsumtif


Perilaku konsumtif mempunyai beberapa dampak negatif yaitu menimbulkan
pemborosan dan inefisiensi biaya. Secara psikologis perilaku konsumtif menyebabkan
seseorang mengalami kecemasan dan rasa tidak aman (Zebua & Nurdjayadi, 2001).
Pemborosan terjadi disebabkan perilaku membeli tidak lagi menempati fungsi
yang sesungguhnya yaitu memenuhi kebutuhan tetapi untuk memenuhi kesenangan
sesaat. Pembelian barang dilakukan hanya dikarenakan untuk mengikuti mode dan
berdasarkan keinginan. Dana yang seharusnya digunakan untuk membeli barang yang
dibutuhkan, dialihkan ke pembelian barang yang tidak bermanfaat sehingga
menimbulkan inefisiensi biaya.
Dampak lainnya dari perilaku konsumtif yaitu dapat menyebabkan
kecemasan. Hal tersebut dikarenakan individu selalu merasa bahwa ada tuntutan
untuk membeli barang yang diinginkannya. Akan tetapi kegiatan pembelian tidak
ditunjang dengan finansial yang mendukung sehingga timbul rasa cemas karena
keinginannya tidak terpenuhi.
Rasa tidak aman yang disebabkan perilaku konsumtif adalah ketika individu
melakukan pembelian barang secara berlebihan. Perilaku tersebut akan menyebabkan
rasa tidak aman individu terhadap keuangannya. Rasa tidak aman timbul karena

180
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

menipisnya keadaan keuangan sedangkan masih ada kebutuhan lain yang harus
dipenuhi.

Metode Pembayaran
Metode pembayaran adalah struktur transaksi keuangan terhadap barang dan
jasa oleh pembeli dan penjual (Miller & VanHoose, 1993). Menurut Hubbard (1994)
metode pembayaran adalah suatu mekanisme untuk melakukan transaksi dalam
perekonomian. Struktur dan mekanisme transaksi keuangan merupakan tata cara
dalam melakukan pertukaran antara barang atau jasa yang dinginkan pembeli, dengan
sejumlah harga yang ditetapkan oleh penjual. Sebagai contoh, ketika individu ingin
membeli suatu barang, maka individu tersebut harus menggunakan salah satu alat
pembayaran yang tersedia. Alat pembayaran tersebut digunakan untuk melunasi harga
(nilai jual) yang diminta penjual ataupun tertera pada label harga.
Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa metode pembayaran
adalah suatu mekanisme transaksi keuangan dalam perekonomian terhadap barang
dan jasa yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pembeli dan penjual. Dalam era
pembangunan yang mengglobal bisa ditemui berbagai jenis metode pembayaran yang
tersedia. Jenis-jenis metode pembayaran yang tersedia adalah cek, bilyet giro, traveler
cheque, kartu plastik (kartu debit, kartu charge dan kartu kredit) dan uang tunai
(Siamat, 1999).

Metode Pembayaran Uang Tunai


Uang tunai adalah alat yang digunakan untuk transaksi atau pertukaran yang
diterima secara umum sebagai pembayaran untuk barang dan jasa (Dornbush, Fisher
& Startz, 2001). Menurut Kasmir (2003), uang adalah sesuatu yang dapat diterima
secara umum sebagai alat pembayaran hutang atau pembelian barang dan jasa dalam
suatu wilayah tertentu. Jadi, metode pembayaran uang tunai adalah cara transaksi
barang dan jasa yang menggunakan uang sebagai alat pembayarannya dalam suatu
wilayah tertentu.
Kasmir (2003) menyatakan ada empat keuntungan menggunakan metode
pembayaran uang tunai. Keuntungan pertama adalah mempermudah untuk
memperoleh dan memilih barang maupun jasa yang diinginkan secara cepat.

181
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Keuntungan kedua, mempermudah dalam menentukan nilai (harga) dari barang dan
jasa. Keuntungan ketiga adalah memperlancar proses perdagangan secara luas.
Keuntungan yang terakhir adalah uang dapat digunakan sebagai alat untuk menimbun
kekayaan.
Selain keuntungan, uang tunai juga mempunyai kerugian. Kerugian menurut
Arifin (2002) antara lain yaitu ketika jumlah uang tunai yang dibutuhkan banyak
maka akan menjadi tidak efisien karena membutuhkan tempat yang banyak untuk
menaruhnya. Selain itu, jika individu berpergian ke luar negeri maka akan sangat
tidak praktis membawa uang tunai dalam jumlah yang besar. Kerugian lain dari uang
adalah mudah rusak (uang kertas) serta masalah uang palsu.

Metode Pembayaran Kartu Kredit


Kartu kredit (credit card) adalah jenis kartu yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa (Siamat, 1999). Pelunasan atau
pembayaran atas tagihan dapat dilakukan dengan sekaligus atau dengan cara mencicil
sejumlah minimum tertentu. Jadi, metode pembayaran kartu kredit adalah cara
transaksi jual beli barang atau jasa dengan menggunakan kartu kredit sebagai alat
pembayarannya.
Menurut Siamat (1999) keuntungan menggunakan metode pembayaran kartu
kredit antara lain praktis, diterima di seluruh dunia, fleksibel, program merchandising,
bantuan di saat tidak terduga, dan purchase protection plan. Keuntungan dari
penggunaan kartu kredit yaitu lebih aman dan praktis karena tidak perlu membawa
uang tunai dalam jumlah besar. Dengan tidak membawa uang tunai dalam jumlah
besar, konsumen akan terhindar dari resiko tindak kejahatan. Selain itu, pengguna
kartu kredit mendapatkan keleluasaan karena kartu kredit telah diterima sebagai alat
pembayaran di seluruh dunia.
Kartu kredit merupakan alat pembayaran yang fleksibel karena pembayaran
atas tagihan dapat diangsur. Keuntungan lainnya adalah kartu kredit juga
menyediakan program merchandising yaitu kesempatan membeli barang-barang
dengan mengangsur tanpa bunga. Program merchandising ini akan menyenangkan
bagi pengguna kartu kredit yang ingin segera memiliki barang yang diinginkan.

182
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

Pengguna kartu kredit tidak perlu menyediakan sejumlah uang pada saat pembelian
karena pembayaran atas barang tersebut dapat diangsur.
Penggunaan kartu kredit juga dapat memberi bantuan sebagai alat pembayaran
di saat tidak terduga ketika uang tunai tidak tersedia. Sebagai contoh, pengguna kartu
kredit dapat menggunakan kartu kreditnya sebagai alat pembayaran ketika seseorang
mendapat musibah dan harus masuk ke rumah sakit. Di saat yang sama orang tersebut
tidak memiliki uang tunai sehingga dapat menggunakan kartu kreditnya untuk
membayar biaya rumah sakit. Keuntungan kartu kredit lainnya adalah kartu kredit
juga memberikan asuransi perlindungan pembelian barang yang dikenal dengan
purchase protection plan. Sebagai contoh, seorang pengguna kartu kredit akan
mendapatkan barang pengganti yang baru ketika barang yang dibelinya mengalami
kerusakan sebelum sampai ke rumah pembelinya.
Kasmir (2003) menyatakan ada dua kerugian dari metode pembayaran kartu
kredit. Kerugian pertama adalah sebagian merchant membebankan biaya tambahan
untuk setiap kali melakukan transaksi. Secara umum biaya tambahan yang dikenakan
kepada pengguna kartu kredit antara 2 persen hingga 6 persen dari jumlah transaksi
pembelian. Kerugian kedua adalah individu bisa leluasa dalam berbelanja sehingga
muncul kecenderungan untuk berperilaku konsumtif. Walaupun kartu kredit memiliki
batas maksimal dalam penggunaannya, namun terdapat kemungkinan pengguna tidak
memperhatikannya hingga mencapai batas maksimalnya.

Perilaku Konsumtif Pada Wanita Dewasa Muda


Pada saat wanita memasuki tahap dewasa muda, mereka mulai terjun ke dunia
kerja. Wanita pada tahap tersebut adalah wanita aktif yang cenderung mengikuti mode
dan memperhatikan penampilannya (Clow & Baack, 2002). Kebutuhan untuk
berpenampilan lebih baik membuat wanita memiliki pengeluaran yang lebih banyak
(Sudarto, 2003). Bahkan lebih banyak wanita bekerja merasa memiliki kebutuhan
tertentu sebagai bentuk penghargaan kepada dirinya seperti pergi ke spa kesehatan
dan salon kecantikan (Clow & Baack, 2002). Chaney (2004) menyatakan bahwa
pengeluaran utama wanita dewasa muda adalah untuk pembelanjaan pakaian.
Sama halnya dengan yang dialami Individu yang masih lajang yaitu
cenderung membelanjakan penghasilannya pada barang yang mengikuti mode dan

183
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

barang yang sesuai dengan hobinya (Blythe, 1997). Hal tersebut juga dilakukan oleh
wanita khususnya wanita lajang yang cenderung menggunakan penghasilannya untuk
menjaga penampilan dirinya (Schiffman & Kanuk, 2004). Kaum wanita cenderung
lebih memperhatikan segala sesuatu yang berkaitan dengan penampilan agar terlihat
lebih menarik (Paludi, 1998). Oleh karenanya, penghasilan para wanita digunakan
untuk perawatan kecantikan seperti pembelanjaan pakaian dan kosmetik (Hawkins,
Best & Coney, 2001).
Munandar (2001) menyatakan ciri konsumsi wanita adalah wanita lebih
tertarik pada gejala mode dan lebih mementingkan status sosial. Wanita dapat
menghabiskan waktunya menelusuri hampir semua pusat perbelanjaan yang ada
(Clendinning, 2001). Wanita merasa nyaman dan menganggap kegiatan berbelanja
sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan (Schiffman & Kanuk, 2000). Ketertarikan
dengan mode serta kenyamanan yang didapatkan ketika berbelanja, dapat
menyebabkan timbulnya kecenderungan membeli sesuatu yang sebenarnya bukan
merupakan kebutuhan (Lamd, Hair, & McDaniel, 2001). Jika pembelian barang tidak
sesuai dengan kebutuhan dan berlebihan maka dapat membuat seseorang menjadi
konsumtif (Fromm, 1995).

Wanita pada usia dewasa muda memiliki kecenderungan untuk lebih


memperhatikan penampilan secara fisik. Penampilan fisik yang dimaksud mulai dari
perawatan rambut, pakaian yang dikenakan hingga perawatan tubuh. Demi
mendapatkan penampilan fisik yang baik, para wanita cenderung menghabiskan
penghasilannya lebih banyak untuk membiayai perawatan. Selain itu, wanita lebih
suka menghabiskan waktunya dengan berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Oleh
karenanya, wanita cenderung untuk berbelanja dan seringkali membeli barang yang
diinginkan dan bukan yang dibutuhkan.
Hal lain yang dapat mendukung wanita dalam berbelanja adalah penggunaan
metode pembayaran kartu kredit. Kepemilikan kartu kredit sangat mudah untuk
didapatkan, individu hanya melampirkan kartu tanda penduduk (KTP) dan slip gaji.
Pada dasarnya fungsi kartu kredit adalah memudahkan pembayaran ketika melakukan
transaksi. Para pengguna kartu kredit tidak lagi harus membawa uang tunai ketika

184
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

berbelanja. Hal tersebut disebabkan adanya fasilitas kredit yang seringkali melebihi
penghasilan individu. Oleh karenanya, segala keinginan dapat dipenuhi dengan segera
karena adanya kartu kredit.
Kartu kredit menawarkan keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Para
pemegang kartu kredit dapat dengan leluasa melakukan transaksi tanpa harus
membawa uang dalam jumlah yang besar. Selain fasilitas kredit, para pengguna
mendapatkan beberapa keuntungan yang menarik. Keuntungan yang didapatkan
adalah para pengguna kartu kredit dapat mencicil serta melihat secara rinci
pengeluaran melalui tagihan yang datang setiap bulan. Keuntungan lainnya adalah
penerimaan pembayaran kartu kredit di seluruh dunia serta pemberian poin dalam
setiap transaksi. Keuntungan yang diberikan oleh pihak penerbit kartu kredit agar
pengguna kartu kredit bisa mendapat kemudahan dan kenyamanan dalam
bertransaksi. Tetapi, dengan fasilitas kredit yang seringkali melebihi penghasilan dan
pembayaran tagihan yang dapat dilakukan dengan mencicil, seringkali membuat para
pengguna kartu kredit menggunakannya secara berlebihan.
Adapun salah satu fenomena penggunaan kartu kredit yaitu adanya penawaran
poin berganda bagi pengguna kartu kredit tertentu. Salah satu pusat perbelanjaan
menawarkan poin dua kali lipat bagi para pengguna kartu kredit tertentu dibandingkan
dengan membayar menggunakan uang tunai. Penawaran ini tampaknya membuat para
pengguna kartu kredit tersebut antusias menggunakan kartu kreditnya ketika
berbelanja. Hal tersebut disebabkan selain dapat mencicil perbelanjaan, pengguna
juga dapat menukarkan poin dengan hadiah tertentu sesuai poin yang terkumpul.
Keinginan untuk mengumpulkan poin, seringkali membuat individu menggunakan
kartu kredit secara belebihan.
Berbeda dengan pengguna kartu kredit, pengguna uang tunai lebih dapat
membatasi pengeluarannya. Pengguna uang tunai akan lebih bisa menggunakan
penghasilannya untuk membeli barang yang benar-benar dibutuhkannya bukan
sekedar keinginan saja. Para pengguna uang tunai akan memperhitungkan penghasilan
secara jelas sebelum berbelanja untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka cenderung
tidak membelanjakan uangnya untuk sesuatu yang bukan kebutuhannya ketika
penghasilan tidak mencukupi. Oleh karenanya, para pengguna uang tunai

185
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

kemungkinan akan lebih hemat dalam pengeluaran dibandingkan pengguna kartu


kredit.
Perilaku konsumtif akibat penggunaan kartu kredit dapat terjadi pada setiap
individu. Namun wanita dewasa muda secara khusus memiliki kecenderungan
berperilaku konsumtif. Wanita dewasa muda telah memasuki masa aktif. Hal ini
disebabkan wanita dewasa muda telah memasuki dunia kerja sehingga mereka telah
memiliki penghasilan sendiri. Wanita dewasa muda terlebih yang masih lajang dan
telah mandiri dalam bidang keuangan dapat dengan leluasa menggunakan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satu pengeluaran
wanita dewasa muda yang cukup besar adalah biaya untuk merawat dan mendukung
penampilan fisiknya.
Hal lain yang juga mendukung wanita dewasa muda cenderung berperilaku
konsumtif adalah menggunakan metode pembayaran kartu kredit yang diterima
hampir di seluruh pusat perbelanjaan. Apabila faktor kegemaran berbelanja didukung
dengan kepemilikan kartu kredit, maka kemungkinan wanita dewasa muda akan
menjadi konsumtif. Faktor kondisi dan situasi seperti kepemilikan kartu kredit dan
kebutuhan untuk menjaga penampilan dapat menyebabkan wanita dewasa muda yang
mempunyai kartu kredit cenderung berperilaku konsumtif dibandingkan wanita
dewasa muda pengguna tunai. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memiliki
hipotesis “Wanita dewasa muda yang menggunakan metode pembayaran kartu kredit
cenderung lebih (berperilaku) konsumtif daripada wanita dewasa muda yang
menggunakan metode pembayaran uang tunai”.

METODE PENELITIAN

Subjek
Peneliti menggunakan subjek sebanyak 400 orang. Tetapi setelah dilakukan
screening, didapatkan 3 orang subjek yang menjawab secara tidak konsisten sehingga
tidak diikutsertakan dalam proses pengolahan data. Selanjutnya subjek terbagi tiga
kelompok dengan masing-masing 171 subjek pengguna metode pembayaran uang
tunai, 122 subjek pengguna metode pembayaran kartu kredit aktif dan 104 subjek

186
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

pengguna metode pembayaran kartu kredit tidak aktif. Karena tujuan penelitian ini
untuk mengetahui perbedaan perilaku konsumtif antara metode pembayaran uang
tunai dan kartu kredit, maka dalam pengolahan data hanya melibatkan subjek
pengguna metode pembayaran uang tunai dan kartu kredit aktif. Total keseluruhan
subjek berjumlah 293 orang. Subjek yang digunakan memiliki karakteristik (1) wanita
dewasa muda, (2) berusia antara 20 – 40 tahun, (3) berstatus lajang dan (4) bekerja.

Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental. Desain quasi
experimental yang digunakan adalah two-group design, dengan dua variabel
penelitian. Variabel pertama adalah metode pembayaran sebagai variabel bebas (IV).
Variabel kedua adalah perilaku konsumtif sebagai variabel terikat (DV). Untuk
mendekati desain eksperimen yang sesungguhnya, maka dalam penelitian ini, peneliti
mencoba melakukan kontrol terhadap 8 variabel lain. Tujuan melakukan kontrol
terhadap variabel lain tersebut adalah untuk menghilangkan efek yang dapat
mempengaruhi variabel bebas pada pengukuran variabel terikat (Kerlinger, 1992).
Variabel kontrol tersebut antara lain usia, jenis kelamin, status perkawinan, jenjang
pendidikan, status bekerja, pendapatan, status tempat tinggal, jenis kartu kredit dan
jumlah kartu kredit.
Peneliti membatasi subjek berusia antara 20-40 tahun. Menurut Papalia et al.
(1998) individu dengan usia 20-40 tahun telah memasuki tahap dewasa muda. Subjek
penelitian yang dipilih adalah wanita dewasa muda. Rata-rata usia pada kelompok
subjek yang menggunakan metode pembayaran uang tunai adalah 25,15 (SD = 3,79).
Sedangkan rata-rata usia kelompok subjek yang menggunakan metode pembayaran
kartu kredit adalah 26,26 (SD = 3,67). Artinya usia kelompok subjek yang
menggunakan metode pembayaran kartu kredit lebih besar daripada usia kelompok
subjek yang menggunakan metode pembayaran uang tunai. Kedua rata-rata usia
tersebut berbeda secara signifikan, t(291) = -2,52, p < 0.01. Karena perbedaan
tersebut, maka dengan demikian usia pada kedua kelompok tersebut akan dikontrol
lebih lanjut dengan memperlakukan usia sebagai IV2 selain metode pembayaran (IV1).
Secara keseluruhan subjek penelitian berjenis kelamin perempuan, sehingga
baik pada kelompok subjek dengan metode pembayaran kartu kredit dan uang tunai

187
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

memiliki karakteristik jenis kelamin yang sama. Pilihan status perkawinan pada
kuesioner yaitu belum menikah, sudah menikah dan pernah menikah. Subjek
penelitian yang digunakan adalah yang berstatus lajang atau belum menikah. Individu
yang lajang cenderung membelanjakan penghasilannya pada barang yang mengikuti
mode dan barang yang sesuai dengan hobinya (Blythe, 1997). Selain itu penggunaan
subjek yang berstatus lajang dimaksudkan untuk menghindari bias dalam
pengeluaran. Bias dalam pengeluaran artinya subjek menggunakan pendapatannya
bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu yang sudah menikah
diperkirakan akan menggunakan sebagian pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga terlebih jika telah memiliki anak. Oleh karena itu dalam penelitian ini,
secara keseluruhan subjek penelitian adalah wanita yang belum menikah. Dengan
demikian subjek penelitian dari kelompok metode pembayaran kartu kredit dan uang
tunai memiliki karakteristik status perkawinan yang sama yaitu belum menikah.
Jenjang pendidikan adalah tahap terakhir pendidikan yang telah diselesaikan
oleh subjek. Subjek yang digunakan adalah individu dengan minimal pendidikan
SMU atau setingkatnya. Diharapkan dengan tingkat pendidikan tersebut subjek
penelitian tidak mengalami kesulitan untuk memahami pertanyaan-pertanyaan
kuesioner sehingga mereka dapat mengisi kuesioner tanpa perlu dibimbing. Melalui
uji Chi-Square, diperoleh X² (4) = 20,79, p < 0,01 diketahui bahwa ada perbedaan
tingkat pendidikan antara kelompok subjek metode pembayaran kartu kredit dan uang
tunai. Karena perbedaan tersebut, maka dengan demikian jenjang pendidikan pada
kedua kelompok tersebut akan dikontrol lebih lanjut dengan memperlakukan jenjang
pendidikan sebagai IV2 selain metode pembayaran (IV1).
Subjek penelitian secara keseluruhan adalah individu yang telah bekerja,
sehingga baik pada kelompok subjek dengan metode pembayaran kartu kredit dan
uang tunai memiliki karakteristik yang sama yaitu telah bekerja. Range pendapatan
subjek yang digunakan dalam penelitian adalah Rp. 1,5 – 4 juta per bulan. Range
tersebut didapatkan dari batasan pihak bank bagi pemilik kartu kredit utama
classic/silver. Pemilik kartu kredit classic/silver harus memiliki pendapatan pertahun
minimal Rp. 18 juta dan maksimal Rp. 48 juta. Rata-rata pendapatan pada kelompok
subjek yang menggunakan metode pembayaran uang tunai adalah Rp 2.077.573,10
(SD = 653721,10), sedangkan rata-rata pendapatan pada kelompok subjek yang

188
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

menggunakan metode pembayaran kartu kredit adalah Rp. 2.811.065,57 (SD=


850243,34). Artinya, pendapatan subjek yang menggunakan metode pembayaran
kartu kredit lebih besar daripada pendapatan kelompok subjek yang menggunakan
metode pembayaran uang tunai. Kedua rata-rata tersebut berbeda secara signifikan,
t(291) = -8,344, p < 0,01. Karena perbedaan tersebut, maka dengan demikian
pendapatan pada kedua kelompok tersebut akan dikontrol lebih lanjut dengan
memperlakukan pendapatan sebagai IV2 selain metode pembayaran (IV1).
Subjek penelitian paling banyak tinggal bersama dengan orang tua yaitu
sebanyak 189 orang atau 64,51%. Subjek penelitian yang memiliki rumah sendiri
sebanyak 27 orang atau 9,22%. Selain itu, sebanyak 59 orang atau 20,4 % subjek
tinggal di rumah milik tuan rumah (kontrak/kos). Subjek penelitian yang tinggal
bersama saudara atau teman sebanyak 13 orang atau 4,44%. Terakhir, 5 orang atau
sekitar 1,71% memiliki status tempat tinggal yang lain selain 4 pilihan di atas.
Melalui uji Chi-Square, diperoleh X² (4) = 5,03, p > 0,05 diketahui bahwa tidak ada
perbedaan status tempat tinggal antara kelompok subjek metode pembayaran kartu
kredit dan uang tunai.
Pemilik kartu kredit yang menjadi subjek penelitian adalah individu yang
memiliki kartu kredit utama. Peneliti menggunakan batasan kartu kredit utama untuk
menghindari pemilik kartu kredit tambahan atau dengan kata lain menghindari
individu yang tidak bekerja tetapi memiliki kartu kredit. Secara keseluruhan subjek
penelitian pengguna aktif metode pembayaran kartu kredit menggunakan kartu kredit
utama.

Lokasi Penelitian
Peneliti menyebarkan kuesioner di beberapa pusat perbelanjaan yang ada di
Jakarta. Tempat pembagian kuesioner antara lain di Food court lantai 4, Plaza
Semanggi jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Selain itu, peneliti juga
menyebarkan kuesioner di Food Court lantai 4 Mall Taman Anggrek, jalan S.
Parman, Jakarta Barat. Pusat perbelanjaan yang terakhir adalah Food Court lantai 4
Mega Mall, jalan Pluit Raya, Jakarta Utara. Alasan peneliti menggunakan pusat
perbelanjaan karena wanita lebih banyak menghabiskan waktunya menelusuri hampir
semua pusat perbelanjaan yang ada (Clendinning, 2001). Selain itu peneliti

189
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

menggunakan ketiga pusat perbelanjaan dikarenakan letaknya yang dekat dengan


pusat perkantoran.

Pengukuran
Variabel Metode Pembayaran
Alat ukur metode pembayaran digunakan untuk membedakan antara subjek
pengguna uang tunai dan kartu kredit. Pada pernyataan terakhir data kontrol di bagian
I berisi pernyataan mengenai kepemilikan kartu kredit. Jika subjek menjawab ya
(memiliki kartu kredit) maka dilanjutkan dengan pengisian bagian II (alat ukur
pengguna kartu kredit) dan bagian III (alat ukur perilaku konsumtif). Namun, jika
subjek menjawab tidak, maka subjek langsung mengisi bagian III yang berarti bahwa
subjek pengguna uang tunai.
Pengukuran bagian II akan dilihat dari jawaban subjek. Subjek harus memiliki
kartu kredit utama. Selain kepemilikan kartu kredit utama, subjek harus memenuhi
dua syarat agar bisa digolongkan pengguna aktif kartu kredit. Syarat pertama yaitu
jika subjek menjawab pernyataan menggunakan kartu kredit (>= 7) maka subjek
dikategorikan sering menggunakan kartu kredit. Contoh butir pernyataan alat ukur
metode pembayaran: Dalam kehidupan sehari-hari saya lebih suka menggunakan
metode pembayaran kartu kredit (butir positif); Saya lebih senang menggunakan
uang tunai jika makan di restoran (butir negatif). Pada pernyataan positif, jika subjek
menjawab benar atau sesuai maka akan mendapat skor 1. Sebaliknya pada pernyataan
negatif, jika subjek menjawab benar atau sesuai maka akan mendapat skor 0. Dengan
menggunakan metode perhitungan Kuder Richardson 20, didapatkan nilai reliabilitas
10 butir alat ukur metode pembayaran tersebut sebesar 0,71.
Syarat kedua yaitu dilihat dari penggunaan setengah dari limit kartu. Artinya,
subjek dikatakan sering menggunakan kartu kreditnya jika minimal dan maksimal
penggunaan kartu kredit dijumlahkan dan dibagi dua sehingga menghasilkan setengah
dari limit kartu yang dimiliki. Pembatasan penggunaan limit kartu agar seorang
individu dapat dikatakan sebagai pengguna aktif kartu kredit, didapatkan dari
wawancara dengan pihak bank. Peneliti menanyakan kriteria yang dibuat oleh pihak
bank agar dapat dikatakan individu adalah pengguna aktif kartu kredit. Dengan
demikian, jika skor yang didapatkan subjek pada alat ukur bagian II semakin tinggi

190
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

(>=7) dan penggunaan kartu kredit mencapai setengah atau lebih besar dari limit
maka subjek akan dikategorikan sering menggunakan kartu kredit (pengguna aktif
kartu kredit).

Variabel Perilaku Konsumtif


Alat ukur variabel perilaku konsumtif menggunakan summated rating scale
(skala 1–5). Contoh butir pernyataan pada alat ukur perilaku konsumtif tersebut
adalah: Berbelanja adalah kegiatan yang menyenangkan (butir positif); Berbelanja
adalah kegiatan yang melelahkan (butir negatif). Semakin tinggi skor variabel
perilaku konsumtif maka subjek semakin menyukai kegiatan berbelanja, menyukai
produk baru, lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan, membeli karena
kemasannya menarik, suka berbelanja secara mendadak, mencoba produk lebih dari
dua produk sejenis dengan merek yang berbeda dan lain-lain. Jumlah butir pertanyaan
yaitu 76 butir, dengan nilai reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,95.

Prosedur
Tahap pertama kuesioner dibagikan pada tanggal 3 - 5 November dan 8 - 11
November di Plaza Semanggi. Tahap kedua kuesioner dibagikan pada tanggal 22 – 26
November di Mall Taman Anggrek. Tanggal 29 November – 3 Desember kuesioner
dibagikan di Mega Mall. Semua kuesioner dibagikan pada waktu makan siang yaitu
pada pukul 12 – 13 siang.
Pembagian kuesioner kepada subjek diawali dengan penjelasan bahwa peneliti
sedang mengerjakan tugas akhir. Pada pembagian kuesioner, peneliti mengalami
cukup banyak penolakan dari para calon subjek. Hal ini dikarenakan, butir item yang
terlalu banyak dan calon subjek tidak bersedia diganggu pada saat makan siangnya.
Kuesioner dibagikan kepada 500 wanita dewasa muda. Tetapi setelah dilakukan
penyaringan dengan acuan variabel kontrol maka didapatkan sebanyak 400 kuesioner
yang dapat diolah datanya. Sebanyak 100 kuesioner tidak dapat diikutsertakan dalam
proses pengolahan data karena subjek tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria yang dimaksud adalah usia, status perkawinan dan pendapatan.

191
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

HASIL PENELITIAN

Data penelitian diolah menggunakan program SPSS 12 for windows. Metode


yang digunakan adalah independent samples t-test dan two way anova. Independent
samples t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan skor dependent variable
(perilaku konsumtif) antara dua kelompok independent variable (metode
pembayaran). Sedangkan two way anova digunakan untuk mengetahui perbedaan skor
dependent variable (perilaku konsumtif) antara dua kelompok independent variable
(metode pembayaran) yang dipengaruhi oleh independent variable lainnya. Dalam hal
ini independent variables lainnya adalah variabel usia, jenjang pendidikan dan
pendapatan.

Perbandingan Perilaku Konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran


Berdasarkan taraf signifikansi (α) pada level 0,01 dan one tailed test,
didapatkan rata-rata perilaku konsumtif untuk kelompok metode pembayaran uang
tunai (M = 2,38, SD = 0,31) secara signifikan berada di bawah rata-rata perilaku
konsumtif kelompok metode pembayaran kartu kredit (M = 2,64, SD = 0,33), t (291)
= -6,837, p < 0,01. Artinya, perilaku konsumtif kedua kelompok berbeda secara
signifikan.

Perbandingan Perilaku Konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran Dengan


Mengontrol Variabel Usia
Oleh karena adanya perbedaan usia pada kelompok metode pembayaran kartu
kredit dan uang tunai maka dilakukan kontrol pada variabel usia.

Tabel 1.
Gambaran Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran dan Usia
Usia Metode Pembayaran Rata-rata Perilaku Konsumtif
< 23 Uang tunai 2.38
Kartu kredit 2.66
23 – 24.99 Uang tunai 2.47
Kartu kredit 2.63
25 – 27,99 Uang tunai 2.31
Kartu kredit 2.69
≥ 28 Uang tunai 2.38
Kartu kredit 2.52

192
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

Dari perhitungan two-way ANOVA, didapatkan bahwa metode pembayaran


secara signifikan mempengaruhi perilaku konsumtif dengan F(1, 285) = 35,63, p <
0,01. Tetapi, variabel usia tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku
konsumtif dengan F (3, 285) = 1,04, p > 0,05. Dengan demikian pada saat variabel
usia dimasukkan variabel kontrol, metode pembayaran tetap mempengaruhi perilaku
konsumtif. Secara keseluruhan terlihat bahwa subjek yang menggunakan kartu kredit
memiliki perilaku konsumtif yang lebih tinggi daripada yang menggunakan uang
tunai, berapapun usia subjek.

Perbandingan Perilaku konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran Dengan


Mengontrol Variabel Jenjang Pendidikan
Oleh karena adanya perbedaan jenjang pendidikan pada kelompok yang
menggunakan metode pembayaran kartu kredit dan uang tunai maka dilakukan
kontrol terhadap variabel jenjang pendidikan.

Tabel 2.
Gambaran Perilaku Konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran dan Jenjang Pendidikan
Jenjang Pendidikan Metode Pembayaran Rata-rata Perilaku konsumtif
Tamat SMU/Setingkatnya Uang Tunai 2.38
Kartu kredit 2.58
Tamat D1/D2/Diploma Uang Tunai 2.43
Kartu kredit 2.48
Tamat D3/Akademi Uang Tunai 2.41
Kartu kredit 2.48
Tamat S1 Uang Tunai 2.37
Kartu kredit 2.68
Tamat S2 Uang Tunai 2.46
Kartu kredit 2.77

Dari perhitungan two-way ANOVA, didapatkan bahwa metode pembayaran


secara signifikan mempengaruhi perilaku konsumtif dengan F(1, 283) = 8,72, p <
0,01. Tetapi, variabel jenjang pendidikan tidak mempengaruhi secara signifikan
terhadap perilaku konsumtif dengan F (4, 283) = 0,94, p > 0,05. Dengan demikian
pada saat variabel jenjang pendidikan dimasukkan variabel kontrol, metode
pembayaran tetap mempengaruhi perilaku konsumtif. Data juga menunjukkan bahwa
pada tingkat pendidikan apapun, subjek yang memiliki kartu kredit memiliki perilaku
konsumtif yang lebih tinggi daripada subjek yang menggunakan uang tunai.

193
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Perbandingan Perilaku Konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran Dengan


Mengontrol Variabel Pendapatan
Oleh karena adanya perbedaan pendapatan pada kelompok metode pembayaran
kartu kredit dan uang tunai maka dilakukan kontrol terhadap variabel pendapatan.

Tabel 3.
Gambaran Perilaku Konsumtif Berdasarkan Metode Pembayaran dan Pendapatan
Pendapatan Metode Pembayaran Rata-rata Perilaku Konsumtif
< Rp.1.725.000 Uang Tunai 2.35
Kartu kredit 2.56
Rp.1.725.000 – Rp.1.999.999 Uang tunai 2.49
Kartu kredit 2.92
Rp.2.000.000 – Rp.2.999.999 Uang tunai 2.39
Kartu kredit 2.60
≥ Rp.3.000.000 Uang tunai 2.42
Kartu kredit 2.69

Pada perhitungan two-way ANOVA metode pembayaran secara signifikan


mempengaruhi perilaku konsumtif dengan F(1, 285) = 25,67, p < 0,01. Demikian pula
variabel pendapatan mempengaruhi perilaku konsumtif secara signifikan dengan F(3,
285) = 2,95, p < 0,05. Pada saat variabel pendapatan dimasukkan sebagai variabel
kontrol dalam pengujian perilaku konsumtif, variabel metode pembayaran tetap
memiliki pengaruh yang signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan Eta Square (η²),
didapatkan variabel pendapatan bernilai 0,2 dan variabel metode pembayaran bernilai
0,7. Dengan demikian bisa disimpulkan variabel variabel metode pembayaran lebih
mempengaruhi perilaku konsumtif daripada variabel pendapatan. Data di atas juga
memperlihatkan bahwa perilaku konsumtif tertinggi ditampilkan oleh subjek
pengguna kartu kredit dengan pendapatan antara Rp. 1.725.000 – Rp. 1.999.999,
sedangkan perilaku konsumtif terendah pada subjek pengguna uang tunai dengan
pendapatan < Rp. 1.725.000.

194
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

Alasan subjek menggunakan kartu kredit

Tabel 4.
Alasan subjek menggunakan kartu kredit
No. Alasan f %
1 Praktis 72 59,02
2 Pembayaran dpt dicicil 14 11,48
3 Aman 12 9,84
4 Ingin mendapat poin 11 9,02
5 Untuk keperluan mendadak 9 7,38
6 Diterima di seluruh pusat belanja 3 2,46
7 Trend 1 0,82

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan kepraktisan menjadi alasan
utama subjek menggunakan kartu kredit dengan frekuensi 72 orang (59,02%).
Pembayaran bisa dicicil merupakan alasan kedua terbanyak dengan frekuensi 14
orang atau 11,48 %. Dua alasan utama tersebut, tampaknya dapat mendukung
penjelasan mengenai perilaku konsumtif yang ada pada subjek pengguna kartu kredit.

PEMBAHASAN

Hal yang dapat menunjang wanita dewasa muda berperilaku konsumtif adalah
penggunaan metode pembayaran kartu kredit. Metode pembayaran kartu kredit dapat
menyebabkan perilaku konsumtif. Seringkali fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak
bank melebihi penghasilan individu. Oleh karena itu individu dapat menggunakan
kartu kreditnya kapan saja untuk memenuhi keinginannya.
Selain fasilitas kredit, kartu kredit juga memberikan banyak keuntungan yang
menyebabkan wanita dewasa muda cenderung menggunakan metode pembayaran
kartu kredit. Keuntungan yang dimaksud antara lain seperti keamanan, pembayaran
tagihan yang bisa dicicil, mendapatkan poin, bisa melihat semua transaksi secara rinci
serta penerimaan kartu kredit hampir di semua pusat perbelanjaan. Keuntungan
seperti mendapatkan poin dan penerimaan kartu kredit hampir di semua pusat
perbelanjaan akan berguna dan mendukung khususnya bagi individu yang suka
berbelanja berlebihan dan menganggap berbelanja sebagai rekreasi.

195
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Selain keuntungan yang telah disebutkan di atas, kartu kredit juga


menawarkan kepraktisan bagi penggunanya. Kepraktisan yang dimaksud adalah
individu bisa berbelanja secara mendadak/impulsif. Selain itu, bagi pengguna kartu
kredit keinginan untuk membeli barang yang diinginkan dapat segera dipenuhi.
Kepraktisan kartu kredit juga mendukung bagi individu yang suka membeli barang
secara berlebihan.
Berbeda dengan kartu kredit, penggunaan uang tunai tidak menawarkan
kemudahan seperti penggunaan kartu kredit. Perbedaan yang paling jelas terlihat
antara metode pembayaran katu kredit dan uang tunai, yaitu ketika keinginan
berbelanja dapat dengan segera terpenuhi ketika menggunakan kartu kredit dari pada
uang tunai.
Selain itu terdapat beberapa pemikiran yang tercerminkan dari indikator yang
dominan dipilih oleh subjek pengguna metode pembayaran kartu kredit dibandingkan
dengan subjek pengguna metode pembayaran uang tunai. Beberapa pemikiran
tersebut antara lain menyukai barang bermerk, senang mengikuti mode dan lebih
mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Pemikiran tersebut dapat
mengindikasikan bahwa kartu kredit memudahkan memfasilitasi perilaku membeli
bagi subjek yang menyukai barang bermerk, mendukung subjek untuk mengikuti
mode dan memenuhi keinginan subjek dalam berbelanja.
Adanya fasilitas kredit pada kartu kredit mendukung dan memudahkan bagi
subjek yang menyukai barang bermerk dan mode untuk dapat membelinya dengan
segera. Hal tersebut berbeda dengan subjek pengguna uang tunai yang harus menunda
pembelian ketika keberadaan uang tunai tidak mendukung. Selain itu kepemilikan
kartu kredit dapat memenuhi faktor keinginan daripada kebutuhan subjek dalam
berbelanja. Pemenuhan keinginan menjadi terhambat bagi pengguna uang tunai
karena harus lebih mengutamakan terpenuhinya kebutuhanan karena adanya batasan
penghasilan.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, maka peneliti
menyimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima, yaitu: wanita dewasa muda yang

196
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

menggunakan metode pembayaran kartu kredit cenderung lebih (berperilaku)


konsumtif daripada wanita dewasa muda yang menggunakan metode pembayaran
uang tunai.

Saran Untuk Wanita Dewasa Muda


Saran penulis untuk wanita dewasa muda yaitu agar para wanita membiasakan
diri melakukan kegiatan berbelanja secara terencana seperti dengan menyediakan
daftar belanja. Berbelanja secara terencana diperkirakan akan dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya perilaku konsumtif akibat pengeluaran yang berlebihan.
Dalam pembelian barang, para wanita dewasa muda diharapkan untuk menilai
barang berdasarkan fungsi dan kebutuhan bukan berdasarkan keinginan. Hal tersebut
diperkirakan dapat mengurangi kecenderungan terjadinya perilaku konsumtif akibat
pembelian barang secara berlebihan.

Saran Untuk Individu Pengguna Kartu Kredit


Peneliti menyarankan bagi pengguna kartu kredit agar lebih mawas diri dalam
penggunaan kartu kredit. Pemberian batas kredit yang diberikan oleh pihak bank
seringkali melebihi penghasilan individu, sehingga diharapkan individu menyesuaikan
pengeluaran dengan pendapatan yang dimiliki. Selain itu, kepada para pengguna kartu
kredit disarankan mencermati tagihan kartu kreditnya sebagai alat bantu untuk
mengontrol pengeluaran lebih baik sehingga terhindarkan dari perilaku konsumtif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdams, I. (1991). Hubungan konsep diri dengan perilaku konsumtif pada buruh
wanita di Jakarta. Skripsi sarjana. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. Tidak diterbitkan.
Arifin, A. (2002). Tips dan trik memiliki kartu kredit. Jakarta: Gramedia.
Blythe, J. (1997). The essence of consumer behaviour. London: Prentice hall.
Chaney, D. (2004). Life style: sebuah pengantar komprehensif. (Penerj. Nuraeni).
Yogyakarta: Jalasutra. (karya asli diterbitkan tahun 1996).

197
Jurnal Phronesis
Desember 2005 Vol. 7, No. 2, 172-199

Chitrakar, R. (2002). Energy consumption. Retrieved January 19, 2004 from


http://www.Shantimarg.org/rohan/writings/energyconsumption.htm
Clendinning, A. (2001). Shopping for pleasure: women in the making of london’s
west end. Canadian journal of history, 36(3). Retrieved August 24, 2004 from
http://www.proquest.com.
Clow, K. E. & Baack, D. (2002). Integrated advertising, promotion, and marketing
communications. NJ: Prentice-Hall.
Dittmann, M. (2004, June). Protecting children from advertising. Monitor on
psychology, 35(6). Retrieved August 26, 2004 from
http://www.apa.org/monitor/jun04/protecting/html
Dorbusch, R., Fisher, S. & Startz, R. (2001). Macroeconomics. (8th ed.). Boston:
McGraw-Hill
Engel, J. F., Blackwell, R. D., & Miniard, P. W. (1994). Perilaku konsumen. (6th ed.).
(F.X. Budiyanto, Penerj.). Jakarta: Binarupa aksara (karya asli diterbitkan
tahun 1992).
________ . (1995). Consumer behavior. (8th ed.). Forth Worth: the Dryden press.
Fromm, E. (1995). Masyarakat yang sehat. ( M. Sutrisno SJ, Penerj.). Jakarta:
Yayasan obor Indonesia (karya asli diterbitkan tahun 1955).
Hawkins, D. I., Best, R. J. & Coney, K. A. (2001). Consumer behavior: building
marketing strategy. Boston: Irwin McGraw-Hill
Hubbard, R. G. (1994). Money the financial system and the economy. Massachusetts:
Addison-Wesley Publishing Company.
Holub, T. (2002). Credit card usage and debt among college and university students.
Eric Digest. Retrieved Desember 12, 2003 from
http://www.eriche.org/digest/2002-1.pdf
Kasmir. (2003). Bank dan lembaga keuangan lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kersting, K. (2004, June). Driving teen egos—and buying—through ‘branding’.
Monitor on psychology 35(6). Retrieved August 26, 2004 from
http://www.apa.org/monitor/jun04/driving.html
Kerlinger. F. N. (1992). Foundations of behavioral research. (3rd ed.) Fort Worth:
Harcourt Brace College Publishers.

198
Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode Pembayaran
Fransisca & P. Tommy Y.S. Suyasa

Lamb, C. W., Hair, J. F., & McDaniel, C. D. (2001). Pemasaran. (D. Octaveria,
Penerj.). Jakarta: Salemba empat. (karya asli diterbitkan tahun 2000)
Loudon, D. L. & Bitta, A. J. D. (1993). Consumer behavior. (4th ed.). New York:
McGraw-Hill.
Miller, R. L.. & VanHoose, D. D. (1993). Modern money and banking. (3rd ed.). New
York: McGraw-Hill.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press
Norvitilis, J. M. & Maria, P. S. (2002, September). Credit card debt on college
campuses: causes, consequences, and solutions. College student journal.
Retrieved Desember 20, 2003 from
http://www.findarticles.com/cf_dls/m0FCR/3_36/95356585/p1/article.jhtml
Paludi, M. A.. (1998). The psychology of women. NJ: Prentice-Hall
Papalia, D.E., Olds, M. S., & Feldman, R. D. (1998). Human development (7th ed.).
Boston: McGraw-Hill.
Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2000). Consumer behavior (7th ed.). NJ: Prentice
hall.
__________ (2004). Consumer behavior. (8th ed.). NJ: Prentice hall.
Setiadi, N. J. (2003). Perilaku konsumen: konsep dan implikasi untuk strategi dan
penelitian pemasaran. Jakarta: Prenada media.
Siamat, D. (1999). Manajemen lembaga keuangan (Edisi ke-4). Jakarta: FE-UI.
Solomon, M. R. (2002). Consumer behaviour. (4th ed.). NJ: Prentice-Hall.
Sudarto, T. (2003). Strategi manajemen rumah tangga. Jember: Target press.
Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan. Bandung: Alfabeta.
Tambunan, R. (2001). Remaja dan perilaku konsumtif. Retrieved April 17, 2003 from
http://www.e-psikologi.com/masalah/office%20politik.htm
Yudana, I. G. A. (1997). Cara bijak mengelola kartu kredit. Retrived February 15,
2004 from http://www.indomedia.com/intisari/1997/desember/k_kredit.htm
Yulianti, Y. (2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemggunaan kartu kredit
berlebihan (studi kasus). Tesis tidak dipublikasikan. Depok: UI.
Yulianto, S. (2003). Ilmu sosial ekonomi. Jakarta: Bumi aksara.
Zebua, A. S. & Nurdjayadi, R. D. (2001). Hubungan antara konformitas dan konsep
d
i
r
i 199

View publication stats


d

Anda mungkin juga menyukai