Anda di halaman 1dari 15

1

JURNAL

KONDISI NILAI TSS DAN TDS PADA UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR
KELAPA SAWIT TERHADAP KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN
BAUNG (Hemibagrus nemurus)

OLEH

HIDAYATUL HUSNA

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
2

KONDISI NILAI TSS DAN TDS PADA UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR
KELAPA SAWIT TERHADAP KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN
BAUNG (Hemibagrus nemurus)

Oleh

Hidayatu Husna1, Saberina Hasibuan2, Syafriadiman2


Fakultas Perikanan danKelautan
Universitas Riau
Email : hidayatulhusna998@yahoo.com

Abstrak

Penelitiantelah dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2018 yang


bertempat di Laboratorium Mutu Lingkungan Budidaya Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Riau.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
perubahan nilai TSS dan TDS pada uji toksisitas limbah cair kelapa sawit
terhadap kelulushidupan benih ikan Baung (H. nemurus). Penentuan nilai LC50 96
jam dengan metode EPA probit menggunakan software Probit Analisis dalam
program SPSS. Pada toksisitas akut diperoleh nilai LC50 96jam yaitu 230,57 ml/L
dan nilai batas aman biologinya (Biological Safety Level) adalah sebesar 2,30
ml/L. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada pengaruh pada
perubahan nilai TSS dan TDS selama uji toksisitas limbah cair kelapa sawit
terhadap kelulushidupan benih ikan Baung (H. nemurus).Perlakuan terbaik pada
uji toksisitas sub-lethal, terdapat pada perlakuan P1 antara lain untuk nilai TSS
yaitu 85,71 ppm, nilai TDS yaitu 2,30 ppm, sedangkan untuk pertumbuhan bobot
mutlak yaitu 2,39 gram, laju pertumbuhan spesifik yaitu 3,42%, dan
kelulushidupan benih ikan baung yaitu 93%. Parameter kualitas air seperti suhu
berkisar antara 26-280C, pH berkisar antara 5,6-8,0, DO berkisar antara 4,1-2,3
mg/L,CO2 berkisar antara 8,60-13,50 mg/L dan Amoniak berkisar antara 0,018-
0,056 mg/L.

Kata kunci : toksisitas sub lethal, limbah cair sawit, TSS, TDS, ikan Baung

1)MahasiswaFakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau


2)Dosen PembimbingFakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau
3

THE CONDITIONS OF TSS AND TDS VALUES IN THE TOXICITY


TEST OF PALM OIL LIQUID WASTE AGAINST THE SURVIVAL OF
BAUNG FISH (Hemibagrus nemurus)

By

Hidayatul Husna1, Saberina Hasibuan 2, Syafriadiman2


Faculty of Fisheries and Marine Resources
Riau University
Email: hidayatulhusna998@yahoo.com

Abstract

This research was conducted on November-December 2018 in the


Laboratory of Environmental Quality of Culture Fisheries and Marine Riau
University. Objective of this study to determine the conditions of TSS and TDS
value in the toxicity test treatment aet and survival rate’s Baung fish. Method this
research used experiment with completely randomized design (CRD) and 3
replications. LC50 96 hour value determine by using EPA Probit analysis with
software of SPSS Program. Result of acute toxicity test that the LC50 96 hour and
biological safety level (BSL) value were 230,57 ml/L and 2,30 ml/L. TSS and
TDS values were obtained 85,71 ml/L and 2,30 ml/L. then, absolute weight
growth, specific growth rate, and survival growth rate values of Baung fish were
2,39 g, 3,42% and 93% respective. Water quality parameters such as temperature
range from 26-28 0C, pH ranges from 5,6-8,0, DO ranges from 4,1-2,3 mg/L, CO2
ranges from 8,60-13,50 mg/L and amonia ranges from 0,018-0,056 mg/L.

Keywords: toxicity, sub lethal, TSS, TDS Hemibagrus nemurus

1) Students of the Faculty of Fisheries and Marine, University of Riau


2) Supervisor of the Faculty of Fisheries and Marine, University of Riau
1

PENDAHULUAN (sungai atau parit). Yang mana


Kelapa sawit termasuk salah sesuai baku mutu pp No. 82 tahun
satu komoditi andalan masyarakat 2001 tentang pengelolaan kualitas air
indonesia dan merupakan salah satu dengan nilai TSS 50-400 ppm dan
komoditas perkebunan yang TDS 1000-2000 ppm, sedangkan
menyumbang devisa besar bagi baku mutu Kep-51/MENLH/10/1995
negara indonesia. Azwir (2006), tentang baku mutu ail limbah bagi
mengemukakan perkebunan kelapa kawasan industry dengan nilai TSS
sawit di Indonesia banyaak dikelola 200-400 ppm dan TDS 2000-4000
oleh perusahaan negara (BUMN) dan ppm. Tingginya TSS dan TDS yang
perkebunan besar swasta yang dibuang keperairan tanpa diolah
berlokasi di luar pulau Jawa, seperti terlebih dahulu akan mencemari
Kalimantan, Sumatra Utara, dan sumber air masyarakat untuk
Riau. Khususnya di Riau dari tahun konsumsi dan sarana budidaya
ketahun perkebunan kelapa sawit perikanan serta dapat merusak
selalu mengalami peningkatan yaitu ekosistem perairan terlebih pada
pada tahun 2004 memiliki sebanyak musim kemarau. Apabila nilai TSS
40 perusahaan yang bergerak dalam dan TDS yang terkandung dalam
bidang PKS (Pabrik Kelapa Kawit). limbah cair kelapa sawit melebihi
Seperti halnya limbah cair nilai baku mutu maka dianggap
industri hasil pertanian lainnya, limbah cair kelapa sawit dapat
limbah cair industri kelapa sawit merusak dan mencemari lingkungan
mengandung bahan organik yang perairan dan akan berdampak buruk
sangat tinggi, sehingga kadar bahan bagi mikroorganisme yang hidup di
pencemar akan semakin tinggi. dalamnya.
Semakin banyak bahan-bahan Berdasarkan uraian di atas
organik pada limbah cair, maka peneliti tertarik untuk melihat
semakin besar pula nilai Total bagaimana perubahan nilai TSS dan
Suspended Solid (TSS) dan Total TDS yang terjadi pada wadah
Dissolved Solid (TDS) limbah pemeliharaan ikan Baung (H.
tersebut. nemurus) yang diberi limbah cair
Dampak TSS jika melebihi kelapa sawit dengan dosis yang
100 mg/L di Perairan adalah berbeda. Sehingga akan terlihat
mengakibatkan pencemaran seberapa kerusakan kualitas air bila
lingkungan perairan terkhusus dicampur dengan limbah kelapa
terhadap organisme didalamnya. sawit pada dosis yang ditentukan dan
Dampak pencemaran lain adalah bagaimana respon ikan uji terhadap
menurunnya kualitas fisik perairan kondisi kualitas air pada wadah
yaitu warna dan kekeruhan perairan pemeliharaan yang demikian.
(Kusnoputranto, 1995). Jika nilai
TSS banyak dalam air limbah juga METODE PENELITIAN
meningkatkan pemanfaatan oksigen Waktu dan Tempat
terlarut yang berlebihan. Penelitian ini telah
Tingginya kadar TSS dan dilaksanakan pada bulan Oktober-
TDS limbah cair kelapa sawit yang November 2018 yang bertempat di
cukup banyak, akan menjadi Laboratorium Mutu Lingkungan
permasalahan apabila air limbah ini Budidaya Fakultas Perikanan dan
langsung dibuang kelingkungan Kelautan Universitas Riau
2

Bahan dan Alat atas (A) dan ambang batas bawah


Bahan yang digunakan dalam (B) dari toksisitas limbah cair kelapa
penelitian ini adalah ikan Baung (H. sawit terhadap benih ikan Baung (H.
nemurus) sebagai ikan uji dengan nemurus). Uji toksisitas akut
ukuran 5-7 cm yang berasal dari Sei bertujuan untuk menentukan
Tibun Kampar, dan limbah cair pengaruh limbah cair sawit terhadap
kelapa sawit sebagai bahan toksikan mortalitas benih ikan Baung (H.
yang berasal dari pabrik kelapa nemurus)selama 96 jam dan
sawit. Aquades untuk mencuci kertas sekaligus menentukan nilai LC50 96
saring. Pelarut limbah yang jam serta menentukan nilai Batas
digunakan yaitu air sumur bor Aman Biologi (Biological Safety
Fakultas Perikanan dan Kelautan Level) dan kemudian dilanjutkan
yang diaerasi terlebih dahulu selama dengan melakukan uji Sublethal.
48 jam, dan bahan-bahan kima yang
digunakan untuk pengukuran nilai Prosedur Penelitian
TDS dan TSS. Persiapan Wadah Penelitian
Alat yang digunakan selama Akuarium yang digunakan
penelitian sebagai berikut : wadah terlebih dahulu dicuci dengan air
pemeliharaan ikan yaitu akuarium sumur bor, lalu direndam dengan
yang berukuran (30 x 30 x 20) cm3 larutan PK (KMnO4) selama 24 jam
sebanyak 15 buah, gelas ukur untuk untuk membasmi hama dan penyakit,
acuan beberapa limbah yang akan selanjutnya akuarium dicuci dan
diberikan pada air pemeliharaan. dibilas kembali dan dikeringkan pada
Thermometer untuk mengukur suhu, suhu kamar selama 24 jam. Setelah
kertas pH untuk mengukur pH air 24 jam kemudian akuarium diisi air,
media, TDS meter untuk mengukur diaerasi, dan diberi tanda atau label
partikel padatan terlarut di air. Kertas sesuai dengan hasil acak.
saring untuk menyaring sampel,
oven untuk mengeringkan sampel, Aklimatisasi Ikan Uji
timbangan untuk menimbang Aklimatisasi dilakukan dengan
sampel. perendaman kantong plastik selama
15 menit, lalu ikan ditebar pada
Metode Penelitian wadah penampungan ikan dan baru
Metode yang digunakan pada diberi pakan setelah 24 jam. Ikan
penelitian ini adalah metode dibiarkan beradaptasi pada wadah
eksperimen menggunakan tersebut selama 3 hari.Setelah 3 hari
Rancangan Acak Lengkap (RAL), lalu ikan ditebar ke akuarium
dengan satu faktor dan empat taraf penelitian. Pakan yang diberikan
perlakuan. Untuk setiap taraf berupa pellet komersil FF-999
perlakuan dilakukan tiga kali dengan kandunga protein 30%
ulangan untuk memperkecil dengan cara adsatiation, dengan
kesalahan (Sudjana, 1991). frekuensi pemberian pakan 3 kali
Penelitian ini dilakukan dengan tiga sehari.
tahap percobaan yang dilakukan
secara tertib, yaitu uji pendahuluan, Uji Pendahuluan
uji toksisitas akut dan uji subletal. Konsentrasi limbah cair sawit
Uji pendahuluan untuk menentukan dalam uji pendahuluan merujuk
kisaran konsentrasi ambang batas kepada konsenrasi yang disarankan
3

oleh Rand dan Petrocelli (1989), nemurus). Pengamatan benih ikan


yaitu = 0,00 ; 0,01 ; 0,1 ; 1,0 ; 10,0 ; ikan Baung (Hemibagrus nemurus)
100,0 dan 1000,0 ml/L.Limbah cair yang hidup dilakukan setelah
sawit dimasukan kedalam wadah uji pemaparan selama 0, 12, 24, 36, 48,
berisi air. Selanjutnya ikan uji 60, 72, 84 dan 96 jam.Tingkah laku
dimasukan ke dalam wadah uji ikan diamati secara deskriptif yaitu
sebanyak 10 ekor/wadah (1 pergerakan, bentuk sirip dan sisik,
ekor/liter). Uji pendahuluan pergerakan operculum dan bentuk
dilakukan selam 96 jam dimana insang.
pengamatan dilakukan selama
jangka waktu pemaparan 0, 12, 24, Uji Sub Letal
36, 48, 60, 72, 84 dan 96 jam. Konsentrasilimbah cair sawit
Dilakukan juga pengamatan pada dalam uji sub lethal pada penelitian
tingkah laku dan morfologi ikan. ini berdasarkan dari Rand and
Penentuan konsentrasi yang Petrocelli (1985) yaitu 0 x LC50 96
digunakan pada uji toksisitas akut jam, 0,01 x LC50 96 jam, 0,1 x LC50
ditentukan sesuai dengan formula 96 jam, 1,0 x LC50 96 jam dengan 3
Syafriadiman (2006) sebagai berikut: kali ulangan. Adapun konsentrasi
yang diperoleh dan digunakan dalam
Pn =B + (n – 1) [ ] uji sublethal yaitu : P0 (0,0 ml/L), P1
(4 ml/L), P2 (42 ml/L) dan P3 ( 418
ml/L).
Uji Toksisitas Akut Uji kelulushidupan dilakukan
Dalam uji toksisitas akut ini
selama 30 hari dengan menggunakan
konsentrasi limbah cair sawit pada
metode semi dinamis dikarenakan
masing-masing media uji
adanya pergantian air dan
berdasarkan nilai ambang atas (A)
penyiponan.Selama pemeliharaan
dan nilai ambang bawah (B) yang
ikan diberi pakan pelet komersil
didapat dari uji pendahuluan.Uji
dengan kandungan protein 30%
toksisitas akut dilakukan dengan
sebanyak 3 kali dalam sehari.
mengukur masing-masing dosis
konsentrasi yang telah didapat yaitu
Parameter Yang Diukur Pada Uji
pada P0 (0,00 ml/L), P1 (100 ml/L),
Sub lethal
P2 (325 ml/L), P3 (550 ml/L), P4
Nilai TSS (Total Suspended Solid)
(775 ml/L) dan P5 (1000 ml/L)
(Lampiran 4) kemudian dimasukan
Hasil pengukuran TSS
kedalam wadah akuarium dengan
selama Uji sub lethal dapat dilihat
kapasistas 10 L, selanjutnya pada
pada Tabel 2 (Lampiran 3).
masing-masing wadah dimasukan 10
ekor benih ikan Baung (Hemibagrus
1. Pertumbuhan Bobot Mutlak Berdasarkan Effendie
Menurut (Effendi, 1992) yaitu : (1992)yaitu :
Wm= Wt – Wo SR =
2. Laju Pertumbuhan Spesifik
Menggunakan rumus Zonneveld
et al., (1991) yaitu :
[ ] x 100%
3. Tingkat Kelulushidupan (SR)
4

Pengukuran Kualitas Air 3.6.2. Total Dissolved Solid (TDS)


1. Pengukuran Nilai Total Pengukuran dilakukan
Suspended Solid (TSS) dengan menggunakan alat TDS
Pengukuran dilakukan meter, cara menggunakan TDS meter
menggunakan kertas saring whatman dapat dilihat pada brosur yang
berukuran 0,45 mikron, pengukuran terdapat dalam kotak TDS meter,
kadar total padatan tersuspensi yang mana pada brosur tersebut
dilakukan dengan metode sudah ada langkah-langkah
gravimetrik (Allert dan Santika, menggunakan TDS meter.
1987), prosedur kerja pengukuran Pengukuran parameter kualitas
TSSsebagai berikut: air seperti suhu dan pH dilakukan
1. Penimbangan kertas saring setiap 24 jam sekali dengan
kosong, kertas saring berukuran 0,45 menggunakan pH meter, sedangkan
mikron diletakkan ke dalam alat pengukuran DO menggunakan DO
penyaring dan dibilas dengan air meter, CO2dan NH3 yang mana
suling sebanyak 20 ml hingga bersih pengukuran dilakukan pada awal,
dari partikel-partikel halus, alat tengah dan akhir penelitian.
penyaring dioperasikan. Kertas
saring kemudian dikeringkan dalam Analisis Data
oven pada suhu 103-105 oC selama 1 Hasil dari pengukuran nilai TSS dan
jam, setelah itu didinginkan dalam TDS ini ditabulasikan dalam bentuk
desikator dan ditimbang. Kertas gravik, selanjutnya dilakukan uji
saring yang sudah diketahui beratnya ANAVA dengan menggunakan
disiapkan pada alat penyaring, software SPSS untuk mengetahui
kemudian sampel air diaduk hingga pengaruh dari semua perlakuan.
rata dan dimasukkan ke dalam alat Apabila dapat perbedaan maka
penyaring. Sampel disaring dilanjutkan dengan uji Student
kemudian residu tersuspensi dibilas Newman Keuls (Sudjana,
dengan air suling sebanyak 10 ml. 1991).Penentuan analisis nilai regrasi
Kemudian kertas saring dikeringkan juga digunakan untuk menentukan
dengan alat pengering dengan suhu ada atau tidaknya hubungan
103-105 oC selama 1 jam dan konsetrasi limbah cair sawit dengan
didinginkan dalam desikator selama laju pertumbuhan harian,
10 menit ditimbang hingga diperoleh pertumbuhan bobot mutlak dan
berat tetap. kelulushidupan ikan Baung (H.
TSS dihitung sesuai dengan nemurus), sedangkan data kualitas
rumus yang telah ditetapkan oleh air dianalisis secara deskriptif. Dasar
SNI (Standar Nasional Indonesia) pengambilan keputusan dalam
1991: penelitian ini dengan mengikuti
TSS (mg/l) = (A-B) x 1000/sampel langkah-langkah yang disarankan
Dimana : TSS = Total Suspended oleh Syafriadiman (2006) dalam
Solid (mg/l) metode RAL yaitu apabila nilai p
A = Berat Kertas Saring berisi (probabilitas) <0,05 maka H0
Rasidu Tersuspensi (mg) ditolak. Kemudian untuk mengetahui
B = Berat Kertas Saring adanya perbedaan antar perlakuan
Kosong (mg) dilakukan uji rentang Student
Newman Keuls.
5

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingginya nilai mortalitas pada


Hasil Uji Pendahuluan perlakuan P6 disebabkan oleh
Berdasarkan uji pendahuluan konsentrasi limbah cair kelapa sawit
yang dilakukan, dapat diketahui sebanyak 1000 ml dalam 1 liter air
bahwa pada perlakuan P0 (kontrol), pada media pemeliharaan ikan
P1 (0,01 ml/L), P2 (0,1 ml/L) dan P3 Baung (H. nemurus) dan mulai
(1,0 ml/L) tidak ditemukan adanya terjadi selama pemaparan 24 jam
kematian (mortalitas) pada benih hingga 96 jam.
ikan Baung (H. nemurus) sampai Tingkat ketoksikan
dengan 96 jam atau nilai merupakan lama waktu pemaparan
mortalitasnya 0%.Pada perlakuan P4 yang dibutuhkan oleh suatu bahan
(10 ml/L) diketahui mortalitas ikan toksik untuk membunuh atau
uji sebesar 20% setelah 48 jam mematikan organisme uji. Semakin
pemaparan sampai jam ke-96. tinggi konsentrasi suatu toksikan,
Perlakuan P5 (100,0 ml/L) dengan maka makin singkat waktu yang
tingkat mortalitas sebesar 30-40% dibutuhkan untuk membunuh atau
terjadi pada jam ke-24 sampai jam mematikan organisme uji tersebut
ke-96. Sedangkan pada perlakuan P6 (Rand dan Petrocelli, 1985).
(1000,0 ml/L), ikan Baung (H. Berdasarkan hasil pada uji
nemurus) mengalami tingkat pendahuluan dengan konsentrasi
mortalitas hingga 100% setelah 24 limbah cair kelapa sawit kisaran
jam pemaparan hingga 96 jam 0,01-1000 ml/L, maka diperoleh
pemaparan. Menurut Rand (2008), Nilai Ambang Batas Bawah (BB)
pengaruh bahan toksik terhadap 100 ml/L dan Nilai Ambang Batas
suatu organisme akan terlihat dalam Atas (BA) adalah 1000 ml/L. Yang
waktu pemaparan yang berbeda. mana nilai ambang batas bawah
Nilai mortalitas terendah tidak memberikan pengaruh terhadap
yaitu 0%terdapat pada konsentrasi benih ikan Baung (H. nemurus),
0,00-1,0 ml/L. Hal tersebut sedangkan pada ambang batas atas
disebabkan karena konsentrasi adalah batas dimana benih tersebut
limbah cair kelapa sawit yang banyak mengalami kematian
dimasukkan dalam wadah penelitian (mortalitas).
jumlahnya sangat sedikit, sehingga
tidak memberikan pengaruh terhadap Hasil Uji Sublethal
benih ikan Baung (H. Nilai TSS (Total Suspended Solid)
nemurus).Sedangkan nilai mortalitas Hasil pengukuran TSS
tertinggi terdapat pada perlakuan P6 selama Uji sub lethal dapat dilihat
(1000,0 ml/L) yaitu 100%. pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai TSS selama Uji Sub-Lethal ikan Baung (H. nemurus)
Ulangan P0 P1 P2 P3
1 28,57 64,29 142,86 300
2 28,57 78,57 171,43 371,43
3 42,86 114,29 171,43 357,14
Jumlah 100 257,14 485,71 1028,57
Rata-rata 33,33±8,24a 85,71±25,75b 161,90±16,49c 342,86±37,79d
Berdasarkan Tabel 1 rata-rata
pengukuran TSS pada uji sublethal
ikan pada P0 (kontrol) sebesar 33,33
6

ppm, P1 (2,30 ml/L) sebesar 85,71 newman keuls menunjukkan bahwa


ppm dan P2 (23,05 ml/L) sebesar perlakuan P0, P1, P2 dan P3
161,90 ppm, nilai TSS pada ketiga memberikan pengaruh perbedaan
perlakuan tersebut masih tergolong yang nyata antar perlakuan. Artinya
aman dan dapat ditolerir oleh ikan setiap konsentrasi yang
Baung (H. nemurus), sesuai baku diberikanmemberikan pengaruh yang
mutu Canter, 1996 yaitu 100-350 nyata terhadap kondisi nilai TSS di
ppm. Namun pada perlakuan P3 dalam wadah pemeliharaan benih
(230,57 ml/L), diperoleh nilai TSS ikan Baung (H. nemurus).
sebesar 342,86 ppm, sehingga bisa TSS merupakan materi atau
dikatakan tidak aman atau tidak bisa bahan tersuspensi yang
ditoleransi oleh benih ikan Baung menyebabkan kekeruhan air terdiri
karena dilihat dari tingkat dari lumpur, pasir halus (Effendi,
kelulushidupan benih ikan Baung 2003). TSS merupakan salah satu
pada P3 adalah 0% dan mendekati faktor penting menurunnya kualitas
nilai Baku mutu Canter, 1996 nilai perairan sehingga menyebabkan
TSS yaitu 100-350 ppm. Nilai TSS perubahan secara fisika, kimia dan
terendah terdapat pada P0 (kontrol) biologi (Bilotta and Brazier, 2008).
yaitu sebesar 33,33 ppm. Materi yang tersuspensi
Peningkatan nilai TSS terjadi karena mempunyai dampak buruk terhadap
adanya peningkatan jumlah kualitas air karena mengurangi
konsentrasi limbah cair kelapa sawit penetrasi matahari ke dalam badan
yang diberikan pada setiap air, kekeruhan air meningkat yang
perlakuan. Hasil analisis varian menyebabkan gangguan
(ANAVA) menunjukkan perbedaan pertumbuhan bagi organisme
konsentrasi limbah cair kelapa sawit produser (Agustira dkk,2013).
yang diberikan dalam media Nilai TDS (Total Dissolved Solid)
pemeliharaan ikan Baung Hasil pengukuran TDS
berpengaruh nyata terhadap kondisi selama Uji sub lethal dapat dilihat
nilai TSS (P<0,05). Uji lanjut pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai TDS selama Uji Sub Lethal ikan Baung (H. nemurus)

Ulangan P0 P1 P2 P3
1 47,43 78,86 123 834,28
2 41,86 84,43 125 827,14
3 52,57 92,14 139,86 822,71
Jumlah 141,86 255,43 387,86 2484,13
Rata-rata 47,28±5,36a 85,13±6,67b 129,28±9,20c 828,04±5,83d
ppm. Namun pada perlakuan P3
Berdasarkan Tabel 2 rata-rata (230,57 ml/L), diperoleh nilai TSS
pengukuran TSS pada uji sublethal sebesar 828,04 ppm, sehingga bisa
ikan pada P0 (kontrol) sebesar 47,28 dikatakan tidak aman atau tidak bisa
ppm, P1 (2,30 ml/L) sebesar 85,13 ditoleransi oleh benih ikan Baung
ppm dan P2 (23,05 ml/L) sebesar karena dilihat dari tingkat
129,28 ppm, nilai TSS pada ketiga kelulushidupan benih ikan Baung
perlakuan tersebut masih tergolong pada P3 adalah 0% dan mendekati
aman dan dapat ditolerir oleh ikan nilai Baku mutu Canter, 1996 yaitu
Baung (H. nemurus), sesuai baku 250-850 ppm. Peningkatan nilai TDS
mutu Canter, 1996 yaitu 250-850 terjadi karena adanya peningkatan
7

jumlah limbah cair kelapa sawit yang pemeliharaan ikan baung. Tingginya
diberikan pada setiap perlakuan. nilai TDS disebabkan karena adanya
Hasil analisis varian (anava) bahan-bahan organik yang banyak
menunjukkan perbedaan konsentrasi dijumpai pada wadah penelitian
limbah cair kelapa sawit yang sehingga menimbulkan banyak zat
diberikan dalam media pemeliharaan terlarut pada perairan tersebut.
ikan Baung berpengaruh sangat
nyata terhadap kondisi nilai TDS Keulushidupan benih ikan Baung
(P<0,05). (Hemibagrus nemuru) selama uji
Seiring dengan meningkatnya sub lethal
kadar jumlah konsentrasi limbah cair Hasil pengamatan terhadap
kelapa sawit yang diberikan sehingga kelulushidupan ikan Baung (H.
berpengaruh terhadap peningkatan nemurus) selama uji sub lethal dapat
nilai TDS dalam wadah dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelulushidupan Ikan Baung (H. nemurus) Selama Uji Sub Lethal
Ulangan P0 P1 P2 P3
(Kontrol) (2,30 ml/L) (23,05 ml/L) (230,57 ml/L)
1 100 90 90 0
2 100 100 80 0
3 100 90 70 0
Jumlah 300 280 240 0
Rata-Rata 100 ± 0,00c 93,00 ± 5,77c 80,00 ±10,00b 0 ± 0a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata.
Berdasarkan Tabel lethal. Sesuai dengan penelitian yang
3,menunjukkan bahwa rata-rata pernah dilakukan oleh Syafriadiman
persentase Kelulushidupan benih (1999), terhadap Tiram (Crassostrea
ikan Baung (H. nemurus) pada iredalei) yang diberi paparan
perlakuan P0 (Kontrol) sebesar konsentrasi-konsentrasi toksikan
100%, P1 (2,30 ml/L) sebesar 93%, logam berat Cd (kadmium), Zn
pada P2 (23,05 ml/L) sebesar 80% (seng), Ni (nikel), Co (kobalt), dan
dan pada P3 (230,57 ml/L) sebesar Pb (plumbum) dalam jumlah yang
0,00%. Berdasarkan hasil Analis tinggi menunjukkan hasil
Varians (Anava)bahwa perbedaan kelulushidupan 100% pada seluruh
kelulushidupan benih ikan Baung (H. wadah.
nemurus) disebabkan oleh perbedaan Pada perlakuan P1 dan P2
konsentrasi toksikan limbah cair dengan kandungan limbah cair
kelapa sawit.Hasil uji lanjut Student kelapa sawit sebesar 2,30 ml/L
Newman Keuls juga menunjukkan tingkat kelulushidupan benih ikan
bahwa perlakuan P0 dan P1 tidak Baung (H. nemurus) masih tergolong
menunjukkan perbedaan yang nyata cukup tinggi. Hal itu dikarenakan
terhadap perlakuan P2 dan P3. konsentrasi limbah cair kelapa sawit
Nilaipersentase kelulushidupan yang dimasukkan kedalam wadah
benih ikan Baung (H. nemurus) pada pemeliharaan benih ikan Baung (H.
perlakuan P0 (kontrol) adalah nemurus) tergolong rendah dan
100%.Artinya tidak ada satupun masih aman untuk benih ikan Baung
benih ikan Baung yang mengalami (H. nemurus) dapat bertahan hidup
kematian selama uji toksisitas sub- hingga akhir penelitian uji toksisitas
8

sub-lethal. Penurunan persentase (H. nemurus) menjadi terganggu dan


kelulushidupan benih ikan Baung (H. ikanmengalami kematian.
nemurus) disebabkan karena
tingginya konsentrasi limbah cair Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan
kelapa sawit yang berpengaruh dan Baung (H. nemurus)
bereaksi secara langsung terhadap Pertumbuhan rata-rata bobot
organ tubuh terhadap benih ikan ikan Baung selama uji sublethal
Baung (H. nemurus), terutama mengalami penurunan sesuai dengan
insangnya. Diduga telah telah terjadi peningkatan konsentrasi limbah cair
kerusakan insang akibat limbah cair sawit yang diberikan. Pertumbuhan
kelapa sawit dan kemampuan darah rata-rata bobot mutlak ikan Baung
untuk mengikat oksigen semakin (H. nemurus) selama uji sub lethal
kecil akibat keracunan bahan toksik dapat dilihat pada Tabel 4.
sehingga proses pernafasan dan
metabolisme tubuh benih ikan Baung
Tabel 4. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan Baung (H. nemurus) Selama Uji
Sub Lethal
Ulangan Pertumbuhan Bobot Mutlak Benih Ikan Baung (H. nemurus)
(Gram)
P0 (Kontrol) P1(2,30 ml/L) P2(23,05 ml/L) P3(230,57 ml/L)
1 2,36 2,35 2,15 0,00
2 2,61 2,43 2,21 0,00
3 2,47 2,39 2,19 0,00
Jumlah 7,44 7,17 6,55 0,00
c c b
Rata- 2,48 ± 0,12 2,39 ± 0,04 2,18 ± 0,03 0,00±0,00a
rata
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf subscript yang sama menunjukan
tidak berbeda nyata
ikankekuranganasupannutrisidankek
Berdasarkan Tabel 4 uranganenergi untuk pertubuhannya,
menunjukkan bahwa rata-rata sehingga berakibat pada penurunan
pertumbuhan bobot mutlak benih bobot tubuh ikan Baung tersebut.
ikan ikan Baung (H. nemurus) Tingkah laku benih ikan
tertinggi terdapat pada P0 (0,0 ml/L) Baung (H. nemurus) pada wadah P1
yaitu sebesar 2,48 gram dan terus kelihatan merespon pakan yang
menurun sesuai dengan diberikan seperti pada wadah kontrol
bertambahnya konsentrasi limbah (P0). Ini diduga sebagai salah satu
cair kelapa sawit, pada P1 (2,30 penyebab tidak berbedanya
ml/L) sebesar 2,39 gram, P2 (23,05 pertumbuhan bobot mutlak benih
ml/L) sebesar 2,18 gram dan pada P3 ikan Baung (H. nemurus) antara P0
(230,57 ml/L) sebesar 0,00 gram. dan P1. Nilai bobot mutlak pada
Penurunan bobot mutlak perlakuan P0 tinggi. Hal tersebut
terjadi karena adanya bahan toksik disebabkan karena tidak adanya
yang dikandung oleh limbah cair toksikan limbah cair kelapa sawit
kelapa sawit, yang mengakibatkan pada wadah pemeliharaan, sehingga
benih ikanB a u n g (H. benih ikan Baung (H. nemurus)
nemurus) tidak merespon merespon makanan yang diberikan
pakansehingga dan mau makan pakan pelet tersebut.
9

BerdasarkanHasil Analisis mutlak pada perlakuan P0 sama


Varians (ANAVA) (Lampiran 10), dengan P1. Selanjutnya Uji lanjut
menunjukkan bahwa perbedaan Newman Keuls menunjukkan bahwa
pertumbuhan bobot mutlak benih perlakuan P3 (230,57 ml/L) berbeda
ikan Baung (H. nemurus) disebabkan sangat nyata terhadap perlakuan P0 (
oleh konsentrasi limbah cair kelapa 0,0 ml/L), P1 (2,30 ml/L) dan P2
sawit. Hasil uji lanjut Student (23,05 ml/L). Sedangkan antar
Newman Keuls pada perlakuan P0 perlakuan P0 ( 0,0 ml/L) dan P1
dan P1 tidak menunjukkan (2,30 ml/L) memberikan pengaruh
perbedaan yang berarti (P>0,05), yang sama terhadap pertumbuhan
artinya konsentrasi toksikan yang bobot mutlak ikan Baung (H.
rendah tidak memberikan pengaruh nemurus).
yang berarti terhadap pertumbuhan
bobot mutlak benih ikan Baung (H. Laju Pertumbuhan Spesifik
nemurus). Pada perlakuan P3 Hasil pengamatan terhadap
berbeda (p<0,05) dengan P2 dan P2 laju pertumbuhan spesifik selama Uji
berbeda (p<0,05) dengan P0 dan P1, sub lethal pada ikan Baung (H.
artinya nilai pertumbuhan bobot nemurus) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan Baung (H. nemurus) Selama Uji
Sub Lethal
Ulangan Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Baung (H. nemurus)
(%)
P0(Kontrol) P1 (2,30 ml/L) P2 P3
(23,05 ml/L) (230,57ml/L)
1 3,293 3,526 3,422 0,00
2 3,851 3,564 3,422 0,00
2 3,549 3,580 3,374 0,00
Jumlah 10,693 10,671 10,157 0,00
Rata- 3,56 ± 0,34b 3,55 ± 0,05b 3,38 ± 0,09b 0,00±0,00a
rata
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf subscript yang sama menunjukan
tidak berbeda nyata.

Berdasarkan Tabel 5 sawit pada wadah pemeliharaannya,


menunjukkan bahwa rata-rata laju sehingga benih ikan Baung (H.
pertumbuhan spesifik benih ikan nemurus) aktif merespon pakan yang
Baung (H. nemurus) pada diberikan. Respon benih ikan Baung
perlakuanP0 (kontrol) sebesar (H. nemurus) yang diberikan
3,56%,P1 (2,30 ml/L) sebesar menyebabkan kenaikan pertumbuhan
3,55%, P2 (23,05 ml/L) sebesar bobot mutlak dan meningkatkan laju
3,38% dan P3 (230,57 ml/L) sebesar pertumbuhan spesifik.
0,00%. Nilai laju pertumbuhan Faktanya bahwa semakin
spesifik benih ikan Baung (H. tinggi konsentrasi limbah sawitnya
nemurus) yang tertinggi dijumpai makan benih ikan Baung (H.
pada perlakuan P0 (kontrol/tanpa nemurus) semakin stres dan tidak
pemberian limbah cair kelapa sawit). respon terhadap pakan yang
Hal ini disebabkan karena tidak diberikan. Hal tersebut tentu akan
adanya toksikan limbah cair kelapa berakibat langsung terhadap laju
10

pertumbuhan spesifik benih ikan kualitas air dan ruang gerak,


Baung (H. nemurus). sedangkan faktor internal meliputi
Pertumbuhan dipengaruhi oleh umur, keturunan, kelamin, daya
faktor eksternal dan internal, yang tahan terhadap penyakit dan
mana faktor eksternal meliputi suhu, kemampuan memanfaatkan makanan
jumlah makanan, kualitas makanan, (Bakri, 2006).

Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air


Hasil pengukuran parameter nemurus)selama uji sublethal dapat
kualitas air selama penelitian dilihat pada tabel berikut
terhadap ikan Baung (H.
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Uji Sublethal
Parameter yang diukur Hasil pengukuran Baku mutu
Suhu (0C) 26-28 Sukendi, 2001 (24-29)
pH 5,6-8,1 SNI, 2014 (6-7)
CO2 (mg/L) 6,91-14,33 Wardoyo, 1981 (<12)
DO (mg/L) 2,0-4,3 SNI, 2014 (6-7)
NH3 (mg/L) 0,16-0,60 Effendi, 2003 (0,02)

penelitian ini dilakukan di diberikan pada media pemeliharaan


dalam ruangan (laboratorium), ikan Baung (H. nemurus) semakin
sehingga faktor dari luar (eksternal) meningkat juga kandungan
seperti perubahan suhu (saat cuaca CO2.oksigen terlarut yang
panas dan hujan) tidak terkandung dalam media
mempengaruhi suhu dalam pemeliharaan ikan Baung (H.
akuarium. Menurut (Standar nemurus) tergolong aman untuk
Nasional Indonesia/SNI, 2014), pertumbuhan ikan Baung. Oksigen
sehingga suhu air pada penelitian uji terlarut merupakan salah satu
toksisitas sublethal penelitian ini komponen utama bagi metabolisme
tergolong baik untuk pertumbuhan perairan. Kebutuhan terhadap
benih ikan Baung (H. oksigen oleh ikan bervariasi,
nemurus).Keadaan pH yang dapat tergantung pada jenis stadi dan
mengganggu kelulushidupan ikan aktivitasnya. Kandungan oksigen
adalah pH yang terlalu rendah yang rendah dapat menyebabkan
(asam) dan pH yang yang terlalu nafsu makan ikan menurun, yang
tinggi (basa), sebagian besar ikan selanjutnya akan berpengaruh
dapat beradaptasi dengan baik pada terhadap laju pertumbuhan ikan.
lingkungan perairan yang Menurut Syafriadiman et al., (2005)
mempunyai pH berkisar 5-9 DO yang paling ideal untuk
(Afrianto dan Liviawati, 2005).Hasil pertumbuhan dan perkembangan
pengukuran pH selama penelitian organisme akuatik yang dipelihara
dapat dilihat pada Lampiran 14. pH adalah lebih dari 5 mg/l. tingginya
tinggi disebabkan karna kolam konsentrasi oksigen terlarut pada
tempat pengambilan limbah cair setiap perlakuan disebabkan karena
kelapa sawit masih dalam proses adanya pengaruh system
pengapuran sehingga menyebabkan resirkulasi.semakin tinggi
pH menjadi tinggi. konsentrasi limbahcairsawit yang
Semakin meningkatnya diberikanpadamediapemeliharaan
konsentrasi limbah cair sawit yang
11

ikan Baung (H. nemurus)selamauji dikategorikan tidak layak untuk


sublethal maka semakinmeningkat kehidupan benih ikan Baung (H.
pula kandungan amonia. Nilai nemurus) dikarenakan sudah
amoniak yang diperoleh saat uji melebihi batas baku mutu.
toksisitas sub-lethal masih

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian Parameter kualitas air seperti Suhu
yang telah dilakukan, ada pengaruh berkisar antara 26-28 0C, pH berkisar
pada perubahan nilai TSS dan TDS antara 5,6-8,0, DO berkisar antara
selama uji toksisitas limbah cair 4,1-2,3 mg/L,CO2 berkisar antara
kelapa sawit terhadap 8,60-13,50 mg/L dan Amoniak
kelulushidupan benih ikan Baung (H. berkisar antara 0,016-0,060 mg/L.
nemurus). Pada uji toksisitas sub- Konsentrasi limbah cair kelapa sawit
lethal, nilai TSS terendah terdapat pada kisaran 2,30 ml/L dan 23,05
pada P0 (kontrol) 33,33 ppm dan ml/L masih dikategorikan aman
nilai tertinggi pada P3 (230,57 ml/L) untuk ikan Baung dalam wadah
sebesar 342,86 ppm. Untuk nilai pemeliharaan dan apabila masuk
TDS terendah pada P0 (kontrol) kedalam lingkungan perairan tidak
sebesar 47,28 ppm, dan nilai TDS berbahaya bagi ikan Baung (H.
tertinggi pada perlakuan P3 (230,57 nemurus).
ml/L) sebesar 828,04 ppm.

Saran
Dengan konsentrasi terbaik dandisarankan agar menggunakan
2,30 ml/L yang diperoleh jenis ikan lain dan menggunakan
kelulushidupan yang tinggi, sehingga resirkulasi air pada uji toksisitas
bisa dimanfaatkan untuk usaha selanjutnya.
budidaya ikan Baung (H. nemurus)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. Dan Liviawati, E. 1992. Alaerts, G. dan S, Santika. 1984.


Pengendalian Hama dan Metode Penelitian Air.
Penyakit Ikan.Yogyakarta Usaha Nasional Bandung.
: Kanisius.97 hlm. 269 hlm.

Agustira, R., Kemala, S dan Jamilah. Alaerts, G. 1987. Metode Penelitian


2013, kajian Karakteristik Air. Usaha Nasional.
Kimia Air dan Debit Surabaya.
Sungai pada Kawasan
DAS Padang Akibat Azwir. 2006. Analisa Pencemaran
Pembuangan Limbah Air Sungai Tapung Kiri
Tapioka. Jurnal Online Oleh Limbah Industri
Agroekoteknologi.Vol. 1 Kelapa Sawit PT. Peputra
No.3. Masterindodi Kabupaten
Kampar. Tesis. Program
Magister Ilmu Lingkungan
12

Program Program Pasca Universitas Indonesia.


Sarjana Universitas Jakarta
Diponegoro, Semarang.
Rand, G.M and Petrocelli, S. R.
Bakri S. 2006. Toksisitas Limbah 1985. Fundamentals of
Kelapa Sawits dan uji Aquatic Toxicology.
Sub-Lethal terhadap Methods and Aplications.
Pertumbuhan Ikan Sepat Washington: Hemisphere
Rawa (Trichogaster Publishing Co.
Trichopterus). Skripsi. Environment Research:
Fakultas Perikanan dan Short-term Static
Ilmu Kelautan Universitas Bioassay. FAO Fish. Tech.
Riau. Pekanbaru. (tidak Pap. 247.
diterbitkan).
Sudjana, 1991. Desain dan Analisis
Bilotta, G.S., R.E. Brazier. 2008. Eksperimen. Edisi 1.
Understanding the Tarsito. Bandung. 42 hlm.
influence of suspended
solids on water quality and Sukendi, 2001. Biologi Reproduksi
aquatic biota. Water dan Pengendaliannya
Research. 42. 2849-2861. Dalam Upaya
Pembenihan Ikan Baung
BSN. 2014. Standar Ikan Lele (Mystus nemurus CV) di
Dumbo (Clarias sp.). SNI Perairan Sungai Kampar,
6484.3: 35-46. Riau. Disertasi. Program
Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Canter. 1996. Environmental Impact
Assessment. New York: Syafriadiman.2000. Penentuan Bio
Mc. Graw Hill. Indikator
Pencemaran.Toksisitas Limbah
Effendi, H. 1992. Telaah Kualitas Industri Terhadap Organisme
Air Bagi Pengelolaan Macrobenthos dari Perairan
Sumber Daya dan Sungai Siak.Pekanbaru.
Lingkunagn. Kanisius.
Yogyakarta. 98 hlm. Syafriadiman. 2006. Teknik
Pengolahan Data Statistik. CV
Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air Mina Mandiri. Pekanbaru. 270
Bagi Pengelolaan Sumber hlm
Daya dan Lingkungan.
Kanisius. Yogyakarta. 98 Syafriadiman. 2010. Toksisitas
hlm. Limbah Cair Minyak Kelapa
Sawit dan Uji Sublethal
Kusnoputranto, 1995. Toksikologi Terhadap Ikan Nila
Lingkungan . Pusat (Oreochromis sp.). Berkala
Penelitian Sumber Daya Perikanan Terubuk. 3(1):95-
Manusia Fakultas 106.
Kesehatan Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai