Anda di halaman 1dari 66

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PREMENOPAUSE

DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA WANITA


PREMENOPAUSE DI KLINIK KIMIA FARMA
PRATAMA JATIASIH TAHUN 2022

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Menempuh Ujian Sarjana


Pada Program Studi Kebidanan

SAFITRI ANI
200603256

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ABDI NUSANTARA
JAKARTA, 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Premenopause merupakan siklus alami, namun ternyata tidak semua

perempuan dapat menerima hal ini dengan baik. Terdapat perempuan yang

merasa cemas menjelang menopause. Menopause semakin mendapat perhatian

di negara-negara maju di samping masalah kesehatan yang selama ini muncul.

Hal ini disebabkan karena ketika seorang wanita akan memasuki usia

menopause terjadi banyak perubahan pada dirinya, dimana wanita yang tidak

siap dengan perubahan tersebut akan menganggap menopause sebagai sesuatu

hal yang negatif yang akan mengganggu kehidupannya. Kualitas hidup

diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam

bidang kehidupan (Noorma, 2017).

Sebelum terjadinya masa menopause biasanya didahului dengan fase

premenopause dimana pada fase ini terjadi masa peralihan dari masa subur

menuju masa tidak adanya pembuahan (anovulatoir). Sebagian besar wanita

mulai mengalami gejala pre menopause pada usia 40-an dan puncaknya pada

usia 50-an tahun yaitu terjadinya masa menopause wanita tidak mengalami

haid lagi. Sebelum masa menopause wanita berada pada tahap pre menopause

dimana pada tahap ini terjadi penurunan hormon estrogen sehingga

memunculkan terjadinya sindrom pre menopause (Anni Suciawati, 2021).


Dampak terjadinya syndrome premenopause pada masalah fisik antara

lain : resiko kanker payudara, kanker leher Rahim (serviks), rematik, sakit

pinggang, osteoporosis dan menurunya hormone didalam tubuh. Dengan

bertambahnya usia, tubuh membutuhkan lebih sedikit lemak dari sebelumnya.

Hal ini karena kemampuan tubuh untuk mengolah lemak berkurang dan lemak

memerlukan waktu lebih lama untuk masuk dalam darah, akibatnya pada masa

premenopause wanita berisiko kelebihan berat badan yang berujung pada

penyakit coroner dan penyempitan pembuluh darah (Proverawati, 2017).

Adapun Dampak lain yang terjadi seperti ada perbedaan yang terjadi pada

setiap wanita, yaitu efek biologis serta reaksi individual akibat rendahnya

estrogen sehingga menimbulkan gejala yang berbeda. Dampak yang muncul

yaitu wanita menjadi kurang percaya diri karena mengalami atau adanya

penerimaan yang kurang atas perubahan fisik dan psikis yang dialami.

Kecemasan serta ketakutan yang berlebihan juga dapat mempengaruhi seorang

wanita dalam menjalanin menopause. Maka dari itu penting sekali bagi

wanita mendapatkan pengetahuan yang baik terkait perubahan fisik ataupun

psikologis yang akan dihadapi (Juliana et al., 2021).

Menopause disebabkan oleh penurunan fungsi ovarium akibat usia

bertambah yang menyebabkan produksi hormon estrogen juga menurun. Hal

ini mengakibatkan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis yang

menimbulkan keluhan masa menopause (Suparnni & Astutik, 2016).

Angka harapan hidup wanita di dunia meningkat setiap tahunya hingga

mencapai 74,2 tahun ditahun 2019 (WHO, 2019). Peningkatan angka harapan

hidup berarti peningkatan jumlah wanita yang berpeluang untuk mengalami


menopause (Suazini, 2018). World Health Organization (WHO),

memperkirakan ditahun 2030 akan ada sekitar 1,2 miliar wanita yang berusia

diatas 50 tahun. Sebanyak 80% diantaranya tinggal di negara berkembang dan

populasi wanita menopause meningkat tiga persen setiap tahunnya (Nurlina,

2021).

Di indonesia aktifitas seksual terakir wanita berdasarkan laporan SDKI

2017, usia 40-44 tahun yang melakukan hubungan seksual dalam 4 minggu

yang lalu saat dilakukannya penelitian sebanyak 74,7%, dan yang melakukan

hubungan 1 tahun yang lalu sebanyak 14,2%, serta lebih dari 1 tahun sebanyak

8,7%, tidak menjawab 0,1% dari jumlah wanita 7093 jiwa. Pada usia 45-49

tahun yang melakukan hubungan seksual dalam 4 minggu yang lalu saat

dilakukannya penelitian sebanyak 64,3%, dan yang melakukan hubungan 1

tahun yang lalu sebanyak 20,2%, serta lebih dari 1 tahun sebanyak 13,2%,

yang tidak menjawab 0,3% dari jumlah wanita 6655 jiwa.

Perubahan fisik yang dialami pada wanita menopause tersebut dapat

mempengaruhi kondisi psikologis. Perubahan psikologis karena perubahan

fisik serta hormonal yang berakibat pada pengingkatan sensitivitas pada

wanita. Beberapa wanita menganggap menopause merupakan hal yang

menakutkan, kekhawatiran ini berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan

menjadi tidak sehat sehingga muncul rasa cemas. Perasaan tertekan atau

kecemasan yang dialami individu, termasuk kondisi menopause yang dialami

wanita, mendorong wanita untuk memecahkan masalah melalui cara mencari

bantuan dan dukungan dari keluarga dan teman-temanya. Kesiapan

menghadapi menopause adalah keadaan ibu untuk mempersiapkan dirinya


dalam menghadapi menopause baik secara fisik, mental maupun

psikologisnya (Ni’matul Ulya dan Putri Andanawarih, 2021).

Seorang wanita disebut mengalami masa menopause apabila sudah

tidak sedang hamil, tidak dalam masa nifas atau amenore postpartum, dan

tidak mengalami haid selama 6 bulan6. Pada wanita yang akan memasuki

masa menopause umumnya akan mengalami gejala atau tanda-tanda seperti

suasana hati yang tertekan , timbul kecemasan , penurunan kesejahteraan, dan

terjadi gangguan tidur. Kejadian menopause terhadap wanita merupakan hal

alamiah yang terjadi pada wanita seiring bertambah usia, faktor yang menjadi

penyebab menopause disebabkan karena terdapat perubahan produksi hormon

estrogen dan progesterone, usia menarche, paritas dan kontrasepsi (Ni’matul

Ulya dan Putri Andanawarih, 2021).

Menurut hasil studi pendahuluan di Wilayah kerja Puskesmas

Pattallassang Kabupaten Takalar periode Januari sampai Desember 2018

jumlah wanita yang berusia 40-50 tahun sebanyak 260 orang, periode Januari

sampai Desember 2019 jumlah wanita yang berusia 40-45 tahun sebanyak

300 orang dan periode januari sampai mei 2020 jumlah wanita yang berusia

40-45 tahun sebanyak 290 orang. Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan peneliti kepada 10 orang wanita usia 40-50 tahun dari 290 orang,

didapatkan 6 ibu mengatakan bahwa mengalami 6 sampai 7 tanda perubahan

fisik seperti gejolak rasa panas (hot flush) susah tidur dan peningkatan berat

badan Akibat dari perubahan fisik tersebut ibu menjadi merasa cemas dan

tidak siap menghadapi masa menopause. Sasrawati (Proverawati, 2010) .


Kesiapan wanita dalam menghadapi menopause sangat mempengaruhi

dalam proses terjadinya menopause yang akan dihadapi oleh wanita. Dimana

seorang wanita yang mempuyai kesiapan dalam mengadapi menopause, akan

membantu dalam menjalani masa menopause dengan lebih baik. Adapun salah

satu faktor yang mempengaruhi kesiapan adalah pengetahuan, apabila

pengetahuan seorang wanita semakin tinggi maka akan semakin siap

mengahadapi menopause. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian yang

ingin dilakukan tentang Hubungan pengetahuan tentang premenopause

dengan tingkat kecemasan pada wanita Premenopause di wilayah kerja

Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih

B. Kebaruan Penelitian

Penilitian terbaru yang serupa dengan penelitian yang penulis lakukan

saati ini belum pernah dilakukan namun ada beberapa penelitian yang hampir

serupa, berikut beberapa penelitian tersebut.

Tabel 1.1
Kebaruan Penelitian
No Penulis/ Judul Metode Hasil
Tahun
1 Rudi Omnasis Hubungan Survei Hasil penelitian dengan
Tampilang Pengetahuan analitik menggunakan
Karwati dengan tingkat korelatif uji univariat didapatkan
Murniati/2019 kecemasan pada dengan ibu yang mempunyai
ibu premenopause rancangan pengetahuan baik
usia (40-50 tahun) cross sebanyak 4
diwilayah kerja sectional responden 6%, dan yang
Puskesman mengalami kecemasan
Batujajar berat sebanyak 15
Kabupaten responden
Bandung Barat dengan presentase 15%
2 Anni Sri Analisa Kualitas Kuantitatif Karakteristik responden
Sensa/2021 Seksual Pada Masa dengan sebagian besar memiliki
Premenopause pendekatan pengetahuan yang baik
Di Puskesmas cross (44,4%),
Kecamatan Kebon sectional responden yang
Jeruk Jakarta Barat berpendidikan SMA
yang lebih dominan
yaitu (50,5%), dan
responden
yang memiliki
pekerjaan (56,6%),
serta kualitas seksual
lebih dominan pada
kualitas
seksual yang baik yaitu
(89,9%).
3 Beti Pengetahuan Deskriptif Hasil penelitian
Ruswanti/2018 tentang Menopause korelasi menunjukkan bahwa
dengan Tingkat dengan responden yang
Kecemasan pada menggunakan memiliki pengetahuan
Wanita pendekatan buruk
Premenopause di cross sebanyak 32 dari
Rumah Sakit sectional. 67orang (47,8 %) di
Harapan Bunda banding
Pasar Rebo Jakarta dengan responden yang
Timur memiliki pengetahuan
baik yaitu sebanyak 35
dari 67 orang (52,2 %)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang permasalahan penelitian dapat

dirumuskan masih rendahnya pengetahuan ibu premenopause di Klinik Kimia

Farma Pratama Jatiasih.

D. Pertayaan Penelitian

Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan

dalam premenopause di Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih.


E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat

kecemasan premenopause di Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perempuan premenopause di

Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih Tahun 2022

b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan perempuan premenopause di

Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih Tahun 2022

c. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat

kecemasan perempuan dalam premenopause di Klinik Kimia Farma

Pratama Jatiasih Tahun 2022

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

a. Dapat mengukur kemampuan mahasiswa dalam melakukan

penelitian dan menyusun laporan penelitian.

b. Memberikan gambaran hasil mahasiswa selama proses

pembelajaran, dan dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan

keilmuan khususnya sikap, pengetahuan, dan kecemasan menjelang

menopause.

c. Untuk menambah buku bacaan perpustakaan di Prodi Kebidanan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta.


2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang berguna

untuk masyarakat dalam mengetahui informasi tentang menopause

sehingga masyarakat lebih siap dalam menghadapi menopause. Cara

menyampaikan dengan masyarakat nya dengan membuat Leaflet dan

disebarkan kepada masyarakat.

3. Bagi Penelitian

a. Memberikan pengalaman bagi peneliti dalam pelaksanaan penelitian

memulai dari pengumpulan data, pengelolaan sampai pada hasil

penelitian.

b. Dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam

hal membuktikan lebih lanjut tentang hubungan tingkat pengetahuan

terhadap tingkat kecemasan perempuan menjelang menopause.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross sectional

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perempuan

tentang premenopause dengan tingkat kecemasan perempuan premenopause.

Sampel dalam penilitian ini yaitu perempuan yang berusia di atas 40 tahun dan

belum mengalami menopause di Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih tahun

2022, yang diperoleh melalui Total sampling. Adapun variabel yang diukur

adalah tingkat tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan. Pengumpulan data

menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA) dan

kuesioner tingkat pengetahuan. Data yang didapatkan dianalisa secara


univariat dan bivariat, diolah menggunakan komputer dengan pemograman

SPSS.
BAB II

TINJAUAN PUSAKA
A. Menopause

1. Definisi

Kata menopause berasal dari Bahasa Yunani, yakni dari kata ‘men’

yang artinya bulan dan kata ‘peuseis’ yang artinya penghentian

sementara. Secara linguistik kata yang lebih tepat adalah menocease yang

berarti masa berhentinya haid. Menopause merupakan tahap dalam

kehidupan wanita ketika menstruasi berhenti, dengan demikian tahun –

tahun melahirkan anak juga berhenti. Wanita dikatakan telah menopause

jika sudah tidak mengalami menstruasi selama 12 bulan sejak menstruasi

terakhir yang disebabkan oleh penurunan fungsi ovarium (Suryoprajogo,

2019).

Untuk lebih memastikan akan dilakukan pemeriksaan Follicle

Stimulating Hormone (FSH) dan hormon estrogen. Seorang wanita

dikatakan mengalami menopause apabila kadar FSH meningkat,

sedangkan kadar estrogennya rendah. Selain itu dilakukan juga

pemeriksaan Tyroid Stimulating Hormone (TSH) dan hormon tiroid.

Pemeriksaan ini untuk memastikan penderita tidak mengalami

hipotiroidisme atau penurunan hormon tiroid yang bisa menimbulkan

gejala serupa dengan menopause (Jalilah & Prapitasari, 2020).


Menopause adalah peristiwa berhentinya siklus menstruasi pada

wanita yang terjadi secara bertahap sampai pada penurunan fungsi

ovarium sehingga pada wanita ini tidak dapat lagi menghasilkan

keturunan Menurut Tika Larasati (2012) dalam Rudi Karmi (2021).

2. Fase Klimakterium

Klimakterium adalah fase dalam penuaan wanita atau sebagai

transisi dari fase reproduksi ke non-reproduksi. Fase ini merupakan fase

fisologis, namun banyak orang yang tidak mengerti akan efek negatif yang

ditimbulkan yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Studi Murabito

et al menunjukkan bahwa risiko kardiovaskular meningkat selama tahap

premenopause karena terjadi defisiensi hormon estrogen yang memicu

gejala fisik dan psikis pada wanita sehingga dapat mempengaruhi aktivitas

harian maupun kualitas hidupnya (Koeryaman & Ermiati, 2018)

( Murabito, et al., 2019).

Klimakterium merupakan suatu masa peralihan yang dilalui

seorang perempuan dari masa reproduksi ke masa non-reproduktif.

Klimakterium dimulai dari enam tahun sebelum menopause dan berakhir

6-7 tahun setelah menopause. Masa klimakterium terjadi selama kurang

lebih 13 tahun. Masa ini terjadi pada usia 40-65 tahun (Kasdus, 2012).

Masa klimakterium menurut Baziad (2011) meliputi: premenopause,

perimenopause, menopause dan postmenopause.


a. Premenopause

Fase premenopause adalah fase seorang wanita akan mengalami

kekacauan pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan, terjadi

perubahan fisik. Berlangsung selama 4-5 tahun. Fase ini terjadi pada

wanita usia 48-55 tahun. Manuaba ( 2009) dalam Anni Suciawati (2021).

Fase antara usia 40 tahun dan dimulainya dan ditandai dengan siklus

haid yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan

jumlah darah haid yang relative banyak dan kadang-kadang disertai nyeri

haid (dismenorhea). Pada perempuan tertentu telah timbul keluhan

vasomotorik dan keluhan sindrom prahaid atau sindrom premenstrual

(PMS).

b. Perimenopause

Merupakan fase peralihan antara premenopause dan

pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur.

Pada kebanyakan perempuan siklus haidnya >38 hari dan sisanya <18 hari.

Sebanyak 40 % perempuan siklus haidnya anovulatik dan pada umumnya

perempuan telah mengalami berbagai jenis keluhan klimakterik.

c. Menopause

Menopause merupakan periode dimana seorang perempuan tidak

terjadi menstruasi selama 12 bulan akibat dari tidak efektifnya folikel sel

telur dan dijumpai kadar FSH darah >40 mIU/ml dan kadar estradiol <30

pg/ml (Bazaid,2003). Sebagian besar perempuan umumnya akan


mengalami menopause usia antara 45-50 tahun dan merupakan peristiwa

alami yang terjadi pada seorang (Rostiana ,2009)

d. Postmenopause

Postmenopause periode setelah perimenopause sampai senium.

Masa yang berlangsung lebih 3 sampai 5 tahun setelah menopause.

Ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol berada

antara 20-30 pg/ml, dan kadar hormon gonadotropin biasanya

meningkat (Baziad, 2011).

3. Aspek Fisiologis Premenopause

Premenopause merupakan tahap peralihan proses biologi yang

dialami perempuan berupa penurunan produksi hormon seks perempuan

yaitu estrogen dan progesteron pada indung telur. Proses berlangsung

tiga sampai lima tahun yang disebut masa klimakterik atau

premenopause. Menjelang menopause persediaan telur akan habis dan

ini merupakan salah satu faktor pencetus menopause. Matangnya telur-

telur sejak masa pubertas sampai menopause diatur oleh hormone

hipotalamus dan hipofisis (Retnowati, 2012).

Hipotalamus sering dianggap sebagai otak emosional atau

sebagai otak konduktor sistem endoktrin. Pengendalian ini dapat

menghentikan sistem hormon jika seseorang mengalami stress. Hal

inilah yang menyebabkan bila seseorang mengalami stress siklus

haidnya mundur. Hipofisis memproduksi sejumlah besar hormon, salah

satunya adalah hormon yang membuat seorang manusia menjadi


tumbuh dan berkembang, selain itu hipofisis juga mengendalikan

indung telur atau ovarium. Indung telur selain menyimpan telur-telur

yang belum matang juga memproduksi dua hormon yaitu hormon

estrogen dan progesteron (Retnowati, 2012).

Estrogen hanya menghalangi ovulasi atau pelepasan telur,

sehingga makin lama haid menjadi jarang dan akhirnya akan berhenti.

Walaupun haid sudah mnsebenarnya adalah ketuaan indung telur itu

sendiri sehingga bereaksi terhadap hormon estrogen. Penurunan drastis

kadar hormon estrogen dan progesteron akan diikuti berbagai perubahan

fisik seperti kulit mengendur, inkontinensia (gangguan kontrol

berkemih) pada waktu beraktivitas, jantung berdebar-debar, hot flushes

(peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba), sakit kepala, mudah lupa,

sulit tidur, rasa semutan pada tangan dan kaki, nyeri pada tulang dan

otot. Jangka panjang rendahnya kadar hormon estrogen setelah

menopause menimbulkan ancaman osteoporosis (pengeroposan tukang),

serta peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler (Retnowati, 2012).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Premenopause

Masuknya seseorang dalam fase menopause sangat berbeda-beda.

Perempuan dizigot atau perempuan dengan siklus haid memendek

memasuki menopause lebih awal jika dibandingkan dengan perempuan

yang memiliki siklus haid normal. Memasuki usia menopause lebih awal

dijumpai juga pada perempuan nulipara, perempuan dengan diabetes

mellitus (NIDDM), peroko berat, kurang gizi, perempuan vegetarian,

perempuan dengan sesioekonomi rendah. Perempuan multipara dan


perempuan yang mengkosumsi daging, atau minum alkohol akan

mengalami menopause lebih lambat (Bazaid,2011)

Faktor yang mempengaruhi premenopause menurut Kasdu (2011)

dan Wirakusuma (2013), yaitu:

a) Usia saat haid pertama sekali

Perempuan yang mendapatkan menstruasi pada usia 16 atau 17

tahun akan mengalami menopause dini, sedangkan perempuan yang

menstruasi lebih dini seringkali akan mengalami menopause sampai

usianya mencapai 50 tahun. Artinya, perempuan yang terlambat

mendapatkan menstruasi, akan mengalami menopause lebih awal,

sedangkan perempuan yang cepat mendapatkan menstruasi cenderung

lebih lambat memasuki menopause.

b) Faktor psikis

Perempuan yang tidak menikah dan bekerja diduga

mempengaruhi perkembangan psikis seorang perempuan.

Menurut beberapa penelitian mereka akan mengalami masa

menopause lebih muda, dibandingkan mereka yang menikah dan

bekerja.

c) Jumlah anak

Beberapa penelitian menemukan bahwa makin sering

seorang perempuan melahirkan, maka makin tua mereka

memasuki menopause. Hal ini dikarenakan kehamilan dan


persalinan akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi

perempuan dan juga memperlambat penuaan tubuh.

d) Usia melahirkan

Semakin tua seseorang melahirkan anak, semakin tua ia

memulai memasuki usia menopause. Hal ini terjadi karena

kehamilan dan persalinan akan memperlambat sistem kerja

organ reproduksi. Bahkan memperlambat proses penuaan tubuh.

e) Pemakaian kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi, khususnya kontrasepsi hormonal,

pada perempuan yang menggunakannya akan lama atau lebih tua

memasuki usia menopause. Hal ini dapat terjadi karena cara

kerja kontrasepsi yang menekan fungsi indung telur sehingga

tidak memproduksi sel telur.

f) Penyakit

Perempuan yang mengalami gangguan medis menyebabkan

meningkatnya kadar estrogen, seperti penderita diabetes akan

lambat memasuki masa menopause.


5. Klasifikasi Menopause

Berdasarkan proses terjadinya, menopause dibedakan menjadi

menopasue alamiah (natural) dan buatan (artifisial). Menopause alami

akan dilalui seorang perempuan secara bertahap selama beberapa tahun.

Umumnya menopause alami terjadi pada usia diakhir 40 tahun atau

awal 50 tahun. Menopause buatan adalah menopause yang terjadi akibat

prosedur medis seperti pembedahan atau penyinaran. Menopause akibat

pembedahan terjdi akibat histerektomi dan ooforektomi bilateral.

Pengangkatan ovarium dilakukan sebagai tindakan preventif terhdap

karsinoma ovarium (Bobak dalam Abernety, 2011).

Menopause juga dibedakan berdasarkan kelainan jadwal

menopasue mencakup menopause yang terjadi terlalu dini

(menopasue prematur) maupun menopause yang terlambat.

a. Menopause prematur

Menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun disebut

menopause prematur atau menopause dini. Faktor-faktor yang

dapat menyebabkan menopause prematur adalah herediter,

gangguan gizi yang cukup berat, penyakit-penyakit menahun

dan penyakit-penyakit yang merusak jaringan kedua ovarium.

Faktor lain yang dapat menyebabkan menopause prematur

adalah kebiasaan merokok (Sastrawinata dalam Abernethy,

2011).
b. Menopause terlambat

Batas usia menopause yaitu 52 tahun, apabila seorang

perempuan masih mendapat menstruasi di atas usia 52 tahun di

sebut menopause terlambat dan diindikasikan untuk

penyelidikan lebih lanjut penyebab dari menopause terlambat

adalah fibromioma uteri dan tumor ovarium yang menghasilkan

estrogen (Sastrawinata dalam Abernethy, 2011).

6. Perubahan yang Terjasi Selama Premenopause

Sastrawinata (2011) mengungkapkan bahwa perempuan yang

akan memasuki masa premenopause akan mengalami perubahan-

perubahan, diantaranya:

a. Perubahan organ reproduksi

Ovarium dan uterus lambat laun mengecil dan

endometrium mengalami atrofi. Walaupun demikian, uterus

masih tetap dapat bereaksi terhadapa estrogen. Epitel vagina

menipis dan mamae mulai menjadi lembek. Proses ini

berlangsung terus sampai masa senium.

b. Perubahan hormon

Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya

kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin.

Keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi

hipotalamus-hipofisis. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi

kopurs luteum. Kemudian, turunnya produksi steroid ovarium


menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik terhadap

hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH.

Dari kedua gonadotropin ini, ternyata yang paling mencolok

peningkatannya adalah FSH.

c. Perubahan vasomotorik

Perubahan ini dapat muncul sebagai gejolak panas (hot

flushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, desing

dalam telinga, perubahan tekanan darah, berdebar-debar, susah

bernafas, jari-jari atrofi dan gangguan usus.

d. Perubahan emosi

Perubahan emosi muncul dalam bentuk mudah

tersinggung, depresi, kelelahan, semangat berkurang, dan susah

tidur.

7. Keluhan-keluhan yang Terjadi Selama Premenopause

Perubahan-perubahan yang terjadi selama premenopause

berdampak pada kelemahan fisik dan psikis.

a. Fisik

Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari

premenopause adalah menstruasi menjadi tidak teratur, hot

flushes, insomnia, palpitasi dan rasa lemah, gangguan seksual.

Gejala-gejala saluran kemih seperti nyeri saat berkemih, infeksi


saluran kemih dan inkontinensia (Glasier & Gebbie, 2012).

Menurut Baziad (2011), ketika seorang perempuan memasuki

masa premenopause, fisik memiliki ketidaknyamanan seperti

rasa panas (hot flushes), jantung berdebar, gangguan tidur, sakit

kepala, cepat lelah, kesemutan, berat badan bertambah, nyeri

tulang dan otot.

Hot flushes adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah

dan tubuh bagian atas seperti leher dan dada. Hot flushes terjadi

pada malam hari, dan menyebabkan keluarnya keringat, terjadi

selama beberapa detik atau menit, tetapi ada juga yang

berlangsung selama satu jam. Hot flishes berlangsung selama 2-5

tahun ketika perempuan akan memasuki usia menopause atau

pada saat menopause dan akan menghilang sekitar 4-5 tahun

pasca menopause (Kasdu, 2011).

Perubahan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan

estrogen dapat menyebabkan perubahan sistem pertahanan kulit,

sehingga mudah terkena penyakit kulit (dermatosis).

Kekurangan estrogen juga menyebabkan perubahan mulut dan

hidung. Selaput lendirnya berkerut, aliran darah berkurang,

terasa kering dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air liur

juga mengalami perubahan (Baziad, 2011).

Gangguan seksual terjadi karena penurunan kadar

estrogen yang menyebabkan vagina menjadi atropi, kring, gatal,

panas dan nyeri saat aktivitas seksual (dispareunia) karena


setelah menopause sekresi vagina berkurang. Disamping itu

dinding vagina menjadi tipis, elastisitasnya berkurang dan

menjadi lebih pendek serta lebih rendah, akibatnya terasa tidak

nyaman dan nyeri selama aktivitas seksual. Atropi vagina

menjadi 3-6 bulan setelah menopause dan gejalanya dirasakan

selama lima tahun menopause. Atropi juga dapat terjadi pada

saluran kemih bagian bawah. Hilangnya tonus otot uretra akibat

menurunnya kadar estrogen, akibatnya terjadi gangguan

penutupan uretra dan perubahan pola aliran urin menjadi tidak

normal sehingga fungsi kandung kemih tidak dapat dikendalikan

(inkontinensia urin) dan mudah terjadi infeksi pada saluran

kemih bagian bawah (Kasdu, 2011).

Perempuan premenopause sering juga mengeluh nyeri

otot dan sendi. Timbulnya osteoporosis dan osteoatritis dapat

terjadi akibat penurunan hormon estrogen. Selain itu penurunan

kadar estrogen juga berpengaruh pada jaringan kolagen yang

berfungsi sebagai jaringan penunjang pada tubuh. Hilangnya

kolagen menyebabkan kulit menjadi kering dan keriput, rambut

rusak dan rontok, gigi mudah goyang dan gusi berdarah,

sariawan, kuku rusak, serta timbulnya rasa sakit pada persendian

(Kasdu, 2011).

Bagi perempuan begitu memasuki usia premenopause

akan timbul berbagai macam keluhan yang sangat mengganggu

dan beberapa tahun setelah menopause dapat terjadi berbagai


macam penyakit, seperti kangker endometrium, kangker

ovarium, kangker serviks, kangker payudara dan kangkervagina.

Gangguan tubuh lainnya akibat penyakit degeneratif, seperti

diabetes dan jantung, faktor genetik dan gaya hidup juga

berpengaruh. Hipertensi, dimensia juga ditemukan pada masa

premenopause dan postmenopause disebabkan karena penurunan

kadar hormon steroid. Kelainan lain seperti sulit berkonsentrasi,

hilang fungsi memori jangka pendek dan beberapa kondisi yang

berhubungan dengan kelainan psikologis (Kasdu, 2011).

b. Psikologis

Perubahan-perubahan psikologis yang menyertai gejala

premenopause sangat mempengaruhi kualitas hidup seorang

perempuan dalam menjalani masa premenopause. Perubahan

yang terjadi pada perempuan premenopause adalah perubahan

mood, irritabilitas, kecemasan, labilitas emosi, merasa tidak

berdaya, penurunan ingatan, konsentrasi berkurang, sulit

mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Glasier &

Gebbie, 2012). Banyak perempuan mengeluh masalah psikologis

saat premenopause, tetapi sulit untuk menentukan apakah

masalah ini timbul akibat defisiensi atau merupakan faktor

sekunder akibat gejala lain. Keringat malam yang

berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan pola tidur, yang

akhirnya menyebabkan gangguan konsentrsi, ingatan yang


kurang baik, perubahan alam perasaan (depsresi), keletihan,

perasaan tidak berharga dan kesulitan membuat keputusan

(Abernethy, 2011).

Keluhan psikis sifatnya sangat individual yang

dipengaruhi oleh sosial budaya, pendidikan, lingkungan dan

ekonomi. Keluhan fisik maupun psikis itu tentu saja akan

mengganggu kesehatan perempuan yang bersangkutan termasuk

perkembangan psikisnya. Selain itu, bisa memengaruhi kualitas

hidupnya (Rostiana dalam Riskesdas, 2013). Keadaan

premenopause secara menetap membawa konsekuensi kesehatan

baik fisik maupun psikis yang dapat menjadi fatal bila tidak

ditangani dengan serius. Fungsi reproduksi yang menurun

menimbulkan dampak yaitu ketidaknyamanan dalam menjalani

kehidupan. Bagi sebagian perempuan premenopuase

menimbulkan rasa cemas dan risau. Hal ini akan menjadi

tekanan dan semakin memberatkan apabila perempuan tersebut

selalu berpikiran negatif (Aprilia & Puspitasari, 2011).

8. Upaya yang Dilakukan dalam Menghadapi Menopause

Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi

menopause yaitu dengan pola makan yang tepat dan aktivitas fisik

yang cukup. Kehilangan estrogen pada perempuan menopause

menimbulkan berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung dan

osteoporosis. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan-

keluhan yang terjadi, seperti: mengkonsumsi makanan yang bergizi


dan pengaturan diet (tinggi kalsium dan rendah lemak), menghindari

peningkatan berat badan, olahraga dan tidur yang teratur,

mengurangi kenaikan tekanan darah, mencari ketenangan dan

menjauhkan diri dari pekerjaan yang menjemukan (WHO, 2012).

Rosenthal (2011) mengungkapkan bahwa hal-hal yang harus

diperhatikan dalam menghadapi menopause adalah kebutuhan kalori

dan zat gizi harus cukup, makanan yang tinggi serat dan rendah

lemak, makanan yang tinggi kalsium dan zat besi, vitamin A, C dan

E untuk antioksidan, vitamin D untuk penyerapan kalsium, vitamin

B kompleks. Hindari kafein, kopi, alkohol dapat menghamba

absorbsi kalsium. Selain pola makan yang tepat dan aktivitas fisik

yang cukup juga dapat dilakukan terapi sulih hormon atau Hormon

Replacement Therapy (HRT) merupakan pilihan untuk mengurangi

keluhan-keluhan yang timbul pada perempuan yang mengalami

menopause (Baziad, 2011). Pengobatan dapat dilakukan dengan cara

pemberian estrogen seperti estriol, selama 21 hari berturut-turut

disusul dengan masa istirahat selama 7 hari. Selama masa istirahat

diperhatikan apakah keluhan-keluhan telah hilang atau menetap.

Jika keluhannya hilang maka pengobatan dapat dihentikan, tetapi

jika menetap maka pengobatan dilanjutkan. Pada pemakaian jangka

panjang, pengaruhnya terhadap endometrium dan payudara sangat

lemah, sehingga jarang terjadi perdarahan maupun keganasan

(Jacoeb, 2011).
Penggunaan estrogen jenis lain, seperti etinil estradiol maupun

estrogen konjugasi perlu digabung dengan progesteron. Alternatif

lain dengan fitoestrogen yang terdiri dari: Isoflavon (genisein,

daidzein dan glycetein) banyak ditemukan dalam legumes

(tumbuhan polong terutama kedelai dengan produk olahannya susu,

tempe, tahu); Coumestan (coumesterol) banyak ditemukan alam

tauge; Lignan (matairesional, secoisolariciresional, enteroldiol)

banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, biji-bijian (sereal)

(Jacoeb, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Aprilia dan Puspitasari (2011)

tentang faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada

perempuan premenopause. Hasilnya menunjukan bahwa faktor yang

berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kecemasan pada

perempuan premenopause adalah pengetahuan, sikap, dukungan

keluarga, kondisi ekonomi dan gaya hidup. Namun, karakteristik

sosial budaya yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan

tidak menunjukan pengaruh yang signifikan. Kesimpulan dari

penilitian tersebut adalah semakin baik faktor yang berpengaruh

secara signifikan, maka semakin rendah tingkat kecemasan yang

dialami.
B. Pengetahuan

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai

penggunaan panca indera. ( Mubarak,2012). Menurut Wahit dan kawan-

kawan (2000 dalam Mubarak, 2012) pengetahuan adalah merupakan

hasil mengingat satu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang

dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi

setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan timbul karena adanya sifat ingin tahu yang

merupakan salah satu sifat yang pada umumnya dimiliki oleh semua

orang.

Menurut (Notoatmodjo, 2012), pengetahuan (knowledge) adalah

hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertayaan “what”,

misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Dengan kata

lain pengetahuan itu dapat menjadi ilmu dan kriteria :

1. Mempunyai objek kajian, metode pendekatan, disusun secara

sistematis, bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum)

(Agung, 2019).

Pengetahuan tentang premenopause merupakan faktor yang

menentukan seseorang tersebut dapat menerima terjadinya masa

premenopause sebagai perubahan yang wajar yang akan dialami setiap

perempuan dan tidak perlu melakukan pengobatan atau harus

menimbulkan rasa kecemasan yang berlebihan dan dengan pengetahuan

tentang premenopause yang cukup maka ibu dapat mengenal perubahan-


perubahan yang terjadi dalam diri mereka sehingga dapat mempersiapkan

diri lebih awal dan dapat menentukan sikap yang positif dalam

menghadapi masa menopause, semakin bertambahnya pengetahuan

tentang premenopause maka semakin baik pula sikap yang dilakukan

dalam menghadapi masa premenopause sehingga dapat mengurangi

dampak dari syndrome menopause (Wawan & M, 2018).

Pengetahuan tentang menopause pada wanita yang akan

mengalami masa menopause sangatlah penting untuk mengetahui

menopause itu seperti apa, tanda dan gejala menopause seperti apa, serta

penatalaksanaan terdahadap keluhan yang terjadi pada menopause.

Dengan adanya pengetahuan tersebut, wanita yang akan mengalami

menopause akan lebih siap secara psikologis untuk memasuki masa

menopause dan bias melakukan pengangan terhadap keluhan yang akan

terjadi (Narajo, 2014).

Pengetahuan wanita tentang menopause perlu diperhatikan karena

akan dapat menemubuhkan efek positif pada penataan kondisi psikologis.

Kesiapan mental dan pengetahuan yang cukup akan memudahkan

seseorang dalam mengontrol depresi, kecemasan, serta gangguan

emosional. Salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman wanita

tentang menopause adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan

berupa konseling yang bertujuan memberikan informasi agar dapat

memperoleh pemahaman diri yang lebih baik, mampu mengontrol diri,

dan dapat mengarahkan diri dalam pemecahan masalah dan memperbaiki

tingkah laku di masa yang akan datang. Seorang wanita yang sudah
merasa siap dalam menghadapi gejala pada saat menopause akan

membantu menekan keadaan psikologisnya supaya tidak mengalami

kecemasan. Hasil penelitian menunjukkan konseling menopause oleh

bidan konselor berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan tentang

menopause (Nurfajriah, 2017) (Siti Rofi’ah, Lili Pusparani, 2019).

a. Pengetahuan Persiapan Fisik

Pendidikan yang tinggi membuat minat ibu menjadi tinggi untuk

mengetahui secara dini persiapan fisik maupun psikis memasuki masa

menopause. Dalam hal ini pendidikan ibu dibedakan atas ibu yang

berpendidikan SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi. Semakin tinggi

pendidikan ibu, maka hasil yang diharapkan memiliki pengetahuan baik.

Pendidikan merupakan suatu usaha seseorang untuk mendapatkan

pengetahuan atau ilmu untuk mendapatkan pengetahuan atau ilmu dan

dapat mengembangkan kemampuan di dalam dan diluar sekolah. Dalam

Notoatmodjo 2015, menyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan individu dalam menerima informasi

khususnya bidang kesehatan. Secara umum ada faktor yang

mempengaruhi pengetahuan diantaranya faktor internal (Pengetahuan

dalam diri WUS) dan eksternal (Pengaruh dari luar). Dimana faktor

internal sendiri ibu sudah mengetahui pengetahuan dari persiapan

menopause, sedangkan eksternal dipengaruhi oleh lingkungan yang

mempengaruhi pengetahuan ibu. Tingkat pendidikan tinggi atau rendah

pada setiap wanita memiliki peluang yang sama dalam mendapatkan

pengetahuan tentang persiapan menopause karena persiapan untuk


memasuki masa menopause dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

diantaranya pengetahuan, hubungan interpersonal, maupun keluarga

(Asriati et al., 2019)

b. Pengetahuan Persiapan Psikis

Beberapa wanita ketika menghadapi menopause memiliki perubahan

psikis yang membuat merasa tertekan, menganggap dirinya tidak berguna

lagi, merasa tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami dan merasa

memberatkan keluarga dan orang lain. Perlu diberikan pemahaman kepada

ibu untuk mempersiapkan kondisi psikis menuju masa menopause seperti

bersosialisasi, mengikuti aktivitas menyenangkan, memperbanyak lawan

bicara, mengurangi stres seperti meditasi, mengikuti kegiatan keagamaan

dan mencari teman yang mempunyai kemampuan untuk membantu dan

menceritakan hal yang sama dialami. Suami dan anak diberikan informasi

mengenai perubahan psikis untuk mempersiapkan yang harus dilakukan

ketika menopause terjadi pada ibunya.

Pengetahuan yang cukup tentang menopause dapat membantu wanita

premenopause menyiapkan dirinya menjalani masa menopause, melalui

pengetahuan ini merupakan salah satu peran dalam mempengaruhi

keputusan seorang wanita untuk berperilaku sehat nantinya (Sasrawita,

2017). Pengetahuan merupakan faktor penting dalam membentuk

tindakan seseorang yang berasal dari hasil tidak tahu dan terjadi setelah

orang melakukan penginderaan untuk mempertahankan dan

mengembangkan hidup.
2. Tingakatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), terdapat 6 tingkat pengetahuan yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat kembali memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehesion)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang

suatu objek yang diketahui dan di interprestasikan segera.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan materi

yang sudah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menjelaskan suatu

objek atau materi tetapi masih di dalam struktur benar. Organisasi

tersebut dan masih ada kaitanya satu dengan yang lainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan menghubungkan bagian bagian

didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian erhadap

suatu materi atau objek.

1) Proses terjadinya pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri

terjadi proses sebagai berikut :

a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut

menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap suatu objek stimulasi tertentu.

b. Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau objek

tersebut.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik atau

tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya.

d. Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba

melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di

kehendakinya

e. Adaptasi (adaption), dimana subyek telah berperilaku

baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap

terhadap stimulasi.

2) Cara memperoleh penegtahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman

yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya: media

masa, media elektronik. Menurut Notoatmodjo (2012), dari

berbagai macam cara yang telah digunakan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dapat dikelompokan

menjadi dua yakni


a. Cara Tradisional

Cara tradisional terdiri dari Trial and Eror. Cara ini

dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, pada waktu

itu bila seseorang menghadapi persoalan atau

masalah,upaya yang dilakukan hanya dengan mencoba

coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan

masalah ,apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil

maka dicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil.

Oleh karena itu cara ini disebut metode Trial (coba) dan

Error (gagal atau salah) atau metode coba-salah coba-

coba.

b. Cara Modern dan Cara Ilmiah

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa

ini lebih sistematis, logis dan ilmiah yang disebut

metode ilmiah. Kemudian metode berfikir induktif

bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan

dengan mengadakan observasi langsung, membuat

catatan terhadap semua fakta sehubungan dengan

objek yang diamati (Notoatmodjo, 2012)


3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor yang mempengaruhi

pengetahuan meliputi :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang

atau kelompok dan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan.

b. Informasi / Media massa

Informasi adalah suatu tehnik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis

dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi diperoleh

dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh

jangka pendek maupun jangka pendek sehingga menghasilkan

perubahan dan peningkatan pengetahuan. Semakin berkembangnya

teknologi menyediakan bermacam-macam media massa sehingga dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sering

mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran maka akan

menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang yang

tidak sering menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan

dan wawasannya.
c. Sosial Budaya dan Ekonomi

Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran

apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuanya

walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan

tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu sehingga

status ekonomi akan. mempengaruhi pengetahuan seseorang. Seseorang

yang mempunyai sosial budaya yang baik maka pengetahuanya akan

baik tapi jika sosial budayanya kurang baik maka pengetahuanya akan

kurang baik. Status ekonomi seseorang mempengaruhi tingkat

pengetahuan karena seseorang yang memiliki status ekonomi dibawah

rata-rata maka seseorang tersebut akan sulit untuk memenuhi fasilitas

yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan.

d. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan

kedalam individu karena adanya reaksi timbal balik ataupun yang akan

di respon sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang baik

akan didapatkan pengetahuan yang baik, tapi jika lingkungan yang

kurang baik maka pengetahuan yang didapat juga akan kurang baik.

e. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun

diri sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat

meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang

suatu permasalahan akan membuat orang tersebut mengetahui


bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman

sebelumnya yang telah di alami sehingga pengalaman yang didapat bisa

dijadikan sebagai pengetahuan apabila mendapatkan masalah yang

sama.

f. Usia

Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh

juga akan semakin membaik dan bertambah.

g. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi

materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden kedalam

pengetahuan yang ingin di ukur dan disesuaikan dengan tingkatanya.

Adapun jenis pertanyaan yang dapa digunakan untuk pengetahuan

secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Pertayaan Subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan essay

digunakan dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif dari

penilai,sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari waktu

ke waktu.
b. Pertayaan Objektif

Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda (multiple choise),

betul salah dan pertanyaan menjodohkan dapat dinilai secara pasti oleh

penilain.

C. Kecemasan

1. Pengertian

Cemas dalam bahasa lain “anxius” dan dalam bahasa jerman “angst”

kemudian menjadi “anxiety”yang berarti kecemasan, merupakan satu kata

yang dipergunakan oleh Freud untuk menggambarkan satu efek negatif

dan keterangsangan. Cemas mengandung arti pengalaman psikis yang bisa

dan wajar, yang pernah dialami setiap orang dalam rangka memacu

individu untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi sebaik-baiknya

(Hawari, 2013).

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut tidak tentram disertai

berbagai keluhan fisik. Keadaaan tersebut dapat terjadi dlam berbagai

situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat

menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang, seperti rasa

kosong diperut, sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit

kepala, rasa keinginan buang air kecil dan air besar, perasaan ini disertai

perasaan ingin bergerak untuk lari menghindar hal yang di cemaskan

(Stuart & Sunndeen, 2011).

Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subjektif individual

yang dikomunikasikan secara interpersonal, mempunyai kekuatan


tersendiri dan sulit untuk diobservasi secra langsung (Nursalam, 2011).

Kecemasan yang dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara

interpersonal berada dalam suatu rentang, yaitu:

RENTANG RESPON KECEMASAN

Respon Adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Sumber : Stuart & Laraia (2011)


Berdasarkan penfertian diatas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan adalah reaksi emosional yang timbul oleh penyebab

yang tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman

dan merasa terancam. Keadaan emosi ini biasanya merupakan

pengalaman individu yang subyektif yang tidak diketahui secara

khusus penyebabnya.

Hawari (2013) mengungkapkan bahwa individu yang cemas,

gejalanya didominasi oleh keluhan psikis (ketakutan dan

kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai keluhan fisik. Keluhan

psikis pada individu yang mengalami kecemasan adalah cemas,

khawatir, bimbang, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri dan

mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, gerakan

sering serba salah, mudah terkejut, takut sendirian, takut keramaian

dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang

menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat. Keluhan fisik

seperti rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdengung

(tinitus), jantung berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan,

sakit kepala, semutan, rasa mual, sering buang air seni, diare, rasa

tidak enak di ulu hati, muka merah atau pucat, denyut nadi dan nafas

cepat.

2. Teori Kecemasan
Stuart & Sundeen (2011) menyatakan ada beberapa teori yang

telah dikembangkan untuk menjelaskan terjadinya kecemasan adalah :

a. Faktor Predisposisi

1. Teori Psikonalitik

Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua

elemen kepribadian Id dan superego. Id mewakili dorongan insting

dan impuls primitive seseorang, sedangkan superego mencerminkan

hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya

seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntunan dari dua

elemen yang bertentangan, dan fungsi cemas adalah meningkatkan

ego bahwa ada bahaya.

2. Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari

perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan

interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, seperti perpisahan atau kehilangan, yang menimbulkan

kelemahan fisik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah

mengalami perkembangan kecemasan yang berat.

3. Teori Perilaku

Berdasarkan merupakan teori behavior yaitu (perilaku), segala

kecemasan yang produk frustasi sesuatu mengganggu kemampuan

seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku


menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar

berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.

4. Teori Keluarga

Intensitas cemas yang dialami oleh individu

kemungkinan memiliki dasar genetik. Orang tua yang memiliki

gangguan cemas tanpak nya memiliki resiko tinggi untuk memiliki

anak dengan gangguan cemas. Kajian keluarga menunjukan bahwa

gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dlam suatu

keluarga.

5. Teori perspektif biologi

Kajian biologi menunjukan bahwa otak mengandung

reseptor khusus untuk Benzodiazepines. Reseptor ini mungkin

membantu mengatur kecemasan. Penghambatan asam aminobutirik-

gamma neroregulator (GABA) dan endorfin juga memainkan peran

utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan.

b. Faktor Presipitasi

Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dihindari pada

kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman

ansietas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan

interpersonal. Faktor yang mempengaruhi kecemasan :


1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis

atau gangguan terhadap kebutuhan dasar seperti penyakit fisik,

trauma fisik dan pembedahan.

2. Ancaman terhadap sistem diri meliputi ancaman terhadap identitas

diri, harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta

perubahan status atau peran.

Cemas adalah kondisi yang disebabkan oleh transaksi individu

dengan lingkungannya yang menimbulkan persepsi jarak antara

tuntutan. Tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber

daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Dari

definisi tersebut, Sutherland & Cooper menyimpulkan (Yosep,

2011) :

a. Penilaian Kognitif (cognitive appraisal), stress adalah pengalaman

subyektif yang (mungkin) didasarkan atas persepsi terhadap situasi

b. Pengalaman (experience), suatu situasi yang tergantung pada tingkat

keakraban dengan situasi, keterbukaan semula (exposure), proses

belajar, kemampuan nyata dan konsep reinforcement.

c. Tuntutan (demand), tekanan, tuntutan, keinginan atau rangsangan-

rangsangan yang segera sifatnya yang mempengaruhi cara-cara

tuntutan yang dapat diterima.


d. Pengaruh interpersonal (interpersonal influence), ada tidaknya

seseorang, faktor situasional dan latar belakang mempengaruhi

pengalaman subyektif, respon dan perilaku koping.

3. Faktor yang Mempengaruhi Respon Kecemasan

Stuart dan Sundeen (2011) mengungkapkan bahwa ada faktor-

faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu :

a. Usia

Usia mempengaruhi psikologis seseorang, semakin tinggi usia

semakin baik tingkat kematangan emosi seseorang serta

kemampuan dalam menghadapi berbagai persoalan.

b. Nilai budaya dan spiritual

Budaya dan spiritual mempengaruhi cara pemikiran seseorang.

Religiusitas yang tinggi menjadikan seseorang berpandangan

positif atas masalah yang dihadapi.

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan rendah pada seseorang akan menyebabkan

orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan

seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan

berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah

berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam

menyelesaikan masalah yang baru.

d. Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, penyakit

badan, oeprasi, cacat badan lebih mudah mengalami stress.

Disamping itu orang yang mengalami kelelahan fisik juga akan

mudah mengalami stress.

e. Respon koping

Mekanisme kping digunakan seseorang saat mengalami

kecemasan. Keridakmampuan mengatasi kecemasan secara

konstruktif sebagai penyebab terjadinya perilaku patologis.

f. Dukungan sosial

Dukungan sosial dan lingkungan sebagai sumber koping, dimana

kehadiran orang lain dapat membantu seseorang mengurangi

kecemasan dan lingkungan mempengaruhi area berfikir seseorang.

g. Tahap perkembangan

Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan

intensitas stresor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress

pada tiap perkembangan berbeda atau pada tingkat perkembangan

individu membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik

terhadap stresor.

h. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan

seseorang dalam menghadapi stresor yang sama.

i. Pengetahuan

Ketidaktahuan dapat menyebabkan kecemasan dan pengetahuan

dapat digunakan untuk mengatasi masalah.


4. Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan menurut Hamilton dalam Stuart & Sundeen

(2011) meliputi :

a. Tidak ada kecemasan

Individu dalam keadaan normal, tidak ada kondisi yang berlebih

terhadap rasa tidak aman dan tidak mudah tersinggung

b. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan individu menjadi dewasa

dan meningkatkan lapang persepsinya. Kemampuan melihat dan

mendengar menjadi meningkat. Cemas ringan dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan kretivitas.

c. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan individu berfokus pada

masalah yang sedang dihadapi dan mengesampingkan yang lain

sehingga menyebabkan lapang persepsi menyempit dan

kemampuan melihat dan mendengarnya menurun. Beberapa

kemampuan menjadi tertutup tetapi masih bisa dilakukan dengan

petunjuk.

d. Kecemasan berat

Kecemasan berat sanagt mempengaruhi lapang persepsi

individu. Individu cenderung berfokus pada hal-hal kecil dan tidak

dapat berfikir tentang hal lain. Kecemasan muncul beberapa kali


dan sulit dikendalikan sebab kecemasan tersebut berupa kejadian

yang mungkin akan membahayakan masa depannya. Kondisi ini

kebanyakan akan mempengaruhi aktivitasnya sehari-hari.

e. Panik

Pada tingkat ini lahan persepsi sudah tertutup dan orang

bersangkutan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah

diberi pengarahan. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,

penurunan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

gangguan persepsi, kehilangan kemampuan berfikir secara

rasional. Panik merupakan pengalaman yang menakutkan dan bisa

melumpuhkan seseorang.

Frued dalam Andri dan Dewi (2012) membagi kecemasan menjadi

tiga, yaitu :

a. Kecemasan realitas atau oobjektif, yaitu ketakutan terhadap

bahaya yang datang dari dunia nyata. Kecemasan seperti ini

misalnya ketakutan terhadap kebakaran, angin tornado, gempa

bumi atau binatang buas.

b. Kecemasan neurotik, yaitu kecemasan terhadap tidak

terkendalinya naluri yang menyebabkan seseorang melakukan

tindakan yang bisa mendatatngkan hukuman baginya.

Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik

antara pemuasan instingtual dan realitas.

c. Kecemasan moral, yaitu ketakutan terhadap hati nurani.

Misalnya, seseorang yang hati nuraninya berkembang dengan


baik cenderung merasa berdosa jika melakukan sesuatu yang

betentangan dengan kode moral yang dimilikinya.

5. Respon Terhadap Kecemasan

Respon terhadap kecemasan meliputi respon fisiologis, perilaku,

kognitif, dan afektif (Stuart, 2011).

a. Respon fisiologis

Respon kecemasan terhadap kardiovaskuler seperti palpitasi,

jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan,

pingsan, tekanan darah menurun. Respon kecemasan terhadap

sitem pernafaan seperti nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada

dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan dan sensasi

tercekik.

Respon kecemasan terhadap sistem neuromuskular adalah reflek

meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,

gelisah, mondar mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai

lemah. Respon kecemasan terhadap sistem gastrointestinal seperti

kehilangan nafsu makan, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati,

diare.

Respon kecemasan terhadap sistem perkemihan seperti tidak

dapat menahan kencing, sering berkemih. Respon kecemasan

terhadap kulit seperti wajah kemerahan, berkeringan setempat

(telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah

pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku
Respon kecemasan terhadap perilaku seperti gelisah, ketegangan

fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi,

cenderung mengalami cidera, menarik diri dari hubungan

interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar,

hiperventilasi, sangat waspada.

c. Respon kognitif

Respon kecemasan pada kognitif seperti perhatian terganggu,

konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam pemberian penilaian,

hambatan berfikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun,

bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas,

takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cidera

atau kematian, kilas balik, mimpi buruk.

d. Respon afektif

Respon kecemasan pada afektif seperti mudah terganggu, tidak

sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran,

kecemasan, mati rasa, rasa bersalah dan malu

6. Alat Ukur Kecemasan

Mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan,

sedang, berat atau panik dengan menggunakan alat ukur kecemasan,

yaitu Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Hamilton Anxiety

Rating Scale (HARS) digunakan untuk melihat tingkat keparahan


terhadap gangguan kecemasan seorang pasien. HARS terdiri 14 item

penilaian (Hamilton dlaam Hidayat, 2011), yaitu :

a. Anxious mood: menunjukan ketakutan ynag luar biasa terhadap

ketidakpastian masa depan, merasa khawatir, merasa tidak aman,

mudah tersinggung, dan kecemasan

b. Ketegangan (tension): menunjukan ketidakmampuan pasien untuk

bersikap rileks, tidak nervous, ketegangan, gemetaran, dan

kepenatan.

c. Ketakutan (fear): menunjukan ketakutan pasien di keramaian,

terhadap binatang, di tempat umum, keramaian lalu lintas, orang

asing, kegelapan kerumunan orang banyak.

d. Sulit tidur (insomnia): menunjukan pengalaman pasien terhadap

pasie terhadap durasi tidur dan kepulasan tidur selama 3 malam

sebelumnya. Catatan : tanpa penggunaan obat penenang.

e. Sulit konsentrasi dan daya ingat: menunjukkan ketidakmampuan

pasien untuk berkonsentrasi, mengambil keputusan terhadap

kejadian sehari-hari, dan lemahnya daya ingat

f. Depressed modd: menunjukan komunikasi pasien baik secara

verbal maupun non-verbal tentang kesedihan, depresi, tanpa

harapan, kemurungan, dan ketidakberdayaan.

g. Gejala-gejala somatik umum (motorik): pasien merasa lemah,

sakit, ketegangan otot seperti pada bagian leher dan rahang


h. Gejala-gejala somatik umum (sensorik): pasien merasa penat dan

lemah, atau mengalami gangguan fungsi perasa seperti: tinnitus,

mata kabur, sensasi panas dingin dan keringat buntat

i. Gejala-gejala yang berhubungan dengan jantung (cardiovaskuler):

termasuk tachycardia, jantung berdebar, tekanan pada bagian dada,

dentaman pada bagian pembuluh darah, dan perasaan seakan ingin

pingsan.

j. Gejala-gejala yang berhubungan dengan pernafasan: seperti sesak

nafas atau kontraksi pada tenggorokan atau dada, atau rasa seperti

tercekik.

k. Gejala-gejala yang berkaitan dengan usus (Gastro-intestinal):

seperti sulit menelan, merasa ada tekanan pada bagian perut,

gangguan pencernaan (rasa panas pada perut, sakit perut

berhubungan dengan makanan, mual dan muntah), perut terasa

keroncongan dan diare.

l. Gejala-gejala yang berhubungan dengan saluran kencing (Genito-

urinary): termasuk gejala-gejala non-organik atau psikis, seperti:

sering atau susah buang air kecil, menstruasi tidak teratur,

anorgasmia, ejakulasi dini

m. Gejala-gejala otonomik lainnya, seperti: mulut terasa kering, pucat,

sering keluar keringat dingin dan pusing

n. Sikap pada saat wawancara seperti: pasien kelihatan tertekan,

nervous, gelisah, tegang, suara gemetar, pucat, keluar keringat.


Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai

dengan kategori:

0 = cemas (jika ditemukan tanda-tanda kecemasan)

1 = tidak cemas (jika tidak ditemukan tanda-tanda kecemasan)


D. Aspek Psikologis Premenopause

Perempuan yang menghadapi periode menopause, munculnya masalah

psikologis sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada aspek fisik-fisiologis

sebagai akibat dari berkurang dan berhentinya produksi hormon estrogen. Pada

perempuan yang mengalami premenopause keluhan yang sering dirasakan antara

lain: merasa cemas, takut, lekas marah, mudah tersinggung, sulit konsentrasi,

gugup, merasa tidak berguna, tidak berharga, stress dan bahkan ada yang

mengalami depresi. Berat ringannya stress yang dialami perempuan dalam

menghadapi dan mengatasi menopause sangat dipengaruhi oleh bagaimana

penilaiannya terhadap menopause. Penilaian individu terhadap peristiwa yang

dialami ada yang negatif dan ada yang positif (Hawari, 2013).

Perempuan yang menilai atau menganggagap menopause itu sebagai

peristiwa yang menakutkan dan berusaha untuk menghindarinya, maka stress pun

sulit dihindari. Besar kemungkinannya terjadi karena ia kurang mempunyai

informasi yang benar mengenai seluk beluk menopause. Sebaliknya bagi

perempuan yang menganggap menopause sebagai suatu ketentuan Allah

(Sunnatullah) yang akan dihadapi semua perempuan, maka ia tidak akan

mengalami stress dan menghadapinya dengan penuh penerimaan dan keikhlasan

sehingga sebagai gangguan fisiologis yang dialaminya tidak berdampak pada

gangguan psikologis (Hammasa dalam Retnowati, 2011).


E. Kesiapan Perempuan Saat Menghadapi Menopause

Nughara (2011) menyatakan bahwa kesiapan perempuan saat

menghadapi menopause dipengaruhi oleh:

a. Psikis

Pikiran-pikiran negatif mengenai menopause, bahwa menopause

adalah permulaan memasuki usia tua, hilangnya kualitas feminism

dan seksualitas perempuan dapat mempengaruhi kesiapan

perempuan dalam menghadapai menopause

b. Peran Keluarga

Kurangnya dukungan dan perhatian keluarga pada perempuan

yang mulai memasuki masa menopause dimana mulai mengalami

gejala-gejala menopause, dapat mempengaruhi kesiapan mereka

dalam menghadapi menopause

c. Informasi

Kurangnya informasi yang didapat mengenai menopause dapat

menyebabkan pandangan yang negatif terhadap menopasue

sehingga mempengaruhi kesiapan perempuan dalam menghadapi

menopause.

d. Budaya

Budaya juga ikut berpengaruh terhadap kesiapan menghadapi

menopause, contohnya pada budaya Patriarki dimana menopause

langsung dikaitkan dengan ketidakmampuan perempuan dalam

memberikan kepuasan seksual pada laki-laki.


F. Kerangka Teori
Faktor yang
Tingkat Kecemasan memepngaruhi
perubahan pada perempuan pengetahuan
menopause  Tidak ada
kecemasan  Pendidikan
 Perubahan Fisik  Pekerjaan
 Kecemasan ringan
 Perubahan  Pengalaman
 Kecemasan sedang
Psikologis  Usia
 Kecemasan berat
 Panik  Paparan media
masa
 Ekonomi
 Hubungan sosial

Faktor yang mempengaruhi


kecemasan

 Pengetahuan
 Usia Pengetahuan tentang
 Pendidikan menopause
 Keadaan fisik
 Pengertian
 Respon Koping
menopasue
 Dukungan sosial
 Tanda dan
 Tahap perkembangan gejala
 Pengalaman masa lalu menopause
 Nilai budaya &  Perubahan yang
Spiritual terjadi
 Keluhan
menopause
 Cara mengatasi
keluhan

Gambar 1.0 : Skema kerangka teori dimodifikasi dari Glasier & Gebbie (2012).
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel,

yaitu variabel independen adalah tingkat pengetahuan perempuan tentang

premenopause dan variabel dependent adalah tingkat kecemasan

perempuan dalam menghadapi premenopause.

Variabel Independen Variabel Dependent

Tingkat pengetahuan Tingkat kecemasan


perempuan tentang perempuan dalam
menopause menghadapi menopause

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


B. Definisi Operasional

Tabel 3.2

Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


Independen
Hasil dari tahu setelah Lembar Kuesioner 0 : Rendah Ordinal
Tingkat seseorang melakukan pertanyaan (jika menjawab
pengetahua pengindraan terhadap terdiri atas benar (<75%)
n perihal menopause yang 20
perempuan diukur dengan pertanyaan 1 : Tinggi
tentang
kemampuan responden dengan (jika menjawab
menopause.
menjawab benar alternatif dua benar ≥ 75%-
pertanyaan dari jawaban 100%).
kuesioner. (benar/salah)
(Notoadmodjo, 2012) .
Dependen
Tingkat Respon emosional yang Lembar Kuesioner 0 : Cemas Ordinal
kecemasan tidak baik yang muncul pertanyaan (jika ditemukan
perempuan pada perempuan yang terdiri atas tanda-tanda
dalam akan menghadapi 20 kecemasan)
menghadapi menopause. (Stuart & pertanyaan,
menopause. Sunnden, 2012) yang terdiri 1 : Tidak Cemas
dari 14 (jika ditemukan
kelompok tanda-tanda
gejala, kecemasan).
masing-
masing
kelompok
gejala diberi
penilaian
antara 0-1.
C. Hipotesis

Hipotesis adalah peryataan awal peneliti mengenai hubungan antar

variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian.

Didalam peryataan hipotesis terkadang variabel yang akan diteliti dan hubungan

antar variabel-variabel tersebut (Kelena Kusuma,2015).

Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dalam menghadapi

premenopause di Wilayah kerja Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih

Ha : Ada hubungan antara tingkat kecemasan ibu dalam menghadapi


premenopause di Wilayah kerja Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih
BAB VI

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif

dengan menggunakan pendekatan cross sectional dimana setiap subjek

penelitian yang dilakukan satu kali pengukuran pada saat penelitian dalam

satu waktu yang bersamaan.

Dalam peneliti ini ingin mengtahui gambaran pengetahuan dan

sikap dengan kesiapan ibu dalam menghadapi menopause di wilayah kerja

Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih.

2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Klinik Kimia Farma Pratama

Jatiasih.

2. Waktu Penelitian

Belum dilakukan penelitian.

3. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek yang mempunyai kuantitas dan

krakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono dalam Hidayat, 2012).


Populasi penelitian ini adalah perempuan usia premenopause di wilayah

kerja Klinik Kimia Farma Pratama Jatiasih.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi, atau sampel didefinisikan sebagai bagian dari populasi

yang diambil untuk diketahui karakteristiknya (Hidayat, 2012). Dalam

penelitian yang dilakukan peniliti mengambil sampel dari ibu

premenopause di wilayah kerja Klinik Kimia Farma Pratma Jatiasih.

Agar karakteristik tidak menyimpang dari populasinya, maka

sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria

sampel yang terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria

inklusi adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap anggota populasi

yang dapat diambil sebagai sampel, Sedangkan kriteria eksklusi adalah

kriteria anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2012).

a. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu

dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil

sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu;

1. Mampu berkomunikasi dengan baik

2. Perempuan usia diatas 40 tahun yang belum menopause

3. Dapat membaca dan menulis

4. Ibu bersedia menjadi responden

5. Memiliki suami
b. Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang

tidak dapat diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini yaitu:

1. Tidak mampu berkomunikasi dengan baik

2. Perempuan usia diatas 40 tahun yang sudah mengalami

menopause

3. Tidak dapat membaca dan menulis

4. Tidak bersedia menjadi reesponden

Rumus:

N
n=
1+ N ( d )
2

Keterangan:

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepergayaan yang diinginkan (0,05)

Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang

ditemukan adalah sebagai berikut N=20

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian

(Nursalam, 2012). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan


alat ukur kuesioner, yang berisi pertanyaan untuk mendapatkan data

mengenai hubungan tingkat kecemasan perempuan menjelang menopause.

1. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

dalam pertanyaan-pertanyaan pengetahuan tentang menopause dan

kecemasan perempuan menghadapi menopause yang diisi oleh

responden.

Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket atau kuesioner dengan

beberapa pertanyaan (Hidayat, 2012). Pertanyaan terdiri dari 3 bagian :

a. Kuesioner A

Kuesioner ini terkait dengan identitas responden, yang

terdiri dari lima item yang meliputi : inisial nama, umur,

pendidikan, pekerjaan, jumlah anak dan memiliki suami atau tidak.

b. Kuesioner B

Kuesioner ini terkait dengan pengetahuan responden

mengenai menopause yang terdiri dari 20 pertanyaan, yang

merupakan pertanyaan tertutup atau terstruktur dimana angket

tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya

memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada dengan

alternatif dua jawaban (benar/salah).

c. Kuesioner C

Kuesioner tingkat kecemasan perempuan menghadapi

menopause disusun dengan pedoman pada Hamilton Rating Scale

for Anxiety (HRS-A) yang telah penulis modifikasi kedalam


bentuk pernyataan berdasarkan tanda dan gejala yang terjadi pada

perempuan yang akan mengalami menopause dan bertujuan untuk

mengidentifikasi tingkat kecemasan perempuan menghadapi

menopause.

2. Uji Coba Kuesioner

Setelah instrumen penelitian yang digunakan berupa

kuesioner A,B dan C sebagai alat ukur penelitian selesai disusun

untuk mengukur tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan

tentang menopause. Untuk mendapatkan data yang valid dan

realibel maka kuesioner tersebut harus dilakukan uji validitas dan

reabilitas.

5. Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah proses pengecekan kembali lembar observasi yang

telah diisi, pengecekan yang dilakukan meliputi liputan kelengkapan,

kejelasan, relevasi serta konsistensi jawaban responden. Editing dilakukan

di tempat pengumpulan data, sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian

atau kekurangan pada pengisian data dapat dilengkapi dengan segera.

b. Coding

Coding merupakan suatu metode untuk mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengelolahan dan analisis data menggunakan

komputer.
c. Processing/Entry

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan

pengkodean, maka langkah pengelolahan selanjutnya adalah memproses

data agar dapat dianalisis. Pemprosesan dilakukan dengan cara meng-entry

data dari kuesioner ke program komputer menggunakan SPSS Versi 19.

d. Cleaning data

Cleaning data merupakan proses pengecekan kembali data-data

yang telah dimasukan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama

kesesuaian pengkodean yang dilakukan. Kesalahan mungkin terjadi pada

saat meng-entry data ke komputer.

e. Tabulating

Tabulasi adalah pengelompokan data sesuai dengan tujuan

penelitian kemudian dimasukan dalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap

pertanyaan yang sudah diberi nilai, hasilnya dijumlahkan dan diberi

kategori sesuai dengan jumlah pertanyaan pada kuesioner.

6. Analisa Data

a. Analisis univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel,

baik variabel bebas (Kecemasan, Pendidikan, Ekonomi, Usia, Pekerjaan) dan

variabel terkait (Pengetahuan tentang menopause) dalam bentuk distribusi dan

prosentase.

b. Analisis bivariate
Analisa bivariate dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependen dan independen. Tehnik analisa menggunakan uji spearman rank

yang digunakan untuk menguji hubungan antara variabel dependen dan

variabel independen berskala ordinal (Kelana Kusuma,2015).

Dalam analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji statistik

dengan Spearman dengan derajat kepercayaan 95%. Uji Spearman rank yaitu

mengukur tingkat atau eratnya hubungan antara dua variabel yang berskalam

ordinal dengan menbandingkan nilai p <(0.05) maka ada hubungan yang

bermakna antara variabel dependen dan independen. Sebaiknya jika p >(0.05)

maka tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan

independen.

7. Etika Penelitian

1. Prinsip Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi subyek

penelitian adalah manusia, maka penelitian harus memahami hak dasar

manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya,

sehingga peneliti yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung

tinggi kebebasan manusia. Beberapa prinsip penelitian pada manusia

yang harus dipahami antara lain:

a. Prinsip Manfaat (Beneficience)

Prinsip aspek maka segala bentuk manfaat adalah segala

bentuk penelitian yang dilakukan diharapkan dapt dimanfaatkan

untuk kepentingan manusia. Prinsip ini dapat ditegakkan dengan

membebaskan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan


pada manusia, tidak menjadikan manusia untuk diekspolitasi.

Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan

mempertimbangkan antara aspek resiko dengan aspek manfaat, bila

penelitian yang dilakukan dapat mengalami dilema etik dan

meminimalisir risiko atau dampak yang merugikan bagi subyek

penelitian (nonmaleficiance).

b. Prinsip Menghormati Manusia

Manusia mempunyai hak dan merupakan makhluk yang

mulia yang harus dihormati, karena manusia berhak untuk

menentukan pilihan antara mau dan tidak untuk diikut sertakan

menjadi subyek penelitian.

c. Prinsip Keadilan

Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan

manusia dengan menghargai hak atau memberikan pengobatan

secara adil, hak menjaga privasi manusia dan tidak berpihak dalam

perlakuan terhadap manusia. Penelitian memberikan keuntungan

dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

subyek.

2. Masalah Etika

a. Informed consent (lembar persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

penelitian dengan responden penelitian dnegan memberikan

lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan

sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar


persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent

adalah agar subyek mengerti maksud tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden

tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

b. Anonimity (tanpa nama)

Anonimity merupakan masalah etika keperawatan

merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan

hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentility merupakan masalah etika dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada riset.

Anda mungkin juga menyukai