Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses Menopause berawal dari fase pramenopause, menopause, dan
pascamenopuase. Fase pramenopause merupakan suatu masa transisi seorang
wanita sebelum memasuki masa menopause, masa ini terjadi saat menstruasi
masih teratur hingga memasuki usia menopause. Pada fase ini berlangsung 4
sampai 5 tahun sebelum memasuki usia menopause. (Suparni, 2016).
Dari data World Health Organization, memperkirakan bahwa total wanita
usia 40-49 tahun di Wilayah Asia akan meningkat dari 107 juta jiwa
diperkirakan menjadi 373 juta jiwa pada tahun 2025 (Nursyi IR, 2018).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik. (2021) wanita dalam usia
pramenopause secara statistik menunjukkan jumlah yang signifikan dalam
Negara Indonesia, tercatat sebanyak 19,6 juta wanita yang tergolong dalam
usia pramenopause 40-49 tahun. Jumlah wanita dengan usia pramenopause
khusus di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 633.757 wanita.
Sementara jumlah wanita dengan usia pramenopause di wilayah Kota
Makassar sebanyak 94.300 wanita. Dalam Kecamatan Biringkanaya, jumlah
wanita pramenopause sebanyak 11.412 wanita dalam rentang usia 40-50
tahun. Dari data yang ditemukan jumlah ibu rumah tangga pada Kecamatan
Biringkanaya yang memasuki masa pramenopause mencapai 7.319 wanita.
Terkhusus pada Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya didapatkan jumlah
Wanita pramenopause usia 40-49 tahun sebanyak 46 wanita. (Barasati, 2020)
Wanita yang memasuki fase pramenopause tersebut menghadapi beberapa
perubahan fisik maupun psikologis, hal ini mulai dirasakan saat wanita
berusia 40-49 tahun, yang cenderung di tandai siklus menstruasi yang tidak
teratur, memanjang, keluar darah menstruasi sedikit atau banyak, dan kadang
disertai respon nyeri sehingga gejala ini dapat berdampak negatif pada
kualitas hidup bagi wanita pramenopause (Riyadina, 2019). Fase ini terjadi
akibat wanita pramenopause tidak mampu memproduksi hormon estrogen
yang cukup untuk mempertahankan jaringan yang responsive secara
fisiologis. Berkurangnya kadar hormon esterogen, progerseteron serta
hormon ovarium akan menimbulkan perubahan fisik, psikologis, dan seksual.
(Nugroho, 2013)
Rata - rata wanita di seluruh belahan dunia mengalami sindrom
pramenopause, data menyebutkan di beberapa negara diantaranya: Eropa
mencapai 70-80%, Amerika 60%, Malaysia 57%, China 18%, serta Jepang
dan Indonesia 10%. Catatan tersebut menyatakan bahwa banyak dari
perempuan pada masa menjelang menopause mengalami perubahan fisik
maupun psikologis. Dampak yang dirasakan pada fase pramenopause yakni
wanita merasakan banyak keluhan, tetapi disetiap individu atau wanita
mengalami gejala yang berbeda-beda sebab efek biologis serta reaksi individu
akibat rendahnya estrogen sehingga menimbulkan gejala yang berbeda.
(Indarwati, et al. 2019)
Adapun gejala fisik yang dirasakan oleh wanita pramenopause berupa hot
flushes (semburan panas di wajah), sulit tidur, jantung berdebar dan perut
sering kembung, kulit mulai berkerut, mudah lelah, pusing, bahkan pingsan,
berkeringat di malam hari, suasana hati berubah-ubah, libido atau gairah
seksual menurun (Bustami, 2021). Pada Diagnostic and Statistic Manual
version IV (DSM IV) dari American Phychiatric Assocation, dan
International Classification of Disease-10 (ICD-10) dari WHO, disfungsi
seksual pada wanita ini terbagi menjadi empat kategori yaitu desire disorders
(gangguan minat/ keinginan seksual), arousal disorder (gangguan birahi),
orgasmic disorder (gangguan orgasme), dan sexual pain disorder (gangguan
nyeri seksual). (Ramadani, et al. 2018)
Perubahan fisiologis akibat pramenopause dapat mengganggu aktivitas
dan gairah seksual pada wanita. Akibat perubahan tersebut, kegiatan seksual
menjadi kurang menyenangkan. Rendahnya hasrat yang timbul meskipun
telah diberikan rangsangan oleh pasangannya namum belum juga terjadi
lubrikasi yang mengakibatkan rasa nyeri ketika berhubungan seksual. Wanita
pramenopause menjadi sulit mengalami orgasme tapi mereka cukup puas
dengan kedekatan emosional meskipun sebatas non intercourse seperti
berpelukan, memberikan sentuhan, dan berciuman. (Hartati, et al. 2018)
Dari hasil penelitian (Ardillah, et al. 2016) menyatakan bahwa wanita
pramenopause di Wilayah Pasekan Maguwoharjo yang menjadi sampel
mengalami gejala fisik sebagai berikut : mengalami pusing, kering pada area
kemaluan, mengalami sakit di area pergelangan kaki, mudah tersinggung,
mengalami jantung berdebar-debar, haid yang cenderung tidak teratur, susah
tidur, kadang mengalami gatal di area kemaluan, depresi, mengalami
keputihan, mudah lelah, mudah marah, serta konsentrasi terganggu.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh
yang timbul akibat gejala pramenopause terhadap hubungan seksual wanita
pramenopause. Oleh sebab itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pramenopause terhadap Hubungan Seksual pada Ibu
Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya”.

A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah ada Pengaruh Pra-
menopause terhadap Hubungan Seksual pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah
Kerja Puskesmas Sudiang Raya.”

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh pramenopause terhadap hubungan seksual
pada ibu rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui apa saja yang menjadi pengaruh pramenopause
terhadap hubungan seksual pada ibu rumah tangga di Wilayah Kerja
Sudiang Raya.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui pengaruh pramenopause terhadap hubungan
seksual pada ibu rumah tangga di wilayah kerja puskesmas sudiang raya.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat yang diharapkan oleh peneliti yaitu mampu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti.
b. Bagi masyarakat dapat menambah informasi terkait gejala-gejala
yang timbul pada wanita usia pramenopause.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum umum masing- masing variabel penelitian


1. Pramenopause
a. Definisi Pramenopause
Dalam Wahyuningsih, et al. (2016) Proses kehidupan seorang
wanita akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang akan
menyebabkan banyak perubahan pada fungsi tubuh pada wanita.
Perubahan tersebut akan dialami seiring bertambahnya usia sampai
wanita mencapai siklus kehidupan yang terkahir yang disebut fase
menopause. Pramenopause merupakan suatu masa transisi seorang
wanita sebelum memasuki masa menopause, masa ini terjadi saat
mentruasi masih teratur hingga memasuki usia menopause.
Pramenopause merupakan bagian alami dari kisah kewanitaan. Ini
dianggap sebagai terobosan realitas paruh baya yang ditandai dengan
penurunan reproduksi. Median usia menopause alami bervariasi
menurut kelompok etnis, genetik, demografi, sosial ekonomi, pola
makan, reproduksi, dan perilaku. (Bustami, 2021)
Dalam Melintang, et al. (2015), menyatakan pada saat ini tingkat
produksi hormon estrogen dan progesteron mengalami fluktuasi.
Siklus menstruasi kadang memanjang atau bahkan memendek dalam
masa pramenopause, wanita banyak mengalami gejala yaitu rasa
tidak nyaman saat melakukan hubungan seksual, menurunnya libido
atau gairah serta respon seksual, frekuensi hubungan seksual juga
berkurang.
Pramenopause merupakan suatu masa transisi antara masa
reproduksi dan masa tua. Masa ini biasanya juga disebut sebagai
proses klimakterium, masa ini biasanya terjadi saat usia 40 tahun,
yang ditandai siklus menstruasi yang tidak teratur. (Melintang, et al.
2015)
Status menopause dinyatakan berdasarkan wanita dengan pola
perdarahan menstruasi selama 12 bulan terakhir. Wanita
dikategorikan sebagai premenopause, perimenopause, atau
menopause. “Premenopause” kembali mengalami siklus menstruasi
bulanan yang teratur dengan siklus menstruasi yang terjadi dalam 3
bulan terakhir; “perimenopause” disebut siklus menstruasi tidak
teratur dengan perdarahan menstruasi dalam 12 bulan terakhir tetapi
tidak dalam 3 bulan terakhir; “mati haid” disebut tidak ada
menstruasi untuk jangka waktu minimal 12 bulan. (Chan, et al.
2020)
Rentang usia yang akan dilalui seorang wanita sebelum
memasuki usia menopause menurut Baziad (2003) dalam (Woro
Riyadina, 2019), sebagai berikut :
a. Premenopause dapat dialami saat Wanita usia 40-49 tahun. Fase
premenopuase berlangsung 4-5 tahun sebelum menopause.
b. Perimenopause usia transisi dari fase pramenopause ke
pascamenopause denga rentang usia 45-51 tahun
c. Menopause usia > 50 tahun, dimana Wanita tidak lagi
mengalami menstruasi.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam (Rahayu, et al. 2017) :
a) Fase Virilitas atau memasuki usia lanjut (45-54 tahun)
b) Fase Prasenium atau lanjut usia dini (55-64 tahun)
c) Fase Senium atau usia lanjut (>65 tahun)
d) Lansia berisiko tinggi (70 tahun)
b. Gejala yang dialami Pramenopause
Berdasarkan penelitian (Bustami, 2021) menyatakan, Gejala yang
terkait dengan transisi menopause cukup bervariasi, dan beberapa
variasi gejala juga dilaporkan di antara negara yang berbeda. Pada
fase ini kondisi fisiologi pada wanita telah memasuki proses penuaan
(aging), biasa ditandai dengan penurunan produksi hormon estrogen
dari ovarium. Dengan adanya penurunan hormon dalam tubuh maka
dapat menimbulkan penurunan fungsi tubuh dan mengalami gejala
pramenopause.
Gejala yang akan dialami oleh wanita saat memasuki fase
pramenopause, sebagai berikut : gejala yang paling utama yakni
menstruasi mulai tidak teratur, hot flushes ( semburan panas di
wajah), sulit tidur, jantung berdebar dan perut sering kembung, kulit
mulai berkerut, mudah lelah, pusing, bahkan pingsan, libido atau
gairah seksual menurun, berkeringat di malam hari, suasana hati
berubah-ubah. (Wahyuningsih, et al. 2016)
c. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh wanita
Pramenopause
Berdasarkan penelitian Lawn, et al. (2020) menyatakan, ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan, sebagia berikut :
a. Usia saat Haid pertama kali (Menache)
Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, para ahli
menemukan adanya keterkaitan antara usia menstruasi pertama
(menarche) dengan usia seorang wanita pramenopause.
Sehingga dari hasil penelitian-penelitian ini dapat disimpulkan,
bahwa semakin cepat wanita mengalami menstruasi pertama,
maka jangka waktu wanita memasuki atau mengalami gejala
pramenopause itu semakin lama.
b. Jumlah anak
Beberapa penelitian didapatkan pernyataan bahwa semakin
sering seorang wanita melahirkan maka semakin tua atau lama
wanita mengalami gejala pramenopause.
c. Usia melahirkan
Penelitian yang dilakukan oleh Beth Israel Deaconess
Medical Center in Boston menyatakan bahwa wanita yang
masih melahirkan usia 40 tahun keatas akan memasuki usia
menopause yang lebih tua.
d. Faktor psikis
Perubahan psikologis maupun fisik memiliki hubungan
dengan produksi estrogen, gejala yang menonjol biasanya
berkurangnya tenaga dan gairah, berkurangnya konsentrasi dan
kemampuan akademik, timbulnya perubahan emosi seperti
mudah tersinggung, tidak sabar, sulit tidur, dan lain-lain.
Perubahan tersebut berbeda-beda pada setiap individu,
tergantung dari kemampuan wanita untuk menyesuaikan diri.
e. Social ekonomi
Keadaan social ekonomi dapat mempengaruhi faktor fisik,
kesehatan dan juga pendidikan. Jika faktor tersebut cukup baik,
maka dapat mengurangi beban fisiologis dan psikologis.

2. Hubungan Seksual
a. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Menurut Abd. Kholiq. (2017) menyatakan, sistem reproduksi
merupakan salah satu organ yang dimiliki oleh manusia, organ
reproduksi pria menghasilkan sperma dan organ reproduksi wanita
menghasilkan ovum. Organ atau alat reproduksi pada wanita
merupakan organ berfungsi untuk menghasilkan sel telur serta nutrisi
yang diperlukan untuk menghasilkan keturunan, sebagai sarana
penerima sperma, dan tempat membesarkan janin (mengandung).
Reproductive senescence (penuaan) adalah unik karena mengikuti
percepatan penurunan relatif terhadap fungsi fisiologis lainnya.
Penghentian fungsi reproduksi diamati pada usia kira-kira 50 tahun
namun, jika tidak ada penurunan yang dipercepat ini, dapat
diperpanjang hingga usia 70 tahun. Lebih jauh lagi, penurunan cepat
dalam kemampuan reproduksi ditemukan secara unik pada wanita.
Reproduksi merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan
transfer gen yang mendorong kelangsungan hidup dan dengan
demikian sangat penting untuk kebugaran organisme. Menghentikan
reproduksi dini, yang melepaskan seleksi untuk gen yang mendorong
kelangsungan hidup, adalah non-adaptif. (Chan, et al. 2020)
Alat reproduksi wanita terbagi 2 bagian yakni alat reproduksi
dalam dan luar. Alat reproduksi dalam terletak di dalam rongga perut
sesuai dengan fungsinya yakni mengandung dan melahirkan anak.
Alat reproduksi wanita akan berfungsi sepenuhnya ketika seorang
wanita memasuki masa pubertas.

Gambar 2.1 Anatomi Reproduksi Wanita bagian luar

Organ reproduksi bagian luar pada wanita terdiri dari :


a. Vulva merupakan bagian terluar dari organ reproduksi wanita.
Saluran urin dan saluran reproduksi terletak pada bagian dalam
vulva. Dibagian ujung saluran reproduksi terdapat
hymen/selaput darah. Hymen memiliki banyak pembuluh darah.
b. Labium merupakan bagian yang membatasi vulva. Ada dua
macam labium, yaitu labium mayora (terletak di bagian luar)
dan labium minora (terletak di bagian dalam). Diantara labium
mayora dan minora, dibagian atas terdapat bagian yang disebut
klitoris. Disekitar klitoris terdapat korpus kavernosa yang juga
memiliki banyak pembuluh darah dan ujung saraf perasa.
Alat reproduksi dalam pada wanita terdiri dari:

Gambar 2.2 Organ Reproduksi Wanita bagian dalam

a. Vagina merupakan saluran akhir organ reproduksi wanita yang


bermuara di vulva. Vagina memiliki banyak lender yang
diproduksi oleh kelenjar Bartholin. Lender ini berguna pada saat
koitus dan mempermudah kelahiran bayi.
b. Uterus merupakan rongga besar yang mempertemukan oviduk
kanan dan kiri. Serviks atau leher rahim merupakan bagian
terbawah uterus. Uterus berfungsi sebagai tempat bertumbuh
dan berkembangnya embrio hingga siap lahir. Uterus dibatasi
oleh dinding endometrium akan mengalami penebalan ketika
terjadi kehamilan.
c. Oviduk atau tuba fallopi biasa juga disebut sebagai
infundibulum yang merupakan sepasang saluran yang ujungnya
berbentuk corong.
d. Ovarium merupakan bagian yang mengahasilkan ovum.
Terdapat dua buah ovarium, sebelah kiri dan kanan. (Abd.
Kholiq, 2017)
b. Definisi Hubungan Seksual
Menurut Gahayu. (2015) menyatakan, proses penuaan tidak dapat
dihindari oleh siapapun karena akan terjadi secara progresif,
perlahan dan pasti. Pada proses penuaan seseorang akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Selain itu, terjadi penurunan
kemampuan jaringan dalam memperbaiki atau mengganti diri serta
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Salah satunya
penurunan organ reproduksi pada wanita pramenopause
menimbulkan gejala-gejala yang berpengaruh dalam kesehatan
reproduksi khususnya dalam melakukan aktivitas seksual.
Perubahan umum pada fungsi seksual dengan usia yang lebih tua
termasuk masalah ereksi, seperti ketidakmampuan untuk mencapai
ereksi dan waktu respons yang lebih lambat. (Hinchliff, et al. 2018)
Hubungan seksual merupakan salah satu kebutuhan dalam
kehidupan setiap individu. Hubungan seksual merupakan aktivitas
yang dilakukan untuk memenuhi dorongan seksual untuk
mendapatkan kesenangan organ reproduksi yang dilakukan oleh
pasangan lawan jenis. Saat terjadi perubahan pada salah satu sistem
tubuh, akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi seksual.
Salah satu penyebab yang biasa terjadi yakni menurunnya produksi
hormon estrogen. Jika hormone estrogen telah mengalami penurunan
maka terjadi penurunan libido (gairah seksual menurun), kurangnya
lubrikasi, gangguan orgasme, penurunan fungsi reproduksi yang
mengakibatkan perubahan aktivitas seksual. (Dabrowska, et al.
2019)
Menurut Crooks, Et al (2016) dalam (Oktavia, 2018)
mengemukakan suatu hubungan antara pria dan wanita memiliki
tahap-tahap yang berlangsung dalam kedekatan fisik sebagai
berikut :
a. Bersentuhan (touching)
Perilaku yang terjadi dalam tahap ini secara umum
bergandengan tangan, berpegangan tangan, dan berpelukan
termasuk dalam tahap ini.
b. Berciuman (kissing)
Perilaku seksual yang disebut dalam tahap ini merupakan
ciuman singkat, ciuman lama, hingga ciuman intim atau biasa
juga disebut deep kissing.
c. Bercumbu (petting)
Pada tahap ini terdiri dari sentuhan dan stimulasi terhadap
area-area sensitive dari pasangan. Tahap ini dapat meningkat
dari cumbuan yang ringan hingga cumbuan di daerah genital
(heavy genital petting).
d. Hubungan seksual (sexual intercourse)
Perilaku seksual, dimana biasanya pria mengalami ereksi dan
pada wanita mengalami lubrikasi.
c. Faktor – faktor yang berhubungan dengan seksualitas
Menurut Rosyanti, et al. (2018) terdapat beberapa aspek yang
dapat mempengaruhi seksualitas seseorang, diantaranya :
1. Pertimbangan perkembangan
Proses perkembangan manusia dapat mempengaruhi
beberapa aspek sebagai berikut : aspek psikososial, emosional
dan biologik kehidupan. Ketiga aspek tersebut mempengaruhi
kualitas seksual setiap individu.
2. Kebiasaan hidup sehat dan kondisi Kesehatan
Komponen utam yang dapat berpengaruh dalam mencapai
kepuasan seksual meliputih tubuh, jiwa dan emosi yang sehat.
Ketika seseorang mengalami trauma atau stress mempengaruhi
kemampuan individu dalam melakukan kegiatan atau fungsi
kehidupan sehari-hari serta mempengaruhi ekspresi
seksualitasnya, termasuk penyakit. Apabila seseorang memiliki
kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang baik dan pandangan hidup
yang positif, hal tersebut akan menciptakan kehidupan seksual
yang sejahtera.
3. Peran dan hubungan
Keharmonisan hubungan seseorang dengan pasangan
hidupnya sangat berperan penting dalam mempertahankan
kualitas hubungan seksual, cinta dan rasa percaya. Pengalaman
dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleh dengan
siapa individu tersebut berhubungan seksual dan dipercayainya.
4. Konsep diri
Pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri mempunyai
dampak langsung terhadap seksualitas. Menurut Stuart &
Sundeen, (1991) konsep diri merupakan semua ide, pikiran,
kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang
dirinya yang dapat mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain. Konsep diri ini berkembang secara bertahap
sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang. Dapat
disimpulkan bahwa konsep diri merupakan semua perasaan dan
pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal tersebut
meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup,
kebutuhan serta penampilan diri. Gambaran pribadi seseorang
terhadap dirinya meliputi penilaian diri dan penilaian sosial.
budaya, nilai dan keyakinan.
5. Faktor budaya
Pandangan masyarakat terhadap seksualitas seringkali dapat
mempengaruhi individu. Maing - masing budaya memiliki
norma - norma tersendiri terkait identitas dan perilaku seksual.
Budaya ikut serta dalam menentukan lama hubungan seksual,
cara menstimulasi seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan
seksual.
6. Agama
Pandangan dalam agama tertentu yang diajarkan, juga
memiliki pengaruh dalam mengekspresikan seksualitas
seseorang. Berbagai bentuk dalam mengekspresikan seksualitas
yang diluar kebiasaan dianggap tidak wajar atau berlebihan.
Konsep tentang keperawanan dianggap sebagai kesucian dan
kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
7. Etik
Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone
(1997) dalam (Rosyanti, 2018) tergantung pada terbebasnya
seseorang dari rasa bersalah dan ansietas apa yang diyakini salah
oleh seseorang, dapat saja wajar bagi orang lain.
d. Disfungsi seksual
Seksualitas dapat didefinisikan sebagai kondisi kesejahteraan
fisik, emosional, psikologis, dan social yang berhubungan dengan
hasrat seksual. Aktivitas seksual yang terjadi pada wanita
pramenopause biasanya adanya rasa ketidaknyamanan dalam hal
seksualitas akibat menurunnya libido atau gairah seksualitas. Bukan
hanya itu tetapi faktor yang dapat mempengaruhi fungsi seksualitas
ada 3 faktor yakni faktor fisik, emosional dan social. (Heidari, et al.
2019)
Disfungsi seksual didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
sebagai “gangguan dalam hasrat seksual dan dalam perubahan psiko-
fisiologis yang menjadi ciri siklus respons seksual dan yang
mengakibatkan tekanan yang nyata dan kesulitan interpersonal”.
(Lou, et al. 2017)
Menurut Rosyanti, et al. (2018) Disfungsi seksual merupakan
seseorang yang tidak dapat merasakan secara penuh hubungan
seksual. Secara khusus, dikatakan disfungsi seksual apabila
mengalami gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari
keseluruhan siklus respons seksual yang normal.
Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas
seksual penting bagi kualitas hidup orang dewasa yang lebih tua, dan
hal itu dapat terjadi dan dipengaruhi oleh faktor fisik, psikologis, dan
sosial. Namun, kebanyakan kasus orang dewasa yang lebih tua
memiliki pengalaman kesulitan seksual yang menurun. (Hinchliff et
al., 2018)
e. Siklus respon seksual
Dalam buku Rosyanti, et al. (2018) mengutip beberapa fase
respon seksual, sebagai berikut :
a. Fase perangsangan
Dalam fase ini menunjukkan hasil yang dapat berbentuk fisik
atau psikis. Biasanya fase ini berlangsung singkat, dan
kemudian mengalami fase plateau. Pada tahap biasanya berawal
dari rangsangan erotik maupun non erotik, seperti pandangan,
suara, imajinasi, pikiran, dan mimpi. Kepuasan seksual bersifat
subjektif dan tanda-tanda fisiologis keterangsangan seksual:
pada pria, penis yang membesar yang menandakan bahwa
terjadi peningkatan aliran darah yang memasuki penis,
sedangkan pada wanita terjadi vasocongestion yang berarti
darah mengumpul di daerah pelvis yang menimbulkan lubrikasi
vagina dan pembesaran payudara (putting susu yang menegak).
b. Fase plateu
Fase ini merupakan tahap respon seksual dengan derajat
tertinggi yaitu sebelum mencapai ambang batas yang diperlukan
untuk terjadinya orgasme (periode singkat sebelum orgasme).
c. Fase orgasme
Orgasme merupakan fase dimana perasaan kepuasan seks
dari segi fisik maupun psikologik dalam aktivitas seks sebagai
akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual (sexual
tension) setelah terjadi fase rangsangan yang mencapai fase
plateau. Pada pria, mengalami perasaan akan mengalami
ejakulasi yang tak terhindarkan yang diikuti dengan ejakulasi;
pada wanita, mengalami kontraksi di dinding sepertiga bagian
bawah vagina.
d. Fase resolusi
Dalam fase ini perubahan anatomik dan faal sistem
reproduksi serta bagian luar sistem reproduksi yang sudah
terjadi akan kembali seperti semula. Menurunnya respon
rangsangan pasca-orgasme (terutama pada pria). Sehingga
menimbulkan gangguan yang terjadi pada salah satu siklus
respon seksual diatas dapat menyebabkan terjadinya disfungsi
seksual. Disfungsi seksual dapat terjadi lifelong (seumur hidup)
atau acquired (didapat).
f. Etiologi disfungsi seksual
Disfungsi seksual pada dasarnya dapat terjadi pada pria ataupun
wanita, penyebab disfungsi seksual dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, menurut Rosyanti, et al. (2018) yaitu:
a. Faktor fisik
Gangguan fisik dapat terjadi pada organ, bagian tubuh
tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang
terganggu dapat menjadi salah satu factor yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006). Faktor fisik yang
biasanya mengganggu seks pada masa tua diakibatkan karena
adanya riwayat penyakit yang diderita atau tidak diketahui
gejalanya dari luar. Makin tua usia seseorang maka semakin
banyak orang yang sulit atau gagal mengalami koitus atau
senggama.
b. Faktor psikis
Faktor psikoseksual merupakan semua faktor kejiwaan yang
terganggu dalam diri seseorang. Gangguan yang dapat terjadi
yakni gangguan jiwa seperti depresi, anxietas (kecemasan) yang
mengakibatkan disfungsi seksual. Tetapi apapun penyebabnya,
seseorang akan mengalami masalah psikis yang dapat
memperburuk fungsi seksualnya. Disfungsi seksual yang
dialami oleh pria juga dapat dialami oleh wanita. Masalah-
masalah psikis ada beberapa yakni: perasaan bersalah, trauma
hubungan seksual, kurangnya pengetahuan tentang seks, dan
juga dapat mengakibatkan keluarga tidak harmonis.
g. Minat dan gairah seksual pada pramenopause
Dari hasil penelitian Melintang. (2015) Pada wanita
pramenopause dalam menumbuhkan minat dan gairah dapat
melakukan beberapa hal, yakni :
a. Menggunakan wangi-wangian seperti parfum agar dapat
menumbuhkan minat dan gairah seksual.
b. Melakukan sentuhan langsung dengan pasangannya seperti
berpelukan, berciuman, melakukan percumbuan sebelum
melakukan hubungan seksual.
h. Frekuensi Hubungan Seksual Wanita Pramenopause
Frekuensi hubungan seksual salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas sebuah hubungan. Kebutuhan seksual merupakan
sebuah kebutuhan dasar manusia yang diperoleh dari pasangan, jika
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan menyebabkan frustasi dan
berkurangnya perhatian dari pasangan dalam hal seks. Frekuensi
hubungan seksual yang normal sekitar 2-4 kali/seminggu, sedangkan
pada wanita usia pramenopause biasanya sekitar 1-2 kali/ seminggu.
(Alazizah, 2017)
B. Kerangka Teori

Pramenopause

Gejala – gejala Pramenonapause

Gejala Fisik Gejala Psikis

1. Menstruasi tidak 1. Sulit tidur


teratur. 2. Suasana hati berubah-ubah
2. Hot flushes. 3. Konsentrasi berkurang
3. Perut sering kembung. 4. Mudah tersinggung
4. Kulit mulai berkerut.
5. Libido atau gairah
seksual menurun.
6. Hubungan seksual
Faktor yang dapat
terganggu. mempengaruhi fungsi
seksualitas ada 3 faktor yakni
faktor fisik, emosional dan
(Wahyuningsih, et al. 2016) social.
Berdasarkan kerangka teori diatas dapat diketahui bahwa semua wanita
mengalami masa pramenopause sebagai transisi dengan sedikit
ketidaknyamanan baik fisik maupun psikis, di beberapa wanita biasanya
mengalami banyak gejala-gejala yang tidak nyaman seperti sulit tidur,
suasana hati berubah-ubah, mudah tersinggung, perut sering kembung,
konsentrasi berkurang, dan sebagainya. Apabila gejala-gejala tersebut dialami
maka hal ini akan berpengaruh terhadap hubungan seksual seseorang. Faktor
yang dapat mempengaruhi fungsi seksualitas ada 3 aspek, sebagai berikut :
faktor fisik, emosional, dan juga sosial. (Hartati, et al. 2018)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Dasar pemikiran variabel penelitian


Dalam Yolanda, KR. (2019) menyatakan fase pramenopause merupakan
fase yang dirasakan oleh wanita dalam rentang usia 40 tahun dan masuknya
fase klimakterium. Fase ini ditandai dengan siklus menstruasi mulai tidak
teratur kadang memanjang atau bahkan memendek.
Hubungan seksual merupakan salah satu kebutuhan dalam kehidupan
setiap individu. Hubungan seksual merupakan aktivitas yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan seksual dalam mencapai kesenangan organ reproduksi
yang dilakukan oleh pasangan lawan jenis. Saat terjadi perubahan pada salah
satu sistem tubuh, akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi seksual.
Salah satu penyebab yang biasa terjadi yakni menurunnya produksi hormon
estrogen. Jika hormone estrogen telah mengalami penurunan maka terjadi
penurunan libido atau gairah seksual, kurangnya lubrikasi, gangguan
orgasme, penurunan fungsi reproduksi yang mengakibatkan perubahan
aktivitas seksual. (Dabrowska, et al. 2019)
Berdasarkan landasan teori dalam penyusunan kerangka teori, maka dapat
diidentifikasi beberapa variabel yang terlibat dalam kerangka konsep yang
disusun baik variabel yang bersifat independen maupun dependen, sebagai
berikut :
1. Pramenopause
2. Hubungan seksual
B. Kerangka konsep
Berdasarkan pemikiran variabel penelitian diatas maka terbentuk kerangka
konsep, sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen

Pramenopause Hubungan Seksual

Keterangan :
: Variabel independen
(Mempengaruhi)

: Variabel Dependen
(Dipengaruhi)

: Hubungan antara Variabel

Gambar 3.1 Variabel Penelitian

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


Definisi operasional merupakan variabel penelitian yang bertujuan untuk
memahami arti setiap variabel penelitian dan mengetahui karakteristik yang
akan diamati sebelum dilakukan analisis. Dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap objek atau fenomena tersebut. (Nursalam, 2017)
Tabel 3.1 Operasional Penelitian dan kriteria objektif

Variabel Definisi operasional Alat ukur Kriteria Skala


objektif

Pramenopasue, Merupakan suatu masa Kuesioner Nilai akhir Guttman


transisi seorang wanita dengan 10 akan
sebelum memasuki pertanyaan ditentukan
masa menopause, masa valid. berdasarkan
ini terjadi saat Ya = 2 jumlah skor,
mentruasi masih teratur Tidak = 1 apabila skor
hingga memasuki usia yang
menopause. didapatkan
responden >15
berarti
mengalami
pramenopause.
Dan apabila
jumlah skor <
15 berarti
tidak
mengalami
pramenopause.

Hubungan Merupakan suatu Kuesioner Nilai akhir Guttman


seksual perilaku seksual, yang dengan 11 akan
dimana biasanya pria pertanyaan ditentukan
mengalami ereksi dan valid. berdasarkan
pada wanita Ya = 2 jumlah skor,
mengalami lubrikasi. Tidak = 1 apabila skor
yang
didapatkan
responden >16
berarti ada
pengaruh
pramenopause
terhadap
hubungan
seksual.
Dan apabila
jumlah skor <
16 berarti
tidak tidak ada
pengaruh
pramenopause
terhadap
hubungan
seksual.

D. Hipotesis penelitian
Menurut Nursalam. (2017) terdapat 2 jenis hipotesis, sebagai berikut :
1. Hipotesis Alternative (Ha)
Hipotesis ini menyatakan terdapatnya suatu pengaruh antara dua atau
lebih variabel. Pengaruh tersebut dapat sederhana atau komplek, dan
bersifat sebab-akibat. Adapun hipotesis alternative dalam penelitian ini
adalah adanya pengaruh pramenopause terhadap hubungan seksual pada
ibu rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya. Jika
hasilnya < 0,05 berarti Hipotesis Alternative (Ha) diterima dan Hipotesis
Nol (Ho) ditolak.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis nol (Ho) merupakan hipotesis yang digunakan untuk
pengukuran statistic dan interpretasi hasil statistic. Hipotesis nol dapat
sederhana atau komplek dan bersifat sebab atau akibat. Adapun hipotesis
nol (Ho) dalam penelitian ini adalah tidak ada pengaruh pramenopause
terhadap hubungan seksual pada ibu rumah tangga di Wilayah Kerja
Puskesmas Sudiang Raya.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rencana Desain Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian
kuantitatif, dengan desain penelitian korelasional (prediktif/pengaruh) yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh antar variabel. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional
yang merupakan penelitian non eksperimental dengan menekankan waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen dinilai
secara smultan pada suatu saat dan tidak ada tindak lanjut. (Arif Sumantri,
2011)

B. Waktu dan Tempat penelitian


1. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada 28 juni – 03 juli 2021.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang
Raya, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Menurut Rahmadhani. (2019) menyatakan, populasi merupakan obyek
atau subyek yang memiliki karakteristik tertentu yang sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan oleh peneliti. Populasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang mengalami masa
pramenopause dengan usia 40-49 tahun sebanyak 46 populasi yang ada
di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya.
2. Sampel Penelitian
Menurut Setiawan. (2015) menyatakan, sampel merupakan sebagian
dari jumlah dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
a. Besar sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Ibu rumah
tangga dalam usia pramenopause di wilayah kerja puskesmas
sudiang raya dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang. Teknik
penentuan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
N
n=
1+ N ( d ¿¿ 2) ¿

46
n=
1+ 46(0,1¿¿ 2)¿

46
n=
1+ 46(0,01)
46
n=
1,46
n=31,5=31
Keterangan :
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat signifikan (p) (0,1)
b. Sampling
Menurut Nursalam. (2017) sampling merupakan tahap
menyeleksi jumlah keseluruhan dari populasi untuk dapat mewakili
populasi. Teknik sampling merupakan cara yang dapat digunakan
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-
benar sesuai dengan kebutuhan subjek penelitian. Cara penentuan
sampel dalam penelitian ini adalah Purposive sampling yang
merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara memilih sampel
di antara populasi sesuai dengan yang sesuai kriteria inklusi.
c. Kriteria Sampel
Menurut Sujarweni. (2014) mengatakan kriteria sampel ada dua,
yaitu :
1. Kriteria inklusi :
Kriteria inklusi merupakan beberapa karakteristik umum
yang dimiliki oleh subjek penelitian dari suatu populasi target
dan terjangkau yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
a. Wanita pramenopause yang bertempat tinggal di Wilayah
Kerja Puskesmas Sudiang Raya.
b. Wanita dengan usia 40-49 tahun.
c. Wanita yang memiliki pasangan.
d. Wanita dengan status ibu rumah tangga.
e. Wanita yang bukan akseptor KB Hormonal.
f. Wanita yang bersedia menjadi responden.
2. Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi merupakan mengeluarkan subjek yang tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan kriteria inklusi dari studi
karena berbagai sebab, antara lain :
a. Wanita dengan keadaan yang tidak memungkinkan.
b. Wanita yang menolak untuk berpartisipasi.

D. Alat atau Instrumen Penelitian


Menurut Gahayu. (2015) mengatakan, instrument yang digunakan dalam
penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu cara
pengumpulan data berupa selembaran berisi daftar pertanyaan yang dilakukan
secara offline. Isi kuesioner yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu
kuesioner terkait Data umum, Pramenopause dan Hubungan Seksual.
Kuesioner data umum berisi identitas responden yang terdiri dari 4
kuesioner, untuk kuesioner pramenopause yang berisi gejala-gejala yang
dialami oleh wanita pramenopause terdiri dari 10 kuesioner, kuesioner
tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana responden mengalami
gejala pramenopause. Dan kuesioner hubungan seksual berisi tentang
gangguan yang dialami oleh Wanita pramenopause saat melakukan hubungan
seksual yang terdiri dari 11 kuesioner, kuesioner tersebut bertujuan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh pramenopause terhadap hubungan seksual
dan sejauh mana usia pramenopause mempengaruhi hubungan seksual.
Proses penentuan Instrumen Penelitian :

Identifikasi masalah

Pengambilan data awal

Penyusunan Instrumen

Uji Coba Instrumen

Analisis hasil Uji Coba


Instrumen

Instrument siap digunakan


untuk penelitian

E. Uji Instrumen Penelitian


1. Uji Validitas
Berdasarkan hasil uji validitas pada kuesioner pramenopause yang
diperoleh dari 30 responden dengan 10 pertanyaan dinyatakan valid. Uji
validitas dilakukan melalui koefisien reprodusibilitas yang dimana
hasilnya mendapatkan nilai 0,964 yang berarti > 0,90 sesuai dengan
ketentuan dalam skala guttman. Dan kuesioner hubungan seksual yang
diperoleh dari 30 responden dengan 11 pertanyaan dinyatakan valid.
Hasil uji validitas melalui koefisien reprodusibilitas mendapatkan nilai
0,985 yang berarti > 0,90.
2. Uji Realibilitas
Menurut Sujarweni. (2014) mengatakan, terdapat dua cara dalam
melakukan uji reliabilitas yakni secara eksternal dan internal. Pengujian
dapat dilakukan tes-retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya.
Hasil uji reliabilitas kuesioner hubungan seksual dalam penelitian ini
dilakukan melalui koefisien skalabilitas dengan nilai 0,65 yang berarti >
0,60 sesuai dengan ketentuan dalam skala guttman.

F. Proses Pengumpulan Data


Menurut Nursalam. (2017) Pengumpulan data merupakan tahap
melakukan pendekatan terhadap subyek atau proses pengumpulan
karakteristik subyek diperlukan sesuai dengan penelitian. Pada proses
pengumpulan data, peneliti berfokus pada penyediaan subyek, melatih tenaga
pengumpulan data (jika diperlukan), memperhatikan prinsip-prinsip validitas
dan reliabilitas, serta menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi agar data
dapat terkumpul sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Teknik
pengumpulan data yang akan digunakan yaitu berupa kuesioner.
Proses pengumpulan data :

Mulai

Studi Lapangan

Perumusan Masalah

Studi Literatur

Tujuan

Pengumpulan data

a. Data primer
b. Data sekunder
Pengolahan data

Analisa

Kesimpulan & Saran

Selesai

G. Pengolahan dan Analisis Data


Menurut Gahayu. (2015) Pengelolahan data yang telah diperoleh dari
kegiatan pengumpulan data selama di lapangan dapat memberikan informasi,
sebelum melalui suatu proses pengolahan data, data perlu diolah dan
dianalisis agar mempunyai makna untuk memecahkan masalah.
Data kuantitatif sifatnya numerical, dalam artian belum menggambarkan
apa adanya sebelum dilakukan pengolahan dan analisis lebih lanjut melalui
statistik.
a. Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini:
1. Editing
Pada tahapan ini peneliti melakukan pengecekan isi kuesioner
apakah jawaban sudah lengkap, jelas, relevan, konsisten. Editing
yang dilakukan sejak dilapangan akan menyingkat waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan proses pengolahan data.
2. Coding
Kegiatan untuk merubah data yang bersifat uraian ke dalam
bentuk angka, sehingga memudahkan proses analisis. Dalam
kuesioner penelitian ini menggunakan skala gutmaan yang memiliki
pilihan jawaban Ya dan Tidak. Peneliti memeberikan angka 2 jika
jawabannya Ya dan angka 1 jika jawabannya Tidak.
3. Data entry
Merupakan tahap menginput data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau data base computer, kemudian membuat
distribusi (frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel
kontigensi.
4. Tabulasi
Pada tahapan ini peneliti membuat tabel data yang sesuai dengan
tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.
b. Analisis Data
a. Univariate
Analisis univariate merupakan analisis data yang terkait
dengan variabel yang terdapat dalam sebuah penelitian pada jangka
waktu tertentu. Analisis ini berfungsi untuk meringkas kumpulan
data hasil pengukuran sedemikian rupa sehinggan dari kumpulan
data tersebut dapat diketahui kesimpulannya dan kemudian berubah
menjadi informasi yang berguna. (Sujarweni, 2014)
b. Bivariate
Analisis Bivariat digunakan dalam penelitian ini untuk melihat
pengaruh antara dua variable, yaitu variabel independen dan
dependen dengan menggunakan uji Regresi Linear vbgSederhana.
(Sujarweni, 2014) Sedangkan untuk memutuskan apakah terdapat
pengaruh antara kedua variabel maka digunakan kriteria penelitian,
yaitu :
1) Dikatakan tidak ada pengaruh jika ρ > α 0,05
2) Dikatakan ada pengaruh jika ρ < α 0,05

Rumus Analisis Regresi Linear sederhana


Regresi terdiri dari satu variabel dependen dan satu variabel
independent. Model persamaan regresi linear sederhana memiliki
rumus sebagai berikut :
Y =a+bX
Keterangan
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksi.
a = Harga Y Ketika harga X = 0 (harga constant).
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penuruanan variabel dependen yang
didasarkan pada perubahan variabel independen.
X = Subyek pada variabel independen yang memiliki nilai tertentu.

H. Etika Penelitian
Menurut (Kholipah & Subagiharti, 2018) dalam menyusun sebuah laporan
penelitian, setidaknya ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan sebagai tanda
bahwa kita memiliki etika. Tiga hal tersebut yaitu :
a. Kejujuran
Dalam penulisan laporan penelitian kejujuran saling berkaitan dengan
banyak hal sehingga kejujuran harus dijunjung tinggi, baik untuk
kepentingan penulis maupun bagi masyarakat yang akan membacanya.
Dalam sebuah penelitian apa yang ada didalmnya harus sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya karena akan berbahaya dan tidak etis jika data
yang dijadikan sumber dalam penelitian dimanipulasi sehingga tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Objektivitas
Kejujuran dan objektivitas saling berkaitan dimana saat anda bersikap
objektif, maka dalam penelitian anda akan tertuang karya dengan
interpretasi data yang dilakukan bersifat objektif dan terdapat kejujuran
didalamnya. Objektivitas dengan strata yang tinggi akan menunjukkan
hasil penelitian yang sesuai dengan keadaan sebenarnya, sedangkan
objektivitas yang rendah dengan sendirinya akan menurunkan harkat
penelitian yang telah anda lakukan.
c. Pengutipan
Saat anda mengutup pendapat dari orang lain, baik mengambil kutipan
secara lansung ataupun hanya mengambil intisari pendapat, maka sumber
dari kutipan tersebut harus dicantumkan sebagai bentuk penghargaan
kepada pemilik ide atau kutipan tersebut.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai Pengaruh Pramenopause Terhadap Hubungan
Seksual Pada Ibu Rumah Tangga Di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang
Raya di laksanakan pada tanggal 28 Juni – 16 Juli 2021. Sampel pada
penelitian ini sebanyak 31 responden. Dari hasil pengolahan data yang
dilakukan, disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi meliputi analisis
univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan aplikasi SPSS 22
dengan uji regresi linear sederhana yang disajikan dalam tabel dan
tergambar sebagai berikut :
a. Data Karakteristik Responden
Karakteristik umum responden dalam penelitian ini adalah umur,
Pendidikan, dan penggunaan akseptor KB. Karakteristik umum
responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.1
Data Karakteristik Menurut Umur Ibu rumah tangga di
Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya

Usia Frekuensi Presentasi (%)


40 - 45 tahun 20 64.5
46 – 49 tahun 11 35.5
Total 31 100.0
Sumber : Pengolahan data SPSS

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa umur responden terbanyak


adalah pada usia 40 tahun dengan jumlah responden 5 (16.1%), usia 42
tahun sebanyak 4 (12.9%) responden, usia 43 tahun sebanyak 4 (12.9%),
usia 49 tahun sebanyak 4 (12.9%) responden, usia 41 tahun sebanyak 3
(9.7%), usia 44 tahun sebanyak 3 (9.7%), usia 46 tahun sebanyak 3
(9.7%), usia 47 tahun sebanyak 3 (9.7%) responden, usia 45 tahun
sebanyak 1 (3.2%), usia 48 tahun sebanyak 1 (3.2%) responden.
Tabel 5.2
Data Karakteristik Menurut Pendidikan Ibu Rumah Tangga
di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya

Pendidikan Frekuensi Presentasi (%)


SD 4 12.9
SLTP 6 19.4
SLTA 13 41.9
Diploma 5 16.1
Sarjana 3 9.7
Total 31 100.0
Sumber : Pengolahan data SPSS.

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pendidikan responden


terbanyak pada SLTA sebanyak 13 (41.9%), SLTP sebanyak 6 (19.4%),
Diploma sebanyak 5 (16.1%), SD sebanyak 4 (12.9%), S1 sebanyak 3
(9.7%) responden.

Tabel 5.3
Data Karakteristik Menurut Penggunaan KB Pada Ibu Rumah
Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya

Akseptor KB Frekuensi Presentasi (%)


Bukan akseptor
13 41.9
KB
IUD Non-Hormonal 18 58.1
Total 31 100.0
Sumber : Pengolahan data SPSS.

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa kebanyakan responden


menggunakan akseptor KB IUD Non-Hormonal yang berjumlah 18
(58.1%) dan jumlah yang tidak menggunakan tidak menggunakan KB
atau bukan Akseptor KB sebanyak 13 (41.9%).

b. Analisis Univariat

Tabel 5.4
Data Kuesioner Pramenopause Pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah
Kerja Puskesmas Sudiang Raya

Pramenopause Frekuensi Presntasi (%)

Mengalami 22 71.0
gejala

Tidak mengalami gejala 9 29.0

Total 31 100.0

Sumber : Pengolahan data SPSS

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa Sebanyak 22 (71.0%)


ibu rumah tangga mengalami gejala pramenopause, dan ibu rumah
tangga yang tidak mengalami gejala pramenopause sebanyak 9 (29.0%).

Tabel 5.5
Data Kuesioner Hubungan Seksual Pada Ibu Rumah Tangga di
Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya
Hubungan Seksual Frekuensi Presntasi (%)

Ada 31 100.0
perubahan

Tidak ada perubahan 0 0

Total 31 100.0
Sumber : Pengolahan data SPSS.

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebanyak 31 responden


mengalami perubahan pada aktivitas seksualnya dari pernyataan
beberapa ibu rumah tangga di Wilayah Puskesmas Sudiang Raya
mengatakan perubahan yang dirasakan dimulai dari frekuensinya yang
menurun. Hubungan seksual dilakukan 1-2x seminggu, hal tersebut
dikarenakan ibu merasa cepat lelah saat melakukan hubungan seksual
sehingga menyebabkan gairah seksual pada ibu rumah tangga menurun.
c. Analisis Bivariat
Penelitian ini menggunakan uji analisis regresi linear sederhana untuk
memprediksi seberapa besar pengaruh pramenopause terhadap hubungan
seksual pada ibu rumah tangga di wilayah kerja puskesmas sudiang raya.
Analisis ini menggunakan data yang telah diperoleh dari 31 responden
melalui kuesioner yang telah dibagikan. Analisis data dilkakukan dengan
bantuan aplikasi SPSS 22. Adapun hasil uji analisis regresi liner
sederhana dapat dilihat pada table berikut.
1. Uji Linearitas
Pengujian linearitas dilakukan dalam pengujian model persamaan
regresi suatu variabel Y atas variabel X. Uji linearitas dilakukan
untuk memenuhi syarat analisis regresi yang mengharuskan adanya
hubungan fungsional antara X dan Y pada populasi yang linear.
Dalam uji linearitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
dalam penelitian tersebut secara signifikansi mempunyai pengaruh
linear atau tidak. Hasil analisis dapat ditentukan jika nilai signifikansi
> 0,05 maka terdapat hubungan yang linear dan jika nilai signifikansi
< 0,05 tidak terdapat hubungan yang linear.

Tabel 5.6 Hasil Analisis Uji Linearitas


Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Hub. Seksual * Between (Combined) 13.536 8 1.692 2.657 .033
Pramenopause Groups Linearity 7.305 1 7.305 11.469 .003
Deviation
6.232 7 .890 1.398 .256
from Linearity
Within Groups 14.012 22 .637
Total 27.548 30
Sumber : Pengolahan data SPSS.

Dari tabel 5.6 hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai


signifikansi 0,256 > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan linear yang signifikan antara pramenopause dengan
hubungan seksual.

2. Uji Regresi Linear Sederhana


Penelitian ini menggunakan uji analisis regresi linear sederhana
yang bertujuan untuk melihat pengaruh antara variabel independen
dan dependen. Analisis ini menggunakan data berdasarkan kuesioner
yang dibagikan selama penelitian. Uji ini dilakukan dengan
menggunakan bantuan SPSS. Hasil uji regresi linear sederhana dapat
dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.7 Hasil Analisis Uji Regresi Linear Sederhana

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 14.355 1.008 14.234 .000
Pramenopause .205 .063 .515 3.235 .003
Sumber : Pengolahan data SPSS.
Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh nilai
constant (a) sebesar 14,355 , sedangkan nilai pramenopause (b/koefisien
regresi) sebesar 0,205. Dari hasil tersebut dapat dimasukkan dalam
persamaan regresinya sebagai berikut :
Y =a+bX
Y =14,355+ 0,205 X
Dan berdasarkan nilai signifikansi yang diperoleh dari tabel diatas
sebesar 0,003 < 0,005 sehingga variabel pramenopause (X)
berpengaruh terhadap variabel hubungan seksual (Y).

d. Uji Hipotesis
1. Uji Parsial (Uji-t)
Uji t dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh
antara variabel independen dan variabel dependen. Apabila nilai
signifikan (Sig.) lebih kecil dari 0,05 maka variabel dikatakan
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel yang lain. Adapun
kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebagai berikut :
a. Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
b. Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Nilai t tabel dengan alpha 5% dan jumlah sampel (n) – jumlah
variabel (k) yang digunakan maka diperoleh t tabel sebesar
2,0452.

Tabel 5.8 Hasil Analisis Uji – t

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 14.355 1.008 14.234 .000
Pramenopause .205 .063 .515 3.235 .003
Sumber : Pengolahan data SPSS
Pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 3,235
lebih besar dari nilai t tabel 2,045 dengan nilai signifikansi 0,003 <
0,05. Dapat disimpulkan bahwa pramenopause berpengaruh dan
signifikan terhadap hubungan seksual karena nilai t hitung > t tabel
dan nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa pramenopause
memiliki pengaruh terhadap hubungan seksual pada ibu rumah
tangga di wilayah kerja puskesmas sudiang raya.
2. Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh pramenopause (X) terhadap hubungan seksual (Y),
dilakukan perhitungan statistik dengan menggunakan Koefisien
Determinasi (KD).

Tabel 5.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi


Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 .515a .265 .240 .835
Sumber pengolahan data SPSS.

Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa besarnya nilai


hubungan (R) yaitu sebesar 0,515. Dari output tersebut diperoleh
koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,265 yang berarti pengaruh
variabel independent (Pramenopause) terhadap variabel dependen
(Hubungan Seksual) adalah sebesar 26%.

B. Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh
peneliti di wilayah kerja puskesmas sudiang raya dapat diketahui bahwa
pramenopause berpengaruh terhadap hubungan seksual artinya, wanita yang
memasuki fase pramenopause mengalami perubahan pada aktivitas
seksualnya. Untuk penjelasan lebih jelas telah diuraikan sebagai berikut :
a. Pramenopause
Pramenopause pada ibu rumah tangga yang berusia 40 – 49 tahun di
wilayah kerja puskesmas sudiang raya didapatkan dari 31 responden, 23
ibu mengalami haid yang kurang dari 5 hari hal ini diakibatkan karena
produksi hormon estrogen yang semakin sedikit sehingga menyebabkan
menstruasi berlangsung sangat singkat, 19 ibu mengalami jumlah haid
yang sedikit, hal ini merupakan dampak dari proses penuaan seiring
bertambahnya usia volume darah yang keluar semakin sedikit saat
menstruasi. Sebanyak 20 ibu mengalami warna darah menstruasi (haid)
berwarna hitam atau coklat tua, hal ini merupakan salah satu gejala yang
umum dirasakan oleh wanita pramenopause yang timbul akibat
penurunan produksi hormone estrogen. 8 ibu merasakan nyeri saat
menstruasi di bagian organ vital, hal tersebut diakibatkan karena
produksi hormon estrogen yang kian menurun sehingga membuat ibu
pramenopause mengalami kekeringan pada vagina dan dinding vagina
mulai menipis sehingga ibu pramenopause merasakan nyeri pada organ
vital.
Kemudian, 12 ibu mengalami panas pada area wajah hingga dada ini
masih berkaitan dengan penurunan hormon estrogen yang dimana
hormone estrogen ini mempengaruhi sistem termogulasi dalam tubuh
yang berfungsi mengatur suhu dalam tubuh manusia, jika hormon
estrogen menurun maka sistem termogulasi dalam tubuh ikut terganggu.
Gejala berikutnya yakni 18 ibu mengalami sulit tidur, gejala tersebut juga
diakibatkan oleh penurunan hormone estrogen yang dapat mengganggu
sistem biologis dalam tubuh sehingga wanita pada usia 40 tahun keatas
biasanya sulit tidur dan terbangun beberapa kali saat malam hari. 17 ibu
mengalami jantung yang berdebar-debar, gejala tersebut juga diakibatkan
oleh penurunan hormon estrogen, wanita pramenopause mengalami
jantung berdebar-debar secara tiba-tiba dan berlangsung singkat.
Ibu pramenopause juga merasa mudah lelah dan pusing yang
diakibatkan oleh menurunnya jumlah hormon, salah satu fungsi hormon
dalam tubuh yakni mengatur sel-sel dalam penggunaan energi, sehingga
apabila hormone menurun maka energi dalam tubuh juga ikut menurun.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini didapatkan 24 ibu menyatakan
merasa mudah lelah dan pusing. Dan untuk perubahan kulit pada wanita
pramenopause ini diakibatkan kurangnya produksi kolagen sehingga
protein yang berfungsi untuk menjaga agar tetap kenyal tidak terpenuhi
akibat kurangnya hormone estrogen sehingga didapatkan 21 ibu
menyatakan merasa kulitnya mulai berkerut.
Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Bustami, 2021) yang menyatakan bahwa wanita yang memasuki usia
premenopause mengalami penurunan hormon hormone estrogen dari
ovarium yang berperan dalam hal reproduksi dan seksualitas. Dengan
adanya penurunan hormon dalam tubuh maka dapat menimbulkan
penurunan fungsi tubuh dan mengalami gejala-gejala pramenopause
antara lain : menstruasi mulai tidak teratur, hot flushes ( semburan panas
di wajah), sulit tidur, jantung berdebar dan perut sering kembung, kulit
mulai berkerut, mudah lelah, pusing, bahkan pingsan, libido atau gairah
seksual menurun, berkeringat di malam hari, suasana hati berubah-ubah.
Penelitian yang dilakukan oleh (Ardillah, et al. 2016) sejalan dengan
penelitian ini yang menyatakan bahwa ibu pramenopause yang menjadi
sampel dalam penelitiannya mengalami pusing, mengalami kering di area
organ vital, mengalami sakit di area pergelangan kaki, jantung berdebar –
debar, haid yang tidak teratur, serta susah tidur.
Peneliti berasumsi, dalam penelitian ini didapatkan sebagian besar
ibu rumah tangga diwilayah kerja puskesmas sudiang raya mengalami
gejala – gejala pramenopause yang dimana semua gejala tersebut
disebabkan karena turunnya produksi hormon estrogen. Ketika ibu
memasuki fase pramenopause proses kerja pada organ tubuh menjadi
lambat sehingga produksi hormon estrogen menurun. Ibu lebih
cenderung merasakan suasana hati yang berubah – ubah, haid yang tidak
teratur, mudah lelah dan sukar pusing.
b. Hubungan Seksual
Hubungan seksual pada ibu rumah tangga yang berusia 40 – 49 tahun
di wilayah kerja puskesmas sudiang raya didapatkan dari 31 responden,
semua ibu mendapatkan skor yang menunjukkan bahwa ibu rumah
tangga di wilayah kerja puskesmas sudiang raya mengalami perubahan
pada hubungan seksualnya diantaranya yaitu 31 ibu menyatakan ada
perubahan yang dialami terhadap hubungan seksualnya, perubahan yang
dialami sebagai berikut : 26 ibu yang menyatakan gairah seksual
menurun, 29 ibu yang menyatakan suasana hati berubah-ubah yang
diakibatkan oleh penurunan hormone yang berhubungan dengan reseptor
pada otak dalam mengatur emosional atau suasana hati seseorang. Hal
tersebut membuat ibu kurang minat melakukan hubungan seksual.
Frekuensi hubungan seksual menurun juga diakibatkan karena libido
menurun sehingga data yang didapatkan sebanyak 29 ibu merasakan ada
perubahan dalam hubungan seksualnya, sebanyak 28 ibu menyatakan
hubungan seksual dilakukan 1 atau 2 kali seminggu. Selain itu, 20 ibu
juga menyatakan bahwa mereka mudah lelah saat melakukan hubungan
seksual. Sebanyak 13 ibu menyatakan bahwa kekeringan pada organ vital
membuat ibu kurang minat melakukan hubungan seksual, sebanyak 5 ibu
merasa sakit (nyeri) pada organ vital saat melakukan hubungan seksual,
sebanyak 3 ibu merasa panas pada organ vital saat melakukan hubungan
seksual.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Melintang, 2015) yang menyatakan bahwa ibu
premenopause masih aktif melakukan hubungan seksualnya namun tidak
mampu melakukannya dengan maksimal dan juga frekuensi hubungan
seksualnya yang menurun dikarenakan ibu premenopause merasa mudah
lelah saat melakukan hubungan seksual. Ibu premenopause yang tidak
maksimal dalam memaksimalkan fungsi seksualnya di karenakan kurang
mengetahui tingkat pemanasan seksual pada saat melakukan hubungan
seksual dimasa premenopause.
Pernyataan dalam penelitian (Prasad, et al. 2014) sejalan dengan
penelitian ini yang menyatakan bahwa wanita pramenopause yang tidak
memaksimalkan hubungan seksualnya memiliki produksi hormon
estrogen dan hormon reproduksi yang rendah dan apabila wanita yang
memiliki frekuensi hubungan seksual yang normal maka produksi
hormon estrogen dan hormon reproduksi meningkat.
Peneliti berasumsi, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi
hubungan seksual pada ibu pramenopause, seperti pernyataan beberapa
repsonden yang menyatakan bahwa ibu memiliki aktivitas mengasuh
anak, dan berjualan sepanjang hari sehingga ibu tidak lagi memikirkan
keinginan untuk melakukan hubungan seksual. Ada juga yang
menyatakan bahwa ibu cepat lelah saat melakukan hubungan sehingga
tidak mencapai koitus atau senggama.
c. Pengaruh Pramenopause terhadap hubungan seksual pada Ibu Rumah
Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya
Berdasarkan hasil analisis data, dapat dilihat pada tabel 5.9 Hasil Uji
Koefisien Determinasi. Peneliti dapat mengetahui bahwa pramenopause
memiliki pengaruh terhadap hubungan seksual pada ibu rumah tangga di
wilayah kerja puskesmas sudiang raya sebesar 26%. Kemudian untuk
nilai signifikansi dapat dilihat pada tabel 5.7 Hasil Analisis Uji Regresi
Linear Sederhana hasil yang diperoleh 0,003 kurang dari 0,005 yang
berarti pramenopause memiliki pengaruh terhadap hubungan seksual
pada wanita.
Menurut asumsi peneliti, dalam penelitian ini diketahui bahwa seluruh
responden mengalami perubahan pada hubungan seksualnya, akibat
gejala pramenopause yang dialami oleh ibu rumah tangga. Dari beberapa
ibu rumah tangga menyatakan bahwa saat melakukan hubungan seksual
mereka cepat lelah sehingga tidak mencapai koitus atau senggama.
Adapun pernyataan lain yakni ibu menyatakan suasana hatinya mudah
berubah sehingga enggan untuk berhubungan seksual. Gejala utama yang
dirasakan oleh ibu yakni haid tidak teratur , lelah dan pusing, serta
suasana hati yang berubah-ubah, libido atau gairah seksual menurun.
Gejala – gejala pramenopause ini timbul akibat adanya penurunan
hormon estrogen, kemudian sebagian besar dari gejala pramenopause
sangat mempengaruhi kualitas hubungan seksual. Keadaan tersebut
membuat frekuensi hubungan seksual menurun.

C. Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Keterbatasan Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini bisa saja memberikan jawaban yang tidak
sesuai dengan apa yang dialami sehingga memungkinkan responden
menjawab dengan tidak jujur karena menganggap hal tersebut sensitif
untuk dibahas ataupun tidak mengerti pertanyaan.
2. Keterbatasan Waktu
Informasi yang lengkap sebaiknya ditunjang dengan pengumpulan data
yang lebih cermat yaitu dengan teknik menganalisis agar ada intervensi
yang dilakukan. Tetapi karena adanya keterbatasan peneliti terkait waktu
penelitian, sehingga peneliti tidak dapat langsung melakukan teknik
tersebut dengan responden secara keseluruhan.

D. Implikasi untuk Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan mengembangkan metode pembelajaran
keperawatan khususnya Keperawatan Maternitas dan dapat dijadikan rujukan
tambahan dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat khususnya pada
ibu rumah tangga yang memasuki fase pramenopause dalam pelayanan
kesehatan maternitas.
1. Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi sebagai upaya
peningkatan promosi kesehatan khususnya pengaruh pramenopause
terhadap hubungan seksual yang dilakukan oleh perawat ataupun tenaga
medis lainnya agar ibu rumah tangga dapat mengetahui apa saja yang
akan dialami ketika memasuki usia pramenopause.
2. Implikasi terhadap Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian selanjutnya
bagi peneliti dan peneliti lainnya.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan tentang
Pengaruh Pramenopause Terhadap Hubungan Seksual Pada Ibu Rumah
Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Gejala pramenopause yang paling dominan dialami oleh ibu rumah
tangga di wilayah kerja puskesmas sudiang raya yaitu mudah lelah dan
pusing, sulit tidur, menstruasi kurang dari 5 hari, menstruasi berwarna
coklat tua, kulit mulai berkerut, jantung berdebar-debar, menstruasi tidak
teratur.
2. Timbulnya gejala pramenopause yang dialami oleh ibu rumah tangga di
wilayah kerja puskesmas sudiang raya mengakibatkan ibu mengalami
perubahan pada hubungan seksualnya diantaranya yaitu gairah seksual
menurun, suasana hati yang berubah-ubah membuat ibu kurang minat
melakukan hubungan seksual, dan perubahan lain yang dikatakan oleh
ibu yaitu frekuensi hubungan seksual menurun, ibu mengatakan
hubungan seksual dilakukan 1 atau 2 kali seminggu, hal tersebut
diakibatkan karena ibu merasa cepat lelah sehingga menyebabkan gairah
ibu dalam hubungan seksual ikut menurun.

B. Saran
1. Bagi Ibu Rumah Tangga
Para ibu rumah tangga diharapkan dapat mengetahui dan menyadari
bahwa hal – hal yang di alami saat memasuki usia 40 tahun merupakan
gejala fase pramenopause yang dimana hal tersebut mempengaruhi
hubungan seksual seseorang.
2. Bagi Puskesmas Sudiang Raya
Berdasarkan hasil penelitian diatas diharapkan puskesmas sudiang
raya dapat memberikan promosi kesehatan mengenai gejala - gejala yang
akan dialami oleh wanita yang memasuki usia 40 tahun yang dapat
mempengaruhi hubungan seksual pada ibu, agar ibu dapat menambah
pengetahuan dan menyadari hal tersebut ketika mengalami gejala
pramenopause.
3. Bagi Intitusi Pendidikan
Penelitian ini merupakan realisasi dari pengetahuan mahasiswa
dimana hasilnya dapat dijadikan sebagai gambaran dan sumber tertulis
ataupun masukan untuk pembelajaran bagi peserta didik selanjutnya
mengenai pengaruh pramenopause terhadap hubungan seksual.
4. Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti
untuk menambah wawasan dalam upaya memberikan informasi asuhan
keperawatan pada pasien yang memasuki usia pramenopause. Penelitian
ini masih jauh dari kata sempurna karena adanya keterbatasan penelitian.
Oleh karena itu diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat melengkapi
kekurangan yang ada sehingga dapat melanjutkan penelitian ini menjadi
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abd. Kholiq. (2017). Sistem reproduksi pada Tubuh manusia. Relasi inti media.
2. Alazizah, S. zakiya muna. (2017). Perubahan Fungsi Seksual Terhadap Frekuensi
Hubungan Seksual Pada Wanita Menopause (Issue April).
3. Ardillah, N., Wahyuningsih, M., & Vidayanti, V. (2016). Hubungan Antara Gejala
Klimakterium Dengan Kebutuhan Seksualitas Pada Wanita Premenopause Di
Pasekan Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. 3(September), 58–61.
4. Arif Sumantri. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan (Murodi (ed.)). Kencana
Prenadamedia.
5. Badan Pusat Statistik. (2021). Berita resmi statistik. Bps.Go.Id, 27, 1–52.
https://papua.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/336/indeks-pembangunan-manusia-
provinsi-papua-tahun-2017.html
6. Bustami, at al. (2021). Usia Menopause Alami di antara Wanita Yordania dan Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Menopause Dini dan Dini. Kebijakan Manajemen
Risiko Dan Perawatan Kesehatan, 199–207.
7. Chan, S., Gomes, A., & Singh, S. (2020). Apakah menopause masih berkembang ?
Bukti dari studi longitudinal populasi multietnis dan relevansinya dengan wanita ’
kesehatan. Kesehatan Wanita BMC, 1–15.
8. Dąbrowska-Galas, M., Dąbrowska, J., & Michalski, B. (2019). Sexual Dysfunction in
Menopausal Women. Sexual Medicine, 7(4), 472–479.
https://doi.org/10.1016/j.esxm.2019.06.010
9. Dian Barasati. (2020). Kecamatan Biringkanaya dalam Angka 2020 (S. IPDS (ed.)).
BPS Kota Makassar.
10. Hartati, Multazim, A., & Asrini, A. (2018). Fungsi Seksual Perempuan Menopause Di
Kota Makassar Tahun 2018. Al-Sihah : Public Health Science Journal, 10(1), 40–48.
11. Rahmadhani, H (2019). Cara mudah memahami Metodologi Penelitian (Titis
Yuliyanti (ed.)). Deepublish Publisher.
12. Hinchliff, S., Tetley, J., Lee, D., & Nazroo, J. (2018). Pengalaman Orang Dewasa
yang Lebih Tua tentang Kesulitan Seksual: Temuan Kualitatif dari English
Longitudinal Study on Aging (ELSA). Journal of Sex Research, 55(2), 152–163.
https://doi.org/10.1080/00224499.2016.1269308
13. Indarwati, & Maryatun. (2019). Karakteristik Wanita Menopouse Dan Perubahan Pola
Seksualitas Di Desa Kedungan. Gaster, 17(1), 20.
https://doi.org/10.30787/gaster.v17i1.293
14. Suparni, R. Y. A. (2016). Menopause Masalah dan Penanganannya (Herlambang
Ramadhani (ed.)). CV Budi Utama.
15. Kholipah, S., & Subagiharti, H. (2018). Teknik Penulisan Karya Ilmiah (A. Hastono
(ed.)). Swalova Publishing.
16. Yolanda, K.R (2019). Keluhan yang terjadi pada wanita Menopause. Jurnal
Keperawatan, 23, 14–17.
17. Rosyanti, Kusman Ibrahim, Indriono hadi, nita fitria. (2018). Eksplorasi Makna &
Pengalaman Sesksualitas.
18. Heidari, Mansureh Ghodusi, Parvin Rezaei, S. K. A. (2019). Fungsi Seksual dan
Faktor yang Mempengaruhi Menopause: Tinjauan Sistematis. Pengobatan
Menopause, volume 25(6), 15–27.
19. Melintang, Erna kusumawati, F. nur damayanti. (2015). Aktivitas Seksual wanita
pramenopause di Kelurahan Bangetayu wetan Kota Semarang tahun 2015. Jurnal
Keperawatan, 1–4.
20. Nugroho, Y. P. (2013). Hubungan antara stadium menopause dengan perubahan
seksual wanita menopause di posyandu lansia srikandi kelurahan sumbersari kota
malang. Jurnal Keperawatan, 4(1), 75–86.
21. Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis
(Edisi IV). Salemba Medika.
22. Nursyi, I. R. (2018). Gambaran Pengetahuan dan sikap wanita Usia 48-55 tahun
tentang menopause di desa weru RT 02 RW 05 Weru Sukoharjo. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, VOL. 7(Jurnal Biometrika dan Kependudukan), 67–77.
23. Oktavia, H. (2018). Hubungan Perilaku Seksual Pranikah dengan Pernikahan Usia
Dini Pada Remaja di Wilayah Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. In Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga.
24. Prasad, A., Mumford, S. L., Buck Louis, G. M., Ahrens, K. A., Sjaarda, L. A.,
Schliep, K. C., Perkins, N. J., Kissell, K. A., Wactawski-Wende, J., & Schisterman, E.
F. (2014). Sexual activity, endogenous reproductive hormones and ovulation in
premenopausal women. Hormones and Behavior, 66(2), 330–338.
https://doi.org/10.1016/j.yhbeh.2014.06.012
25. Rahayu, A., Noor, M. Sy., Yulidasari, F., Rahman, F., & Putri, A. O. (2017).
Kesehatan Reproduksi Remaja & Lansia. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Vol. 53, Issue 9).
26. Ramadani, Kf., Nurlinda, A., & Haeruddin. (2018). Fenomena Hubungan Seksual
Pada Wanita Premenopause Di Kota Makassar. Window of Health : Jurnal Kesehatan,
1(3), 217–225.
27. Sri Asih Gahayu. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat (Unggul
Pebri Hastanto (ed.)). Deepublish Publisher.
28. V. Wiratna Sujarweni. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. In D. A. (Ed.),
Metodologi Peneltian. Gava Media.
29. Wahyuningsih, et al. (2016). Upaya Pencegahan Sindrom Pra Menopause Pada
Wanita Pra Menopause. Jurnal Penelitian Keperawatan, 2(1).
http://ejurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/141/119
30. Wen-Jia Lou, Bo Chen, Lan Zhu, Shao-Mei Han, Tao Xu, Jing-He Lang, L. Z.
(2017). Prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan seksual wanita disfungsi di
Beijing, China. Jurnal Medis China, 130(Disfungsi di Beijing, China), 1389–1394.
31. Woro Riyadina. (2019). Hipertensi pada Wanita Menopause. In Rahma Hilma
Taslima dan Astuti Krisnawati (Ed.), Hipertensi pada Wanita Menopause (pp. 2–3).
LIPI Press, anggota Ikapi.

Anda mungkin juga menyukai