Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perimenopouse merupakan fase peralihanan antara fase premenopouse dan
pasca menopause. Periode perimenopouse ini dapat berlangsung antara 5-10
tahun sebelum menopause. Pada periode ini banyak terjadi tanda dan gejala yang
timbul. Perimenopause merupakan bagian dari masa klimakterium yang terjadi
sebelum menopause, terjadi pada rentang usia 40-50 tahun (Pranoto, 2011).
Pada tahun 2030, jumlah perempuan di seluruh dunia yang memasuki masa
menopause diperkirakan mencapai 1,2 miliar orang (WHO, 2014). Berdasarkan
data dari World Health Organization (WHO) menunjukan pertambahan jumlah
wanita yang memasuki fase klimakterium yang diperkirakan meningkat hingga
lebih satu miliar di tahun 2030. Proporsi di Asia diperkirakan akan mengalami
peningkatan dari 107 juta menjadi 373 juta di tahun 2025. Sedangkan menurut
Badan Sensus Penduduk, di Indonesia jumlah setiap tahunnya mencapai 5,3 juta
orang dari jumlah total penduduk perempuan Indonesia yang berjumlah
118.010.413 juta jiwa (Pusat data dan Informasi Kesehatan RI, 2013).
Pada periode perimenopouse mulai terjadi penurunan kadar hormone
tertentu yang terkait dengan reproduksi wanita, yaitu hormone eterogen dan
progesterone. Sehingga kemungkinan terjadi kehamilan menghilang dan siklus
haid menjadi tidak teratur. Menurut Aqila, 2010 gejala-gejala perimenopause ada
3 gangguan, yaitu gangguan vaso motorik (hot flushes, keringat banyak, sakit
kepala dan berdebar-debar), gangguan psikis (mudah tersinggung, depresi,
kelelahan, semangat berkurang dan susah tidur), gangguan somatic (gangguan
menstruasi dan kekeringan vagina).
Menurut Baziad (2010), tidak semua perempuan yang memasuki usia
perimenopouse dan menipouse mengalami keluhan. Ada juga yang tidak
mengalami keluhan, akan tetapi meskipun begitu, penurunan hormone eterogen
dapat meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis dan penyakit lainnya. Bagi
sebagian wanita, masamenopause merupakan masa yang menyedihkan dalam
hidup. Ada banyak kekhawatiran yang menyelubungi pikiran wanita ketika
memasuki fase ini. Oleh karena itu, perlu disiapkan dari awal masa
perimenopouse agar ibu dapat melalui masa menopause dengan baik. Bidan,
sebagai tenaga kesehatan yang professional memiliki tugas untuk mendampingi
wanita sampai akhir masa reproduksi. Bidan diharapkan mampu memberikan
penjelasan dan dapat melakukan asuhan yang tepat pada wanita yang akan
memasuki masa perimenopouse agar ibu dapat melalui masa menopause dengan
baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan permasalahan
“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada perimenopause ?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan teori, konsep dan prinsip kebidanan dalam memberikan
asuhan kebidanan pada Ibu Perimenopause dengan pendekatan manajemen
kebidanan dan melakukan dokumentasi secara SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, pengumpulan data subjektif
asuhan kebidanan perimenopouse.
b. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, pengumpulan data objektif
asuhan kebidanan perimenopouse.
c. Mahasiswa dapat melakukanan alisa data asuhan kebidanan
perimenopouse.
d. Mahasiswa dapat melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan
perimenopouse.

D. Manfaat
1. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat berguna untuk menambah referensi wawasan
pengetahuan, dan sekaligus mengembangkan pengetahuan tentang asuhan
kebidanan perimenopouse.
2. Bagi Lahan Praktek
Hasil dari laporan kasus ini dapat digunakan sebagai masukan mengenai
bagaimana pemberian asuhan berdasarkan evidence basedpractice pada ibu
perimenopouse.
3. Bagi Klien dan Masyarakat
Diharapkan agar klien dan masyarakat dapat mendapatkan pelayanan
perimenopouse yang berkualitas sehingga dapat berperan dalam
meningkatkan kualitas kesehatan klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Perimenopouse


1. Definisi
Kata “menopause” berasal dari bahasa Yunani, yaitu men yang berarti
‘bulan’ dan peuseis artinya ‘penghentian sementara’ yang digunakan untuk
menggambarkan berhentinya haid. Sebenarnya, secara linguistik yang lebih
tepat adalah ‘menocease’ yang berarti berhentinya masa menstruasi (Smart,
2010).
Periode Premenopause merupakan masa peralihan antara masa
reproduksi dan masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan pra
menopause, antara usia 40 tahun, ditandai dengan siklus haid yang tidak
teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan relatif banyak.
Premenopause merupakan bagian dari masa klimakterium yang terjadi
sebelum menopause, terjadi pada rentang usia 40-50 tahun (Pranoto, 2009).

Masa perimenopause adalah masa perubahan antara pra menopause dan


menopause dengan kisaran usia 40-55 tahun. Pada masa perimenopause ini
terjadi penurunan fungsi indung telur berkaitan dengan penurunan hormon
estradiol dan produksi hormon androgen (FFPRHC Clinical Effectiveness
Unit, 2005). Perimenopause adalah periode transisi yang dialami wanita saat
akan memasuki masa berakhirnya menstruasi (menopause). Pada periode
perimenopause, wanita dapat mengalamibeberapa gejala, seperti siklus
menstruasi yang tidak teratur dan hotflashes. Perimenopause dapat
berlangsung selama 4-10 tahun sebelum menopause terjadi. Perimenopause
merupakan masa sebelum menopause dimana mulai terjadi perubahan
endokrin, biologis, dan gejala klinik sebagai awal permulaan dari
menopause dan mencakup juga satu tahun atau dua belas bulan pertama
setelah terjadinya menopause. Perubahan premenopause dan proses penuaan
itu diantaranya seperti perubahan pola perdarahan, hot flash, gangguan tidur,
perubahan atropik, perubahan psikologi, perubahan berat badan, perubahan
kulit, seksualitas dan perubahan fungsi tiroid (Varney, 2007).
2. Patofisiologi Perimenopause
Fungsi ovarium ialah untuk menciptakan kehidupan, menjaga hasil
pembuahan menjadi manusia. Menyiapkan wanita untuk tugas yang sangat
penting ini, hormon-hormon ovarium menstimulasi pertumbuhan,
diferensiasi dan fungsi-fungsi dari organ-organ reproduktif selama pubertas
sampai maturitas. Semua organ-organ vital penting dan fungsi-fungsi
fisiologis secara positif dipengaruhi estrogen, seperti kehamilan mempunyai
kebutuhan yang tinggi pada seluruh organ. Hormon-hormon seks
mempengaruhi keinginan dan perkembangan seksual, ciri-ciri seks sekunder,
misalnya perkembangan payudara. Untuk menjamin keamanan embrio/fetus
dan memenuhi kebutuhan yang tinggi dari kehamilan, hormon-hormon
ovarium menghasilkan efek-efek yang nyata pada mitosis, pertumbuhan dan
fungsi organ, metabolisme umum, fungsi kardiovaskuler dan otak, pada lipid
dan protein, pada fungsi jantung, dan pada pemeliharaan dan perbaikan
fungsi endotel arteri. Dalam penelitian ovarium manusia, percepatan
kehilangan mulai ketika seluruh jumlah folikel-folikel mencapai kira-kira
25.000, suatu jumlah yang dicapai pada wanita-wanita normal usia 37-38
tahun (Widjanarko, 2009).
Kehilangan ini berkaitan dengan suatu peningkatan yang tidak nyata
tetapi nyata dalam FSH dan penurunan dalam inhibin. Percepatan kehilangan
sekunder terhadap rangsang peningkatan FSH. Perubahan-perubahan ini,
termasuk peningkatan dalam FSH, merefleksikan penurunan kualitas dan
kapabilitas dari folikel-folikel yang tua, dan penurunan sekresi inhibin,
produk sel granulosa yang menghasilkan suatu pengaruh umpan balik negatif
pada sekresi FSH oleh kelenjar hipofise. Suatu penelitian di Australia,
menunjukkan bahwa peningkatan dalamFSH berkaitan hanya dengan suatu
penurunan inhibin-B. Hubungan terbalik dan ketat antara FSH dan inhibin
menunjukkan bahwa inhibin adalah suatu tanda dari kemampuan folikel
ovarium yang sensitif dan berikutnya, bahwa pengukuran FSH adalah suatu
penaksiran klinis dari inhibin. Karena itu, perubahan-perubahan pada tahun-
tahun reproduktif berikutnya (penurunan inhibin menimbulkan suatu
peningkatan dalam FSH) merefleksikan penurunan reaktivitas folikuler dan
kemampuan sebagai ovarium pada wanita yang mengalami umur semakin
tua. Penurunan sekresi inhibin oleh folikel-folikel ovarium mulai dini sekitar
usia 35 tahun, tetapi menjadi cepat sesudah usia 40 tahun. Ini digambarkan
dalam penurunan kesuburan yang terjadi dengan bertambahnya usia/tua
(Widjanarko, 2009).
Tahun-tahun perimenopause adalah periode waktu selama mana kadar
FSH pascamenopause (>20 IU/L) dapat dilihat walaupun perdarahan
menstruasi terus berlanjut, sementara kadar-kadar LH masih tetap dalam
rentang normal. Kadang-kadang pembentukan dan fungsi korpus luteum
terjadi, dan wanita perimenopause tidak aman terhadap risiko dari suatu
kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan sampai peningkatan
kadar-kadar keduanya FSH (> 20 IU/L) dan LH (> 30 IU/L) dapat
ditunjukkan. Bahkan dalam kondisi ini, fluktuasi dapat terjadi, dengan suatu
periode dari kegagalan ovarium diikuti oleh permulaan lagidari fungsi
ovarium. Rekomendasi penggunaan kontrasepsi sampai status pasca
menopause secara definitif ditetapkan adalah bijaksana. Sekresi yang tidak
teratur dari hormon seks berhenti waktu menopause, dan pola endokrin
dalam pascamenopause berbeda sepenuhnya dari fase subur dalam
kehidupan. Sebab utama dari perubahan-perubahan ialah hamper lengkap
berhentinya perkembangan folikel dalam ovarium dan mengakibatkan
rendahnya produksi estrogen. Selanjutnya, folikel-folikel tidak matang
ovulasi tidak terjadi, sebagai konsekuensinya tidak ada korpus luteum yang
berkembang dan tidak ada jumlah progesteron yang bermakna dapat
dihasilkan. Perubahan endokrin yang paling nyata ialah peningkatan drastis
dari konsentrasi FSH dalam serum, yang melebihi kadar folikuler dini dan
umumnya lebih tinggi dari pada waktu puncak periovulatoar. Kadar LH
meningkat sedikit dan tidak selalu diatas konsentrasi puncak masa subur.
Peningkatan FSH dan LH ialah karena rusaknya umpan balik hambatan.
Karena tidak ada atau terlalu sedikit, sel-sel folikel yang responsif, ovarium
tidak sanggup bereaksi terhadap gonadotropin dan konsekuensinya tidak
dapat menghasilkan jumlah hormon seks wanitayang bermakna, estrogen,
progesteron dan inhibin. Peranan khusus dari inhibin nyata dari peningkatan
yang lebih besar dari FSH. Sementara pembebasan LH dimodulasi oleh seks
steroid saja, faktor umpan balik yang prinsip dari ovarium untuk
pembebasan FSH ialah inhibin (Kahwati,2005; Widjanarko, 2009).
Menurut Sastrawinata dalam Winkjosastro (2005) secara
endokrinologis, perimenopause ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan
meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Gambaran klinis dari
defisiensiestrogen dapat berupa gangguan neurovegetatif (vasomotorik),
gangguan psikis, gangguan somatik.
3. Tahapan Klimakterium
Klimakterium yang dibagi dalam beberapa fase, yaitu :
a. Peri-menopause
Perimenopause adalah masa 5-10 tahun sebelum menopause. Pada masa
ini berbagai keluhan klimakterik dan pendarahan yang tidak teratur.
Pada fase ini estradiol yang biasanya dihasilkan oleh sel granulosa
folikel yang berkembang menjadi berkurang. Siklus menstruasi
anovulator meningkat dan reproduksi progesteron menurun.
b. Menopause
Menopause adalah berhenti menstruasi secara permanen. Terdapat
amenorea sekurang-kurangnya satu tahun. Menopasue terjadi pada usia
sekitar 45-55 tahun. Kadar FSH serum lebih dari 30 i.u/I. Setelah
menopause, estrogen jenis estron adalah yang banyak berada dalam
sirkulasi dibandingkan estrogen lainnya.
c. Pasca-menopause
Pasca-menopause adalah masa yang terjadi 3 hingga 5 tahun setelah
menopause.
d. Ooforopause
Ooforopause adalah masa ketika ovarium kehilangan sama sekali fungsi
hormonalnya.
4. Gejala-gejala Perimenopause
Menurut Aqila, (2010), gejala-gejala perimenopause ada tiga gangguan,
yaitu gangguan vasomotorik (hot flushes, keringat banyak, sakit kepala dan
berdebar-debar), gangguan psikis (mudah tersinggung, depresi, kelelahan,
semangat berkurang dan susah tidur), gangguan somatic (gangguan
menstruasi dan kekeringan vagina).
Gejala-gejala tersebut adalah :
a. Perubahan di dalam periode menstruasi
Intervalnya dapat memanjang (dikarenakan tidak adekuatnya
faseluteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi
danpembentukan korpus luteum serta rendahnya kadar progesteron) atau
memendek (dikarenakan memendeknya fase folikel sehingga
siklusmenstruasi akan memendek dan sering), banyak (perdarahan
biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh
siklus anovulasi) dan sedikit (beberapa wanita dilaporkan mengalami
spotting1 atau 2 hari sebelum menstruasi, biasanya diikuti dengan
siklusmenstruasi yang pendek), bahkan mungkin akan melewatkan
beberapa periode menstruasi.
b. Hot flushes dan keringat malam
Hot flushes adalah gelombang panas tubuh yang datang tiba-tiba,
akibat perubahan kadar estrogen pada tubuh bagian atas dan
muka.Serangan ini ditandai dengan munculnya kulit yang memerah di
sekitarmuka, leher dan dada bagian atas, detak jantung kencang, badan
bagianatas berkeringat. Berlangsung selama 30 detik sampai beberapa
menit terutama pada malam hari.
c. Gangguan tidur
Beberapa pola umum gangguan tidur di antaranya:
1) Susah untuk tidur
2) Terbangun tengah malam dan sulit untuk kembali tidur
3) Bangun pagi lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali
Gangguan tidur yang umum terjadi pada wanita perimenopause adalah
memanjangnya keterlambatan tidur (saat mulai berbaring sampai benar-
benar tidur). Normalnya periode ini tidak lebih dari 10menit.
d. Kekeringan vagina
Kekeringan vagina dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi
estrogen selama perimenopause. Kekeringan vagina dapat menyebabkan
atropi urogenital dan perubahan dalam kuantitas dan komposisi sekresi
vagina sehingga terjadinya perubahan dalam keinginan seksual, mudah
terjadi iritasi (sakit ketika coitus) dan infeksi.
e. Perubahan mood dan masalah dengan konsentrasi dan daya ingat
Hormon ovarium sangat berpengaruh karena rangsangan kimiawi
perifer secara umum mempengaruhi aktivitas neuronal. Perubahan kadar
estrogen dan progesteron dapat mempengaruhi neurotransmitter yang
mempengaruhi mood, tidur, tingkah laku dan kesadaran. (ARHP,2008).
5. Perubahan Psikologi Pada Masa Perimenopause
Selama beberapa decade, masa perimenopause telah dikaitkan dengan
masalah psikologis. Informasi pada aspek psikologis menopause menyorot
tentang masalah morbiditas, patologi dan terapi medis. Wanita yang mencari
bantuan medis untuk gejala menopause sangat berbeda dengan wanita yang
usia dan status menopause sama yang tidak mencari bantuan, tetapi lebih
cenderung melaporkan distress. Mempunyai efek negatif terhadap kesehatan
mental (Varney, 2007). Beberapa wanita menemukan perubahan membuat
menopause menjadi masa-masa yang sulit.
Ketidakteraturan haid mungkin secara bawah sadar meningkatkan
kecemasannya bahwa daya tarik seksual dan fisiknya berkurang. Diamen
jadi tua dan ditolak, dia mencapai akhir dari kehidupan. Psikiatris
menemukan, banyak wanita pada masa menopause melampaui 3 tahap
sebelum menyesuaikan dengan kehidupan barunya. Perasaan cemas paling
menonjol. Biasanya periode ini cukup singkat. Dilanjutkan dengan periode
yang mungkin berlansung berbulan- bulan, ketika gangguan depresi dan
perubahan suasana hati yang lainnya muncul. Ketiga, merasa ditolak oleh
semua orang. Semua anggapannya itu tidak benar kelak, wanita akan
memasuki tahap penyesuaian ulang. Semua kesedihan dari bulan-bulan
sebelumnya, tinggal sebagai mimpi buruk (Llewellyn, 2009).
Hilangnya libido dapat dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk
peningkatan depresi. Peranan dalam kehidupan sosial sangat penting bagi
lansia, terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan
dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan pensiun atau hilangnya
jabatan dan pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi kebanggaan lansia
dalam pendekatan holistik, sebenanya tidak dapat dipisahkan antara aspek
organ biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spritual dalam kehidupan
lansia (Mubarak, 2012).
Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause ketika
menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup,
kesepian, tidak sabar, tegang, cemas, dan depresi. Ada juga lansia yang
kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual.
Menurut (Mubarak, 2012), beberapa keluhan psikologis yang merupakan
tanda gejala dari menopause adalah sebagai berikut ;
a. Daya ingatan menurun
Gejala ini terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat mengingat
dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi
kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-
halsederhana.
b. Timbul kecemasan
Banyak wanita yang mengeluh bahwa setelah menopause, mereka
menjadi pencemas. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan
adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak
pernah dikhawatirkan dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak
pernah dikhawatirkan. Misalnya jika dulu biasa pergi sendirian pergi
sendirian ke luar kota, sekarang merasa cemas dan khawatir. Hal itu
sering diperkuat oleh larangan oleh anak-anaknya. Kecemasan pada
wanita lansia yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya
ada orang cemas dan khawatir.
c. Mudah tersinggung
Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan dengan kecemasan. Wanita
lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumya
dianggap tidak menganggu. Perasaannya menjadi sangat sensitif
terhadap tidak mengganggu. Perasaannya menjadi sangat sensitif
terhadap sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya, terutama jika
sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan menyinggung proses
penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya.
d. Mengalami stres
Ketegangan perasaan atau selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan,
pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan menyelusup ke
dalam tidur. Jika tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi,
mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap
penyakit. Tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress tidak
bias diramalkan. Perbedaan suasana hati dan emosi dapat menimbulkan
beragam reaksi, mulai dari reaksi marah sampai akhirnya ke hal-hal
yang lebih sulit untuk dikendalikan.
e. Depresi
Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih karena kehilangan
kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kemampuan
untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan untuk memiliki
anak, atau sedih karena kehilangan daya tarik.
6. Faktor Gejala Perimenopause
Gejala perimenopause menurut Mubarak (2012), dipengaruhi oleh 4
faktor diantaranya :
a. Faktor Psikis
Perubahan-perubahan psikologik maupun fisik ini berhubungan dengan
kadar estrogen. Gejala yang menonjol adalah berkurangnya tenaga dan
gairah berkurangnya konsentrasi dan kemampuan akademik, serta
timbulnya perubahan emosi seperti mudah tersinggung, susah tidur, rasa
kesepian, ketakutan keganasan, tidak sabar dan lain-lain. Perubahan
psikis ini berbeda-beda bergantung pada kemampuan seorang wanita
untuk menyesuaikan diri.
b. Sosialekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan
pendidikan. Apabila faktor-faktor di atas cukup baik, akan mengurangi
beban fisiologis dan psikologik.
c. Budaya danlingkungan
Pengaruh budaya dan lingkungan sudah terbukti sangat mempengaruhi
wanita dalam penyesuaian diri dengan fase klimakterium.
d. Fakorlain
Wanita yang belum menikah dan wanita karier, baik yang sudah
atau belum berumah tangga, riwayat menarche yang terlambat
berpengaruh terhadap keluhan-keluhan klimakterium yang ringan.
Tanda dan gejela menopause mempunyai ciri-ciri khusus, baik tanda
dan gejala menopause karena perubahan fisik maupun karena perubahan
psikologis. Gejala-gejala menopause disebabkan oleh perubahan kadar
estrogen dan progesteron. Karena fungsi ovariumberkurang, maka
ovarium menghasilkan lebih sedikit estrogen dan progesteron dan tubuh
memberikan reaksi. Beberapa wanita hanya mengalami sedikit gejala,
sedangkan wanita lain mengalami berbagai gejala yang sifatnya ringan
sampai berat (Proverawati, 2009).
Berkurangnya kadar estrogen secara bertahap menyebabkan tubuh
secara perlahan menyesuaikan diri terhadap perubahan hormon, tetapi
pada beberapa wanita penurunan kadar estrogen ini terjadi secara tiba-
tiba dan menyebabkan gejala-gejala yang hebat. Hal ini sering terjadi
jika menopause disebabkan oleh pengangkatan ovarium
(Proverawati,2009).
e. Indeks masatubuh
Sebuah penelitian pada wanita Spanyol menunjukkan bahwa
obesitas berhubungan dengan munculnya gejala menopause yang berat.
Indeks masa tubuh yang tinggi merupakan faktor predisposisi bagi
seorang wanita untuk lebih sering mengalami hot flushes.
Pada fase premenopause wanita yang mengalami obesitas memiliki
kadar hormon estradiol dan inhibin B yang secara signifikan lebih
rendah daripada wanita yang tidak mengalami obesitas. Kadar FSH pada
wanita obesitas secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita yang tidak mengalami obesitas. Namun pada fase akhir transisi
menopause ekadar estradiol lebih tinggi pada kelompok wanita yang
obesitas. Pada wanita postmenopause kadar FSH yang lebih rendah
ditemukan pada kelompok wanita yang obesitas dibandingkan kelompok
wanita yang tidak obesitas. Obesitas merupakan faktor penting yang
mempengaruhi perubahan hormonal selama masa transisi menopause
yang tergantung pada umur, ras, dan merokok. Namun mekanisme hal
ini masih belum begitu jelas.
Hubungan antara hot flushes dan indeks masa tubuh mungkin hanya
pada wanita yang usianya lebih muda yaitu di awal memasuki masa
transisi menopause atau sepanjang masa transisi perimenopause (40-50
tahun). Di sisi lain, indeks masa tubuh yang tinggi dapat menjadi faktor
pelindung terhadap hot flushes pada wanita yang usianya lebih tua (usia
51-60) atau postmenopause dimana kadar estrogen telah berkurang
secara nyata dibandingkan wanita pada masa transisi menopause. Hal ini
dikarenakan adanya konversi androgen menjadi estrogen pada jaringan
lemak. Hipotesis klinis yang telah diteima secara luas adalah wanita
dengan berat badan yang lebih rendah akan mengalami hot flushes lebih
sering dibandingkan dengan wanita yang lebihgemuk.
f. Merokok
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa merokok memiliki hubungan
positif dengan gejala vasomotor. Merokok dapat memicu seorang wanita
untuk mengalami hot flushes lebih sering dan lebih berat. Pada wanita
mantan perokok, tidak memiliki peningkatan resiko untuk mengalami
hot flushes sedang atau berat apabila dibandingkan dengan wanita yang
tidak pernah merokok sama sekali. Namun demikian, peningkatan
resiko mengalami hot flushes ditemukan secara bermakna pada wanita
yang masih merokok di saat masa transisi menopause.
g. Status Perkawinan
Sebuah penelitian menemukan bahwa gejala kekeringan vagina secara
signifikan lebih ringan sebagaimana sering dilaporkan pada wanita yang
belum menikah, janda, dan wanita yang bercerai apabila dibandingkan
dengan wanita yang menikah atau masih memiliki suami.
h. Paritas
Wanita nullipara akan memasuki masa perimenopause lebih awal
dibandingkan dengan wanita multipara. Dari hasil sebuah penelitian,
diperkirakan usia perimenopause berkisar antara 46 sampai 50 tahun.
i. Aktivitas Fisik
Tingkat aktifitas fisik berbanding terbalik dengan kadar estradiol pada
wanita di akhir transisi menopause. Tingkat aktifitas juga berbanding
terbalik dengan kadar hormon testoteron. Semakin tinggi tingkat
aktifitas fisik maka kadar estradiol dan testoteron pada wanita yang
mengalami masa transisi menopause akan semakin rendah. Adapaun
hormon lainnya tidak terpengaruh secara signifikan oleh aktifitas fisik
yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH).
Dan hal ini juga berkaitan dengan gejala pada masa transisi menopause.
7. Cara Meringankan Gejala Perimenopause
a. Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin seperti buah
dansayuran
b. Berolahraga teratur
c. Makanan yang baik dan bergizi
d. Melakukan hobi
e. Mengurangi konsumsi kopi, teh, minuman soda dan alcohol
f. Menghindari rokok
g. Tetaplah berkarya dan usahakan dapat memberikan manfaat bagi orang
lain
h. Berfikirlah bahwa menopause itu adalah sesuatu yang wajar
i. Terlibat dalam aktivitas-aktivitas keagamaan dan social
j. Bersilaturrahmi denagn teman bersama untuk bertukar fikiran
k. Mengkomunikasikan masalah dengan pasangan
l. Tingkatkan ibadah

B. Clinical Pathway
C. Implikasi Hasil Penelitian
1. Aromaterapi untuk mengatasi gejala menopause
Dari hasil penelitian Choi, dkk yang berjudul “Aromatherapy for
managing menopausal Symptoms A protocol for systematic review and
meta-analysis” tahun 2018 menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang
efektif dari aromaterapi untuk mengatasi gejala-gejala yang dialami oleh
wanita perimenopouse maupun menopause. Gejala yang dialami salah
satunya adalah sulit tidur atau insomnia. Aromaterapi merupakan esensial oil
yang berasal dari tumbuhan herbal, bunga maupun tumbuhan lainnya yang
berguna untuk meningkatkan kondisi tubuh agar rileks. Menurut Buckle
(2015), aromaterapi bisa digunakan dalam bentuk sabun, minyak yang diuap
kemudian dihirup, maupun untuk memijat. Banyak studi penelitian yang
mengemukakan bahwa aromaterapi efektif dalam mengurangi stress, sakit,
dan dapat membuat tubuh lebih rileks dengan memproduksi hormone
endorphin. Pada penelitian ini, disebutkan bahwa metode penggunaan
aromaterapi yang digunakan adalah dalam bentuk inhalasi atau dihirup dan
dalam bentuk pemijatan menggunakan minyak aromaterapi.
Menurut penelitian NickJou et, al (2017), Membandingkan tingkat
gejala sebelum dan sesudah menggunakan lavender pada kelompok
percobaan menunjukkan bahwa tingkat gejala menopause telah menurun
secara signifikan (P 1/4 0.000). Perbandingan rata-rata gejala menopause
setelah intervensi antara dua kelompok menunjukkan bahwa gejala
menopause pada kelompok percobaan mengalami penurunan yang signifikan
dibandingkan kelompok kontrol (P 1/4 0.000). Maka dari itu, Menggunakan
aromaterapi lavender mengurangi gejala menopause. Menurut efek yang
tidak diinginkan dari gejala menopause pada kualitas hidup wanita
menopause, intervensi ini dapat diinstruksikan oleh bidan di pusat perawatan
dan perawatan sebagai kegiatan kesehatan.
2. Peran Bidan dalam Konseling Perimenopouse
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Faraji, dkk (2018) yang berjudul
“Could a Midwife Leading Health Behavior Counseling Improve Self-Care
of Women During Perimenopause? A Quasi-Experimental Study”
menyatakan bahwa bidan berperan penting dalam memberikan konseling
untuk wanita perimenopouse. Konseling pada perimenopouse secara
significant berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku serta
memperbaiki body image dan pola tidur.
3. Efek Aromaterapi Massage untuk Gejala Menopouse
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Darsareh, dkk (2012) yang
berjudul “Effect of aromatherapy massage on menopausal symptoms: a
randomized placebo-controlled clinical trial” menyatakan bahwa pijatan
biasa tanpa menggunakan aromaterapi dan pijatan dengan menggunakan
aromaterapi bermanfaat untuk mengurangi gejala ketidaknyamanan yang
dirasakan oleh wanita menopause. Akan tetapi, pijatan dengan menggunakan
aromaterapi lebih efektif disbanding yang tidak menggunakan aromaterapi.

D. Manajemen Asuhan Kebidanan


Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan
keputusan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan
ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari
pengkajian, perumusan diagnose dan atau masalah kebidanan, perencanaan,
implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan.
1. STANDAR I ( Pengkajian)
Bidan mengumpulkan informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Kriteria pengkajian
adalah data tetap akurat dan lengkap, terdiri dari data subjektif dan objektif
serta pemeriksaan penunjang.
2. STANDAR II (Perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan)
Bidan dapat menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginteprestasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa
dan masalah kebidanan yang tepat. Diagnosa ditetapkan sesuai dengan
nomenklatur kebidanan, masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien,
dan dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi,
dan rujukan.
3. STANDAR III (Perencanaan)
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan masalah
yang ditegakkan. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah
dan kondisi klien, melibatkan klien dan atau keluarga,
mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien atau keluarga,
memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan
bermanfaat bagi klien, pertimbangan kebijakan dan peraturan yang berlaku,
sumber daya serta fasilitas yang ada.
4. STANDAR IV (Implementasi)
Bidan melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, dan
aman berdasarkan evidence based dalam bentuk upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Asuhan dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi
dan rujukan.
5. STANDAR V (Evaluasi)
Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan untuk
melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien.
6. STANDAR VI  (Pencatatan asuhan kebidanan)
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai keadaan atau kelainan yang ditemukan dan dilakukan pada saat
dalam memberikan asuhan kebidanan. Pencatatan dilakukan segera setelah
melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (rekam medis, KMS,
status pasien, buku KIA) dan ditulis dalam bentuk catatan perkembangan
SOAP.
a. S  adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
b. O adalah data obektif, mencatat hasil pemeriksaan
c. A  adalah hasil analisa, mencatat dignosa dan masalah kebidanan
d. P adalah penatalaksanaan, yaitu bidan mampu mencatat seluruh
perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti
tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan secara komprehensif,
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dan rujukan
(KEPMENKES NO.938/MENKES/SK/VIII/2007)

Anda mungkin juga menyukai