PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya angka kelahiran di Indonesia menggelisahkan banyak pihak.
Sejak 2004, program Keluarga Berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga
angka kelahiran mencapai 4,5 juta per tahun. Ledakan penduduk disadari akan
berpengaruh pada ketersediaan pangan dan kualitas sumber daya manusia. Untuk
menghindari dampak tersebut, pemerintah berusaha keras menekan angka
kelahiran hingga dibawah 4,5 juta jiwa per tahun. Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) yang bertanggung jawab dibidang ini berusaha
meningkatkan kinerja dengan meluncurkan program pemberian insentif bagi
tenaga medis (BKKBN, 2011).
Di Indonesia terdapat berbagai macam metode keluarga berencana seperti
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), susuk/implant, kontrasepsi suntikan,
kontrasepsi pil, kondom, dan kontrasepsi mantap, metode operasi wanita (MOW)
dan metode operasi pria (MOP). Hal ini disesuaikan dengan pilihan akseptor
(Sarwono, 2008). Pada bulan Agustus 2013 sebanyak 688.951 peserta yang
menggunakan alat kontrasepsi. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka
persentasenya adalah sebagai berikut : 46.988 peserta IUD (6,82%), 7.982
peserta MOW (1,16%), 44.453 peserta implant (6,45% ), 351.016 peserta
suntikan (50,95%), 193.405 peserta pil (28,07%), 1.125 peserta MOP (0,16%)
dan 43.982 peserta kondom (6,38%).
Pentingnya kualitas konseling masalah kontrasepsi oleh setiap tenaga
kesehatan khususnya bidan dan para dokter harus ditingkatkan, karena masih
banyak ibu muda yang sudah mempunyai anak, belum paham kontrasepsi apa
yang harus digunakan pasca melahirkan. Mereka sangat kurang mendapat
informasi tentang kontrasepsi, sehingga dengan adanya konseling sejak dini, para
ibu hamil telah dibekali pengetahuan tentang kontrasepsi yang digunakan atau
dipilih kelak setelah melahirkan anak (Andalas, 2010).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang ini maka dirumuskan masalah bagaimanakah
sikap dan tindakan bidan tentang manajemen asuhan kebidanan Keluarga
Berencana?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan dan berpikit kritis pada kasus
keluarga berencana dengan pendekatan manajeman kebidanan dan
melakukan pendokumentasian secara SOAP
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data subyektif pada keluarga berencana
menggunakan pendekatan holistik.
b. Melaksanakan pengkajian data obyektif pada keluarga berencana
menggunakan pendekatan holistik.
c. Menginterpretasi data dasar dengan berpikir kritis pada keluarga
berencana.
d. Melakukan implementasi asuhan pada keluarga berencana
berdasarkan evidence based practice.
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan manajemen asuhan
kebidanan pada keluarga berencana.
2. Bagi Lahan Praktik
Dapat menjadi bahan masukan bagi lahan peraktik dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan dan pelaksanan Asuhan kebidanan sesuai
standar pelayanan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber referensi, sumber bacaan dan bahan pengajaran terutama
yang berkaitan dengan asuhan kebidanan keluarga berencana.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Literature Review
1. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian
dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Program
Keluarga Berencana (KB) saat ini tidak hanya ditujukan untuk penurunan
angka kelahiran namun dikaitkan pula dengan tujuan untuk pemenuhan hak-
hak reproduksi, promosi, pencegahan dan penanganan masalah-masalah
kesehatan reproduksi seksual, kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi dan
anak (BKKBN, 2005).
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi
(Manuaba,2003).
Keluarga berencana menurut WHO adalah tindakan yang memakai
individu atau pasangan suami istri untuk :
a. Mendapatkan obyek-obyek tertentu
b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
d. Mengatur interval diantara kehamilan
e. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur
suami istri
f. Menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hanafi, 2004).
2. Tujuan Umum Keluarga Berencana
Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial – ekonomi
suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak, agar diperoleh suatu
keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
(Mochtar, 2002).
Menurut WHO (2003) tujuan KB terdiri dari :
a. Menunda/mencegah kehamilan. Menunda kehamilan bagi PUS
(Pasangan Usia Subur) dengan usia istri kurang dari 20 tahun
dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
b. Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai
anak dulu karena berbagai alasan. Prioritas penggunaan kontrasepsi pil
oral, karena peserta masih muda.
c. Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda
masih tinggi frekuensi bersenggamanya, sehingga mempunyai
kegagalan tinggi.
d. Penggunaan IUD (Intra Uterine Divice) bagi yang belum mempunyai
anak pada masa ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan
kontra indikasi terhadap pil oral.
3. Sasaran Program Keluarga Berencana
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan
sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.sasaran
langsung adalah PUS yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran
dengan cara penggunaan kontrasepasi secara berkelanjutan. Sedangkan
sasaran tidak langsung adalah pelaksana dan pengolah KB, dengan tujuan
menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan
kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas
dan sejahtera.
4. Ruang Lingkup Program Keluarga Berencana
Menurut Sri Handayani 2010, ruang lingkup program KB yaitu sebagai
berikut:
a. Komunikasi Informasi dan Edukasi
b. Konseling
c. Pelayanan kontrasepsi
d. Pelayanan infertilitas
e. Pendidikan sex (sex education)
f. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan
g. Konsultasi genetic
h. Tes keganasan
i. Adopsi
5. Ciri-Ciri Kontrasepsi yang Dianjurkan
a. Reversibilitas yang tinggi artinya kembalinya masa kesuburan dapat
terjamin hampir 100%, karena pada masa ini peserta belum mempunyai
anak.
b. Efektivitas yang tinggi, karena kegagalan akan menyebabkan terjadinya
kehamilan dengan risiko tinggi dan kegagalan ini merupakan kegagalan
program.
c. Menjarangkan kehamilan. Periode usia istri antara 20 – 30 / 35 tahun
merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah
anak dua orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 – 4 tahun. Ini
dikenal sebagai catur warga.
6. Macam – Macam Kontrasepsi
a. Metode Tanpa Alat
1) Metode Amenore Laktasi (MAL)
MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI,
MAL bisa sebagai kontrasepsi apabila menyusui secara penuh,
tanpa susu formula dan makanan pendamping, belum haid sejak
masa nifas selesaidan umur bayi kurang dari 6 bulan.
Cara pelaksanaan metode amenore laktasi adalah :
a) Bayi disusui kebutuhan bayi
b) Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang
melepaskan hisapannya
c) Susui bayi juga pada malam hari karena menyusui
waktu malam mempertahakan kecukupan persediaan
ASI.
d) Bayi terus disusukan walau ibu / bayi sedang sakit
e) Ketika ibu mulai dapat haid lagi, ibu sudah subur
kembali dan harus segera mulai mengunakan metode KB
lainnya.
Keuntungan Keterbatasan
(1) Efektifitas tinggi (1) Perlu persiapan sejak
(keberhasilan 98% pada 6 perawatan kehamilan agar
2) bulan pasca persalinan) segera menyusun dalam
(2) Tidak menganggu 30 menit pasca
senggama persalinan.
(3) Tidak ada efeksamping (2) Mungkin sulit
secara sistematik dilaksanakan karena
(4) Tidak perlu pengawasan kondisi sosial.
medis Tidak melindungi
(5) Tidak perlu obat atau terhadap IMS (Infeksi
alat Tanpa Biaya Menular Seksual)
termasuk virus hepatitis B
/ HIV/ AIDS.
Pantang Berkala
Yaitu senggama dihindari pada masa subur yaitu dekat dengan
pertengahan siklus haid atau terdapat tanda-tanda adanya kesuburan
yaitu keluarnya lendir encer dari liang vagina.
Menghindari senggama pada saat masa subur (sekitar ovulasi)
perkiraan masa subur = 14 hari sebelum haid ± 2hari, sperma
mampu bertahan paling lama 72 jam dalam saluran reproduksi
wanita. Ovum dapat bertahan hidup selama 24 jam setelah ovulasi
sehingga jika siklus haid tidak teratur maka harus hati-hati dalam
perhitungan.
a) Metode kalender atau pantang berkala mempunyai keuntungan
sebagai berikut:
(1) Metode kalender atau pantang berkala lebih sederhana.
(2) Dapat digunakan oleh setiap wanita yang sehat.
(3) Tidak membutuhkan alat atau pemeriksaan khusus dalam
penerapannya.
(4) Tidak mengganggu pada saat berhubungan seksual.
(5) Kontrasepsi dengan menggunakan metode kalender dapat
menghindari resiko kesehatan yang berhubungan dengan
kontrasepsi.
(6) Tidak memerlukan biaya.
(7) Tidak memerlukan tempat pelayanan kontrasepsi.
b) Keterbatasan dari metode kalender atau pantang berkala adalah:
(1) Memerlukan kerjasama yang baik antara suami istri.
(2) Harus ada motivasi dan disiplin pasangan dalam
menjalankannya.
(3) Pasangan suami istri tidak dapat melakukan hubungan
seksual setiap saat.
(4) Pasangan suami istri harus tahu masa subur dan masa
tidak subur.
(5) Harus mengamati sikus haid minimal enam kali siklus.
(6) Siklus haid yang tidak teratur (menjadi penghambat).
(7) Lebih efektif bila dikombinasikan dengan metode
kontrasepsi lain.
3) Senggama terputus
Coitus interuptus atau senggama terputus adalah metode
keluarga berencana tradisional/alamiah, di mana pria mengeluarkan
alat kelaminnya (penis) dari vagina (jalan lahir) sebelum mencapai
ejakulasi (pengeluaran sperma ke kelamin wanita).Alat kelamin pria
(penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk
ke dalam vagina, maka tidak ada pertemuan antara sperma dan
ovum (telur), dan kehamilan dapat dicegah. Ejakulasi di luar vagina
untuk mengurangi kemungkinan air mani mencapai rahim.
a) Keterbatasan dari metode senggama terputus diantaranya
adalah:
(1) Sangat tergantung dari pihak pria dalam mengontrol
ejakulasi dan tumpahan sperma selama senggama.
(2) Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual
(orgasme).
(3) Sulit mengontrol tumpahan sperma selama penetrasi
(masuknya penis ke vagina), sesaat dan setelah interupsi
coitus.Tidak melindungi dari penyakit menular seksual.
(4) Kurang efektif untuk mencegah kehamilan
b) Adapun manfaat dari senggama terputus di jelaskan di
dalam tabel di bawah ini :
Manfaat metode senggama terputus
Kontrasepsi Non kontrasepsi
(1) Efektif bila dilakukan (1) Adanya peran serta suami
dengan benar. dalam keluarga berencana
(2) Tidak mengganggu produksi dan kesehatan reproduksi.
ASI. (2) Menanamkan sifat saling
(3) Tidak ada efek samping. pengertian.
(4) Tidak membutuhkan biaya. (3) Tanggung jawab bersama
(5) Tidakmemerlukan dalam ber-KB.
persiapan khusus.
(6) Dapat dikombinasikan
dengan metode kontrasepsi
lain.
(7) Dapat digunakan setiap
waktu
4) Metode Lendir Servik
Metode lendir servic atau ovulasi billings ini dikembangkan
oleh Drs. John, Evelyn Billings dan Fr Maurice Catarinich di
Melbourne, Australia dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Metode ini tidak menggunakan obat atau alat, sehingga dapat
diterima oleh pasangan taat agama dan budaya yang berpantang
dengan kontrasepsi modern.
Merupakan metode keluarga berencana alamiah (KBA) dengan
cara mengenali masa subur dari siklus haid dengan mengamati
lendir yang keluar dari kemaluan (jalan lahir). Metode pengamatan
lendir kemaluan bermanfaat untuk mencegah kehamilan yaitu
dengan berpantang senggama pada masa subur. Selain itu, metode
ini juga bermanfaat bagi wanita yang menginginkan kehamilan.
Cara pengamatan lendir yaitu apabila di sekitar alat kelamin
terasa basah dan keluar lendir berwarna jernih, tidak gatal, tidak
berbau dan tidak nyeri maka wanita tersebut memasuki masa subur
dan bila terasa kering maka wanita tersebut memasuki masa tidak
subur.
Metode pengamatan lendir ini memiliki kelebihan, antara lain
mudah digunakan dan tidak memerlukan biaya.Keterbatasan
metode ini adalah :
a) Tidak efektif bila digunakan sendiri, sebaiknya
dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain (misal
metode simptothermal).
b) Tidak cocok untuk wanita yang tidak menyukai menyentuh
alat kelaminnya.
c) Wanita yang memiliki infeksi saluran reproduksi dapat
mengaburkan kesuburan.
d) Wanita yang menghasilkan sedikit lendir.
5) Metode Suhu Basal
Adalah suhu badan asli. Suhu basal wanita lebih tinggi setelah
terjadi ovulasi daripada sebelum masa ovulasi. Tujuan pencatatan
suhu basal untuk mengetahui kapan terjadinya masa subur/ovulasi.
Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi hari segera setelah
bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas lainnya. Suhu basal
tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer basal.
Termometer basal ini dapat digunakan melalui mulut, melalui
vagina (jalan lahir), atau melalui anus dan ditempatkan pada lokasi
serta waktu yang sama selama 5 menit.
Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36 derajat Celcius. Pada waktu
ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik menjadi 37-38
derajat kemudian tidak akan kembali pada suhu 35 derajat Celcius.
Pada saat itulah terjadi masa subur/ovulasi.
Kondisi kenaikan suhu tubuh ini akan terjadi sekitar 3-4 hari,
kemudian akan turun kembali sekitar 2 derajat dan akhirnya
kembali pada suhu tubuh normal sebelum menstruasi. Apabila
grafik (hasil catatan suhu tubuh) tidak terjadi kenaikan suhu tubuh,
kemungkinan tidak terjadi masa subur/ovulasi sehingga tidak terjadi
kenaikan suhu tubuh. Begitu sebaliknya, jika terjadi kenaikan suhu
tubuh dan terus berlangsung setelah masa subur/ovulasi
kemungkinan terjadi kehamilan.
b. Metode dengan alat
1) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang
pada penis sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan
pria pada saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara
kerja kondom yaitu mencegah pertemuan ovum dan sperma atau
mencegah spermatozoa mencapai saluran genital wanita. Sekarang
sudah ada jenis kondom untuk wanita, angka kegagalan dari
penggunaan kondom ini 5-21%.
a) Ada beberapa jenis kondom, diantaranya :
(1) Kondom biasa.
(2) Kondom berkontur (bergerigi).
(3) Kondom beraroma.
(4) Kondom tidak beraroma.
Kondom untuk pria sudah lazim dikenal, meskipun kondom
wanita sudah ada namun belum populer.
b) Alat kontrasepsi kondom mempunyai cara kerja sebagai
berikut:
(1) Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita
(2) Sebagai alat kontrasepsi
(3) Sebagai pelindung terhadap infeksi atau tranmisi mikro
organisme penyebab PMS.
(4) Pemakaian kontrasepsi kondom akan efektif apabila
dipakai secara benar setiap kali berhubungan seksual.
Pemakaian kondom yang tidak konsisten membuat tidak
efektif. Angka kegagalan kontrasepsi kondom sangat
sedikit yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.
Indikasi atau manfaat kontrasepsi kondom terbagi dua,
yaitu manfaat secara kontrasepsi dan non kontrasepsi.
c) Manfaat kondom secara kontrasepsi antara lain:
(1) Efektif bila pemakaian benar
(2) Tidak mengganggu produksi ASI
(3) Tidak mengganggu kesehatan klien
(4) Tidak mempunyai pengaruh sistemik
(5) Murah dan tersedia di berbagai tempat
(6) Tidak memerlukan resep dan pemeriksaan khusus
(7) Metode kontrasepsi sementara
d) Manfaat kondom secara non kontrasepsi antara lain:
(1) Peran serta suami untuk ber-KB
(2) Mencegah penularan PMS
(3) Mencegah ejakulasi dini
(4) Mengurangi insidensi kanker serviks
(5) Adanya interaksi sesama pasangan
(6) Mencegah imuno infertilitas.
e) Alat kontrasepsi metode barier kondom ini juga memiliki
keterbatasan, antara lain:
(1) Efektifitas tidak terlalu tinggi
(2) Tingkat efektifitas tergantung pada pemakaian kondom
yang benar
(3) Adanya pengurangan sensitifitas pada penis
(4) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual
(5) Perasaan malu membeli di tempat umum
(6) Masalah pembuangan kondom bekas pakai.
2) Vaginal Diafragma
Lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel iniakan menutup
mulut rahim, dipasang dalam liang vagina 6 jam sebelum
senggama. Efektivitasnya sangat kecil, karena itu harus digunakan
bersama spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%. Cara ini
bisa gagal bila ukuran diafragma tidak pas, tergeser saat senggama,
atau terlalu cepat dilepas (< 8 jam ) setelah senggama
(Mansjoer,2001).
3) Spermisida
Spermisida merupakan alat kontrasepsi sederhana yang
mengandung zat kimia untuk membunuh sperma, dimasukkan ke
dalam vagina sebelum melakukan hubungan seksual untuk
mencegah kehamilan. Sebagai alat kontrasepsi, spermisida dapat
digunakan sendiri. Namun demikian, akan jauh lebih efektif bila
dikombinasikan dengan alat kontrasepsi lain seperti kondom,
diafragma, cervical caps ataupun spons. Bentuk spermisida
bermacam-macam, antara lain: aerosol (busa), krim dan jeli, vaginal
contraceptive film/tissue, maupun suppositoria.
Contraceptive Technology menyatakan bahwa angka
kegagalan dari alat kontrasepsi spermisida ini 18 persen per tahun
apabila digunakan dengan benar dan konsisten dan 29 persen
apabila digunakan tidak sesuai petunjuk dan kurang
berkesinambungan.
c. Metode hormonal
1) KB Pil
a) Pil Kombinasi (hormone estrogen dan progestin)
Merupakan alat kontrasepsi per oral yang mengandung
hormon aktif estrogen dan progestin yang harus diminum
setiap hari pada waktu yang sama. Dalam penggunaan pil
sebaiknya diminum sebelum tidur malam untuk mengurangi
efek mual. Dapat dipakai oleh semua ibu usia reproduksi baik
yang punya anak maupun tidak. Dapat diminum setiap saat,
bila yakin sedang tidak hamil. Tidak dianjurkan pada ibu
menyusui. Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat.
Efek samping kemungkinan mengakibatkan pseudo
pregnancy dimana disebabkan oleh estrogen yang berlebihan.
Gejalanya yaitu, muntah, pusing, payudara membesar, oedem,
berat badan bertambah. Apabila disebabkan progestin yang
berlebihan maka gejalanya yaitu, nafsu makan bertambah
berat, rasa lelah, depresi, juga terjadi penambahan berat badan.
Efek samping biasanya hilang setelah 3 bulan termasuk
mual,flek diantara masa haid,sakit kepala atau nyeri payudara.
Separuh pemakai pil tidak pernah mengalami efek
samping,sebagian besar tidak berbahaya dan bukan merupakan
tanda adanya penyakit. Dan yang paling umum adalah
mual(perut mual), bercak atau flek diantara masa
haid,payudara nyeri,BB sedikit naik atau turun.
(1) Jenis – jenis pil kombinasi:
(a) Monofasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21
tablet mengandung hormon aktif estrogen /
progesterone (E/P) dalam dosis yang sama, dengan 7
tablet tanpa hormone aktif.
(b) Bifasik : pil yang tersedia didalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen/ progestin (E/P)
dengan dua dosis yang berbeda dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif.
(c) Trifasik : pil yang tersedia di dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen/ progestin (E/P)
dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif.
(2) Cara Kerja yaitu :
(a) Menekan ovulasi.
(b) Mencegah implantasi.
(c) Lendir servik mengental sehingga sulit di lalui
oleh sperma.
(d) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi
telur dengan sendirinya akan terganggu pula.
(3) Keuntungan yaitu :
(a) Memiliki efektifitas yang tinggi.
(b) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
(c) Pil Tidak mengganggu hubungan seksual.
(d) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah
berkurang. (mencegah anemia), dan tidak terjadi nyeri
haid.
(e) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan.
masih ingin menggunakannya untuk mencegah
kehamilan.
(f) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause
(g) Mudah dihentikan setiap saat.
(h) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil
(i) Dapat digunakan sebagai KB darurat.
(j) Membantu mencegah :
₋ Kehamilan ektopik.
₋ Kanker ovarium.
₋ Kanker endometrium.
₋ Kista ovarium.
₋ Penyakit radang panggul.
₋ Kelainan jinak pada payudara.
(4) Kekurangan yaitu :
(a) Mahal dan membosankan karena harus
menggunakan setiap hari.
(b) Mual terutama 3 bulan pertama.
(c) Perdarahan bercak (spotting) atau perdarahan
sela terutama 3 bulan pertama.
(d) Pusing.
(e) Nyeri payudara.
(f) Berat badan naik sedikit.
(g) Berhenti haid (amenorea), jarang pada pil kombinasi.
(h) Tidak boleh diberikan pada ibu menyusui.
(i) Dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan.
(j) Tidak mencegah IMS, HIV/ AIDS Hanafi Hartanto
b) Pil Progestin/Mini Pil
Mini pil adalah pil KB yang hanya mengandung
hormonprogesteron dalam dosis rendah. Pil mini atau pil
progestin disebut juga pil menyusui. Dosis progestin yang
digunakan 0,03- 0,05 mg per tablet.
B. Clinical Pathway