OLEH:
NAMA : FITRI NANDA SARI
NIM : 19251019P
PENDAHULUAN
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Hubungan Dukungan
Keluarga, Perubahan Fisik Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Masa
Klimakterium Pada Wanita Usia 45-55 Tahun Di Wilayah Kerjaa Puskesmas
Margo Mulyo Kecamatan Muara Sugihan Kabupaten Banyuasin Tahun 2021?”
1.3 Tujuan
Penelitian
A. Tujuan umum :
Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga, Perubahan Fisik Dengan
Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Masa Klimakterium Pada Wanita Usia
45-55 Tahun Di Wilayah Kerjaa Puskesmas Margo Mulyo Kecamatan Muara
Sugihan Kabupaten Banyuasin Tahun 2021.
B. Tujuan khusus :
1. Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Dalam Menghadapi Masa
Klimakterium Pada Wanita Usia 45-55 Tahun Di Wilayah Kerjaa
Puskesmas Margo Mulyo Kecamatan Muara Sugihan Kabupaten
Banyuasin Tahun 2021.
2. Mengetahui Hubungan Perubahan Fisik Dalam Menghadapi Masa
Klimakterium Pada Wanita Usia 45-55 Tahun Di Wilayah Kerjaa
Puskesmas Margo Mulyo Kecamatan Muara Sugihan Kabupaten
Banyuasin Tahun 2021.
3. Mengetahui Hubungan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Masa
Klimakterium Pada Wanita Usia 45-55 Tahun Di Wilayah Kerjaa
Puskesmas Margo Mulyo Kecamatan Muara Sugihan Kabupaten
Banyuasin Tahun 2021.
B. Manfaat praktis
Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar
penanganan sindrom genitourinaria dan terapi estrogen pada wanita
pascamenopause
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Klimakterium merupakan bagian dari masa sebelum terjadinya
menopouse,yaitu masa dimana siklus menstruasi mulai berlangsung tidak
teratur dan pada masa tersebut seorang wanita akan mengalami beberapa gejala
klimakterium, salah satunya adalah hot flash yaitu kemerahan pada kulit kepala,
dada, wajah, hingga leher yang terasa panas. Setelah seorang perempuan
melewati masa menopouse, maka perempuan tersebut akan mulai beranjak
mendaki anak tangga dalam artian di sini disebut fase pascamenopouse yaitu
istilah yang ditetapkan untuk menyebutkan adanya gejala atau berhentinya
menstruasi. Klimakterium dimulai pada akhir tahap reproduksi dan berakhir
pada awal senium, masa ini berlangsung beberapa tahun sebelum dan setelah
menopouse ( Hafifah Munawar, 2013 ).
Menopause dan ketuaan merupakan kenyataan yang harus
dihadapi wanita. Cepat atau lambat masa tersebut akan datang, sehingga setiap
wanita diharapkan mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik secara fisik
maupun mental dalam menghadapi dan menjalani masa menopause tersebut.
Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi pada
perempuan dengan rentang usia 48 sampai 55 tahun. Masa ini sangat
kompleks bagi perempuan karena berkaitan dengan keadaan fisik dan
kejiwaannya. Selain perempuan mengalami stress fisik dapat juga mengalami
stres psikologi yang mempengaruhi keadaan emosi dalam menghadapi hal
normal sebagaimana yang dialami oleh semua perempuan (Baziad, 2013).
Menopause merupakan suatu masa transisi alamiah yang dialami oleh
setiap wanita saat dia bertambah umur, dimana perdarahan haidnya berhenti
sama sekali. Sebelum haid berhenti sebenarnya pada diri seorang wanita telah
terjadi suatu perubahan pada tubuh, baik secara fisik maupun mental. Usia
saat seorang akan memasuki menopause disebut usia premenopause
(Wiknjosastro, 2012).
Menopause adalah berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi
wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi setiap bulan, yang disebabkan
oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai tidak tersedia
lagi folikel, serta dalam 12 bulan terakhir mengalami amenorea, dan bukan
disebabkan oleh keadaan patologis (Imelda Fitri, 2017).
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan
(frustasi) dan pertentangan batin ( Drajat, 2007). Sementara itu, Freud
berpendapat bahwa kecemasan merupakan pengalaman subyektif individu
mengenai ketegangan-ketegangan, kesulitan-kesulitan dan tekanan yang
menyertai suatu konflik dan ancaman (Basuki,2000, Hanum, 2002). Kecemasan
adalah suatu keterangan, rasa tidak aman, khawatiran, yang timbul karena
dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan ( Maramis,
2001)
D. Keluhan Vasomotor
Gejala vasomotor mempengaruhi sampai 75% wanita premenopause.
Gejala dapat terjadi untuk 1 sampai 2 tahun setelah menopause pada sebagian
besar wanita, namun dapat terus sampai 10 tahun atau lebih wanita lainnya. Hot
flushes adalah alasan utama mengapa perempuan mencari perawatan saat
menopause dan permintaan akan pengobatan terapi hormonal. Hot flushes tidak
hanya mengganggu perempuan di tempat kerja dan mengganggu kegiatan
sehari-hari tetapi juga mengganggu tidur.Banyak wanita yang melaporkan
kesulitan berkonsentrasi dan terjadinya ketidakstabilan emosional selama masa
transisi menopause. Insiden penyakit tiroid meningkat seiring dengan
pertmbahan usia wanita, sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus dilakukan jika
dijumpai gejala vasomotor yang khas atau resisten terhadap terapi yang
diberikan(Arian,2011).
Mekanisme fisiologis yang mendasari terjadinya hot flushes masih belum
sepenuhnya dipahami. Sebuah peristiwa sentral, mungkin dimulai di hipotalamus,
mendorong peningkatan suhu inti tubuh, tingkat metabolisme, dan suhu kulit. Hal
ini mengakibatkan reaksi ini dalam
terjadinya vasodilatasi perifer dan berkeringat pada beberapa wanita. Peristiwa
sentral mungkin dipicu oleh noradrenergik, serotoninergic, atau aktivasi
dopaminergik.Meskipun lonjakan LH sering terjadi pada saat hot flushes, itu
bukan penyebab, karena gejala vasomotor juga terjadi pada wanita dengan
kelenjar hipofisis yang telah diangkat. Seperti apa peran dari estrogen dalam
terjadinya hal ini masih belum diketahui secara pasti(Saryono,2011).
Gejala vasomotor adalah konsekuensi dari penurunan kadar hormone
estrogen. Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa
panas,berkeringat dan kemerahan yang lebih sering terjadi pada muka, leher dan
dada. ansietas juga sering menyertai hot flashes. Tanda-tanda obyektif dari
vasodilatasi cutaneous seperti flushing dan berkeringat diamati, yang diikuti
oleh penurunan suhu inti tubuh, yang menyebabkan beberapa wanita akan
merasa dingin setelah setelah terjadinya semburan panas(Arikunto,2011).
Hot flushes terkait dengan vasodilatasi dan peningkatan suhu kulit yang
menghasilkan keringat, penurunan resistensi kulit, dan peningkatan konduktansi
kulit. Data dari studi oleh Mashchak dkk menunjukkan bahwa hot flushes
disebabkan oleh perubahan mendadak dalam regulasi control suhu di
hipotalamus regulasi. Investigasi kemudian menunjukkan bahwa penarikan
estrogen adalah faktor pencetus untuk terjadinya hot flushes pada wanita
menopause. Gejala secara lainnya meliputi palpitasi, gelisah, mudah marah, dan
keringat malam. Hot flushes dapat terjadi selama beberapa detik, dan dapat juga
terjadi sampai beberapa jam.Hot flushes dapat muncul sebelum periode
menstruasi terakhir, dengan hampir 60% wanita melaporkan keadian hot flushes
sebelum terjadinya perubahan siklus menstruasi. Pola dapat berubah dari waktu
ke waktu, dengan beberapa wanita mengalami pengurangan keluhan hot flushes
seiring dengan waktu, sementara yang lain terus mengalami ketidaknyamanan
sampai bertahun-tahun(Arikunto,2011).
Hot flushes juga mungkin dapat dipicu oleh menopause yang terjadi
akibat prosedur pembedahan dimana terjadi satu minggu pasca-operasi, dan
biasanya lebih sering dan parah di malam hari (sering membangkitkan seorang
wanita dari tidur) atau selama masa stres. Salah satu keluhan utama yang terkait
dengan hot flushes adalah insomnia, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
wanita.Keluhan Vasomotor pada masa Menopause telah dilaporkan terjadi.
Perempuan kulit hitam secara signifikan lebih cenderung memiliki gejolak panas
dibandingkan perempuan kulit putih(Saryono,2011).
E. Perubahan Secara Psikologi pada masa Menopause
Pandangan bahwa menopause memiliki efek yang merusak pada
kesehatan mental tidak didukung dalam literatur psikiatri, atau dalam survei
populasi umum. Konsep gangguan psikiatrik tertentu (melankolis involusional )
telah ditinggalkan. Memang, depresi kurang umum, dan tidak lebih umum, di
kalangan wanita paruh baya, dan menopause tidak dapat dihubungkan dengan
distress psikologis.Penelitian longitudinal pada wanita premenopause
menunjukkan bahwa histerektomi dengan atau tanpa ooforektomi tidak terkait
dengan dampak psikologis yang negatif diantara wanita paruh baya.Dan data
longitudinal dari dokumen Massachusetts Women's Health Study bahwa wanita
menopause tidak berhubungan dengan peningkatan risiko depresi.
Meskipun wanita lebih mungkin untuk mengalami depresi dibanding pria,
perbedaan jenis kelamin ini dimulai pada awal masa remaja, tidak pada masa
menopause(Sugiono,2012).
U.S. National Health Examination Follow-up Study mencakup penilaian
longitudinal dan cross-sectional dari sampel perwakilan wanita secara
nasional.Penelitian ini tidak menemukan bukti yang mengaitkan baik menopause
alami maupun bedah dengan distress psikologis. Memang, satu-satunya
perubahan longitudinal yaitu sedikit penurunan dalam prevalensi depresi dengan
penuaan wanita melalui transisi menopause.Hasil dalam penelitian ini adalah
sama pada pengguna dan non pengguna estrogen.Sebuah pandangan negatif dari
kesehatan mental pada saat menopause tidak dibenarkan, banyak masalah yang
dilaporkan pada menopause adalah karena kejadian dalam kehidupan. Jadi,
ada masalah yang dihadapi dalam pascamenopause awal yang sering terlihat,
tetapi hubungan kausal mereka dengan estrogen tidak memungkinkan. Masalah-
masalah ini termasuk kelelahan, gugup, sakit kepala, insomnia, depresi,
iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing, dan jantung berdebar.Memang, pada
tahap ini kehidupan laki-laki dan wanita mengungkapkan banyak keluhan yang
tidak menunjukkan perbedaan gender yang dapat dijelaskan oleh penyebab
hormonal(Suyanto,2011).
Namun demikian, wanita setengah baya melaporkan keluhan yang lebih
sering daripada laki-laki, yang mungkin mencerminkan persepsi negatif
umumnya dan konotasi budaya dan masyarakat telah dikaitkan dengan
menopause.Kestabilan emosi selama masa perimenopause dapat terganggu
oleh pola tidur yang buruk.Hot flushes tidak memiliki dampak yang merugikan
pada kualitas tidur. Terapi estrogen meningkatkan kualitas tidur, mengurangi
waktu onset tidur dan meningkatkan waktu tidur rapideye movement ( REM )(
Azwar,2011). Mungkin flushing cukup untuk membangunkan wanita, tetapi
tidak cukup untuk mempengaruhi kualitas tidur, sehingga mengurangi
kemampuan untuk menangani masalah dan tekanan hari berikutnya.Peningkatan
tidur dengan pengobatan estrogen bahkan dapat didokumentasikan pada wanita
menopause yang dilaporkan asimptomatik. Dengan demikian, secara
keseluruhan kualitas hidup yang dilaporkan oleh wanita dapat meningkatkan
tidur yang lebih baik dan pengentasan hot flushing.(Saryono,2011)
Namun, masih belum pasti apakah pengobatan estrogen memiliki efek
tambahan antidepresan farmakologis langsung atau apakah respon mood
benar-benar merupakan manfaat tidak langsung dari redanya gejala fisik dan,
akibatnya, peningkatan kualitas tidur.Dengan memanfaatkan berbagai alat
penilaian untuk mengukur depresi, perbaikan dengan pengobatan estrogen telah
dicatat pada wanita dengan ooforektomi.Dalam penelitian kohort prospektif
besar dari komunitas pensiun Rancho Bernardo, tidak ada manfaat yang
dapat dideteksi dalam ukuran depresi pada pengguna estrogen pascamenopause
saat ini dibandingkan dengan wanita yang tidak diobati.Memang, wanita yang
diterapi memiliki skor gejala depresi yang lebih tinggi, yang mungkin
mencerminkan bias seleksi pengobatan; wanita simptomatik dan depresi
mencari terapi hormon. Namun demikian, terapi estrogen dilaporkan memiliki
dampak yang lebih kuat pada kesejahteraan wanita yang melampaui hilangnya
gejala seperti hot flushes( Saryono,2011).
G. Gejala Somatik
Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause
antara lain sakit kepala, pusing, palpitasi serta payudara yang membesardan
nyeri.Dari semua keluhan-keluhan di atas, harus diyakinkan bahwa gejala-
gejala tersebut umum terjadi dan bersifat fisiologis.Pengobatan yang dilakukan
bersamaan dengan pendidikan dan suportif harus dilakukan pada awal
timbulnya gejala.Sekarang ini terapi farmakologi dan nonfarmakologi sudah
tersedia.Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tidak ada pengobatan bagi
wanita pada masa perimenopause, sebab mereka masih menghasilkan
estrogen.Dalam banyak kasus, meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah
hal yang nyata dan tidak mengancam kehidupan mungkin sudah cukup. Tetapi,
jika dianggap penting, pengobatan tidak harus ditunda(Arian,2012).
b. Kepribadian Pencemas
Kepribadian seseorang adalah perlawanan atau mempertahankan diri
sekuat tenaga dari stressor dan menyerah terhadap stressor.
Hawari menyatakan seseorang yang menderita gangguan cemas manakala
seseorang tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya dia
akan menyerah atau mepertahakan diri sekuat tenaganya. Seseorang yang tanpa
stressor juga dapat menjadi cemas dapat dinamakan pribadi pencemas. Ciri-ciri
dengan kepribadian cemas :
1) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
2.5. KerangkaTeori
Menopause adalah tahap atau masa yang ditandai dengan berhentinya haid
yang disebabkan tubuh sudah kehabisan sel telur dan penurunan hormon estrogen .
Akibat perubahan pada organ reproduksi maupun hormon tubuh pada saat
menopause mempengaruhi berbagai keadaan fisik tubuh seorang wanita. Keadaan
ini berupa keluhan-keluhan ketidaknyamanan yang timbul dalam kehidupan sehari-
hari yaitu siklus haid tidak teratur/perdarahan, gejolak rasa panas (hot fluses),
jantung berdebar-debar, keringat berlebihan di malam hari dan sulit tidur,
berkunang-kunang, gangguan libido, perubahan kulit, nyeri otot dan sendi
serta berat badan bertambah (Proverawati, 2010).
Perubahan Fisik yaitu akibat perubahan pada organ reproduksi maupun
hormon tubuh pada saat menopause mempengaruhi berbagai keadaan fisik tubuh
seorang wanita yaitu (siklus haid, gejolak rasa panas, jantung bredebar-debar,
keringat di malam hari, gangguan libido, perubahan kulit, nyeri otot dan sendi,
berat badan bertambah). Keadaan ini berupa keluhan-keluhan ketidaknyamanan
yang timbul dalam kehidupan sehari-hari (Nirmala, 2003)
Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. Kecemasan yang
timbul pada wanita menopause sering di hubungkan dengan adanya kekhawatiran
dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatikan. Meski
cemas dengan berakhirnya masa reproduksi yang berarti berhentinya nafsu
seksual dan fisik. Apalagi menyadari bahwa dirinya akan menjadi tua yang berarti
kecantikan akan mundur. Seiring dengan hal itu vilatitas dan fungsi organ-
organ tubunya akan menurun. Hal ini dapat menghilangkan kebanggaannya
sebagai seorang wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan mempengaruhi
hubungannya dengan suami maupun dengan lingkungan sosialnya. (Hawari,
2011).
Kecemasan adalah pengalaman emosi seseorang, keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif.
Status kecemasan didefinisikan sebagai munculnya emosi yang tidak
menyenangkan dalam menghadapi tuntutan atau bahaya. Kecemasan berbeda
dengan perasaan takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu
ya ng berbahaya dimana objek yang dihadapinya jelas, tertentu dan nyata,
sedangkan kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut, dan
penilaian yang terjadi tergantung dari bagaimana individu mempersepsikan
rasa cemasnya (Hawari, 2011)
Faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu pertama faktor presdisposisi
(peristiwa traumatic, konflik emosional, konsep diri, frustasi, gangguan fisik, pola
mekanisme koping, riwayat gangguan kecemasan, medikasi), kedua faktor
presipitasi (ancaman terhadap integritas fisik dan ancaman terhadap harga diri),
ketiga penilaian persepsi pada klimakterium dan keempat sumber koping.
Faktor yang mempengaruhi
kecemasan
1. Presdisposisi
Perubahan Fisik Pada
a. peristiwa traumatik
Wanita Menopause :
b. konflik emosional
1. Siklus haid tidak teratur/Perdarahan
c. konsep diri
2. Gejolak rasa panas (Hot Fluses)
d. frustasi
3. Jantung Berdebar- debar
e. gangguan fisik
4. Keringat Berlebihan di malam hari dan
f. pola mekanisme koping
sulit tidur
g. riwayat gangguan kecemasan
5. Gangguan Libido
h. medikasi
6. Perubahan kulit
7. Nyeri Otot dan Sendi 2. Presipitasi
8. Berat Badan Bertambah a. ancaman terhadap
integritas fisik
b. ancaman terhadap harga diri
3. Penilaian persepsi pada
klimakterium
4. Sumber koping
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksnakan pada bulan Agustus 2021.
N
n= 2
1 + N(0,1)
keterangan :
N : Jumlah populasi
n : Ukuran sampel
e : derajat ketentuan 90% (0,1)
maka besar sampel adalah :
320
n=
2
1 + 320(0,1)
320
n=
1+320(0,01)
320
n=
4,2
n = 76,1
Jadi sampel pada penelitian ini berjumlah 77 responden wanita usia
45-55 tahun di wilayah kerja Puskesmas Margo Mulyo Kecamatan Muara
Sugihan Kabupaten Banyuasin peirode Agustus 2021. Teknik pengambilan
menggunakan rumus Sistematik :
N
K=
n
keterangan :
keterangan :
N : Jumlah populasi
n : Ukuran sampel
maka besar sampel adalah :
320
k=
77
k = 4,15
k=5
Pengolahan data merupakan langkah penting dalam suatu penelitian. Hal ini
disebabkan karena data yang didapatkan dari responden merupakan data mentah dan
tidak mengandung informasi apapun. Untuk memperoleh penyajian data dan
pengambilan keputusan yang baik, maka diperlukan pengolahan data. Proses
pengolahan data terdiri dari beberapa tahap yaitu sebagai berikut :
a. Editing
Memeriksakan kelengkapan data dan mencocokan dengan hasil dari buku
register.
b. Coding
Yaitu upaya mengklasifikasikan isian atau hasil yang ada
menurutmacamnya dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan
kode kode dalam hal ini adalah variabel metode pembelajaran.Dilakukan
untuk memudahkan dalam pengolahan data.
c. Entry Data
Data yang sudah diberi kode atau dikelompokkan kemudian dimasukkan
kendala tabel dengan cara menghitung frekuensi data (Notoatmodjo, 2012).
Memasukkan data dapat dilakukan dengan cara manual atau melalui
pengolahan computer.
d.Cleaning
Cleaning merupakan tekhnik pembersihan data penelitian, dengan melihat
variabel penelitian apakah data sudah benar atau belum. Data yang sudah
dimasukkan di periksa kembali sejumlah sampel dari kemungkinan data yang
belum di entry (Notoadmodjo, 2012).
1. Uji Chi-Square
Analisis bivariat dilakukan dengan bantuan komputerisasi. Dari uji
statistik ini dapat disimpulkan adanya hubungan dua variabel dalam
penelitian ini bermakna atau tidak. Hubungan antara variabel nominal yaitu
dukungan keluarga, perubahan fisik dengan varibel kejadian tingkat
kecemasan pada wanita menopouse. Dikatakan bermakna bila p-value<0,05
dengan menggunakan program komputer.