Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MODEL– MODEL KEPEMIMPINAN EFEKTIF


DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

DOSENPEMBIMBING

Dr. Abdullah, M.Pd.

DISUSUN OLEH

M FAIZ
NIM: 2252600014

FATHORROSI
NIM: 225600016

HASYIM ASY’ARI
NIM : 2253600024

PRODIMAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


(MMPI)

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NURUL


JADID
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia, berupa nafas serta kemudahan kepada kami dalam menyusun makalah yang berjudul
“Kepemimpinan Pendidikan˝ Tidak lupa shalawat serta salam  semoga tetap tercurah
limpahkan kepada pimpinan umat yakni Nabi Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya,
dan sampailah  kepada kita selaku umatnya yang selalu menjalankan syariat Islam hingga akhir
zaman. Amin.
Dalam kesempatan ini, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1.      Bapak Dr. Muhammad  Erihadiana, M. Pd Selaku dosen pada matakuliah “Pengelolaan
Pendidikan” yang telah memberikan kesempatan kepada kami dalam menyusun makalah ini.

2.      Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan informasi, motivasi, beserta dukungan dan
bantuan sehingga makalah ini selesai pada waktunya.

Mudah-mudahan apa yang telah diperbuatnya mendapat ridho Allah SWT. Amin.
Kami sadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
harapan semua pihak. Akan tetapi, dengan segala kekurangan dan keterbatasan makalah ini,
mudah-mudahan dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan bagi yang membaca dan
memahaminya.

Tim Penulis

……………
DAFTAR ISI

ATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang .. ......................................................................................................................1

B.       Rumusan

Masalah.........................................................................................................................................1

C.       Tujuan Penulisan

Makalah .............................................................................................................................................

..........2

BAB II PEMBAHASAN

A.       Pengertian dan Teori

Kepemimpinan..............................................................................................................................3

B.       Model-Model Kepemipinan

Pendidikan.....................................................................................................................................7

C.       Standar Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan .......................................................... 9

BAB III PENUTUP

A.       Kesimpulan..............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses
pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat (UU RI No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional).
Setiap satuan  pendidikan dipimpin oleh seorang kepala satuan (kepala sekolah) sebagai
penanggung jawab pengelolaan pendidikan, perihal yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
proses yang telah di rencanakan itu  salah satunya ialah Faktor pengelola Pendidikan itu sendiri,
dalam hal ini konsentrasinya adalah kepala sekolah yang dituntut untuk mampu  memimpin dan
mengatur anggotanya sesuai dengan tujuan yang hendak di capai dari visi dan misi yang telah
tertuang pada lembaga tertentu.
Oleh karena itu, pada Makalah ini kami berusaha semaksimal mungkin untuk dapat 
menjelaskan pengertian dan  theory kepemimpinan, model-model kepemimpinan pendidikan,
dan standar kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, sehinggga pada akhirnya diharapkan
makalah ini menjadi bahan renungan dan tambahan wawasan khususnya bagi penyusun dan
umumnya untuk pembaca sekalian.

B.     Rumusan Masalah
kepala sekolah sebagai pemimpin pada satuan lembaga tertentu mempunyai kewenangan
dalam mengatur dan membina anggotanya untuk dapat menjalankan tugas dengan baik dan
menciptakan suasana kerja yang kondusif  sekaligus merupakan tanggungjawab yang sangat
besar dan membutuhkan keterampilan dalam memimpin, maka timbulah pertanyaan sebagai
berikut:
a.       Apa definisi dan theory yang berhubungan dengan kepemimpinan?
b.       Sebutkan model-model kepemimpinan pendidikan?
c.       Bagaimana standar kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan?
C.    Tujuan Penulisan
Untuk dapat mengembangkan perihal yang di maksud di atas (rumusan masalah), maka
dengan ini kami coba sampaikan tujuan penulisan makalahnya, adapun tujuan dari penulisan
makalah tersebut adalah :
a.       Mengetahui definisi dan theory yang berhubungan dengan kepemimpinan.
b.      Mengetahui model-model kepemimpinan pendidikan.
c.       Mengetahui standar kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.
d.      Memenuhi salah satu tugas kelompok pada matakuliah Pengelolaan Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian dan Teori Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Davis (1977) mengartikan, kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mengajak orang
lain untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan penuh semangat. Kepemimpinan
menurut Mulyasa (2003) adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan
untuk pencapaian tujuan bersama atau organisasi. Menurut Ary H. Gunawan (1996)
kepemimpinan adalah gaya atau proses mempengaruhi orang lain atau sekelompok orang untuk
mengarahkan usaha bersama, guna mencapai suatu sasaran/tujuan yang telah ditetapkan.

Sementara Oteng Sutisna (1993) dalam bukunya merumuskan bahwa  kepemimpinan


sebagai proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah
pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Koont dan Donnel (1982), mengartikan kepemimpinan
sebagai suatu seni dan proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja
dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompok. Terry (1954) mengartikan
kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar bekerja dengan ikhlas
untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam pengertian yang lain Carter V. Good memberikan penjelasan pengertian yang
lebih luas lagi mengenai apa sebenarnya hakikat kepemimpinan itu dalam dua batasan yang
menurutnya? kepemimpinan tidak lain dari pada kesiapan mental yang terwujudkan dalam
bentuk kemampuan seseorang untuk memberikan bimbingan, mengarahkan dan mengatur serta
menguasai orang lain agar mereka berbuat sesuatu, kesiapan dan kemampuan kepada pemimpin
tersebut untuk memainkan peranan sebagai juru tafsir atau pembagi penjelasan tentang
kepentingan, minat, kemauan cita-cita atau tujuan-tujuan yang diinginkan untuk mencapai oleh
sekelompok individu.

Dengan demikian, hakekat kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk


mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Disini nampak
bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi di dalam kepemimpinan pendidikan adalah (1) pengikut,
(2) tujuan, dan (3) kegiatan mempengaruhi. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
anggotanya dapat merasakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan bekerja,
motivasi, rekreasi, kesehatan, sandang, pangan, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya yang
pantas didapatkannya. Peran pemimpin dalam lembaga pendidikan sebagai figur sangat
diperlukan dalam mengambil kebijakan dan keputusan sehingga berbagai persoalan dapat diatasi
dalam keadaan yang paling rumit pun.
2. Teori Kepemimpinan
a.    Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki
kecenderungan ke arah dua hal :
Pertama yang disebut Konsiderasi yaitu kecenderungan pemimpin yang menggambarkan
hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela
bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
Kedua disebut struktur inisiasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang memberikan
batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi dalam
pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil apa yang akan dicapai.
Jadi berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin
yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Kemudian timbulah teori kepemimpinan situasi dimana seorang pemimpin harus merupakan
seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan
tingkat kedewasaan bawahan.

b.      Teori Kepemimpinan Sifat ( Traits Leadership Theory )

Teori ini menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan tergantung pada karakter


pemimpinnya, sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan
kemampuan sosial.
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu
sendiri Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan
bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan
“The greatma theory”.’
Dalam perkemabangannya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir
psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak
seluruhnya dilahirkan, akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat-
sifat itu antara lain : sifat fisik, mental dan kepribadian.
c.         Teori Kontingensi

Mulai berkembang pada awal tahun 1962, teori ini menyatakan bahwa tidak ada satu
sistem manajemen yang optimum, sistem tergantung pada tingkat perubahan lingkungannya.
Sistem ini sering disebut dengan sistem organik (sebagai lawan sistem mekanistik), pada sistem
ini mempunyai beberapa ciri :
a.       Substansinya adalah manusia bukan tugas.
b.      Kurang menekankan hirarki.
c.       Struktur saling berhubungan, fleksibel, dalam bentuk kelompok.
d.      Kebersamaan dalam nilai, kepercayaan dan norma.
e.       Pengendalian diri sendiri, penyesuaian bersama.

d.   Teori Behavioristik
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Pendekatan ini menekankan bahwa manajemen yang efektif bila ada pemahaman tentang pekerja
lebih berorientasi pada manusia sebagai pelaku. Adapun Beberapa tokoh yang menguraikan
terkait dengan teori ini, antara lain :
a)   Maslow
Individu mempunyai 5 kebutuhan dasar yaitu physical needs, security needs, social needs,
esteem needs, self actualization needs. Kebutuhan tersebut akan menimbulkan suatu keinginan
untuk memenuhinya. Organisasi perlu mengenali kebutuhan tersebut dan berusaha memenuhinya
agar timbul kepuasan.
b)     Douglas Mc Gregor (1906-1964)
Teori X dan teori Y. Teori X melihat karyawan dari segi pessimistik, manajer hanya
mengubah kondisi kerja dan mengefektifkan penggunaan rewards & punishment untuk
meningkatkan produktivitas karyawan. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer
perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk
berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja.
e.         Teori Humanistik
Teori ini lebih menekankan pada prinsip kemanusiaan. Teori humanistik biasanya dicirikan
dengan adanya suasana saling menghargai dan adanya kebebasan. Teori Humanistik dengan para
pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara
umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi
memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi
organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi
kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila
dicermati, di dalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu; (1), kepemimpinan
yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan
kemampuan-nya, (2), organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan
kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan, dan (3), interaksi
yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk menggalang persatuan dan
kesatuan serta hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan,
kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu
yang Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).

B.       Model-Model Kepemimpinan Pendidikan


a.         Model Kontingensi (Fiedler Leadership Contingency Model)

Fiedler dan Chemer (1974) mengembangkan teori kepemimpinan yang disebut dengan
leadership contingency model. Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling
efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal
yang sulit. Pendekatan ini berusaha mengenali faktor-faktor yang paling penting dalam
seperangkat situasi tertentu, dan meramalkan gaya kepemimpinan yang paling efektif dalam
situasi seperti itu. Fiedler telah mengidentifikasikan tiga aspek dalam situasi pekerjaan
yang membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan efektif.
Aspek Pertama variable hubungan antara pemimpin dan anggota. Hubungan ini dianggap
yang paling penting sebab akan menentukan kekuasaan dan pengaruhnya. Jika pimpinan diterima
baik oleh kelompoknya dan anggota kelompok menghargai pimpinan, maka pimpinan tidak perlu
bersandar pada wewenang formalnya. Akan tetapi jika sebaliknya, ia harus menyandarkan diri
pada perintah untuk menyelasaikan tugasnya.
Aspek kedua yaitu variable struktur tugas untuk dalam situasi kerja. Tugas yang sangat
berstruktur adalah tugas yang prosedur atau instruksi langkah demi langkah untuk penyelesaian
tugas itu telah tersedia, karena anggota telah mengerti apa yang diharapkan. Pimpinan dalam
situasi seperti ini dengan sendirinya mempunyai wewenang yang besar. Seberapa jauh
terperincinya tugas-tugas yang harus dilaksanakan bawahan, makin terperinci tugas itu dan jelas
dipahami, maka semakin besar dukungan anggota.
Aspek yang ketiga adalah variable kekuasaan karena posisi pimpinan, sebagai variable
situasi terakhir yang diidentifikasi oleh Fiedler. Beberapa posisi misalnnya, mempunyai jabatan
sebagai menteri, disamping itu sebagai ketua parpol, ketua yayasan sosial, jabatan yang tinggi
memudahkan tugas pemimpin dalam mempengaruhi bawahan, sedangkan kekuatan posisi yang
kecil, misalnya perkumpulan olahraga, panitia pengumpul dana suka rela, membuat tugas
penilaian pemilihan lebih sukar.
Kombinasi dari ketiga variable di atas menghasilkan dimensi baru sejumlah delapan
macam dalam situasi pekerjaan. Hubungan antara pemimpin dan bawahan dapat baik atau buruk,
tugas dapat berstruktur atau tidak berstruktur, dan kekuasaan posisi bisa besar bisa kecil. Untuk
memperjelas gambaran, tentang dimensi-dimensi baru itu dapat dilihat pada bagan berikut ini :
Hubunga Baik Tidak Baik
n
Pemimpi
n dan
Bawahan
Struktur
Tugas
Kekuasaa Kua Lema Kua Lema Ku Lema Ku Lema
n karena t h t h at h at h
posisi

b.   Model Kepemimpinan Normatif Vroom-Yetton


Model Normative Vroom-Yetton menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus
memimpin dalam situasi yang bermacam-macam. Model ini menunjukan bahwa tidak ada satu
gaya kepemimpinan yang dapat efektif diterapkan dalam semua situasi. Para pendukung teori ini
mengajukan beberapa gaya pengambil keputusan manajerial, antara lain : gaya keputusan
otokratis, gaya keputusan konsultatif, gaya keputusan kelompok, sistem keputusan
pendelegasian, dan sistem pengambilan keputusan partisipatis. Pilihan salah satu gaya
kepemimpinan ini harus disesuaikan dengan situasi, seperti hubungan pemimpin dengan
bawahan, struktur tugas dan posisi pimpinan.

c.       Model Jalur Tujuan (Transpromational Leadership Model)

Hampir sama dengan pendekatan kontingensi, model jalur tujuan mencoba


memperkirakan keefektifan kepemimpinan dalam situasi berbeda. Model ini dikembangkan oleh
Martin G. Evans (1970) dan Robert J. House (1974) Stoner, 1986 yang di dasarkan atas model
pengharapan, menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada harapannya akan imbalan
dan nilai serta memusatkan pemimpin sebagai sumber imbalan. Pendekatan ini berupaya
meramalkan bagaimana macam imbalan yang berlainan dan gaya kepemimpinan yang berbeda
mempengaruhi motivasi, prestasi dan kepuasan bawahan.

Teori ini disebut jalur tujuan karena memfokuskan pada cara pemimpin mempengaruhi
persepsi bawahan tujuan kerja. Apa yang harus mereka lakukan untuk mendapatkan imbalan
tersebut. Pimpinan yang berorientasi pada bawahan akan menyediakan berbagai macam imbalan,
bukan hanya sekedar uang dan promosi, tetapi juga dukungan, rasa aman, dan rasa hormat.
Pimpinan akan peka terhadap perbedaan individu diantara bawahan sehingga ia akan
menyesuaikan imbalan dengan kebutuhan keinginan anggota. Di lain pihak pimpinan yang
berorientasi pada tugas akan menyadiakan imbalan yang lebih kecil dan kurang bersifat
individual.

Namun diakui bahwa gaya manajer seperti ini biasannya akan jauh lebih baik dalam
mengaitkan prestasi bawahan dengan besarnya imbalan, daripada pimpinan yang berorientasi
pada bawahan. Pendekatan ini mempunyai paham bahwa gaya kepemimpinan yang paling
memotovasi bawahan akan tergantung pada macam imbalan yang paling disukainya. Untuk lebih
jelasnnya bagan dibawah ini melukiskan bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi bawahan
dalam kaitannya dengan tujuan (imbalan).

C.    Standar Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan


Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah dalam
mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan kepala sekolah
dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi
yang diemban sekolahnya. Dalam pasal 12 ayat 1 peraturan pemerintah 28 tahun 1990 diuraikan
bahwa: “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana”.
Sejalan dengan kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, maka seorang kepala sekolah
diharapkan dapat melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, terencana, dan
berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala sekolah harus memiliki visi
dan misi, serta strategi manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu. Strategi
ini dikenal dengan manajemen Mutu Terpadu (MMT).
Dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka pemerintah memandang perlu untuk
menetapkan standar standar lainnya guna mendukung pelaksanaan reformasi dibidang
pendidikan yang berlandaskan amanat para pendiri bangsa.
Salah satu standar yang di keluarkan oleh pemerintah adalah standar tentang Kepala
Sekolah / Madrasah yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13
Tahun 2007. Dalam aturan ini pemerintah memandang perlu adanya standar penentuan
kualifikasi seseorang untuk dapat diangkat sebagai kepala sekolah atau madrasah, antara lain
kualifikasi umumnya adalah :
1.         Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma IV kependidikan atau non
kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi.
2.          Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah usia setinggi-tingginya adalah 56 tahun.
3.         Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah     masing
masing, kecuali TK/RA memiliki pengalaman mengajar sekurang kurangnya 3 tahun.
4.         Memiliki pangkat serendah rendahnya III/c bagi PNS dan bagi non PNS disetarakan dengan
kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
Sedangkan kualifikasi khusus ditentukan menurut jenjang lembaga pendidikannya, yang
meliputi:  :
- Berstatus sebagai guru
- Mempunyai sertifikat sebagai guru
- Memiliki sertifikat kepala sekolah.
Selain kualifikasi umum dan khusus tersebut, untuk menduduki jabatan sebagai kepala
sekolah / madrasah dituntut harus memiliki kompetensi sebagai berikut :
         kepribadian, artinya :
1.         Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia dan menjadi teladan akhlak
mulia bagi komunitas di sekolah.
2.         Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
3.         Memiliki keinginan yang kuat di dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
4.         Bersifat terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
5.         Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah.
6.          Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
         managerial artinya:
1.         Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
2.         Mengembangkan sekolah sesuai dengan kebutuhan.
3.         Memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah secara optimal.
4.         Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajaran yang efektif.
5.         Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta
didik.
6.         Mengelola guru dan staf dalam rangka pemberdayaan sumberdaya manusia secara optimal.
7.         Mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
8.         Mengelola hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam rangka mencari dukungan ide,
sumber belajar dan pembiayaan.
9.         Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru dan penempatan
pengembangan kapasitas peserta didik.
10.     Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan
pendidikan nasional.
11.     Mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntable, transparan dan
efisien.
12.     Mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah.
13.     Mengelola unit layanan khusus dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta
didik di sekolah.
14.     Mengelola sistim informasi sekolah dalam rangka penyusunan program dan pengambilan
keputusan.
15.     Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen
sekolah.
16.     Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah dengan
prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
         kewirausahaan artinya:
1.         Menciptakan inovasi yang berguna bagi sekolah.
2.         Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang
efektif.
3.          Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
4.          Pantang menyerah dan selalu mencari solusi yang terbaik dalam menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah/madrasah.
5.         Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber
belajar peserta didik.
         supervisi artinya :
1.         Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2.         Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan super
visi yang tepat.
3.          Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru.
         sosial artinya :
1.         Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah.
2.         Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
Demikian hal hal penting yang perlu diketahui oleh semua pihak tentang kualifikasi kepala
sekolah berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dalam usaha memajukan
pendidikan. Masyarakat diharapkan dapat mengambil hikmahnya dalam rangka menjalankan
mendukung semua program pendidikan secara nasional.
BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan
Kepemimpinan berkaitan dengan penanganan perubahan, mereka menetapkan arah
dengan menyusun satu visi masa depan kemudian menyatukan, mengkomunikasikan dan
mengilhami orang dalam organisasi untuk mencapai tujuan tersebut, jadi kepemimpinan
merupakan konsep yang lebih sempit dari manajemen.
Urgensi kepemimpinan dalam sebuah organisasi dapat di uraikan sebagai berikut : tanpa
kepemimpinan suatu organisasi adalah orang-orang dan mesin-mesin yang kacau balau,
kemudian mampu mengubah suatu potensial menjadi kenyataan, dan dapat dijadikan sumber
atau alat untuk mencapai tujuan/ visi yang hendak di capai.
Erat kaitannya dengan kepemimpinan maka para ahli dalam hal ini ahli dalam
kepemimpinan mencetuskan theory-theory tentang pemimpin yang dapat dijadikan sumber dan
pedoman dalam mengelola sebuah organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Fatah, Nanang. 2008. “Landasan Manajemen Pendidikan”. Bandung : Remaja Rosda Karya.


http://www.mediapendidikan.info/2010/09/permendiknas nomor 13 tahun 2007.html
Sutikno, M. Sobri. 2010. “Pengelolaan Pendidikan”. Bandung : Prospect Bandung.

Anda mungkin juga menyukai