Anda di halaman 1dari 4

PESAN DARI SEORANG PETANI YERUSSALEM

Oleh: Dinda Nabila Mufid

Yudha menarik nafas. “Nama saya Yudha Atmaja, biasa dipanggil Yudha. Saya lulusan
Massachusetts Institute of Technology. Sebelumnya, saya bekerja di bank sebagai konsultan sejak
tahun 2015-2020, Pak.” Pria itu mengangguk pelan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain.
Interview tersebut berlangsung selama dua jam. “Ya, terima kasih. Interview Anda telah selesai.
Informasi selanjutnya akan dikirim via email oleh staff kami.”
--------------------------
Yudha masih belum mendapat informasi apapun dari email maupun nomor telepon. Lima bulan
menganggur. Hinaan dari tetangganya tidak kunjung selesai. Pengangguran. Tidak berguna. Bodoh.
Mengecewakan orang tua. Sampah.

Ekonomi mereka semakin menipis. “Bu. Apa gunanya hidup kita sebagai atheis?” Yudha
menghidupkan hening di dapur. Pandangan matanya kosong menghadap ke bawah. “Pertanyaan
bodoh. Kau pikir-pikirlah sendiri. Ingat, Yud. Jangan sampai aliran agama apapun masuk ke dalam
tubuhmu. Apapun! Semua agama itu tidak ada yang masuk akal. Dusta.” Ucap Ibu. Jari telunjuknya
menekan kepala kanan. Mendengar pernyataan Ibunya, Yudha semakin membenci agama manapun.
Ia berpikir bahwa semua Tuhan itu kejam. Karena Tuhan-lah kehidupannya menjadi menyedihkan
seperti ini.

Ia berjalan terhuyung ke kamar. Jam masih pukul 19.16, tapi dirinya terlihat sangat letih. Seperti
manusia yang tidak tahu apa arti tujuan hidup karena telah depresi. Kasur beralas kayu menjadi
saksi kepasrahan Yudha. Tiga detik. Air matanya perlahan keluar. Tangannya mencengkeram
selimut hijau. Mendekapnya ke dada. Berharap ia bisa tidur nyenyak malam ini walau ditemani air
mata.

“Wahai.. Anak muda yang sedang bersedih..” Seorang laki-laki bertubuh besar, hitam, dengan
salah satu matanya buta, perlahan mendekatinya. Dahinya tertulis huruf arab. Tapi, Yudha tidak
bisa membacanya. Laki laki bertubuh besar itu memegang pundaknya. Tersenyum seraya berkata,
“Kamu akan kuberi pertolongan, Nak. Sebentar lagi akan ada keberuntungan untukmu.
Bersabarlah. Jika datang keberuntungan itu, kau wajib memujiku.”

Yudha dan jiwanya serentak bangun. Lamat-lamat mengingat mimpi semalam. Mimpi apa itu?
Apakah terdapat suatu kebenaran yang harus dia percaya? Benar saja! Perusahaan yang ia datangi
lima bulan lalu menghubunginya dan mengatakan bahwa ia diterima di mitra kerja mereka dan akan
dimulai besok. Lututnya lemas, bibirnya gemetar. Bagaimana bisa? “Ini pasti karena mimpi
semalam! Aku sangat berterima kasih padanya.” Yudha berteriak tidak percaya dalam hati. Ibunya
ikut bahagia mendengar kabar itu. Mulai hari ini, jam, menit, dan detik saat ini, Ia mengikuti aliran
baru yang tidak akan ia beritahu pada siapapun termasuk Ibunya. Yaitu Aliran Iluminati.
--------------------------
“Selamat pagi semuanya.” Direktur membuka pintu kantor, memotong obrolan beberapa karyawan.
Kasak-kusuk terdengar sejak Direktur datang bersama seorang laki-laki yang terlihat baru. “Ini
Yudha Atmaja. Karyawan baru. Dia bertugas di bidang pengelolaan website perusahaan. Hati-hati,
ia juga mahir membobol suatu website ataupun media sosial! Mulai hari ini kita akan bekerja sama
dengannya.” Salah satu dari mereka menyeletuk, “Yes. Berarti saya gak ngurusin website lagi ya,
Pak? Kan sudah ada personil baru. Jago pula.”

Hanya dalam waktu tiga bulan, kinerja Yudha di perusahaan tersebut sangat melesat. Ia berhasil
mendesain dan membuat website resmi perusahaan dengan hasil yang sungguh memuaskan. Tidak
hanya itu, pengunjung website tergolong sangat banyak sehingga Yudha terkenal di beberapa
perusahaan berbagai negara. Acara berita stasiun TV meliput dirinya. Bahkan, namanya tertera di
Guinness World Record sebagai Pengelola Website Paling Kreatif.

Saat di rumah.
Yudha mendapat panggilan asing dari telepon genggamnya. Sudah ada tiga kali panggilan tak
terjawab. Nomornya pendek, tidak pernah ia lihat sebelumnya. Tanpa salam, tanpa prolog dan basa-
basi, ia menelpon kembali nomor tersebut. Penerima telepon meminta Yudha untuk mematikan
loudspeaker jika menyalakan, serta memintanya untuk berbicara di ruangan privasi. Yudha menurut.
Mereka berbincang serius. Ternyata, nomor tersebut adalah nomor suatu organisasi yang dicap
teroris oleh PBB yaitu ISIS telah mengetahui identitasnya, ISIS bersepakat menawarnya pekerjaan
dengan gaji yang tidak sedikit. Tentu saja ia tertarik.

“Anda tahu Negara Palestina?” Yudha menjawab dengan mantap bahwa ia sangat tahu Negara
Palestina dan hubungannya dengan Negara Israel dan Negara Turki. Beberapa bulan lalu, ia
mendapat informasi bahwa ketiga negara tersebut sedang proses berdamai. ISIS tidak setuju, karena
mereka mendukung Israel untuk meyahudisasikan kota Yerussalem atau Al Quds. Tentu saja sasaran
utamanya adalah masjid Al-Aqsa yang berlimpah sejarah juga warisan dunia. Mereka memanipulasi
sejarah pada Masjid Al-Aqsa sehingga bangunan masjid nantinya terganti oleh Sinagog Yahudi.
ISIS juga mendukung rencana Israel mengubah wajah Arab-Islam kota al-Quds dalam proyek
pembangunan “Wajah Yerusalem – Kota Modern”.

“Lalu. Apa yang harus saya lakukan?” Tanya Yudha serius. ISIS menjelaskan suatu misi padanya.
“Anda harus tahu kondisi bila akan memulai misi ini. Lihat keadaan. Bisa bahaya kalau misi kita
tertangkap. Target sasaran kali ini adalah negara mayoritas muslim. Anda harus membuat mereka
ikut mendukung proyek pembangunan kota Yahudi. Anda cukup menutup hati mereka agar tidak
mengasihani warga-warga Palestina. Dengan cara apa? Provokasi. Anda sebarkan informasi
mengenai perlunya pembangunan yahudi tersebut sejelas mungkin. Anda bisa menyebar luaskannya
lewat teknologi. Apa saja. Kami menaruh kepercayaan pada Anda. Mengerti?” Suara telepon hening
sejenak. Yudha mengangguk cepat walaupun penelpon tidak melihatnya, “Baik, Saya mengerti.
Akan dilaksanakan segera.”

Yudha berpikir keras apakah rencana proyek kerjasamanya akan berhasil. Ia sudah membuat suatu
virus komputer yang akan menyebabkan sistem di dalam komputer memunculkan banyak halaman
provokasi ketika membuka jaringan internet. Hari ini, ia menyamar ke sebuah perusahaan software
di Malaysia dan berpura-pura membeli produk mereka. Seusai itu, ia mencari saklar lalu
mematikannya sehingga seluruh elektronik yang teraliri listrik berhenti bekerja. Semuanya padam
serentak. Dokumen dalam komputer hilang. “Astaghfirullah, mengapa tiba-tiba elektrik mati?”
Salah seorang karyawan panik. Menengok samping kanan-kiri. Semua karyawan menyalakan
flashlight dari handphone-nya.

Disaat genting ini, Yudha datang, “Tenang tuan. Tenang puan. Kebetulan saya lulusan fakultas
teknik. Saya bisa membantu membenarkan komputer Tuan dan Puan sekiranya berkenan.” Inilah
kesempatan Yudha untuk memeriksa beberapa laptop juga komputer yang ada dan memasuki
program virus kedalamnya. Gerak-geriknya sungguh hati-hati. Ia tidak ingin tertangkap basah. Jari-
jari tangannya menari gesit diatas keyboard. “Ya. Sudah selesai.” Yudha membuang nafas lega.
Untung mereka tidak melihatku. Karyawan malaysia itu berterima kasih pada Yudha. Tapi di benak
mereka masih terlintas pertanyaan. Heran, bagaimana bisa listrik mati secara tiba-tiba padahal hari
sebelumnya baru saja dibayar? Mereka menyuruh security melihat rekaman CCTV. Karyawan
ramai berkumpul. Menyipitkan mata untuk melihat layar. “Hah? Itu kan pria yang kemarin!”
--------------------------
“Bodoh!! Misi macam apa itu?! Saya kan sudah bilang lihat keadaan sebelum Anda menjalankan
tugas. Jangan sampai diketahui. Saat ini Perusahaan Malaysia yang Anda datangi sudah tahu siapa
penyebab munculnya provokasi itu. Anda dalam keadaan bahaya, ada dua pihak yang sedang
mencarimu, Yudha! Memang orang Indonesia tidak berguna!” ISIS menelponnya kembali dengan
emosi. Yudha merinding ketakutan. Kini ia hanya bisa kabur menghindari ISIS dan perusahaan
Malaysia. Ia akhirnya bersembunyi di Negara Jordania selama beberapa bulan hingga
memungkinkan baginya kembali ke negara asal.

Yudha mendapatkan tempat tinggal disana walaupun hanya sebuah rumah kuno. Di dalamnya
banyak kardus berserakan. Ia membersihkan barang-barang itu sendirian dan memindahkan
keperluannya sendiri tanpa bantuan porter. Lima jam bersih-bersih yang melelahkan. Matanya
menyapu seluruh sudut, ruangan yang tadinya lusuh menjadi terlihat elegan dan antik. Tatapannya
berhenti di sudut kanan ruangan. Lembaran kertas tua terpajang manis disana.

BISMILLAH...

PESAN UNTUK PENERUS PERJUANGAN PALESTINA DARI SEORANG PETANI


YERUSSALEM

Teruntuk ananda di mana saja berada


Assalamualaikum,
Bagaimana kabarmu, ananda? Saya harapkan selalu dalam keadaan sehat dan dilindungi
Allah. Perlu kiranya terlebih dahulu saya memperkenalkan diri. Nama saya Asyja Moalim.
Sepanjang usia mudaku dihabiskan penuh kebahagiaan sebagai petani di Yerussalem, hingga
akhirnya kami terpaksa mengungsi ke negeri ini demi menyelamatkan hidup. Tujuan saya
menulis surat ini adalah agar ananda dapat mengetahui bagaimana kondisi negeri tercintaku
Palestina yang pilu.

Awal petaka ini dimulai dari tahun 1917 ketika para pendatang yahudi datang ke negeri kami.
Kami menyambut dengan ramah dan sopan. Tetapi tanpa disadari, dalam waktu singkat banyak
perubahan yang terjadi. Kaum pendatang mengaku bahwa merekalah penduduk asli Palestina.
Puncaknya, mereka mendirikan negara Israel tahun 1948, merampas rumahku dan penduduk
asli desaku, menghisap kekayaan kami serta menyengsarakan penduduknya. Tempat biasa kami
bercengkrama dirampas untuk pembangunan guna kesenangan Yahudi. Ananda tahu? Penjajah
Israel juga merampas mata pencaharian sehingga kami tidak punya apapun untuk dimakan.
Pengangguran dan kemiskinan meningkat. Mereka menangkapi suami-suami dan anak laki-laki
kami. Sisa keluargaku pun ditembak tanpa sebab. Begitu kejam! Sepertinya, Israel menganggap
nyawa manusia itu tak ada artinya.

Saya sedang menikmati pemandangan di tepi kota Al-quds ketika sekelompok Israel dengan
bangganya berkoar-koar memperlihatkan miniatur bangunan Yahudi juga merencanakan
penghancuran Al-aqsa. Hatiku hancur mendengarnya. Allah memberkahi Al-Quds karena
merupakan tempat diutusnya para Nabi. Jejak-jejak langkah kaki para Nabi dalam berdakwah,
mengajak manusia menyembah dan memperibadati Allah, terukir abadi. Lebih penting dari itu,
Al-Aqsa adalah kiblat pertama umat Muslim! Dan merupakan masjid kedua yang dibangun di
muka bumi setelah masjidil haram. Penuh sejarah, Al-aqsa menjadi pijakan pilihan Allah bagi
Rasulullah untuk Mi’raj ke langit.

Ananda, JAGALAH AL-QUDS.. JAGALAH AL AQSA... teruskan perjuangan kami. Hanya


Allah tempat berserah diri. Semoga kisah ini bisa menyadarkan kalian untuk mau membantu
kami dan menghindarkan AL-Quds dari pertumpahan darah. Cukuplah pengalaman yang lalu
menjadi pelajaran dan saksi bahwa dunia ini butuh perdamaian. Sekian surat dariku. Dan
ingatlah akan pesanku tadi. Selamat berjuang!
Yerussalem, 25 Februari 1950
(Asyja Moalim)

Yudha terdiam, kemudian badannya gemetar. Entah angin apa yang melesat dihadapannya, hatinya
timbul rasa penyesalan dan rasa kasihan terhadap negeri warisan para Nabi tersebut. Ia ingin
memeluk Islam. Ia ingin menjadi penerus perjuangan Palestina. Apakah pintu taubat masih terbuka
lebar untuknya? Asyhadu an laa ilaaha illallah, waasyhaduanna muhammadaar rasulullah.
Mulutnya terbata-bata mengucap kalimat syahadat yang sengaja tertulis di belakang surat tersebut.
Yudha secara tulus memeluk agama islam. Soal perdebatan dengan Ibunya, itu urusan nanti. Yang
penting, sekarang ia bertekad menjadi penerus perjuangan Palestina. Bukan ISIS. Bukan Israel.
Yudha masih bersembunyi dari kedua pihak yang mengincarnya, tapi sekarang ia yakin ada Allah
yang akan menolongnya.

Dengan tekad yang bulat, Yudha juga masuk ke dalam suatu Forum Muallaf. Disana ia belajar
peribadahan dan keindahan agama Islam. Betapa indahnya agama yang mencintai perdamaian dan
membantu saudara yang membutuhkan.

“Sampai saat ini Al-quds masih dalam bahaya.” Imbuh seorang guru disana. “Walaupun beda
negara, kita semua punya hubungan saudara dengan mereka. Saudara muslim. Ingat. Tidak ada
perbedaan dalam agama islam. Apalagi wilayah Al-quds punya banyak keistimewaan bagi umat
islam. Kalian tahu? Allah menjanjikan surga bagi orang yang mengunjungi Al-quds dengan rasa
kecintaan dan jika kalian shalat di masjid Al-Aqsa lima kali shalat sunnah, tiap shalat empat rakaat
dengan membaca surat al-ikhlas seribu kali maka kelak akan terbebas dari api neraka. Masya
Allah.”

Yudha termangu. Begitu hebatnya kuasa Allah. Saat ini isi benaknya penuh dengan ide bagaimana
bisa membantu masa depan Palestina, nasib pengungsi Palestina, dan menjaga Al Quds dengan
keahlian yang dimilikinya. “Allahu akbar ! Saya yakin misi kali ini berhasil!” Ia mengepal dan
menjulurkan tangannya ke atas. Innallaha Ma’ashobirin. Sesungguhnya Allah senantiasa bersama
orang-orang yang sabar

Anda mungkin juga menyukai