Anda di halaman 1dari 4

Salah sangka

Hari ini adalah Senin pagi. Saatnya sekolah. Olivia bersiap-siap untuk pergi sekolah. Ia bersemangat
sekali, karena katanya akan ada siswi baru di kelas 4E Alphabet Academy. Olivia ingin berteman
dengan siswi baru itu.
“Namanya siapa, ya?” gumam Olivia sambil bersepeda ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, Olivia segera pergi ke kelasnya. Di kelas, Olivia sudah melihat beberapa
temannya berkumpul bersama. Pasti siswi baru itu ada di sana juga.
“Aku Jason. Namamu siapa?” tanya Jason.
“Salam kenal, Jason! Namaku Evelyn,” jawab siswi baru itu.
Evelyn melihat ke arah Olivia. Olivia pun melambai dari jauh. Namun, Evelyn sama sekali tidak
membalas Olivia, bahkan tidak tersenyum kepada Olivia.
“Sombong sekali anak itu! Masa dia tidak melihatku? Pantas saja pindah sekolah ke sini! Teman-
teman lamanya tidak mungkin menyukainya,” bisik Olivia, bergumam.
Teng, teng, teng! Bel berbunyi kencang. Olivia dan siswa-siswi kelas 4E segera duduk di bangku
masing-masing. Olivia baru sadar, bahwa ada meja baru di samping mejanya. Mungkin itu akan jadi
meja Evelyn.
“Selamat pagi. Sesuai yang Bu Nellie sudah katakan, hari ini kita kedatangan siswi baru. Silakan maju
ke depan dan perkenalkan dirimu.” Bu Nellie, wali kelas 4E, masuk ke kelas sambil membawa buku.
“Namaku Evelyn, kalian dapat memanggilku Eve. Aku pindah dari Small Step Elementary School.
Rasanya senang sekali bisa bertemu dengan Bu Nellie dan teman-teman di Alphabet Academy ini.
Mohon bantuannya.” Evelyn memperkenalkan diri.
“Baiklah, Eve. Duduklah di samping Olivia,” kata Bu Nellie. Olivia yang duduk di paling belakang
mengangkat tangan, siapatahu Evelyn belum tahu siapa itu Olivia.
“Hmm … Olivia yang mana ya Bu?” tanya Evelyn.
“Hahaha, nanti kalian semua saling berkenalan saat istirahat, ya. Olivia itu yang sedang mengangkat
tangan,” jawab Bu Nellie.
“Eh …,”
Cih! Sombong sekali. Bahkan ia pura-pura tidak tahu aku?! Memangnya bagi si anak baru itu aku
tidak level dengannya? Dia juga tidak level denganku, pikir Olivia.
“Olivia, antarkan Eve ke tempat duduknya,” pinta Bu Nellie.
“Iya, iya,” kata Olivia, kesal.
Akhirnya, Evelyn pun duduk di samping Olivia. Evelyn menatap Olivia. Olivia melirik. Evelyn pun
tersenyum manis. Namun, Olivia tetap kesal. Ia membuang muka.
“Anak-anak, hari ini kelas 4A sampai kelas 4E ada ulangan matematika mendadak. Hasil ulangan
masuk nilai rapor. Jangan menyontek! Tujuan ulangan adalah mengetahui apakah kalian belajar setiap
hari atau tidak dan sampai mana kalian memahami materi,” seru Bu Nellie.
“Hah?!” Olivia dan siswa-siswi 4E lainnya kaget.
“Evelyn, karena kamu murid baru dan belum sempat belajar, silakan pilih. Apakah kamu ingin tetap
ulangan atau membaca buku di perpustakaan?” tanya Bu Nellie.
“Saya ingin ulangan, Bu,” jawab Evelyn.
Ya ampun, dia pasti sok pintar, pikir Olivia.
“Kalau begitu, tidak apa-apa. Waktu pengerjaan 60 menit. O iya, nilai akan dibagikan setelah istirahat
pertama.” Bu Nellie membagikan kertas ulangan.
Soal-soal yang diberikan sangat sulit! Olivia hampir tak dapat mengerjakan sama sekali. Ia nyaris
menangis. Olivia menatap Evelyn. Evelyn mengerjakan dengan lancar. Olivia semakin kesal.
Tak terasa, waktu ulangan sebentar lagi habis! Evelyn tampaknya sudah selesai. Olivia baru
mengerjakan 8 soal dari 30 soal. Olivia terlalu sibuk memikirkan Evelyn sampai lupa memikirkan
ulangan.
“Anak-anak, waktu sudah habis. Bu Nellie akan kumpulkan dari absen paling belakang. Absen 30,
Valerie Olivia, mohon segera kumpulkan,” kata Bu Nellie.
Gawat! Olivia adalah absen 30. Jika ia absen depan, kan, ia dapat mengerjakan selagi teman-teman
yang lain mengumpulkan. Olivia terpaksa mengumpulkan jawaban ulangannya yang baru terisi 8
nomor.
Setelah itu, waktunya istirahat pertama. Olivia mendesah. Ia pasrah. Pasti nilainya jelek atau bahkan
paling rendah dari teman-temannya.
“Soalnya sulit sekali, ya,” kata Kenneth kepada Liam dan Evelyn. Olivia menguping.
“Iya. Kudengar kelas 6A ada beberapa yang tidak menjawab sama sekali. Nomor 15, 16 dan 17 sangat
sulit!” tambah Liam, “bagaimana denganmu, Eve?”
“Aku? Eh … aku cukup lancar mengerjakannya, hehehe,” jawab Evelyn. Mendengar jawaban Evelyn,
Olivia bertambah, tambah, tambah kesal.
“Waaah! Evelyn pasti cerdas,” puji Daisy.
“E-eh? Tidak kok! Aku memang suka matematika, hahaha. Hmm, tetapi terima kasih ya pujiannya.”
Evelyn tertawa kecil.
Olivia duduk di bangkunya dengan lemas. Ia makan sendirian. Tiba-tiba, Evelyn datang dan mengajak
Olivia mengobrol sedikit.
“Hai, Olivia! Mau makan bersamaku?” tanya Evelyn.
Olivia tidak menjawab.
“Umm, hai,” sapa Evelyn.
“Connie! Kita tukar tempat duduk. Kamu saja yang duduk dengan anak ini,” kata Olivia kepada
Connie yang duduk di depannya.
“Ah? Baiklah,” jawab Connie.
Tiba-tiba, Bu Nellie datang. Olivia duduk di bangku Connie, dan Connie duduk di bangku Olivia.
Siswa-siswi kelas 6E duduk di bangku masing-masing dengan tertib.
“Ini hasil ulangan kalian. Nilai tertinggi yaitu 100 diraih oleh Eve. Connie mendapat nilai tertinggi ke-
2, 98. Olivia, nilai terendah! Nilaimu 23. Kamu harus mencontoh Eve, anak baru yang hebat. Ah, ada
pengumuman. Senin depan ada kemah untuk kelas 4 dan 5. Siapkan sikat gigi, handuk, pakaian
hangat, kotak bekal dan botol minum.” Bu Nellie memberi pengumuman.
Keesokan harinya, Olivia sakit. Ia demam dan tubuhnya terasa lemas sekali. Olivia sedih. Ia takut
belum sembuh dan tidak bisa ikut kemah.
“Sebaiknya kamu istirahat dan tak masuk sekolah untuk sementara,” kata Papa. Olivia pun tidur.
Beberapa hari kemudian, Olivia belum sembuh. Namun, pada hari Minggu sebelum kemah, Olivia
mulai membaik. Jadi, mungkin ia dapat ikut kemah.
“Bangun, Olivia. Kamu sudah boleh ikut kemah. Kamu sudah sembuh. Namun, kalau kamu kurang
enak badan lapor pada guru ya,” kata Mama, membangunkannya.
“Horeee!” seru Olivia.
Ia pergi ke sekolah. Di sekolah, sudah tersedia beberapa bus. Olivia naik Bus 5 untuk 4E dan 5E.
Lalu, ia melihat Evelyn, tetapi Evelyn memakai kacamata.
“Hai, Olivia! Wah, syukurlah kamu sudah sembuh. Aku tidak dapat tempat. Bolehkah aku duduk di
sampingmu?” tanya Evelyn.
“Ya,” jawab Olivia ketus.
Akhirnya, bus sampai di tempat kemah. Lokasinya indah sekali! Udaranya sejuk. Banyak pepohonan
tinggi. Bunga berwarna merah, biru dan kuning bermekaran. Siswa-siswi kelas 4 dan 5 sangat tak
sabar.
“Kalian boleh berkeliling di sini. Ajaklah satu orang teman dari kelas masing-masing untuk pergi
bersama,” kata pemandu kemah.
“Mau bersamaku?” Evelyn mengajak Olivia.
“Aku bisa sendiri. Lebih baik sendiri daripada bersamamu,” jawab Olivia.
Olivia berjalan sendirian. Ia tersesat. Tidak ada orang sama sekali di sana. Ia ketakutan. Tiba-tiba,
Olivia terjatuh.
Saat membuka mata, Olivia tiba di sebuah tenda. Di sana ada Evelyn. Evelyn tersenyum kepadanya.
“Hehe, halo!” sapa Evelyn.
“Apa yang terjadi?” tanya Olivia.
“Aku melihatmu sendirian. Kamu pingsan dan terluka. Aku membawamu ke sini untuk diobati,”
jawab Evelyn.
“Mengapa kamu menolongku? Kukira kamu sombong. Maaf, ya,” kata Olivia.
“Hah?”
“Anu- Saat aku melambai padamu dari jauh, kamu tidak membalas.”
“Haha! Aku minus. Jika menatap jauh, pandanganku kabur. Aku tak melihatmu. Senin lalu, aku lupa
membawa kacamata,” tawa Evelyn.
Olivia malu. Ia telah salah sangka. Lain kali, ia tak akan berprasangka buruk lagi.

Anda mungkin juga menyukai