Oleh:
Kelas : XI IPS 3
Mapel : PKN
Pada awal tahun 1998 perekonomian Indonesia mengalami gonjangan akibat adanya
krisis finansial Asia sepanjang tahun 1997-1999 tepat 24 tahun lalu pada 12 Mei 1998 para
Gedung Nusantara. Aksi yang di namai dengan aksi damai tersebut dilakukan mahasiswa
Namun aksi tersebut dihalangi oleh pihak kepolisian yang disusul oleh kedatangan
militer. Beberapa perwakilan mahasiswa pun berusaha untuk melakukan negoisasi dengan
para aparat, namun hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada pukul 5 sore para mahasiswa
para mahasiswa, akibatnya mahasiswa mulai berhamburan. Dengan panik sebagian besar
berlarian ke Universitas Trisakti, namun karena aparat tidak segera berhenti melakukan
tembakan satu persatu korban mulai berjatuhan dan dilarikan ke rumah sakit Sumber
Waras. Tembakan dari aparat berasal dari berbagai penjuru salah satunya adalah jembatan
penyeberangan. Selain itu aparat tidak hanya menembaki mereka dengan peluru karet,
tetapi juga dengan peluru tajam. Insiden tersebut menewaskan 6 orang korban dan
Setelah jatuhnya korban tewas dan banyaknya korban luka-luka pihak berwenang
mulai melakukan penyelidikan lebih lanjut. Pada salah satu korban yang bernama Heri
Hertanto ditemukan serpihan peluru kalibyr 5,5 puluh mm ditubuhnya. Namun Jenderal
Polisi Dibyo Widodo kapolri yang menjabat saat itu membantah jika anak buahnya tidak
menggunakan peluru tajam. Kapolda Metro Jaya Hamami Nata juga mengatakan bahwa
polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet dan gas air mata.
Penyebab Tragedi Trisakti adalah para mahasiswa menuntut turunnya Soeharto dari
jabatannya oleh karena masa pemerintahan presiden Soeharto sudah berlangsung selama 32
tahun. Di tambah lagi dengan adanya krisis kepercayaan kepada pemerintah mengenai
politik dan hukum. Selain itu, para mahasiswa dan rakyat yang turun ke jalan memaksa
pemerintah untuk mengatasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang membuat
negara mengalami Krisis Moneter. Berbagai kebijakan dibuat untuk membantu rakyat, tapi
banyak juga kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dan bahkan cenderung menuju
kekuasaan absolut dan mengakibatkan ketimpangan sosial yang sangat mencolok dan
Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 -
1998), Hafidin Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1978 - 1998). Dan keempat
maupun HAM. Namun nampaknya belum ada kesungguhan dan komitmen yang kuat
dalam menuntaskan kasus ini. Penuntasan kasus tidak hanya di permukaan saja tetapi harus
sampai ke akar-akarnya. Oleh karena itu upaya yang dapat di lakukan adalah mengusut atau
mencari tau siapa pelaku penembakan dan siapa yang memerintahkan mereka melakukan
penembakan tersebut. Hukum Indonesia juga harus memberikan keadilan kepada setiap