Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu faktor yang fundamental dalam pembangunan, karena
kemajuan bangsa erat kaitannya dengan masalah pendidikan.Oleh karena itu tidak
mengherankan kalau bangsa Indonesia begitu besar perhatiannya terhadap masalah
pendidikan, bahkan tujuannyapun semakin disempurnakan. Ini sesuai dengan ketentuan yang
dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Secara garis besar, pendidikan
sebagai suatu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa agar menjadi manusia seutuhnya
berjiwa Pancasila.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system
pendidikan Nasional juga menyatakan sebagai berikut: “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Disamping itu, pendidikan juga
merupakan suatu sarana yang paling efektif dan efisien dalam meningkatkan sumber daya
manusia untuk mencapai suatu dinamika yang diharapkan.

Berdasarkan hasil ulangan harian yang dilakukan di Kelas X MAN 1 Mempawah,


Kabupaten Mempawah, diperoleh informasi bahwa hasil belajar Materi Nilai-nilai Pancasila
siswa rendah di bawah standar ketuntasan Minimal yaitu dibawah 75.

Faktor-faktor yang menyebabkan keadaan seperti di atas antara lain :


a. Kemampuan kognitif siswa dalam pemahaman konsep–konsep Materi Nilai-nilai
Pancasila masih rendah,
b. Pembelajaran yang berlangsung cenderung masih monoton dan membosankan,
c. Siswa tidak termotivasi untuk belajar Materi Nilai-nilai Pansila karena materi ini hanya
dianggap sebagai hafalan saja.
Dengan belajar secara menghapal membuat konsep–konsep Materi Nilai-nilai Pancasila
yang telah diterima menjadi mudah dilupakan. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang
harus dihadapi dan diselesaikan oleh seorang guru. Guru dituntut lebih kreatif dalam
mempersiapkan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dikembangkan, misal dalam
pemilihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble yang akan digunakan dalam pembelajaran
sebagai salah satu bentuk strategi pembelajaran. Kesiapan guru dalam memanajemen
pembelajaran akan membawa dampak positif bagi siswa diantaranya hasil belajar siswa akan
lebih baik dan sesuai dengan indikator yang ingin dicapai.
Salah satu Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran Materi Nilai-nilai Pancasila adalah Pembelajaran Kooperatif TipeScramble
karena siswa dapat terlibat aktif karena memiliki peran dan tanggung jawab masing–masing,
sehingga aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung meningkat. Siswa
diharapkan mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal yang ada. Berdasarkan
uraian diatas, maka sebagai peneliti merasa penting melakukan penelitian terhadap masalah
di atas. Oleh karena itu, upaya meningkatkan hasil belajar Materi Nilai-nilai Pancasila siswa
dilakukan penelitian Tindakan Kelas dengan judul:“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Materi Nilai-nilai Pancasila Melalui Pembelajaran Kooperatif TipeScramble Siswa Kelas X
MAN 1 Mempawah.

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimanakah pembelajaran Kooperatif tipe Scramble dapat meningkatkan hasil belajar
Materi Nilai-nilai Pancasila siswa Kelas X MAN 1 Mempawah?

1.3 Tujuan Penelitian


Meningkatkan hasil belajar melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble pada mata
pelajaran PKN Materi Nilai-nilai Pancasila pada peserta didik Kelas X MAN 1 Mempawah
Tahun Pelajaran 2023

1.4 Manfaat Penelitian


Setelah penelitian selesai diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a) Bagi peneliti: penelitian ini dapat mempengaruhi pembelajaran, membantu untuk
meningkatkan hasil belajar Materi Nilai-nilai Pancasila siswa, memberikan alternative
pembelajaran yang aktif, kreatif efektif, dan menyenangkan bagi siswa, serta
meningkatkan mutu pembelajaran Materi Nilai-nilai Pancasila.
b) Bagi siswa: untuk meningkatkan pemahaman konsep Materi Nilai-nilai Pancasila dan
menerapkannya dalam kehidupannya sehari–hari sehingga pelajaran Materi Nilai-nilai
Pancasila menjadi lebih sederhana.
c) Bagi sekolah: penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif Pembelajaran Kooperatif
Tipe untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2012: 46) pengertian hasil belajar adalah “kemampuan – kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia melaksanakan pengalaman belajarnya”.Bloom (dalam Nana
Sudjana, 2012: 53) membagi tiga ranah hasil belajar yaitu :
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau
reaksi penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3. Ranah Psikomotorik
Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemauan bertindak, ada enam aspek,
yaitu: gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, ketrampilan membedakan secara
visual, ketrampilan dibidang fisik, ketrampilan komplek dan komunikasi.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
a) Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar,
minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik
dan psikis.
b) Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas
pengajaran.
Hasil belajar yang dicapai menurut Nana Sudjana, melalui proses belajar mengajar yang optimal
ditunjukan dengan ciri – ciri sebagai berikut.
1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri
siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi rendah dan ia akan berjuang lebih keras
untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankanya apa yang telah dicapai.
2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan
percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha
sebagaimana mestinya.
3. Hasil belajar yang dicaPendidikan Kewarganegaraan bermakna bagi dirinya, seperti akan
tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain,
kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.
4. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup
ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik,
keterampilan atau prilaku.
5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama
dalam menilai hasil yang dicapai oleh Pendidikan.
6. Kewarganegaraannya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
Oleh karena itu, guru diharapkan dapat mencapai hasil belajar, Setelah melaksanakan proses
belajar mengajar yang optimal sesuai dengan ciri-ciri tersebut di atas.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif


1. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Davidson dan Worsham, pembelajaraan kooperatif adalah “model
pembelajaraan yang sistematis dengan mengelompokan siswa dengan tujuan menciptakan
pendekatan pembelajaraan yang efektif dan mengintegrasikan keterampilan sosial yang
bermuatan akademis” Sedangkan menurut Johns pembelajaran kooperatif adalah “kegiatan
belajar mengajar secara kelompok – kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk
sampai kepada pengalaman belajar yang optimal,baik pengalaman belajar yang optimal,
baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajar Kooperatif adalah suatu
pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa untuk bekerja sama untuk mencapai
pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman
kelompok.

2. Ciri – ciri dan Unsur – unsur dasar pembelajaran kooperatif


a. Ciri – ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim, pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan
penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaraan kooperatif
didorong dan atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan mereka
harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan
pembelajaraan kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sma lain untuk
mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut
seandainya mereka berhasil dalam kelompok.
Ciri–ciri pembelajaraan yang mengguanakan model kooperatif adalah
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,sedang, dan rendah
3) Anggota kelompok hendaknya berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda –
beda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok ketimbang individu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Kooperatif
merupakan pembelajaran yang mengelompokan siswa yang memiliki kemmpuan yang
beragam dan tidak membedakan ras, suku, budaya maupun jenis kelamin.
b. Unsur – unsur dasar pembelajaraan kooperatif
Menurut ibrahim, unsur – unsur dasar pembelajaraan kooperatif adalah sebagai berikut :
1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup
sepenanggungan bersama”.
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik
mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan
yang sama.
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungijawab yang sama di antara anggota
kelompoknya.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang akan dikenakan
utnuk semua anggota kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses belajarnya.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi yang akan
ditangani dalam kelompok kooperatif.

Agar pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik dan optimal hendaknya guru
tidak meninggalkan unsur-unsur pembelajaran kooperatif seperti yang telah diuraikan di
atas.

c. Tujuan pembelajaran kooperatif


Model pembelajaraan kooperatif dikembangkan untuk mencapai Pendidikan
Kewarganegaraan setidak – tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman,dan pengembangan keterampilan sosial.

1) Hasil belajar Akademik


Model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami
konsep – konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Sedangkan menurut Slavin, pembelajaran kooperatif
dapat merubah norma budaya anak muda dan membuat budaya lebih dalam tugas – tugas
pembelajaraan. Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif diharapkan mendapatkan
hasil belajar akademik yang maksimal yaitu mampu memahami konsep-konsep yang sulit
serta dapat mengubah norma budaya anak muda menjadi budaya lebih untuk
menyelesaikan tugas-tugas dengan baik.

2) Penerimaan terhadap keragaman


Efek samping yang kedua dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
maupun ketidak mampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas
tugas–tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar
untk menghargai satu sama lain. Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif juga dapat
memberikan efek yang positif terhadap nilai keragaman dimana peserta didik mampu
menerima perbedaan baik ras, suku, budaya, kelas social maupun kemampuan.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments (TGT)


Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil
untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Posamentter (1999: 12) secara sederhana
menyebutkan cooperativelearning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan
beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa
tugas.
Muhammad Nur (2005: 1) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
dapat memotivasi seluruh siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial siswa, saling
mengambil tanggungjawab. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa belajar
setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang
kompleks. Pendapat ini sejalan dengan Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) mengatakan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa
sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.
Guru dapat menyusun kegiatan kelas, sehingga siswa akan berdiskusi, dan
mengungkapkan ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-benar
memahami konsep dan keterampilan yang dipelajarinya, Guru dapat memanfaatkan
energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu benar di dalam kelas untuk kegiatan-
kegiatan pembelajaran produktif dan dapat mengorganisasikan kelas, sehingga siswa
saling berinteiraksi satu dan yang lain, saling bertanggung jawab, dan belajar untuk
menghargai satu sama lain.
Untuk menciptakan suasana belajar kooperatif bukan suatu pekerjaan yang
mudah. Untuk menciptakan suasana belajar tersebut diperlukan pemahaman filosofis dan
keilmuan yang cukup disertai dedikasi yang tinggi serta latihan yang cukup pula.
Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja
bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap akfivitas belajar kelompok
mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah
satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama
antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif
merubah peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam
kelompok-kelorpok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah
memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-
tiap siswa terjadi secara optimal.
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda. Dari
pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut:
(1) merumuskan tujuan pembelajaran,
(2) menentukan jumlah kelompok dalam kelompok belajar,
(3) menentukan tempat duduk siswa,
(4) merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif,
(5) menentukan peran serta untuk menunjang saling ketergantungan positif,
(6) menjelaskan tugas akademik,
(7) menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama,
(8) menyusun akuntabilitas individual,
(9) menyusun kerja sama antar kelompok,
(10)menjelaskan kriteria keberhasilan,
(11)menjetaskan perilaku siswa yang diharapkan,
(12)memantau perilaku siswa,
(13)memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas,
(14)melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama,
(15)menutup pelajaran,
(16)Menilai kerja sama antar anggota kelompok.
Meskipun kerja sama merupakan kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari, untuk
mengaktualisasikan kansep tersebut ke dalam suatu bentuk perencanaan perbelajaran atau
program satuan pelajaran bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan peran guru dan
siswa yang optimal untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang benar-benar berbasis
kerjasama atau gotong royong. Tiga model pembelajaran kooperatif umum yang cocok
untuk hampir seluruh mata pelajaran dan tingkat kelas. Students Teems Achievement
Division (TGT), Teams-Games-Tournament (TGT), dan Jigsaw.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif
tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Siswa Bekerja dalam Kelompok-kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6
orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa
untuk saling membantu antar Siswa yang berkemampuan lebih dengan Siswa yang
berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan
tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat
menyenangkan.

2) Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari
kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam
meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orangpeserta, dan
diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang lama. Dalam
setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali
dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan
membacakan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di
atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen
dilakukan dengan aturan sebagai berikut.
Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca coaldan
pemain yang pertama dengan cara undian.Kemudian pemain yang menangundian
mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal.
Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh
pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemaindan penantang sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan
soal selesai, maka pemain akan membacakan hasilpekerjaannya yang akan ditangapi
oleh penantang searah jarum jam.
Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan
kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan
jawaban benar. Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja.

3) Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung
rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara
menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok dibagi
dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-
rata poin yang didapat oieh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh
oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh.
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa tahapan yang
perlu ditempuh, yaitu:
a. Mengajar (teach)
Mempersentasikan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau
kegiatan yang harues dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.
b. Belajar Kelompok (team study)
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan kemampuan
akademik, jenis kelamin, dan ras/suku yang berbeda. Setelah guru menginformasikan
materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan LKS.
Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling
memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam
menjawab.
c. Permainan (game tournament)
Permainan diikuti oleh anggota kelompok darti masing-masing kelompok yang
berbeda. Tujuan Dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota
kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
d. Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh
kelompokdari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana
penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin.

2.1.4 Perkembangan Pergerakan Nasional di Indonesia


Tumbuh dan berkembangnya kesadaran nasional telah dirintis oleh para pemuda yang
sempat merasakan pendidikan pemerintah kolonial Belanda. Golongan pemuda
terpelajar mendirikan organisasi bercorak politik, sosial-ekonomi, sosial-budaya,
keagamaan, dan pendidikan. Munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional itu
ditujukan bagi tercapainya Indonesia merdeka.

A. Pengertian Pergerakan Nasional


1. Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation (bahasa Inggris) atau natie (bahasa
Belanda) yang berarti bangsa. Bangsa adalah sekelompok manusia yang diam
di wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemauan untuk bersatu karena
adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan. Dengan demikian, nasionalisme
dapat diartikan sebagai semangat kebangsaan, yakni cinta terhadap bangsa dan
tanah air. Dengan kata lain, nasionalisme adalah suatu paham yang
menyatakan bahwa kesetiaan tertinggi seseorang ditujukan kepada negara
kebangsaannya. Nasionalisme untuk pertama kali muncul di Eropa pada akhir abad
ke-18.
Lahimya paham nasionalisme diikuti dengan terbentuknya negara kebangsaan.
Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan dilatarbelakangi oleh faktor-faktor
objektif, seperti persamaan keturunan, adat istiadat, tradisi, dan agama. Akan tetapi,
kebangsaan yang dibentuk alas dasar nasionalisme lebih menekankan kemauan untuk
hidup bersama dalam negara kebangsaan. Sejalan dengan ini, rakyat Amerika Serikat
tidak menyatakan bahwa mereka harus satu keturunan untuk membentuk suatu bangsa
sebab disadari bahwa penduduk Amerika Serikat terdiri atas berbagai suku bangsa,
asal-usul, adat istiadat, dan agama yang berbeda.
2. Lahirnya Nasionalisme Eropa
Nasionalisme Eropa lahir dalam masa peralihan dari masyarakat agraris ke
masyarakat industri. Proses peralihan ini terjadi pada abad ke-18 yang
didahului dengan lahirnya paham liberalisme dan kapitalisme. Lahirnya
liberalisme dan kapitalisme karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi
Prancis. Dengan demikian, timbulnya nasionalisme di Eropa karena pengaruh
Revolusi Industri dan Revolusi Prancis. Dengan semangat persaingan bebas
dari paham liberalisme dan dibesarkan dalam masyarakat yang bercorak
industri kapitalis maka nasionalisme yang demikian akhirnya tumbuh menjadi
suatu aliran yang penuh emosi dan sentimen, dengan kata lain tumbuh menjadi
chauvinisme.
Dengan demikian, nasionalisme Eropa pada waktu itu melahirkan
kolonialisme, yaitu nafsu untuk mencari tanah jajahan sebanyak mungkin.
Oleh karena itu, imperialisme atau kolonialisme sebenarnya adalah anak
putrinya politik perindustrian (colonialism is the daughter of industrial
policy). Bertitik tolak dari inilah, akhirnya negara-negara Eropa menjelma
menjadi negara imperialis yang saling berlomba untuk mencari dan
mendapatkan tanah jajahan di luar wilayahnya dengan sasaran Asia dan Afrika.

3. Lahirnya Nasionalisme di Asia dan Afrika


Nasionalisme di Asia dan Afrika merupakan gerakan yang menentang
imperialisme dan kolonialisme bangsa-bangsa Barat. Maksud dari
nasionalisme Asia dan Afrika adalah aliran yang mencerminkan kebangkitan
bangsa-bangsa Asia dan Afrika sebagai reaksi terhadap imperialisme dan
kolonialisme bangsa-bangsa Barat.

4. Pengartian Pergerakan Nasional


Maksud dari “pergerakan” di sini meliputi segala macam aksi dengan
mengggunakan “organisasi modern” untuk menentang penjajahan dan
mencapai kemerdekaan. Sedangkan istilah “nasional” menunjuk sifat dari
pergerakan, yakni semua aksi dengan organisasi modern yang mencakup
semua aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dan kultural
dengan tujuan yang sama, yakni melawan penjajahan untuk digantikan dengan
kekuasaan yang dipegang oleh bangsa Indonesia sendiri. Istilah “nasional”
dalam hal ini oleh Sartono Kartodirdjo (1990) diartikan sebagai kata sifat dari
suatu “nation” yang menunjukkan kumpulan individu-individu yang disatukan
oleh ikatan politik, bahasa, kultural, dan sebagainya.

B. Latar Belakang Munculnya Pergerakan Nasional


Lahirnya pergerakan nasional tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa di
Asia dan Afrika. Peristiwa semangat kebangsaan di kawasan Asia-Afrika pun
memengaruhi pola perjuangan bangsa Indonesia. Selama ratusan tahun, bangsa
Indonesia berjuang untuk mengusir kolonialisme dan imperialisme dari bumi
Indonesia, akhirnya mengubah strategi perjuangannya. Perjuangan yang semula
menggunakan kekuatan senjata, diubah menjadi strategi politik dan semangat
kebangsaan. Akhirnya, lahirlah masa pergerakan nasional untuk membebaskan diri
dari cengkeraman bangsa Barat yang telah berlangsung selama berabad-abad. Adapun
lahirnya pergerakan nasional dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstern dan intern berikut
ini.
1. Faktor Intern :
a. Adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan
sehingga menimbulkan tekad untuk menentangnya.
b. Adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, seperti zaman
Sriwijaya dan Majapahit.
c. Munculnya kaum intelektual yang kemudian menjadi pemimpin
pergerakan nasional.

2. Faktor Ekstern
a. Adanya All Indian National Congress 1885 dan Gandhiisme di India.
b. Adanya Gerakan Turki Muda 1908 di Turki.
c. Adanya kemenangan Jepang atas Rusia (1905) menyadarkan dan
membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa-bangsa
Barat.
d. Munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk ke
Indonesia, seperti liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme
mempercepat timbulnya nasionalisme Indonesia.

C. Perkembangan pendidikan di Indonesia


Lahirnya pergerakan nasional di Indonesia juga didorong oleh
meningkatnya tingkat pendidikan rakyat. Lahirnya politik etis Van Deventer
dengan triloginya, yaitu pengajaran, pengairan, dan perpindahan penduduk
mampu membawa pengaruh bagi kesadaran nasional Indonesia, ditandai
dengan organisasi yang bersifat modern dan nasional. Di bidang pengajaran,
Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk mendapatkan tenaga-tenaga terdidik dan
terampil tetapi bergaji rendah.
D. Peranan Golongan Terpelajar, Profesional, dan Pers dalam Menumbuhkan Kesadaran
Nasional Indonesia
Tumbuh dan berkembangnya kesadaran nasional tidak bisa terlepas dari peranan banyak
pihak. Pihak-pihak yang dimaksud, antara lain golongan terpelajar, golongan profesional,
golongan pers, dan peranan perempuan.
1. Peranan Golongan Terpelajar
Pengaruh pendidikan Barat telah melahirkan golongan terpelajar yang merupakan
bagian dari elite nasional. Elite nasional mempunyai dasar barudalam memandang
masyarakat sekitarnya, yaitu nasionalisme Indonesia.
2. Peranan Golongan Profesional
Golongan profesional dalam hal ini adalah golongan pedagang. Golongan pedagang
mempunyai ruang gerak sosial yang lebih luas. Melalui pedagang, integrasi nasional
akan terbentuk secara lambat laun dan memungkinkan berfungsi sebagai perintis
nasionalisme serta modernisasi. Oleh karena itu, golongan pedagang mempunyai
peranan besar dalam menumbuhkembangkan kesadaran nasional Indonesia. Mereka
berjuang melalui organisasi modern.

3. Peranan Golongan Pers


Pers adalah media penyiaran berita seperti Surat kabar, majalah, radio,televisi, dan
film. Pers nasional adalah semua pers yang dimiliki sepenuhnya oleh suatu bangsa,
termasuk juga bangsa Indonesia. Pers nasional mencerminkan aspirasi perjuangan
kemerdekaan.

4. Peranan perempuan
Gerakan sosial perempuan bertujuan mengangkat derajat dan melawan tradisi yang
mengekang, seperti kawin paksa dan poligami.

E. Bentuk-Bentuk Organisasi Pergerakan Nasional


Organisasi-organisasi yang muncul pada masa pergerakan sosial adalah sebagai berikut.
1. Budi Utomo
Budi Utomo yang merupakan organisasi modern pertama oleh bangsa
Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda. Organisasi ini bergerak di
bidang sosial dan budaya. Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei
1908 oleh para mahasiswa Sekolah Dokter Jawa di Jakarta, antara lain: Dr.
Sutomo, Stiraji, dan Gunawan Mangunkusumo.

2. Sarekat Islam (SI)


Sarekat Dagang Islam didirikan pada tahun 1911 oleh Haji Samanhudi
pedagang batik dari Laweyan Solo. Dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga
tidak hanya terbatas pada pedagang saja. Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10
September 1912, ditetapkan tujuan SI sebagai berikut.
a. Memajukan perdagangan.
b. Membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang
usaha (permodalan).
c. Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli.
d. Memajukan kehidupan agama Islam.

3. Indische Partij
Indische Partij didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh
Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Anggota IP terdiri atas kalangan terpelajar,
golongan pribumi, dan keturunan asing yang menganggap Indonesia sebagai
tanah aimya. IP merupakan organisasi pertama yang bergerakdi bidang politik.
Indische Partij merupakan organisasi progresif yang bertujuan mencapai

4. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan berasaskan Islam yang
bergerak di bidang sosial. Organisasi ini didirikan pada tanggal 18 November
1912 di Yogyakarta oleh K.H.Ahmad Dahlan. Tujuan Muhammadiyah adalah
sebagai berikut.
a. Meluruskan pendapat yang keliru mengenai ajaran Islam.
b. Memperdalam pengetahuan ajaran Islam yang berdasarkan Alquran dan Hadis.
c. Mengembangkan pengetahuan agama yang diselaraskan dengan kehidupan modern.
d. Memajukan pengajaran dan pendidikan.

5. Perhimpunan Indonesia
Organisasi ini didirikan para mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut
ilmu di negara Belanda tahun 1908. Pada mulanya Perhimpunan Indonesia
bemama Indische Verreeniging. Tujuannya bersifat sosial, artinya membantu
orang-orang Indonesia yang sedang berada di negara Belanda. Sebagai media
penyebaran, organisasi ini telah menerbitkan majalah Hindia Putera. Tujuan
organisasinya tidak hanya bersifat sosial, tetapi juga bersifat politik. Adapun
tujuannya untuk mencapai Indonesia merdeka. Usaha yang dilakukan, antaralain
sebagai berikut.
a. Kemerdekaan harus diraih oleh masyarakat Indonesia sendiri, tanpa bantuan
dari negara lain.
b. Persatuan harus dipupuk agar tujuan perjuangan kemerdekaan dapat tercapai.
Karena pengaruh perkembangan zaman, akhirnya nama organisasi diubah
kembali dengan nama Perhimpunan Indonesia. Sedangkan majalah yang
diterbitkan juga berubah namanya menjadi Indonesia Merdeka.

6. Taman Siswa
Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat)
pada tanggal 3 Juli 1922. Taman Siswa bergerak di bidang pendidikan, yaitu
mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar
budaya bangsa.

7. Partai Nasional Indonesia (PNI)


PNI berdiri di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh Ir. Soekarno, Iskaq,
Boediharjo, M.Soemardjo, dan Mr. Sartono. PNI bersifat nonkooperatif yang
bersifat terbuka untuk seluruh bangsa Indonesia, tidak membedakan agama, suku, dan
pendidikan, serta sosial. Tujuan PNI adalah Indonesia merdeka, untuk mencapai
tujuan tersebut PNI berasaskan pada tiga hal berikut.
a. Self help adalah prinsip menolong diri sendiri.
b. Nonkooperatif adalah tidak mengadakan kerja soma dengan pemerintah Belanda.
c. Marhaenisme adalah mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.

8. Gerakan Wanita
Gerakan wanita dirintis oleh R.A. Kartini di Jawa Tengah dan Dewi Sartika
di Jawa Barat. R.A. Kartini bersama korespondensinya Ny. Abendanon menerbitkan
buku Habis Gelap Terbitlah Terang tahun1911. Gerakan ini mempunyai tujuan untuk
meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita agar sederajat dengan kaum pria.
Organisasi wanita pertama adalah Putri Mardika yang didirikan di Jakarta tahun 1912.
Kemudian berdiri organisasi-organisasi wanita lain, antara lain Maju Kemuliaan
(Bandung), Budi Wanita (Solo), Kartini Fonds (Semarang), Amoisetia (Sumatra
Barat), dan Aisiyah (didirikan oleh istri H. Ahmad Dahlan), serta organisasi wanita
lainnya yang cukup banyak. Puncak gerakan wanita adalah dengan
diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I tanggal 22-25 Desember 1928 di
Yogyakarta. Kongres Wanita I merupakan awal dan bangkitnya kesadaran nasional di
kalangan wanita Indonesia. Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka tanggal 22
Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu.

Anda mungkin juga menyukai