Anda di halaman 1dari 20

PERILAKU DALAM

MANAGEMENT
AUDIT

Di Susun Oleh :

Nama : Risman
NPM : 02272011009
Kelas / Prodi : 6A / Akuntansi

Dosen Pengampuh :
Yustiana Djaelani, SE., M.Si

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul “Perilaku Dalam Management Audit” untuk memenuhi salah satu
mata kuliah management audit.

Makalah ini berisi mengenai hubungan antara manusia dalam management audit,
hubungan kerjasama antara management dengan external auditor, hubungan kerjasama
antara management auditor dengan audite, serta komunikasi dalam management audit.

Dengan sepenuh hati penulis menyadari dan merasakan betapa besar bantuan dari
berbagai pihak dan sumber manapun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Yustiana Djaelani, SE., M.Si. selaku dosen Management Audit


2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis sehingga terselesainya makalah ini.

Di dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari dengan sepenuh hati akan
kurang sempurnanya makalah ini, mengingat tingkat kemampuan serta pengalaman
penulis belum luas. Namun demikian, penulis berusaha keras untuk menyusun makalah ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Ternate, 18 Maret 2023

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................


DAFTAR ISI ..................................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................................


A. Latar Belakang ..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................
C. Tujuan ..............................................................................................................................

BAB II : PEMABAHASAN ...........................................................................................................


A. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit ......................................................
B. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit .................................
C. Hubungan kerjasama antara manajemen auditor dengan auditee .........................
D. Komunikasi Dalam Management Audit ............................................................................

BAB III : PENUTUP .....................................................................................................................


A. Kesimpulan ....................................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Audit pada saat ini telah menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi,
khususnya aspek-aspek yang terkait dengan proses pengambilan keputusan dan
aktivitas-aktivitas auditor dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil
keputusan. Terdapat banyak hal yang dapat dipertimbangkan sebagai data
pendukung dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada aspek keperilakuan
auditor.
Salah satu karakteristik yang membedakan akuntan publik dengan auditor
internal berkaitan dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan publik terikat
dengan catatan-catatan suatu organisasi dan prinsip-prinsip akuntansi yang
dibangun oleh badan profesi akuntansi. Sebaliknya, auditor internal terkait dengan
aktivitas-aktivitas manajemen dan orang-orang yang menjalankan operasi
organisasi.
Auditor merupakan profesi yang lahir dan besar dari tuntutan publik akan
adanya mekanisme komunikasi independen antara entitas ekonomi dengan para
stakeholder terutama berkaitan dengan akuntabilitas entitas yang bersangkutan.
Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh publik atau pengguna laporan keuangan,
hal ini disebabkan untuk menentukan keandalan pertanggungjawaban keuangan
yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan.
Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari
profesi inilah masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai
dasar pengambilan keputusan. Guna menunjang profesionalismenya sebagai
akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus
berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki
oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal
pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit
serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan
yang diauditnya secara keseluruhan.
Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi kunci di era globalisasi
untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
profesionalisme akuntabilitas mutlak diperlukan, dengan mensyaratkan tiga hal
utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi, yaitu keahlian,
berpengetahuan, dan berkarakter.
Profesi akuntan publik atau auditor mempunyai standar yang seharusnya
bisa mencegah terjadinya kegagalan audit. Auditor tidak boleh memihak kepada
kepentingan siapapun, sebab jika auditor memihak maka dia akan kehilangan sikap
untuk mempertahankan kebebasan berpendapatnya.
Fenomena konflik audit merupakan hal yang lazim terjadi di Kantor Akuntan
Publik (KAP). Konflik merupakan proses yang dimulai saat salah satu pihak merasa
dikecewakan oleh pihak yang lain (French dan Allbright, 1998 dalam Renata Zoraifi,
2005:12). Auditor yang memiliki profesi sebagai penyediaan jasa pemeriksaan
laporan keuangan, menyimpan banyak konflik dalam pekerjaannya. Hal ini
berhubungan dengan kedudukan auditor sebagai pihak independen.
Konflik adalah suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada proses audit
(Chambers et al, 1987 dalam Arfan Ikhsan-Muhammad Ishak, 2005:261). Konflik
audit adalah suatu situasi ketika auditor dihadapkan pada kondisi apabila klien
menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar auditing di
antaranya memaksakan opini yang tidak sesuai fakta, sedangkan secara umum
auditor termotivasi oleh etika profesi dan standar auditing.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal
mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang sehingga terdapat
hubungan pribadi antara orang yang dievaluasi dengan orang yang mengevaluasi
dengan para auditor.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit


Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara
seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran, dan
kebutuhan psikologis (O.U Effendi). Pengetahuan hubungan antar manusia dapat
digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang berhubungan dengan faktor
manusia dalam manajemen.
Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi
setiap kejadian di mana dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Hal ini terjadi juga dalam kegiatan audit intern, antara auditor dan auditee.
Beberapa prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan
audit intern. Apabila kita perhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-orang yang
saling berhubungan dalam posisi tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu
membangun hubungannya secara baik, maka pintu konflik yang berkepanjangan
dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka. Karenanya kita perlu
menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja dari para
auditor dan auditeenya dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi
organisasi.

B. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit


Dalam beberapa hal, manajemen dan auditor eksternal memiliki kesamaan.
Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola
organisasi serta memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian
internal keuangan. Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang
bisnis, industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi yang mereka
layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki kode etik dan standar
profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang harus
dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang
mereka audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,manajemen dan audit
eksternal adalah dua fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.

 Perbedaan antara Pemeriksaan Management dengan Pemeriksaan


Eksternal.
1. Perbedaan Misi
Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas
kewajaran pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi
keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode. Mereka juga menilai apakah
laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari periode ke
periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para pengguna laporan
keuangan, baik di dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk
melihat seberapa besar tingkat reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh
organisasi tersebut. Sementara itu, tanggung jawab utama auditor internal tidak
terbatas pada pengendalian internal berkaitan dengan tujuan reliabilitas
pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan
implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam
pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan,
auditor internal juga mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan
aktivitas organisasi terhadap ketentuan perundang-undangan dan kontrak,
termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi.
2. Perbedaan organisasional
Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien
utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris,
termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan
karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam perkembangannya
pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing atau co-sourcing
internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit
internal (CAE) tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor
eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka
melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan
perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor
eksternal.
3. Perbedaan pemberlakuan
Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun
demikian untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti
perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-perusahaan
milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal.
Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih
luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan yang listing, badan-
badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan
oleh ketentuan perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal.
4. Perbedaan kualifikasi
Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus
seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi,
serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang
operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit internal.
Auditor Eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang mampu memahami
dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk
memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta
melaporkan temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia,
auditor perusahaan publik harus menjadi anggota badan profesional akuntan
yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan.
5. Perbedaan focus dan orientasi
Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian
yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang)
maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap
segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan auditor eksternal
terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian
historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.
6. Perbedaan timing
Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara
berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara
periodik/tahunan.

C. Hubungan kerjasama antara manajemen auditor dengan auditee


Perlu kita fahami bahwa hubungan yang terjadi antara internal auditor
dengan auditee-nya adalah hubungan kerja biasa. Hubungannya seperti hubungan
kerja antara satu bagian dengan bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan
seperti apa yang diinginkan dalam suatu perusahaan adalah menciptakan
perusahaan yang sehat dan berkembang secara wajar. Walaupun dari pihak auditee
terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya tujuannya adalah sama.
Karena posisi Internal Auditor adalah Staf dari Pimpinan Puncak (Dirut). Ia
tentunya diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang :
 Teknis operasional.
 Teknis operasional auditing.
 Hubungan antar manusia yang efektif. Keberhasilan tugasnya secara
konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang dimilikinya itu.

Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh:


 Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang
bermakna
 Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.
 Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.

Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang menjadi
ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa kegiatan
audit seringkali disalah artikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan. Hal
tersebut harus selalu dicoba untuk disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang
lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat kerjasama yang efektif antara kedua
pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang merugikan.
Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus
didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai
anggota organisasi. Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik
tolak mempertentangkan posisi dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini
dalam pelaksanaannya memang sulit, karena pemahaman dari para pihak baik
auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang berbeda.

Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan


menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi Auditor, maka pengolahan dan
penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional
sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam pedoman kerja para auditor intern.
Singkatnya hubungan antara Auditor dengan Auditee-nya harus dikembangkan
dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan
orentasi peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh.
Menempatkan hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas
bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan kedua pihak buat memahami posisinya
masing-masing dalam bentuk yang lebih konkrit.

ASPEK KEPERILAKUAN PADA AUDIT INTERNAL

 Peranan internal auditor


1. Peran sebagai “Problem Solver”
Temuan Audit pada hakekatnya adalah problem. Internal Auditor harus
mampu menggunakan metode problem solving yang rasional sifatnya.
Rangkaian proses berfikir analisis yang standar perlu dikuasai secara mantap.
Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam mengambil
kesimpulan/keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan benar-
benar merupakan fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan harus
mampu pula dihasilkannya dan dapat diterapkan sesuai dengan
kondisinya.Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar
permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang
direkomadasikan menjadi valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana
bobot temuan yang menjadi problem tersebut. Bagaimana intensitasnya. Dia
perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan kejadian sebagai akibat
yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut dilaksanakannya
dengan baik, maka pemecahan “konflik”, yang tidak mungkin dihindarkan akan
dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.

2. Peran sebagai “Conflict Resolution”


Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada
timbulnya konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya
dengan auditee. Konflik itu sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
(Christ Mitchell, Thr Structur Of International Conflict, Macmillan. London,1981,
Bab 1).Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara
auditor dan auditee dalam mencapai visi bank menjadi fokus utama.
Penyelarasan ini berpijak pada visi keinginan semua pihak di bank untuk
melahirkan bank yang sehat dan berkembang wajar adalah yang paling pokok.

Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :


 Menghindari
 Membekukan
 Dikonfrontasikan

Menghindari konflik, Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi


emosional &nb sp; dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan
mungkin dia minta pindah atau keluar dari pekerjaan sebagai internal auditor.
Hal ini dimungkinkan pula bila si Auditor kurang punya kemampuan untuk
bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi
persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain
persoalan itu dapat timbul dan si auditor tetap tidak dapat mengatasinya.
Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan.
Strategi ini bisa digunakan Auditor untuk mendinginkan situasi untuk
sementara, sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.Konfrontasi
konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung dikonfrontasikan dengan
auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan : Dengan memakai
kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari Diektur Utama maka auditee
harus melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee
dapat merasa kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian,
kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian. Dengan memakai strategi
negosiasi, Strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing langkah akan
mengundang masalahnya sendiri. Strategi “Win-Win” harus dipakai sebagai
dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil,
dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti
kemampuan memahami orang lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu
dimiliki.

3. Peran “interviewer”
Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor, sering kali dalam bentuk
wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu
internal auditor harus faham mengenai;
 Konteks dari wawancara yang dilakukan
 Isi dari bahan yang ingin dicarinya

Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan
wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali
persoalan dengan memotivasi auditee. Wawancara sebaiknya dimulai dengan
menentukan posisi kepercayaan (trust), baru kemudian diikuti dengan
penetapan berbagai aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning) dan
dilanjutkan dengan mengembangkan wawancara sendiri.
4. Peran “Negosiator” dan “Komunikator”
Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran
komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran
negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi
auditor”, program sang auditor ataupun ide-ide -nya. Karena itu kriteria dan
materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan
memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah
jika ia berhasil menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi
keinginannya.Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain, karena
keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan kondisi
dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.
Tetaplah berpegang pada sasaran dan sebaiknya diusahakan hubungan tidak
tegang.
Lebih baik diciptakan situasi agak longgar, tetapi nantinya tidak menyesal.
Usahakan mendapat hasil yang positif dalam setiap proses, walaupun mungkin
belum tentu dapat mencapai apa yang diharapkan.
Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa
sebagian besar konflik dan ketidak setujuan itu datangnya karena saling kurang
fahamnya fihak-fihak yang berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi
kita. Tetapi mendapatkan yang efektif bukanlah hal yang mudah.
Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi
atas reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif
dan sikap yang terkendali merupakan sarana pentingyang harus kita jaga.
Kuasailah bahan yang dibicarakan dan berdasarkan pada fakta
Berbagai peran tersebut perlu difahami karena bisa jadi dalam berhadapan
dengan berbagai anggota manajemen, diperlukan langkah-langkah khusus. Perlu
dicatat bahwa keberhasilan dari hubungan antar manusia ini juga ditentukan
oleh peran kepribadian sang auditor sendiri.
Sifat keterbukaan, tepat waktu, tidak menjatuhkan orang dimuka umum,
bertanya secara bijak dengan wawasan yang luas dan lain-lainnya juga sangan
menentukan pengembangan hubungan yang ada.
Perlu dicatat juga pada akhirnya, walaupun auditor sudah berbuat sebaik
mungkin dengan melaksanakan hal-hal yang disarankan atau auditor memang
sudah memiliki sendiri hal-hal tersebut, namun perlu juga diingat :
 Auditor perlu mendengarkan orang lain, karena wawancara adalah seni
mendengarkan orang lain. Jika itu dilakukan, jelas tidak mungkin dapat tahu
apa kata akhir yang telah diucapkan oleh lawan bicara.
 Telitilah kembali hal-hal yang sudah diperoleh dan konfirmasikan oleh lawan
bicara kita.

1) Hubungan dengan Gaya Manajemen

Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Empat


gaya tersebut meliputi gaya mengarahkan, gaya melatih, gaya mendukung,
dan gaya mendelegasikan. Menggunakan suatu pendekatan audit yang
konflik dengan filosofi manajemen dari manajemen pihak yang diaudit akan
menyebabkan audit kesulitan dalam perolehan bantuan serta kerja sama
secara sukarela.

Dari empat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya keempat merupakan
gaya yang terpenting. Pada gaya pertama, auditor seharusnya mencoba
untuk bekerja sama dengan seluruh manajemen dalam proses audit sehingga
dapat meyakinkan pihak manajeman bahwa auditor berada di pihak mereka
dan mempunyai tujuan untuk mengembangkan desain guna membantu
memperbaiki operasi.

Pada gaya keempat, auditor seharusnya mengambil pendekatan bahwa


mereka merupakan bagian dari tim manajemen dan bertindak sebagai rekan
kerja atau konsultan.
2) Pengelolaan Konflik

Dalam hal perubahan, konflik sering kali terjadi pada proses audit.
Konflik terjadi dalam hal lingkup (manajemen), tujuan (auditor
eksternal), tanggung jawab (layanan manajemen), dan nilai.

Dalam bidang akuntansi, konflik dapat terjadi antara auditor yang


cenderung mempertahankan profesionalismenya dan pihak yang diaudit
yang cenderung mempertahankan lembaga atau keinginannya. Oleh
sebab itu terdapat empat metode khusus yang secara umum digunakan
untuk menyelesaikan konflik, yaitu arbitrasi, mediasi, kompromi, dan
langsung.

3) Kesadaran pada diri Sendiri

Dalam suatu situasi dimana banyak hubungan interpersonal, hal


terpenting adalah untuk menyadari dan memegang teguh keseimbangan
serta untuk memandang diri sendiri sebagaimana orang lain
memandangnya (Ratcliff et al., 1988).

Elemen-elemen utama tersebut adalah:

 Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain


dalam hubungan secara mental, fisik, emosional, dan karakteristik
pribadi.
 Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
 Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang
dimiliki seseorang, dimana orang tersebut harus menyesuaikan diri
dengan kelompok organisasi yang luas.
 Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain.
 Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego
seseorang.
 Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa
seseorang berpartisipasi dalam suatu lingkungan secara etis.

4) komunikasai dalam manajemen audit


Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi tak
bisa dianggap remeh dan kecil peranannya dalam sebuah organisasi.
Makin ke depan, komunikasi makin menjadi elemen terpenting dalam
organisasi. Sering kali keberhasilan personal dan program sangat
tergantung dari keberhasilan komunikasi yang dilakukan para anggota
dalam organisasi itu.
Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan
strategi atas reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan.
Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali merupakan sarana penting
yang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan berdasarkan
pada fakta atas informasi nyata.
Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan suatu
hal yang harus dibina oleh auditor dan dipahami oleh auditee. Kontribusi
kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya bermanfaat bagi organisasi
adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua pihak. Segala
kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman
bersama telah terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh
para anggota organisasi dalam mencapai kedewasaan.

5) Komunikasi Secara Efektif


Komunikasi terdiri atas wawancara, musyawarah, laporan lisan, dan
laporan tertulis. Bahasa yang menggunakan aksioma (pernyataan)
seharusnya jelas, ringkas, bebas akronim (singkatan), dalam struktur
gramatikal yang baik, dan mengungkapkan isi dalam aturan sederhana
yang logis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kominikasi yang
efektif adalah:
 Jangan bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor
bukanlah bagian dari manajemen.
 Jangan menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahn-
kesalahan kerja dari pihak yang diaudit.
 Jangan menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan, baik
secara verbal atau tertulis.
 Pertimbangkan sifat ego pihak yang diaudit ketika memberi saran.
 Menjaga laporan dan memberikan keadilan.
 Jangan berargunen mengenai moralitas.
 Mengaitkan dengan kondisi lingkungan ketika mencari penyebab dari
temuanya.

6) Pelakasanaan Audit Partisipasi


Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga
perlu memahami budaya organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan
bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku auditor.
Elemen-elemen keperilakuan dalan audit partisipasi:
 Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang
akan diaudit.
 Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit
dalam menilai pemrograman dan pelaksanaan audit.
 Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi.
 Dapatkan persetujuan atas isi laporan.
 Memasukkan informasi nyata pada laporan audit.

7) Komunikasi dengan menajemen selama Audit


Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan
dengan manajemen mengenai berbagai hal yang mencakup berikut ini :
 Pemahaman atas bisnis klien.
 Rencana audit.
 Dampak perundangan atau standar professional atas audit.

D. Komunikasi Dalam Management Audit


Komunikasi dalam manajemen audit sangat penting untuk memastikan bahwa
semua pihak terlibat memahami tujuan, proses, dan hasil dari audit. Berikut adalah
beberapa bentuk komunikasi yang dapat dilakukan dalam manajemen audit:
1. Pertemuan Awal: Pertemuan awal harus diadakan antara tim audit dan
manajemen perusahaan untuk memperjelas tujuan audit, jadwal, dan lingkup
audit. Pertemuan ini dapat membantu mengidentifikasi potensi masalah dan
menentukan fokus audit.
2. Surat Permintaan: Surat permintaan dapat digunakan untuk meminta informasi
tertentu dari manajemen perusahaan. Surat ini harus dijelaskan dengan jelas
tujuan dan lingkup audit serta batas waktu pengirimannya.
3. Wawancara: Wawancara dengan manajemen perusahaan dan karyawan dapat
membantu tim audit memahami lebih jauh tentang kegiatan perusahaan, proses
bisnis, dan sistem pengendalian internal yang digunakan.
4. Laporan Audit: Setelah selesai melakukan audit, tim audit harus menyusun
laporan yang memuat temuan dan rekomendasi. Laporan audit harus jelas,
akurat, dan mudah dipahami oleh manajemen perusahaan.
5. Pertemuan Exit: Pertemuan exit adalah pertemuan akhir antara tim audit dan
manajemen perusahaan untuk membahas hasil audit dan rekomendasi.
Pertemuan ini dapat membantu manajemen memahami temuan audit dan
menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan.
6. Komunikasi Selama Audit: Selama audit, tim audit harus melakukan komunikasi
terus-menerus dengan manajemen perusahaan untuk memberikan update
tentang kemajuan audit, menyelesaikan masalah yang muncul, dan memperjelas
pertanyaan atau kebutuhan informasi tambahan.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan Lubis Arfan. 2010. Akuntansi Keperilakuan Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
renny.staff.gunadarma.ac.id/.../2.PerilakuDlmAudtMa.

primaconsultinggroup.blogspot.com/.../aspek-hubung

https://ml.scribd.com/doc/59910158/ Audit-Manajemen

www.academia.edu/.../AU

Anda mungkin juga menyukai