Anda di halaman 1dari 24

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL SEBAGAI

AKUNTAN PUBLIK
(KASUS PHAR MOR INC)

KELOMPOK 1 :
ATIKA FAIZAH (1610247832)

DONA MERTI (1610247965)

EKA SETIAWATI (1610247999)

ORIE MARSONTIO (1610248112)

MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS RIAU

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mengenai masalah tanggung jawab akan akuntan publik adalah tujuan utama atas
laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan
pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil
usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan
pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan pendapat. Baik
dalam ha auditor menyatakan pendapat maupun meyatakan tidak memberikan
pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan
standart auditing yang di tetapkan ikatan akuntan Indonesia mengharuskan auditor
menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laoran keuangan disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjaan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akntansi tersebut dalam periode berjalan dibandingkan
dengan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya (SA seksi 110 SPAP
2011).

Etika memiliki pengaruh terhadap tanggung jawab auditor. Etika lebih luas dari
prinsip-prinsip moral. Etika tersebut mencakup prinsip perilaku untuk orang-orang
professional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun tujuan idealistis. Kode
etik professional antara lain dirancang untuk mendorong perilaku ideal, maka kode etik
harus realistis dan dapat dilaksanakan. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta pada
tahun 1998 terdiri dari: Pinsip Etika aturan etika interprestasi aturan etika.

Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa professional bagi anggota. Interpretasi aturan etika
merupakan interpretasi yang dikeluarkan sebagai panduan dalam penerapan aturan
etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pengembangan
kesadaran etis/moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan
(Louwers, 1997), termasuk dalam melatih sikap profesional akuntan. Faktor-faktor
situasi berpengaruh secara positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Faktor
situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (situasi irregularities)
mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap profesionalnya. Di dalam makalah
ini, akan kami uraikan mengenai tanggung jawab professional sehingga diharapkan
dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam bagi pembaca
khususnya bagi mahasiswa mengenai auditing serta hal-hal yang berkaitan dengan
auditing.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka pokok pembahasan
dalam makalah ini yakni sebagai berikut : Bagaimana Tanggung Jawab Profesional
Akuntan Publik?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari makalah ini ialah untuk mengetahui Tanggung Jawab Profesional
sebagai Akuntan Publik.
BAB II

TEORI

Audit, Atestasi dan Asurans

Audit adalah suatu bentuk dari atestasi, Dalam pengertian umum, mengacu pada
komunikasi para expert mengenai kesimpulan tentang keandalan dari suatu asersi yang
diungkapkan oleh seseorang. Dalam sempit, American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA) telah mendefinisikan atestasi sebagai "komunikasi yang
mengungkapkan kesimpulan tentang keandalan suatu asersi tertulis yang merupakan
tanggung jawab pihak lain." ' Sebagaimana dinyatakan di atas, audit ada;ah suatu
bentuk dari asersi.

Jasa asurans, seperti yang didefinisikan oleh Komite Asurans AICPA yaitu jasa
profesional yang independen yang meningkatkan kualitas informasi, atau konteksnya,
bagi para pengambil keputusan.". Jasa asurans lebih luas dari auditing atau atestasi.

Auditing

Adalah dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

Attestation (Atestasi)

Adalah jenis jasa assurance dimana KAP mengeluarkan laporan tentang reliabilitas
suatu asersi yang disiapkan pihak lain.

Assurance (Jaminan)

Adalah jasa seorang profesional independen yang meningkatkan kualitas informasi


bagi para pengambil keputusan

Auditing dan Manajemen Asersi


Asersi, seperti yang digunakan dalam konteks ini, adalah representasi dari manajemen
untuk fairness (kewajaran) laporan keuangan. The Auditing Standar Board (ASB),
suatu badan yang didirikan oleh AICPA untuk merumuskan Standar Audit dan
interpretasi, mengklasifikasikan asersi laporan keuangan sebagai berikut:

Keberadaan atau kejadian:


Apakah semua aset dan ekuitas pada neraca ada, dan/atau melakukan semua transaksi dapat
direpresentasikan pada laporan rugi?
Kelengkapan:
Bagaimana aset, ekuitas atau transaksi telah diabaikan dari laporan keuangan?

Hak dan kewajiban:


Apakah aset yang muncul pada neraca yang dimiliki oleh entitas, dan apakah liabilitas
dilaporkan pada entitas sesuai dengan tanggal neraca?

Penilaian atau alokasi:


Apakah aset dan ekuitas dinilai dan diukur sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang berlaku
dan jumlah telah dialokasikan antara neraca dan laporan laba rugi sudah disajikan
dengan wajar (biaya aset vs biaya depresiasi, misalnya)?

Presentasi dan Pengungkapan:


Apakah klasifikasi, seperti aset dan kewajiban lancar versus tidak lancar, dan pendapatan
dan biaya operasi versus non operasi, benar-benar tercermin dalam laporan keuangan,
dan pengungkapan catatan kaki memadai untuk laporan keuangan dan tidak
menyesatkan?

Pekerjaan auditor adalah untuk menentukan apakah representasi (asersi) memang


wajar; itu adalah, "memastikan tingkat korespondensi antara asersi dan kriteria yang
ditetapkan." Untuk keperluan pelaporan keuangan, kriteria yang ditetapkan telah diatur
dalam Generally Accepted Accounting Principle (GAAP) didirikan adalah tubuh prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP), sebagaimana tercantum dalam Statements of
Financial Standards (SFASs), Accounting Principle Board Opinions (APBOs)
Accounting Reserch Bulletin (ARB) dan sumber-sumber lainnya.
Tanggung Jawab Profesional Auditor

Berdasarkan aturan etika, seorang profesional akuntan sektor publik harus memiliki
karakteristik yang mencakup :

1. Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.

2. Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi


kerjamaupun untuk auditan.

3. Berpandangan obyektif.

4. Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.

Penerapan aturan etika ini dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan profesi
akuntan yaitu :

1. Bekerja dengan standar profesi yang tinggi,

2. Mencapai tingkat kinerja yang diharapkan

3. Mencapai tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada tiga kebutuhan mendasar yang
harus dipenuhi, yaitu:

1. Kredibilitas akan informasi dan sistem informasi.

2. Kualitas layanan yang didasarkan pada standar kinerja yang tinggi.

3. Keyakinan pengguna layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan standar
teknis yang mengatur persyaratan-persyaratan layanan yang tidak
dapatdikompromikan.

KODE ETIK AKUNTAN SERTA PELAKSANAANNYA

1. Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus


senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama
dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Publik

Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa demi
melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.

3. Integritas
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Untuk
memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua
tanggung jawab profesinal dengan integritas tertinggi

4. Objektivitas
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain. Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan bebas dari
konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang anggota
dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam faktadan penampilan
saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Seorang anggota profesi harus selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis
profesi terdorong untuk secara terus menerus mengembangkan kompetensi dan
kualitas jasa, dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi
kemampuan anggota yang bersangkutan.

5. Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasianin formasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan
antara anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

6. Perilaku Profesional

Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang
relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi

7. Standar Teknis
Sebagai profesional setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.

HAL HAL YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM SEHUBUNGAN DENGAN


PEKERJAAN AUDITOR

Tanggung Jawab Auditor

Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam
memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat
pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No.
17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan,
sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin.

Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam
hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta
juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran
yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya,
ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan
adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik.

Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan
suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan
Publik , ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko
kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan
hasil audit dari Akuntan Publik tersebut.

Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab:

a. Mendeteksi kecurangan

1. Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang


tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk
mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari
salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.

2. Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya


kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite
audit, dewan direksi
b. Tindakan pelanggaran hukum oleh klien

1. Tanggung jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien.
Auditor bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar
hukum yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah
laporan keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk
mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana
tersebut dengan kemahiran yang cermat dan seksama.

2. Tanggungjawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu


tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor
harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut.
Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung
jawab untuk menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui
suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan
keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu:

a. Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan. Tanggung jawab ini hanya
sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan
tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas
pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang
wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab
manajemen.

b. Tanggung jawab terhadap profesi. Tanggung jawab ini mengenai mematuhi


standar/ketentuan yang telah disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip
akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan Indonesia.

c. Tanggung jawab terhadap klien. Auditor berkewajiban melaksanakan


pekerjaan dengan seksama dan menggunakan kemahiran profesionalnya, jika
tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi.

d. Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan. Bila ada kecurangan


yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan publik
harus bertanggung jawab.

e. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga


Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh
dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa
menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak didasari
dengan dasar yang cukup.

f. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan.
Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur
auditnya tidak cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.

Pemahaman Hukum dan Kewajiban auditor

Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan
hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan
keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara
kegagalan audit serta risiko audit.

Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit :
a. Kegagalan bisnis Adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu
membayar kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya,
karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk,
atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.

b. Kegagalan audit Adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat
audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar
auditing yang berlaku umum.

c. Risiko Audit Adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan
disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan
tersebut disajikan salah secara material.

Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar
profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh
audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab.
Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan.
Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam menjadi ordinary negligence,
gross negligence, dan fraud. Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan
akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat
(reasonable care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya
auditor menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus
menggunakan common sense dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang
(typical) akuntan publik bertindak.

Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar


profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan
publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam
situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif
tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan
akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal
mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis
pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus diminta
mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan keahliannya
dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan
publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar kepada mereka yang
menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut.

Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai
contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya,
maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi
kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa
laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan
laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan
mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar
auditing yang berlaku umum.

Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak,
konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi
kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta
pertanggungjawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan
kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah :

Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan


public

Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan


dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor

Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan


yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb

Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar


pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.

Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut


suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya
kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum.

Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang
terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban
yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang
baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-
praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang
lebih baik.

Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era
reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke
dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan
tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik.

Kewajiban Hukum Bagi Auditor


Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan
peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan
untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan
terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai
sebuah krisis.
Litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas
dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.
Tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang
diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik yaitu selalu
bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta berkompeten
dalam teknis pekerjaannya.

Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap


kliennya. Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila adanya tuntutan
ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan adalah sebagai berikut:

a. Kewajiban kepada klien (Liabilities to Client) Kewajiban akuntan publik terhadap


klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati,
pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran
kerahasiaan oleh akuntan public
b. Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to Third party)
Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak
penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan
c. Kewajiban Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under securities
laws) Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang
ketat.
d. Kewajiban kriminal (Crime Liabilities) Kewajiban hukum yang timbul sebagai
akibat kemungkinan akuntan publik disalahkan karena tindakan kriminal menurut
undang-undang.

Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara


eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti
tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi
Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU
Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan.

Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat


dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan main
yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat menjalankan
tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain
masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan
penuntutan tanggung jawab profesional terhadap akuntan publik.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang akuntan
publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan publik
dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban hukum
auditor.

Tanggapan Profesi Terhadap Kewajiban Hukum


AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah
berikut :
a. Riset dalam auditing
b. Penetapan standar dan aturan.
c. Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor
d. Menetapka persyaratan penelaahan sejawat .
e. Melawan tuntutan hukum
f. Pendidikan bagi pemakai laporan
g. Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas
h. Perundingan untuk perubahan hukum
BAB III
KASUS PHAR-MOR INC.
Phar Mor-didirikan pada tahun 1982 oleh Michael Monus dan David Shapira.
Keluarga Shapira memiliki Giant Eagle, sebuah rantai supermarket yang berkantor pusat
di Pittsburgh. Giant Eagle juga merupakan pemegang saham terbesar Phar-Mor. Phar
Mor telah tumbuh, dalam satu dekade, dari sebuah toko tunggal di Niles, Ohio (sebuah
kota pinggiran di Youngstown), menjadi 300 toko yang mempekerjakan 23.000
karyawan dan mencapai penjualan sebesar $ 3 miliar. Toko-toko ini menjual segala
sesuatu mulai dari resep obat sampai perabot kantor, barang-barang elektronik, pakaian
olahraga, dan video tape. Michael (Mickey) Monus merupakan Presiden dan CEO dari
Phar-Mor. Monus juga bertugas sebagai dewan pengawas di sekolah bisnis di
Youngstown State University mendirikan liga basket dunia (WBL).
Penipuan besar-besaran yang terjadi di Phar-Mor mulai ditemukan berawal dari
ketika pada bulan Juli 1992, pemilik tim WBL memberontak karena pemain dan wasit
belum dibayar selama hampir dua bulan. Pejabat Phar-Mor menerima informasi bahwa
uang telah disalurkan dari perusahaan untuk WBL. Kemudian sebuah penyelidikan
dilakukan atas masalah tersebut, dan dari penyelidikan itu ditemukan beberapa transaksi
yang mencurigakan yang mendorong Phar-Mor untuk memanggil pemerintah federal
untuk melakukan penyelidikan lebih intensif. Penyelidikan penipuan ini dilakukan secara
bersama-sama oleh Biro Investigasi Federal dan Internal Revenue Service. Penyelidikan
ini kemudian menemukan salah satu penipuan terbesar dan skema penggelapan dalam
sejarah bisnis AS, dengan total sebesar hampir $ 1 miliar.
Monus tidak sendirian dalam melakukan penipuan di Phar-Mor. Monus meminta
jasa Patrick Finn, kepala bagian keuangan, serta dua mantan anggota staf dari Coopers &
Lybrand (auditor Phar-Mor) Jeff Walley dan Stan Cherelstein, dimana kedua mantan staf
tersebut telah disewa oleh Phar-Mor masing-masing sebagai wakil presiden untuk
bagian keuangan dan pengawas keuangan.
Berikut ini bentuk penipuan yang dilakukan oleh Monus dan asistennya :
1. Dari $ 1 miliar yang hilang, $ 15 juta terdiri dari penggelapan dana yang diajukan dan
disalurkan ke WBL dan penggunaan pribadi oleh Monus.
2. Sisa $ 985 juta terdiri dari kekeliruan penipuan dalam bentuk kelebihan laba. Menurut
penyelidik, tujuan dari kelebihan laba ini adalah untuk memaksimalkan bonus
eksekutif berdasarkan laba yang dilaporkan, dan umumnya untuk membuat Phar-Mor
terlihat baik bagi investor dan calon investor.
3. Penipuan yang awalnya berupa akuntansi yang tidak tepat untuk pembayaran awal
yang besar, dengan total nilai sekitar $ 140 juta, dari vendor seperti The Coca-Cola
Company dan Fuji Film Company, untuk perencanaan pasokan yang eksklusif. Phar-
mor melaporkan pembayaran sebagai pendapatan pada saat diterima, bukan sebagai
diskon pembelian yang diamortisasi selama masa perencanaan. Pada tahun 1990
skema ini tidak cukup meningkatkan pendapatan dibawah anggaran, dimana penipuan
diasumsikan dalam bentuk inflasi persediaan.
4. Phar Mor menyewa perusahaan luar untuk mengambil persediaan. Setelah selesai,
Monus dan asistennya mengubah kuantitas persediaan yang diambil tersebut menjadi
lebih besar.
5. Monus membuat dua buku catatan akuntansi. Satu berisi angka persediaan yang
benar. Satu set lain, untuk digunakan auditor, dimana termasuk didalamnya
penyesuaian kenaikan persediaan yang tidak dijelaskan. Penyesuaian-penyesuaian
tersebut tersebar di ratusan toko. Selain dari kelebihan persediaan, jumlah yang lebih
kecil dari kelebihan pendapatan dikatakan telah disembunyikan melalui piutang usaha
tak tertagih yang tidak dihapuskan, menilai rendah kewajiban, dan ketidaktepatan
klaim atas aset.
6. Patrick Finn, kepala bagian keuangan Phar-Mor, juga menyiapkan dua versi dari
laporan keuangan bulanan. Versi pertama adalah laporan yang benar dan
menunjukkan kerugian yang mengejutkan. Menurut penyelidik, laporan ini hanya
diketahui oleh Monus, Finn, Walley, dan Cherelstein dan laporan ini disembunyikan.
Versi kedua, disebut sebagai "Laporan David" (karena laporan itu dipersiapkan untuk
David Shapira), yang menunjukkan keuntungan yang terus meningkat.
Dampak dari penipuan itu mulai terlihat pada tahun 1989, 1990, dan 1991,
dimana laporan keuangan menunjukkan keuntungan, sedangkan pada kenyataannya,
kerugian besar telah terjadi secara berkelanjutan di masing-masing dari tiga tahun
tersebut. Pada tahun 1991, misalnya, perusahaan melaporkan keuntungan $ 50.000.000
dengan lebih dari $ 150 juta kerugian yang sebenarnya telah terjadi. Selain itu,
perusahaan juga menanggung beban $ 350 juta pada kuartal kedua tahun 1992
Setelah penemuan penipuan yang dilakukan oleh Monus dan asistennya, beberapa
tindakan yang diambil Phar-Mor Inc antara lain :
1. Phar-Mor memecat Monus, serta auditornya Coopers & Lybrand.
2. David Shapira, yang tampaknya tidak memiliki pengetahuan tentang penipuan
yang dilakukan oleh teman lamanya, mengganti Monus sebagai kepala bagian
keuangan, dan Deloitte & Touche diminta untuk menggantikan Coopers & Lybrand
sebagai auditor independen.
3. Sebuah tindakan hukum selanjutnya diajukan oleh Phar-Mor untuk melawan
Coopers & Lybrand. Gugatan ini menuduh auditor untuk lebih teliti dalam melihat
catatan persediaan, tidak hanya melihat dari lembar ringkasan persediaan yang
dibuat, sehingga melupakan penyesuaian yang tidak dijelaskan. Gugatan ini juga
menuduh bahwa Coopers ketika mengamati persediaan fisik hanya mengambil
pada 5-10 toko dan menginformasikan manajemen Phar-Mor dulu sebelumnya
bahwa toko itu akan diamati persediaan fisiknya, para pelaku, tentu saja, berhati-
hati untuk tidak menyesuaikan persediaan di salah satu toko yang diuji oleh
auditor. (Coopers menanggapi dengan menyatakan bahwa Monus telah
memberitahu bahwa perusahaan harus tahu dulu sebelumnya agar dapat menutup
toko selama pengamatan persediaan).
4. Phar Mor kemudian juga mengajukan perlindungan kebangkrutan di bawah Bab 11
dari kode kebangkrutan AS pada Agustus 1992, karena Perusahaan ini terpaksa
menutup 132 dari 300 toko dan menghentikan hampir 13.000 karyawan. Selain itu,
perabot kantor dan peralatan, pakaian olahraga, dan barang elektronik konsumen
dikeluarkan dari toko yang tersisa.
5. Pada bulan Februari tahun 1993 perusahaan mempekerjakan "turnaround
specialist" Antonio Alvarez sebagai presiden dan kepala bagian operasional. Pada
bulan April, Phar-Mor tampaknya membuat sebuah keputusan yang cerdas, setelah
mengumpulkan $ 200.000.000 dari hasil operasional dan membuat negoisasi
sebesar $150 juta perjanjian pembiayaan debitur. Sistem akuntansi dan pelaporan
perusahaan juga sudah sangat meningkat, dan perusahaan berencana untuk
menginstalasi point-of-sale (POS) scanner untuk pengendalian persediaan yang
lebih baik.
PEMBAHASAN
KASUS PHAR-MOR INC.
a. Apa yang harus Phar-Mor buktikan untuk menang dalam kasus ini? Apa yang
harus Coopers & Lybrand tunjukkan agar berhasil mempertahankan diri?
Untuk menang dalam kasus ini Phar-Mor harus membuktikan bahwa :
1. Auditor Coopers & Lybrand lalai dalam melakukan audit sehingga tidak dapat
menemukan kesalahan dalam penyajian catatan persediaan. Dimana seperti yang
dijelaskan sebelumnya catatan persediaan menunjukkan beberapa penyesuaian yang
tidak dibuat penjelasannya namun auditor tidak menyadarinya karena hanya melihat
dari ringkasan catatan persediaan yang dibuat.
2. Auditor diragukan independensinya karena Coopers & Lybrand yang merupakan
auditor untuk Phar-Mor Inc sejak tahun 1984, namun dua mantan staff mereka yaitu
Jeff Walley dan Stan Cherelstein direkrut sebagai wakil presiden untuk bagian
keuangan dan pengawas keuangan.
3. Penipuan yang terjadi melibatkan kedua mantan staff dari Coopers & Lybrand,
dimana mereka membantu Monus untuk menyiapkan dua buku catatan akuntansi dan
mereka juga mengetahui tentang pembuatan dua versi laporan keuangan bulanan.
Agar berhasil mempertahankan diri dalam kasus ini, Coopers & Lybrand harus
menunjukkan bahwa :
1. Auditor telah melakukan prosedur audit sesuai dengan standar yang berlaku dan tidak
lalai dalam melaksanakan tugas auditnya.
2. Auditor hanya bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan
keuangan sesuai dengan GAAP, tidak untuk menemukan penipuan yang terjadi di
perusahaan, kecuali sebelumnya telah dibuat kesepakatan atau perjanjian antara
manajemen dan auditor untuk melakukan audit investigatif.
3. Penipuan yang terjadi berawal dari pihak manajemen perusahaan sendiri yakni oleh
Michael (Mickey) Monus yang merupakan Presiden dan CEO dari Phar-Mor Inc.
b. Laporan berikut dikutip dari berbagai artikel dan laporan yang menceritakan
kisah dari Phar-Mor. Laporan ini telah mengalami perubahan dalam bentuk
tuntutan oleh perwakilan Phar-mor dan tanggapan oleh perwakilan Coopers &
Lybrand. Komentari validitas dan kekuatan dari masing-masing tuntutan dan
tanggapan.
Tuntutan:
1. "Auditor seharusnya telah mendeteksi penipuan persediaan ini. Ini adalah akuntansi
dasar. Ini adalah Audit 101." (Paul A. Manion, pengacara Phar-Mor)
Komentar :
Menurut kami tuntutan yang diajukan oleh pengacara Phar-Mor ini kurang valid dan
kuat untuk menuntut Coopers & Lybrand. Dari kasus tidak dijelaskan
perjanjian/kontrak yang dibuat antara perusahaan dengan auditor tentang audit yang
dilakukan. Umumnya audit dilakukan untuk untuk memberikan opini atas kewajaran
penyajian laporan keuangan sesuai dengan GAAP. Jika demikian, auditor tidak dapat
dituntut karena tidak dapat mendeteksi penipuan yang terjadi. Kecuali perusahaan telah
membuat perjanjian/kontrak untuk melakukan audit investigatif dengan tujuan
menemukan kecurangan/penipuan, maka auditor dapat dituntut atas ketidakmampuan
mendeteksi penipuan yang terjadi.
2. "Auditor kelihatannya tidak lebih jauh daripada lembaran pembuka pada rincian
catatan persediaan. Sudahkah mereka melakukan penyelidikan lebih sedikit, mereka
akan menemukan penyesuaian untuk persediaan yang dibuat tanpa penjelasan.
Mereka (Coopers) hampir kehilangan seluruh perusahaan. Beberapa hal yang mereka
gagal lakukan adalah sifat yang paling mendasar "(Paul Manion).
Komentar :
Menurut kami tuntutan yang diajukan oleh pengacara Phar-Mor ini cukup valid dan
kuat untuk menuntut Coopers & Lybrand. Dalam melakukan tugas audit, auditor
seharusnya mengumpulan bukti-bukti yang diperlukan dan mengambil sampel yang
tepat, bukan hanya melihat ringkasan catatan persediaan yang diberikan perusahaan dan
tidak menelusurinya lebih jauh. Akibatnya auditor tidak menyadari dan menemukan
adanya beberapa penyesuaian persediaan yang dibuat tanpa ada penjelasan yang tidak
tidak dijelaskan. Bagaimanapun untuk perusahaan retail seperti Phar-Mor, persediaan
merupakan hal yang sangat penting. Penipuan yang berkaitan dengan persediaan dapat
membuat perusahaan hampir kehilangan nyawanya.
3. Phar Mor menuduh Coopers melakukan malpraktek dan kelalaian karena gagal untuk
mengungkap penipuan besar-besaran dan salah menafsirkan keuangan Phar-Mor
dalam opini audit dan laporan. Phar Mor mengatakan hal tersebut berdasarkan
keputusan besar pada laporan Coopers, seperti memperluas ukuran dan jumlah
tokonya dari 81 menjadi 300 dan mendapatkan $ 600 juta dari kredit dan $ 155 juta
pendanaan jangka panjang. (Pittsburgh post-Gazzete, 2 Februari 1993)
Komentar :
Menurut kami tuntutan yang diberitakan di Pittsburgh post-Gazzete tanggal 2 Februari
1993 mengenai malpraktek dan kelalaian yang dilakukan oleh Coopers karena gagal
untuk mengungkap penipuan besar-besaran ini kurang valid dan kuat untuk menuntut
Coopers dan Lybrand. Seperti yang kami jelaskan sebelumnya dari kasus tidak
dijelaskan perjanjian/kontrak yang dibuat antara perusahaan dengan auditor tentang
audit yang dilakukan. Umumnya audit dilakukan untuk memberikan opini atas
kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan GAAP. Jika demikian, auditor
tidak dapat dituntut karena tidak dapat mendeteksi penipuan yang terjadi. Kecuali
perusahaan telah membuat perjanjian/kontrak untuk melakukan audit investigatif
dengan tujuan menemukan kecurangan/penipuan, maka auditor dapat dituntut atas
ketidakmampuan mendeteksi penipuan yang terjadi. Dan menurut kami tuntutan yang
diberitakan di Pittsburgh post-Gazzete tanggal 2 Februari 1993 mengenai salah
menafsirkan keuangan Phar-Mor dalam opini audit dan laporan, seperti memperluas
ukuran dan jumlah tokonya dari 81 menjadi 300 dan mendapatkan $ 600 juta dari kredit
dan $ 155 juta pendanaan jangka panjang, menurut kami tuntutan ini tidak cukup valid
dan kuat untuk menuntut Coopers & Lybrand, karena penipuan yang terjadi atas
penyajian laporan keuangan ini tidak terdeteksi oleh auditor Coopers & Lybrand,
sehingga auditor tidak dapat dikatakan salah menafsirkan keuangan Phar-Mor dalam
opini audit dan laporannya.

4. "(David) Shapira mempercayai Monus lebih dari apa yang seharusnya-tapi dia tidak
punya alasan untuk tidak percaya padanya. David bukan tipe orang yang cemerlang,
tapi saya pikir Shapira menoleransi dia (Monus) selama bertahun-tahun karena
sesuatu yang tampaknya telah Mickey capai ". (Jaksa untuk Shapira)
Komentar :
Menurut kami tuntutan yang diajukan oleh jaksa untuk Shapira ini kurang valid dan
kuat untuk menuntut Coopers & Lybrand. Karena disini menurut kami, David Shapira
juga sedikit kurang berhati-hati. David Shapira merupakan pemegang saham terbesar
Phar-Mor, Shapira seharusnya tidak percaya begitu saja terhadap manajemen (Monus)
perusahaan dan Shapira seharusnya juga memiliki pengetahuan yang memadai
mengenai manajemen perusahaan. Hal ini agar Shapira dapat menyadari jika terdapat
ketidakberesan yang terjadi di perusahaannya seperti penipuan yang telah terjadi
tersebut. Karena seperti yang diungkapkan dalam teori agensi, terjadi konflik
kepentingan antara pemilik dan manajemen perusahaan, dimana masing-masing
mempunyai kepentingan untuk menguntungkan diri sendiri. Shapira seharusnya
menyadari hal tersebut dan berhati-hati dalam memilih Presiden dan CEO untuk Phar-
Mor, serta mengetahui lebih jauh tentang manajemen perusahaan.
Tanggapan:
1. "Perusahaan menyewa auditor. Jika perusahaan ingin detektif swasta, seharusnya
menyewa salah satu dari mereka sebagai gantinya "(Coopers & Lybrand).
Komentar :
Menurut kami tanggapan yang diajukan oleh Coopers & Lybrand ini cukup valid dan
kuat untuk Coopers & Lybrand mempertahankan diri. Karena audit yang dilakukan
oleh auditor dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan memberikan opini atas
kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan GAAP. Namun, jika perusahaan
ingin menemukan / mengungkapkan penipuan yang mungkin terjadi di perusahaan,
perusahaan dapat menyewa detektif swasta yang tugasnya untuk menemukan
kebenaran, kejanggalan ataupun kecurangan sesuai dengan permintaan perusahaan.
Atau, perusahaan juga dapat menyewa auditor untuk melakukannya dengan catatan,
sebelum audit dilakukan perusahaan telah membuat kontrak dengan auditor untuk
melakukan audit investigatif yang bertujuan menemukan penipuan yang diduga
terjadi dalam perusahaan.
2. "Penipuan itu tidak hanya menyangkut masalah dari beberapa ratus juta dolar sabun
dan pasta gigi. Sebaliknya, departemen keuangan Phar-Mor bermain-main dengan
formula akuntansi yang kompleks, menyesuaikan nilai tercatat dan margin kotor
-skema yang tidak mudah terdeteksi. Juga, penipuan itu kolusif. Coopers telah ditipu
oleh tidak hanya oleh satu atau dua tingkat pegawai rendah, tetapi oleh presiden
perusahaan dan kepala bagian keuangan. Jika kita menyangka bahwa manajemen
senior melakukan sesuatu kecurangan, kami akan segera memperluas prosedur audit
kami dan menggali lebih dalam. "(David McLean, penasihat asosiasi umum Coopers).
Komentar :
Menurut kami tanggapan yang diajukan oleh penasihat Coopers & Lybrand ini cukup
valid dan kuat untuk Coopers & Lybrand mempertahankan diri. Penipuan ini memang
kolusif dan menyangkut aset besar perusahaan (persediaan), dimana penipuan ini
terjadi karena adanya kerja sama antara presiden perusahaan dengan kepala bagian
keuangan dan 2 mantan staff dari Coopers & Lybrand dan berhubungan dengan
permainan catatan pembukuan akuntansi (catatan persediaan) dan laporan keuangan
bulanan.
3. Coopers menyebut gugatan itu "tidak tahu malu untuk menggeser beban kesalahan
perusahaan sendiri dari dirinya sendiri dan manajemennya untuk sebuah perusahaan
akuntansi yang merupakan korban penipuan perusahaan ... Phar-Mor telah berfungsi
sebagai mesin penipuan untuk kepentingan manajemen seniornya "(Pittsburgh Post-
Gazette, 2 Februari 1993).
Komentar :
Menurut kami tanggapan yang diberitakan di Pittsburgh post-Gazzete tanggal 2
Februari 1993 ini cukup valid dan kuat untuk Coopers & Lybrand mempertahankan
diri. Karena bagaimanapun penipuan ini terjadi dimulai dari manajemen Phar-Mor
sendiri yakni presiden sekaligus CEO Pha-Mor (Monus). Monus kemudian mengajak
kerja sama kepala bagian keuangan yang masih merupakan bagian manajemen Phar-
Mor dan 2 staff dari Coopers & Lybrand untuk melakukan penipuan untuk kepentingan
nya sendiri. Seharusnya Phar-Mor membebankan kesalahan penipuan tersebut kepada
pelaku penipuan itu sendiri yaitu Monus dan asistennya (kepala bagian keuangannya
serta 2 staff dari Coopers & Lybrand), bukan ke auditor perusahaan.
4. "(David) Shapira seharusnya mengetahui ada sesuatu yang tidak beres. Dia adalah
seorang pengusaha eceran yang berpengalaman. Dia adalah eksekutif terkenal...
Bagaimana bisa dia menuduh (auditor) menjadi lalai ketika ia adalah CEO (Giant
Eagle)? Dia adalah orang yang bertanggung jawab "(David McLean).
Komentar :
Menurut kami tanggapan tuntutan yang diajukan oleh Coopers & Lybrand ini cukup
valid dan kuat untuk Coopers & Lybrand mempertahankan diri. David Shapira
merupakan seorang pengusaha eceran yang berpengalaman dan eksekutif terkenal
karena tidak hanya menjadi pemegang saham terbesar Phar-Mor tetapi juga CEO untuk
Giant Eagle, seharusnya dia mengetahui bagaimana manajemen perusahaan dan
mengetahui ada sesuatu yang tidak beres di Phar-Mor. Dia seharusnya ikut bertanggung
jawab karena memilih Monus sebagai Presiden dan CEO perusahaan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sejauh ini manajemen Phar Mor telah membuktikan tentang teori : The Fraud
Triangle. Yaitu teori yang menerangkan tentang penyebab fraud terjadi. Menurut teori
ini, penyebab fraud terjadi akibat 3 hal : Insentive/Pressure, Opportunity dan
Rationalization/Attitude.

1. Insentif / pressure adalah ketika manajemen atau karyawan mendapat insentif atau
justru mendapat pressure (tekanan) sehingga mereka " Commited " untuk melakukan
fraud.

2. Opportunity adalah peluang terjadinya fraud akibat lemahnya atau tidak efektifnya
control sehingga membuka peluang terjadinya fraud.

3. Rationalization / attitude adalah teori yang menyatakan bahwa fraud terjadi karena
kondisi nilainilai etika lokal yang membolehkan terjadinya fraud.

Dalam kasus Phar Mor Inc setidaknya manajemen telah membuktikan satu dari tiga
unsur the fraud triangle, yaitu : insentif.

Top manajemen sengaja merekrut staf dari KAP cooper & Librand dengan
insentif berupa posisi sebagai vice president bidang financial dan kontroler. Yang di
kemudian hari ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud the Phar Mor inc.
Saran

Menurut kami secara pribadi dari kasus-kasus tersebut bahwa banyak


manajemen dalam suatu perusahaan yang bertindak curang karena sudah memiliki
jabatan yang cukup tinggi, misalnya dari kasus yang pertama, eksekutif di perusahaan
Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial
yang masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan, sangat
disayangkan karena perusahaan Phar Mor ini termasuk dalam perusahaan retail terbesar
di Amerika Serikat namun pada bulan Agustus 1992 dinyatakan bangkrupt. Ini
merupakan salah satu pihak dari manajemen pada perusahaan Phar Mor yang ternyata
merekrut staf auditor dari KAP Cooper & Librand guna membantunya dalam fraud.
Lalu staf mantan auditor tersebut kemudian dipromosikan menduduki jabatan penting,
tetapi dengan imbalan harus membuat laporan-laporan keuangan ganda. Tindakan
seperti itu akan menghasilkan resiko yang sangat besar yaitu kebangkrutan perusahaan
itu sendiri. Dan jika memang perusahaan ingin bangkit kembali menurut pendapat kami
sebaiknya bagian manajer dan staf auditor bekerja sesuai dengan peran mereka masing-
masing, dengan begitu mereka juga akan mendapatkan kepercayaan penuh baik dari
pihak internal dan eksternal.

Kurangnya mental untuk mengontrol diri juga dapat memperbesar untuk


terjadinya fraud dalam sebuah prusahaan, jika para petinggi atau top manajer pada
perusahaan tersebut dapat mengatasi akan hal itu, mungkin perusahaan tersebut akan
terselamatkan dari fraud, atau godaan yang memungkinkan pribadinya melakukan
fraud. Selain itu ketegasan seorang bos juga diperlukan dalam membimbing para
bawahannya untuk bersikap transparan dalam berbisnis, karena tidak hanya kerugian
financial perusahaan saja yang ditimbulkan, nama baik dan reputasi perusahaan juga
dipertaruhkan akan hal ini. Investor yang ingin menanamkan modalnya untuk
perusahaan ini akan berpikir kembali atas terjadinya fraud pada perusahaan ini.
REFERENSI
Arens, Alvin A, Randal J Elder dan Mark S Beasley, 2008. Auditing dan Jasa Assurance
Pendekatan Terintegrasi, Jilid 1 Edisi Keduabelas diterjemahkan oleh Herman
Wibowo, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Boynton, C William, Johnson N Raymond dan Kell G. Walter, 2003. Modern Auditing,
Buku Satu, Edisi Ketujuh diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, dkk, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Konrath, Larry F, 2001. Auditing Concepts and Applications, A Risk-Analysis Approach,
5th Edition, South Western.
Standar Profesional Akuntan Publik, 2011. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI),
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Tuanakotta, Theodorus M, 2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Edisi 2,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai