Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI I

IDENTIFIKASI FUNGI DERMATOFITA PADA SAMPEL TINEA

Oleh
Nama : Theresia Mbosisi
Nim : B1D120102
Kelas : 2020C
Kelompok : III (Tiga)

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul praktikum : Identifikasi Fungi Dermatofita pada Tinea


Nama : Theresia Mbosisi
NIM : B1D120102
Hari / Tanggal : Rabu 23 November 2022 – Selasa 6 Desember 2022
Kelompok : III (Tiga)
Rekan kerja : 1. Jihan Fadillah 4. Yohana Christi S Tayaya
2. Fitryah Wardayani 5. Lissa Amma
3. Desya Ramdhani
Penilaian :

Makassar, 07 Desember 2022


Asisten Praktikan

Habibah Gali,S.Tr.kes Theresia Mbosisi


Nim : B1D120102

Dosen Pembimbing

Nirmawati Angria S.Si.M.kes


NIDN :0918068702
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Salah satu infeksi yang disebabkan oleh jamur adalah dermatofitosis.

Dermatofitosis merupakan suatu penyakit pada jaringan tubuh yang terdapat

kandungan zat keratin, misalnya Stratum corneum pada epidermis, rambut, dan

kuku yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang dapat mencerna

keratin (Awaluddin, dkk. 2022).

Salah satu jenis penyakit dermatofitosis adalah Tinea capitis. Tinea capitis

adalah infeksi kulit pada bagian kulit dan kulit kepala. Tinea capitis atau yang

sering dikenal sebagai kurap kulit kepala adalah kelainan kulit pada daerah

kepala berambut yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Tinea capitis dapat

disebabkan oleh genus Trichophyton dan Microsporum. Salah satu yang

berkaitan erat dengan kebersihan kulit kepala adalah penggunaan minyak

rambut, namun jarang membersihkan rambut sehingga rentan terhadap

pertumbuhan jamur. Penggunaan minyak rambut yang berlebihan dapat

memicu munculnya ketombe. Ketombe yang muncul berlebihan dapat memicu

pertumbuhan jamur pada kulit kepala. Salah satu jenis minyak rambut adalah

yang terbuat dari bahan wax (lilin) yang digunakan untuk penataan gaya

rambut. Minyak rambut berbahan jenis ini pada daerah yang beriklim tropis

seperti Indonesia sangat rentan dengan masalah kulit kepala karena hal ini

berhubungan dengan suhu dan kelembaban. Beberapa contoh zat-zat kimia

pada minyak rambut dari wax yang dapat merusak kulit kepala dan rambut jika

digunakan dalam jangka waktu panjang secara terus menerus setiap hari ialah
propilenglikol, alkohol, metilparaben dan polietilenglikol. Salah satunya adalah

alkohol, dimana dapat mengikis lapisan minyak alami kulit kepala, membuka

lapisan Acid mantle (lapisan asam kulit) dan menyebabkan kulit kepala lebih

rentan terhadap pertumbuhan mikrooganisme seperti jamur. Terdapat hubungan

penggunaan minyak rambut pomade dengan terjadinya ketombe, dimana

volume dan lama penggunaan minyak rambut pomade dapat membuat kulit

kepala dan rambut dalam keadaan lembab sehingga menjadi salah satu faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya ketombe (Awaluddin, dkk. 2022)

Tinea capitis adalah infeksi jamur pada bagian kulit dan kulit kepala yang

disebabkan oleh jamur dermatofita. Penggunaan minyak rambut berbahan wax

yang berlebihan dapat memicu terjadinya ketombe, dimana ketombe yang

berlebihan dapat memicu pertumbuhan spora-spora jamur dermatofita

(Awaluddin, dkk. 2022)

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mengidentifikasi spesies jamur dermatofita pada sampel Tinea

capitis (kulit kepala) berdasarkan bentuk koloni pada media kultur dan

morfologinya yang diamati secara mikroskopik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinea kapitis disebut juga tinea tonsurans atau ringworm of the scalp adalah

infeksi pada rambut dan kulit kepala oleh dermatofita yang terutama terjadi pada

anak-anak usia 3-7 tahun. Tinea kapitis dapat disebabkan oleh semua spesies

dermatofita yaitu yang termasuk dalam klasifikasi Microsporum (M) dan

Trichophyton (T) kecuali Epidermophyton floccosum dan Trichophyton

concentricum. Distribusi dermatofita berbeda tiap negara tergantung beberapa

faktor yaitu letak geografi, iklim dan gaya hidup. Di Amerika Serikat lebih dari 90

% kasus Tinea kapitis disebabkan oleh T. tonsurans dan kurang dari 5 %

disebabkan oleh spesies Microsporum. Penyebab terbanyak tinea kapitis di Jepang

Cina, Korea dan Afrika Selatan adalah M. ferregineum. Berdasarkan laporan tahun

1994, penyebab Tinea kapitis terbanyak di Medan adalah T. rubrum dan T.

mentagrophytes, sementara di Bali paling banyak disebabkan oleh T.

mentagrophytes (27,27%), diikuti oleh T. tonsurans (11,36%), dan T. rubrum

(4,54%). Insiden Tinea kapitis sangat kecil dibandingkan dermatofitosis lainnya.

Tinea kapitis tersebar di seluruh dunia dengan insiden yang berbeda-beda

tergantung letak geografi serta beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

tingginya kejadian Tinea kapitis yaitu buruknya higiene individu, kepadatan

penduduk, kondisi sosial ekonomi, pola adat istiadat dan pelayanan kesehatan.

Epidemik dalam keluarga sering terjadi dan adanya karier asimtomatik

menyulitkan eradikasi penyakit ini ( Veronika dan Dwi, 2016 )


Gambaran klinis tinea kapitis ditentukan oleh bentuk invasi dermatofita pada

rambut berupa endotrik, ektortik dan favus. Gambaran klinis sangat bervariasi dan

2 meskipun penegakkan diagnosis tinea kapitis cukup mudah namun pada praktek

sehari-hari sering ditemukan pola campuran baik dalam gambaran klinis maupun

hasil pemeriksaan penunjang KOH sehingga kadang-kadang membingungkan.

Diagnosis banding juga perlu dipertimbangkan karena banyak sekali kelainan

rambut dan kulit kepala yang menyebabkan alopesia dengan ataupun tanpa skar.

Pengobatan untuk tinea kapitis dapat secara sistemik dan topikal namun yang

utama adalah pengobatan sistemik sementara pengobatan topikal hanya sebagai

terapi tambahan. Pengobatan yang tidak tepat atau keterlambatan pengobatan dapat

menyebabkan penyakit berlangsung kronis dan terjadi komplikasi berupa alopesia

permanen dengan atau tanpa skar (Veronika dan Dwi, 2016).

Tinea kapitis adalah infeksi umum pada rambut kulit kepala yang disebabkan

oleh jamur dermatofita dan terjadi terutama pada anak-anak. Manifestasi klinisnya

berkisar dari scaling ringan dengan sedikit rambut rontok hingga plak inflamasi dan

pustular besar dengan alopesia luas. Pengobatan untuk tinea capitis bergantung

pada penggunaan terbinafine, itraconazole, griseofulvin dan fluconazole. Tidak ada

bukti klinis yang mendukung penggunaan antijamur oral lainnya, termasuk azol

yang lebih baru seperti vorikonazol atau posaconazol. Prognosis dari tinea capitis

sendiri adalah baik ( Nurelly, 2020 ).

Tinea kapitis adalah infeksi umum pada rambut kulit kepala yang disebabkan

oleh jamur dermatofita dan terjadi terutama pada anak-anak. Manifestasi klinisnya

berkisar dari scaling ringan dengan sedikit rambut rontok hingga plak inflamasi dan
pustular besar dengan alopesia luas. Meskipun lazim di banyak negara pada awal

abad kedua puluh, tinea telah dikontrol dengan efektif di Eropa dan Amerika Utara

setelah pengenalan griseofulvin dan intervensi kesehatan masyarakat bersama,

sedangkan tetap endemik di daerah lain. Namun, selama 10-20 tahun terakhir,

situasi ini telah berubah dengan penyebaran organisme, khususnya Trichophyton

tonsuran, di Amerika, Eropa dan Afrika (Nurelly, 2020).

Secara etiologis, pada Tinea capitis, perbedaan besar telah terlihat di

wilayah geografis yang berbeda. Perubahan yang serupa terjadi dalam etiologi di

area tertentu selama periode waktu tertentu. Bahkan pola klinisnya berbeda dari

satu tempat ke tempat lain. Kebersihan, status kekebalan inang, standar hidup,

penggunaan berbagai agen antimikotik, konstitusi genetik, iklim, pola imigrasi, dan

resistensi terhadap obat yang berbeda di berbagai distrik, dan faktor-faktor terkait

dermatofit semuanya dapat memainkan peran dalam mengatur penyebab dominan

jenis. Tinea kapitis sebagian besar merupakan penyakit pada anak-anak remaja.

Usia onset yang khas adalah antara 5 dan 10 tahun. Tinea capitis merupakan 92,5%

dermatofitosis pada anak-anak di bawah 10 tahun. Penyakit ini jarang terjadi pada

orang dewasa, meskipun kadang-kadang, dapat ditemukan pada pasien usia lanjut

(Nurelly, 2020).

Tinea capitis memiliki berbagai macam jenis tergantung dari tipe organisme,

tipe invasi rambut dan kekebalan imun host terhadap keparahan inflamasi.

Penyembuhan tinea capitis sulit jika tidak didukung oleh keluarga. Pasien

menderita tinea capitis tipe gray patch yang lebih sering terjadi pada anakanak

dibandingkan orang dewasa sehingga perlu banyak dilakukan intervensi. Selain itu
juga pemilihan antijamur yang tepat pada pasien ini penting untuk dilakukan.2

Pasien dengan tinea kapitis perlu dilakukan penatalaksanaan yang lebih

menyeluruh dalam hal kuratif, promotif, dan preventif serta tidak hanya melibatkan

pasien dalam upaya penatalaksanaan, selain itu perlu diketahui juga faktor risiko

internal maupun eksternal yang berpengaruh pada penyakit pasien, juga dibutuhkan

peran serta keluarga untuk mencapai tujuan terapi semaksimal mungkin (Heviana

dan Reni, 2021).

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,

misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan

golongan jamur dermatofita. Adapun salah satu bentuk dermatofitosis ini adalah

tinea kapitis. Tinea kapitis merupakan kelainan di kulit dan rambut kepala yang

disebabkan oleh dermatofita. Prevalensi mikosis di dunia telah meningkat hingga

mempengaruhi 20-25% populasi di dunia. Berdasarkan data World Health

Organization (WHO) pada tahun 2005 yaitu 7-33% anak-anak terkena tinea kapitis.

Tingkat prevalensi tinea kapitis di Spanyol adalah 0,23%, Turki 0,3%, Madrid

0,64%, Barcelona 0,23%, London 2,5%, Ivory Coast 11,34%, dan Clevand 13%.

Persentase tinea kapitis pada anak-anak sekolah di Eutophia 47,5%, di Nigeria

40%, di Palestina 27% serta di Mathare 81,2%. India merupakan kasus infeksi kulit

terbanyak yaitu 51,3% (Siregar dan Febrina, 2020).

Insiden penyakit dermatofitosis pada berbagai rumah sakit pendidikan

dokter di Indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi. Persentase dari

kasus dermatofitosis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit

dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya melaporkan bahwa pada tahun 2010
sebesar 53,9%, di tahun 2011 sebesar 47,4%, di tahun 2012 sebesar 52,9%, dan di

tahun 2013 sebesar 46,0%. Prevalensi tinea kapitis di URJ Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2011 sebesar 1,85%, tahun 2012 sebesar

7,1%, dan tahun 2013 sebesar 2,4%. Prevalensi di RSUP Dr. Kariadi Semarang

menyatakan dermatofitosis yaitu 73,4% dari seluruh dermatomikosis (Siregar dan

Febrina, 2020).

Penyakit dermatomikosis merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh

infeksi jamur, umumnya dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu mikosis

superfisial yang dapat mengenai jaringan mati pada daerah kulit, kuku serta

rambut. Serta bagian lain yaitu mikosis subkutan berupa kelainan kulit akibat

infeksi jamur yang melibatkan jaringan di bawah kulit (Sofyan & Nurhikmah,

2022).

Tinea kapitis merupakan kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang

disebabkan oleh jamur dermatofita. Jamur dermatofita dapat ditularkan secara

langsung dari manusia, hewan, tanah dan secara tidak langsung melalui benda

seperti handuk, topi dan sisir yang digunakan bergantian. Alat pangkas dapat

menjadi sumber penularan infeksi secara tidak langsung (Husni, dkk. 2018)
BAB III

METODE PRAKITKUM

A. WAKTU DAN TEMPAT

1. Waktu

a. Pemeriksaan mikroskop langsung

Hari : Rabu

Tanggal : 23 November 2022

Pukul : 13.00 – 16,00 WITA

b. Kultur

Hari : Rabu

Tanggal : 23 November – 06 Desember 2022

Pukul : 13.00 – 16.00 WITA

c. Pemeriksaan mikroskopik tidak langsung

Hari : Selasa

Tanggal : 06 desember 2022

Pukul : 13.00 – 16.00 WITA

2. Tempat

Adapun tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah laboratorium

Mikrobiologi Universitas Megarezky DIV Teknologi Laboratorium

Medis, lantai 1 Gedung D, Universitas Megarezky Makassar.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

a. Mikroskop
b. Autoklaf

c. Cawan petri

d. Erlenmeyer

e. Kaki tiga

f. Timbangan neraca analitik

g. Bunsen

h. Gegep kayu

i. Ose bulat

j. Pipet tetes

2. Bahan

a. Objeck glass

b. Deck glass

c. Kertas bekas

d. Sampel (kulit kepala)

e. Lacthophenol cotton blue (LCB)

f. Reagen KOH 20%

g. Aquadest

h. Media SDA

C. PRINSIP KERJA

1. Pemeriksaan mikroskopik langsung

Pemeriksaan langsung ini dilakukan dengan menggunakan larutan

KOH 20%. KOH untuk menghancurkan cepitel, debris sediaan jernih dan

mengkeratinasi bahan lainnya, membuat elemen jamur lebih mudah


terlihat serta dapat melarutkan debris dan lemak yang kemudian

preparatnya diamati dibawah mikroskop dan akan Nampak struktur dan

jenis fungi.

2. Kultur

Pengisolasian sampel dilakukan dengan penanaman sampel ke

media SDA untuk menumbuhkan jamur pada suhu ruang selama 4-7 hari.

Pada media SDA, jamur yang diinokulasikan dapat diidentifikasi secara

makroskopik melalui pengamatan langsung kultur jamur pada media SDA

seperti bentuk, warna dan baunya.

3. Pemeriksaan mikroskopik tidak langsung

Pewarnaan jamur dilakukan dengan pengecetan LCB ( lactofenol

cotton blue) yang menyebabkan jamur yang diamati akan tampak

berwarna hijau kebiru-biruan dan sedian apusannya diamati dibawah

mikroskop hingga perbesaran 10x dan 40x.

D. PROSEDUR KERJA

1. Sterilisasi Alat

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Dibungkus cawan petri dan Erlenmeyer menggunakan kertas

c. Dimasukan kedalam autoklaf

d. Dinyalakan autoklaf dengan suhu 121ᵒC selama 15 menit

e. Dikeluarkan alat dari autoklaf

2. Pembuatan Media

a. Ditimbang media SDA padatan sebanyaik 23,4 gram


b. Perhitungan : 65 x 360 = 23, 4 gram
1000
c. Dimasukan ke dalam erlnmeyer

d. Ditambahkan aquades sebanyak 360 ml

e. Di panaskan di atas api Bunsen sambil dihomogenkan dengan batang

pengaduk hingga media benar – benar larut

f. Dimasukkan media kedalam autoclave dengan suhu 115 oC selama 15

menit

g. Disiapkan cawan petri

h. Dituang media SDA cair ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml

i. Didiamkan hingga media padat, setelah itu tutup cawan petri

j. Diinkubasi pada suhu 37ᵒC selama 24-48 jam

3. Penanaman pada media SDA (Saborate Dextrose Agar)

a. Dinyalakan spiritus sebelum penanaman pada media

b. Ditabur kuku kaki pada media SDA

c. Di inkubasipada suhu ruang selama 5-7 hari

4. Mikroskopik langsung (KOH 20%)

a. Disiapkan alat bahan yang akan di gunakan

b. Ditetesi KOH 10% di atas objeck glass sebanyak 1-2 tetes

c. Diambil koloni jamur menggunakan ose bulat

d. Di letakkan di atas objeck glaas yang telah di tetesi KOH 10%

e. Ditutup dengan deck glass

f. Diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 10-40x


5. Pengamatan secara makroskopik langsung

a. Diambil media SDA yang telah di simpan selama 5-7 hari

b. Diamati pertumbuhan, jenis, bentuk, bau dan warna pada media

6. Mikroskopi tidak langsung

a. Difiksasi objeck glass dan deck glass pada api Bunsen

b. Ditetesi larutan lacthophenol cotton blue pada objeck glass 1-2 tetes

c. Diambil koloni jamur menggunakan ose

d. Di letakkan koloni jamur pada objeck glass yang telah di tetesi larutan

lacthophenol cotton bluee

e. Dihomogenkan hingga tercampur merata

f. Ditutup menggunakan deck glass

g. Diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 10-40x


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tabel

NO Sampel Hasil pengamatan Keterangan


Makroskopik Mikroskopik

1 Tinea
Capitis

Berbau - - - -
busuk,
berwarna
hitam dan
memiliki
bentuk tidak
jelas.

Tinea
Capitis
2

Memilik Microsp
Berbau Koloni i konidia orum
khas, mulai yang canis Microsporum
berwarna berkilau besar, merupak canis
putih dan dan berdindi an fungi
memiliki berwarna ng dan me
bentuk bulat putih kasar, miliki
berkoloni. hingga multisel hifa
putih uler, yang
kekuningan berbentu bersepta
kemudian k dan
menjadi kumpara maksok
kusam dan n pada onidia
berwarna ujung- serta
krem, ujung mikroko
menyerupai hifa nidia
koloni sebagai
mirip alat
bakteri. reprodu
ksinya.
pada
hifanya,
tetapi di
samping
itu
juga me
nghasilk
an makr
okonida
besar,
multisep
tat,
berbentu
k
gelendo
ng yang
jauh
lebih
besar
dari
pada
mikroko
nida

Tinea .
Capitis

Berbau khas Koloni Memilik Microsp


, berwarna mulai i konidia orum
yang Microsporum
putih dan berkilau canis
besar, canis
memiliki dan merupak
bentuk yang berwarna berdindi an fungi
seperti putih ng dan me
kapas. hingga kasar, miliki
putih multisel hifa
kekuningan uler, yang
kemudian berbentu bersepta
menjadi k dan
kusam dan kumpara maksok
berwarna n pada onidia
krem, ujung- serta
menyerupai ujung mikroko
koloni hifa nidia
mirip sebagai
bakteri. alat
reprodu
ksinya.
pada
hifanya,
tetapi di
samping
itu
juga me
nghasilk
an makr
okonida
besar,
multisep
tat
berbentu
k
gelendo
ng yang
jauh
lebih
besar
dari
pada
mikroko
nida

2. Gambar

Gambar 1. Gambar 2.
Mikroskopik langsung, Mikroskopik langsung,
preparate 1 preparate 2
Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.
Makroskopi Makroskopi Makroskopi
plate 1 plate 2 plate 3

Gambar 6. Mikroskopik Gambar 7. Mikroskopik


tidak langsung, preparate 1 tidak langsung, preparate 2

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu identifikasi fungi pada sampel tinea

capitis (kulit kepala), yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi lantai 1

Universitas Megarezky prodi DIV Teknologi Laboratorium medik. Sampel

yang diambil yaitu berasal dari kerokan kulit kepala. Kerokan sampel kulit

kepala yang menyerupai ketombe dikumpulkan pada wadah sampel

sebanyak mungkin. Dimana nantinya sampel tersebut akan disebar pada

media SDA yang digunakan.


Praktikum yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi

pertumbuhan jamur dari sampel tinea capitis. Dimana pengamatan nantinya

dilakukan dengan tiga cara yaitu pemeriksaan mikroskopik secara langsung,

pemeriksaan makroskopik dan pemeriksaan mikroskopik tidak langsung.

Media yang dipakai untuk isolasi jamur adalah media SDA (Sabouraud

Dextrose Agar). Fungsi dari media SDA yaitu, isolasi mikroorganisme

menjadi kultur murni, untuk budidaya jamur patogen, komensal dan ragi,

digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, serta secara klinis membantu

dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi.

Pada pemeriksaan mikroskopik langsung digunakan larutan KOH 20%.

Fungsi larutan KOH adalah menghancurkan sel non-jamur. Pewarnaan

menggunakan kalium hidroksida yang ditambah tinta Parker (KOH) sering

digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan

diagnosis infeksi jamur.

Pada pemeriksaan mikroskopik tidak langsung digunakan larutan

pewarnaan LCB (Lactophenol Cotton Blue) terdiri dari cotton blue, asam

laktat, gliserol dan kristal fenol. Cotton blue berfungsi untuk memberi warna

biru pada sel jamur.

Pada pengamatan mikroskopik secara langsung dengaan menggunakan

KOH 20% ditemukan penampakan jamur yang kurang meyakinkan, terlihat

seperti sebuah jaringan. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan mikroskopik

tidak langsung.
Pada plate 1 yaitu penyebaran sampel tinea capitis pada media SDA,

Pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan menggunakan KOH 20%

didapatkan jamur dengan penampakan yang kurang meyakinkan dan di

lanjutkan dengan pengamatan mikroskopik secara tidak langsung dimana

menggunakan sumber dari isolasi jamur berwarna hitam dan tetap saja tidak

diperoleh jenis fungi apapun yang menyebabkan Tinea capitis. Pada

pengamatan makroskopik di dapatkan hasil dengan ciri-ciri yaitu jamur

tumbuh dengan warna yang hitam, bentuk yang kurang jelas(tidak

menggambarkan bentuk jamur pada umumnya) dan berbau busuk.

Pada plate 2 yaitu penyebaran sampel tinea capitis pada media SDA.

Pada pengamatan makroskopik didapatkan hasil yaitu jamur yang tumbuh

berwarna putih, berbau khas dan berbentuk bulat berkoloni. Pada

pemeriksaan mikroskopik langsung dengan menggunakan larutan KOH 20%

didapatkan gambaran fungi dengan ciri ciri menyerupai benang yang

panjang, namun untuk memastikan benar atau tidaknya fungi tersebut maka

di lanjutkan dengan pengamatan mikroskopik tidak langsung dengan

menggunakan larutan LCB, dan di dapatkan jenis fungi Microsporum canis.

Microsporum canis merupakan fungi dan memiliki hifa yang bersepta dan

maksokonidia serta mikrokonidia sebagai alat reproduksinya. Microsporum

canis memiliki konidia yang besar, berdinding kasar, multiseluler, berbentuk

kumparan pada ujung-ujung hifa. Microsporum sp. adalah jamur patogen

yang termasuk golongan jamur dermatofita. Jamur microsporum canis ini

dapat tumbuh pada sampel dikarenakan sampel yang digunakan ialah tinea
capitis, dimana tinea capitis ini disebabkan oleh jamur dermatofita yang

berkembang biak di jaringan kulit. Dimana golongan dermatofita salah

satunya ialah microsporum sp.

Klasifikasi Microsporum canis

Kingdom : Fungi

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Onygenales

Famili : Arthrodermataceae

Genus : Microsporum

Spesies : M.canis

Pada plate 3 yaitu penyebaran sampel tinea capitis pada media SDA,

pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan menggunakan KOH 20%,

ditemukan bentuk dibawah mikroskop dengan ciri-ciri panjang menyerupai

benang. Lalu pada hasil makroskopik didapatkan ciri-ciri pertumbuhan hasil

isolasi yaitu berbau khas, berwarna putih dan memiliki bentuk yang seperti

kapas. Dilanjutkan dengan pengamatan mikroskopik tidak langsung dan di

dapatkan hasil yaitu fungi Microsporum canis. Microsporum canis adalah

fungi yang menyebabkan tinea capitis. Microsporum canis Jamur ini

menyebabkan kerusakan pada permukaan kulit, rambut dan kuku. Infeksi

jamur ini ditandai dengan ruam pada kulit yang berbentuk lingkaran,

berwarna kemerahan, dan gatal. Microsporum canis adalah patogen, jamur

aseksual dalam filum Ascomycota yang menginfeksi lapisan atas kulit mati

pada kucing peliharaan, dan kadang-kadang anjing dan manusia. Spesies ini
memiliki distribusi di seluruh dunia. Microsporum canis menghasilkan

infeksi pada kulit kepala dan bagian tubuh, menciptakan lesi inflamasi yang

terkait dengan kerontokan rambut. Infeksi oleh spesies ini sering dapat

dideteksi secara klinis menggunakan lampu wood, yang menyebabkan

jaringan yang terinfeksi berpendar hijau terang. Microsporum sp. adalah

jamur patogen yang termasuk golongan jamur dermatofita. Jamur

microsporum canis ini dapat tumbuh pada sampel dikarenakan sampel yang

digunakan ialah tinea capitis, dimana tinea capitis ini disebabkan oleh jamur

dermatofita yang berkembang biak di jaringan kulit. Dimana golongan

dermatofita salah satunya ialah microsporum sp.

Klasifikasi Microsporum canis

Kingdom : Fungi

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Onygenales

Famili : Arthrodermataceae

Genus : Microsporum

Spesies : M.canis
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Hasil praktikum yang didapatkan dari praktikum identifikasi fungi

dermatofita pada sampel tinea capitis (kulit kepala), berdasarkan bentuk

koloni pada media kultur dan morfologinya yang diamati secara mikroskopis

dan mikroskopis, maka diperoleh hasil yang menunjukkan jenis jamur yang

menginfeksi adalah Microsporum sp, yaitu jenis M. canis yang tergolong

dalam kelompok dermathofita.

B. SARAN

Berhati – hatilah saat memilih suatu bahan pangan. Berhatil-hatilah

bekerja dengan mikroorganisme seperti jamur. Gunakan selalu sarung tangan

dan masker untuk menghindari kontak kulit langsung dengan jamur.

Kemudian setelah pekerjaan selesai jangan lupa untuk mencuci tangan

dengan sabun lalu dengan antiseptik untuk meminimalisir jumlah kuman

yang menempel di tangan kita.


DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin, dkk. 2022. Identifikasi Jamur Dermatofita Penyebab Tinea Capitis


Pada Pengguna Minyak Rambut Berbahan Wax di Kecamatan Manggala
Kota Makassar. Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya. Vol 10
Heviana, L. N., dan Reni Z, 2021. Penatalaksanaan Holistik Tinea Kapitis Tipe
Gray Patch Ring Worm Pada Pasien Dewasa, 41 Tahun Melalui Pendekatan
Kedokteran Keluarga. Jurnal Medula Volume 11 Nomor 1
Husni, H., dkk. 2018. Identifikasi Dermatofita Pada Sisir Tukang Pangkas Di
Kelurahan Jati Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 7(3)
Nurelly. 2020. TINEA CAPITIS. Wal'afiat Hospital Journal: Jurnal Nakes Rumah
Sakit Vol.1 No.1
Siregar, N dan Febrina,D.P., 2020. PROFIL TINEA KAPITIS DI POLI
KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD DELI SERDANG
LUBUK PAKAM PADA TAHUN 2014 – 2017. Jurnal ilmiah simantek.
Vol.4 No.4
Sofyan, A dan Nur H.B., 2022. Penyakit Kulit dan Kelamin Akibat Infeksi Jamur
Di Poliklinik RSUD Undata Palu Tahun 2013-2021. JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT VOLUME 13 NOMOR 2.
Veronika dan Dwikamila. 2016. Tinea Kapitis Type Gray Patch Yang Diduga
Disebabkan Oleh Mikrosporum dan Tricophyton. FAKULTAS
KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai