Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI III

UJI SENSITIVITAS EKSTRAK SERAI TERHADAP SERRATIA MARCENCES.

METODE KIRBY BAUER (SUMURAN)

DISUSUN OLEH :

Nama : Theresia Mbosisi

NIM : B1D120102

Kelas : 2020 C

Kelompok : 1 ( satu )

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Uji Sensitivitas Ekstrak Serai Terhadap SERRATIA

MARCENCES.

Nama : Theresia Mbosisi

NIM : B1D120102

Hari / Tanggal : kamis / 14 Juli 2022

Kelompok : 1 (satu)

Rekan Kerja : 1. Samsabila Anissa 4. Hestiani Palilu

2. Jihan Fadillah S 5. Karmi Albin Suat

3. Zakiah Ardelawati 6. Abd. Muhaimin

Penilaian :

Makassar, 19 Juli 2022

Asisten Praktikan

Habibah Gali,S.Tr.kes Theresia Mbosisi


Nim : B1D120102

Dosen Pembimbing

Nirmawati Angria S.Si.M.kes


NIDN :0918068702
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman sumber

daya alam hayati. Keanekaragaman ini sangat bermanfaat, terutama

dengan banyaknya spesies tanaman yang dapat digunakan sebagai obat.

Salah satu tanaman yang dipercaya dapat dijadikan obat yaitu serai yang

memiliki daun yang rimbun dan lebat.3 Daun dan akar serai (Cymbopogon

citratus) mengandung alkaloid, saponin, tanin, polifenol dan flavonoid.

Disamping itu, daunnya juga mengandung minyak atsiri yang terdiri dari

berbagai senyawa yang berbau khas. Telah dilakukan penelitian

sebelumnya bahwa minyak atsiri dari daun serai memiliki aktivitas

antimikroba yang ditunjukkan dengan adanya zona hambat terhadap

pertumbuhan bakteri (Susana, 2017).

Daun serai (Cymbopogon citratus L) mengandung bahan kimia

seperti alkaloid, saponin, tanin, polifenol dan flavonoid. Kandungan ini

menunjukkan bahwa serai memiliki aktivitas antibakteri yang cukup.

Selain itu, daunnya terdapat minyak atsiri yang tersusun dari Beragam

senyawa yang bau unik. Saponin dan minyak atsiri menjadi bahan kimia

yang paling berperan dapat membagi keaktifan antimikroba. Serai juga

mudah ditanam dan diperoleh banyak orang, sehingga mudah ditemukan

untuk obat (Kurniwati, 2010).

Menurut pandangan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas)

tahun 2013, prevalensi kasus kesehatan mulut dan gigi di tanah air
mencakup 25,9%, dan sebanyak 14 provinsi diIndonesia mempunyai

masalah mulut dan gigi. Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras

gigi yang disebabkan oleh banyak factor seperti host, matriks,

mikroorganisme dan waktu, termasuk email gigi, dentin dan sementum

(Hoshino, 2012).

Salah satu tanaman yang dipercaya dapat dijadikan obat yaitu

tanaman serai (Cymbopogon citratus) yang memiliki daun yang rimbun

dan lebat. Daun serai mengandung alkaloid, saponin, tanin, polifenol dan

flavonoid. Streptococcus mutans merupakan salah satu penyebab karies

gigi. Cara alternatif untuk menanggulangi Streptococcus mutans yaitu

dengan menggunakan daun serai (Susana, 2017).

Karies gigi adalah penyakit fermentasi yang disebabkan oleh

aktivitas mikroorganisme dalam karbohidrat, termasuk dentin, email, dan

dentin, atau infeksi. Kerusakan gigi ditandai dengan demineralisasi

jaringan karies, dan bahan organiknya dihancurkan, menyebabkan bakteri

menyerang pulpa dan mati, dan menyebarkan infeksi ke jaringan di sekitar

akar (Kidd dan Bechal, 2012).

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mengetahui zona ukuran zona hambat antibiotic dan

konsentrasi ekstrak sampel daun serai, menggunakan media MHA dan Cip

antibiotic terhadap Serratia Marcences .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan

pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan

mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan

infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan

mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme,

(Sulistyo, 1971).

Antimikroba meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral.

Mekanisme penghambat terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa

antibaakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat

pembentukannya atau mengubah setelah selesai terbentuk, perubahan

permeabilitas membrane sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya

bahan makanan dari dalam sel, perubahan moleku protein dan asam

nukleat, penghambat kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat

dan protein. Di bidang farmasi, antibakteri dikenal dengan nama antibiotik,

yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat

menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja

secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik, (Pelczar dan Chan,

1988).

Daya antimikrobia diukur secara in vitro agar dapat ditentukan

kemampuan suatu zat antimikrobia. Adanya fenomena ketahanan tumbuhan


secara alami terhadap mikrobia menyebabkan pengembangan sejumlah

senyawa yang berasal dari tanaman yang mempunyai kandungan

antibakteri dan antifungi, (Griffin, 1981).

Dalam kenyataannya, antibiotik merupakan obat yang paling banyak

digunakan secara salah (misused). Masalah inappropriate use dari antibiotik

merupakan masalah irrational prescribing yang paling besar di dunia, dari

dahulu sampai sekarang, di rumah sakit maupun di komunitas (Sadikin,

2011).

Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi

bakteri. Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau

bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya bakteri). Penggunaan

antibiotik dalam pengobatan untuk manusia sudah dimulai sejak tahun

1940. Selama 63 tahun, penggunaan antibiotik semakin luas. Antibiotik

telah terbukti bermanfaat bagi kehidupan manusia sejak mulai awal

ditemukannya sampai sekarang. Namun penggunaannya yang terus

menerus meningkat dapat menimbulkan berbagai masalah dengan berbagai

dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Masalah

terpenting adalah timbulnya galur bakteri resisten terhadap berbagai jenis

antibiotik yang dapat menyebabkan pengobatan penyakit infeksi dengan

antibiotik tidak lagi efisien. Munculnya mikroba (kuman) resisten terhadap

antibiotik menjadi masalah di seluruh dunia termasuk Indonesia. Situasi ini

akan menjadi lebih parah apabila resistensi tidak dikendalikan, seperti telah

diketahui penggunaan antibiotik misuse, overuse dan underuse merupakan


penyebab utama munculnya mikroba resisten. Apalagi bila penggunaannya

tidak dilaksanakan secara bijak, maka terjadi kecenderungan konsumsi

antibiotik untuk pasien diberikan secara berlebihan atau bahkan tidak tepat,

(Tenover, 2006).

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan

metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan

dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan

petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu

senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji

kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007).

Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, senyawa antimikrobia

mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia yaitu:

1. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan

tetapi tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat

sintesis protein atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan

penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase

logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik

didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap.

2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak

terjadi lisis sel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan

antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik.

Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan

jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun.


3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga

jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan

antimikrobia. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia

pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah

penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik, jumlah sel total

maupun jumlah sel hidup menurun (Madigan, dkk, 2000).

Daun serai (Cymbopogon citratus) mengandung Alkaloid, Flavonoid,

dan beberapa monoterpene. Zat-zat ini berfungsi sebagai antiprotozoal,

anti-inflamatori, antimikrobial, antibakterial, anti-diabetik,

antikolinesterase, molluscidal, dan antifungal. Serai juga mudah

dibudidayakan dan diakses oleh banyak orang sehingga fleksibel untuk

dijadikan obat, (Prananda, 2017).

Serai dipercaya berasal dari Asia Tenggara atau Sri Lanka. Tanaman ini

tumbuh alami di Sri Lanka, tetapi dapat ditanam pada berbagai kondisi

tanah di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari dan memiliki

curah hujan relatif tinggi. Kebanyakan serai ditanam untuk menghasilkan

minyak atsirinya secara komersial dan untuk pasar lokal sebagai perisa atau

rempah ratus, (Chooi, 2008).

Tanaman serai banyak ditemukan di daerah jawa yaitu pada dataran

rendah yang memiliki ketinggian 60-140 mdpl. Tanaman serai dikenal

dengan nama berbeda di setiap daerah. Daerah Jawa mengenal serai dengan

nama sereh atau sere. Daerah Sumatera dikenal dengan nama serai, sorai

atau sanger-sange. Kalimantan mengenal nama serai dengan nama


belangkak, senggalau atau salai. Nusa Tenggara mengenal serai dengan

nama see, nau sina atau bu muke. Sulawesi mengenal nama serai dengan

nama tonti atau sare sedangkan di Maluku dikenal dengan nama hisa atau

isa.

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan

metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan

dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan

petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu

senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji

kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007).

Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi

lima, yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan

dinding sel mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia,

menghambat sintesis asam nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia.

Tanaman serai jenis ini jarang sekali memiliki bunga. Jika ada, bunganya

tidak memiliki mahkota dan merupakan bunga berbentuk bulir majemuk,

bertangkai atau duduk, berdaun pelindung nyata dan biasanya berwarna

putih. Buah dan bijinya juga jarang sekali atau bahkan tidak memiliki buah

maupun biji. Tanaman serai merupakan tanaman dengan habitus terna

perenial yang tergolong suku rumput – rumputan. Tanaman serai mampu

tumbuh sampai 1-5,5m. Panjang daunnya mencapai 70 – 80 cm dan

lebarnya 2 – 5 cm, berwarna hijau muda, kasar dan memiliki aroma yang

kuat. Serai memiliki akar yang besar dan merupakan jenis akar serabut
yang berimpang pendek. Batang serai bergerombol dan berumbi, serta

lunak dan berongga. Isi batangnya merupakan pelepah umbi pada pucuk

dan berwarna putih kekuningan. Namun ad juga yang berwarna putih

keunguan atau kemerahan (Arifin, 2014).

Salah satu tanaman yang dipercaya dapat dijadikan obat yaitu tanaman

serai (Cymbopogon citratus) yang memiliki daun yang rimbun dan lebat.

Daun serai mengandung alkaloid, saponin, tanin, polifenol dan flavonoid.

Streptococcus mutans merupakan salah satu penyebab karies gigi. Cara

alternatif untuk menanggulangi Streptococcus mutans yaitu dengan

menggunakan daun serai (Susana, 2017).

Secara umum, serai dapat di klasifikasikan dalam dua jenis yaitu, serai

dapur ( Cymbopogon citratus ) dan serai wangi (Cymbopogon nardus).

Kedua jenis serai ini mempunyai aroma yang berbeda, selain itu kandungan

kimia atau komponen utama dari kedua jenis tanaman serai ini juga

berbeda. Serai wangi memiliki citronella sebagai kandungan utamanya,

sedangkan untuk serai dapur mengandung citral. Tanaman serai dapur

banyak tersebar dan dibudidayakan di Indonesia, Kuba, Malaysia, dan

Guatemala. Selain itu, tanaman ini juga dikenal dengan istilah serai untuk

masyarakat Sunda, dan bumbu untuk masyarakat Halmahera (Kumar et al,

2010; Manglep, 2018).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum

1. Waktu

Hari : Kamis – Sabtu

Tanggal : 14 Juli – 16 Juli 2022

Waktu : 13.00 – 16.00 WITA

2. Tempat

Adapun tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah

Laboratorium Mikrobiologi Universitas Megarezky DIV Teknologi

Laboratorium Medis, lantai 1 Gedung D, Universitas Megarezky

Makassar.

B. Alat dan Bahan


1. Alat

a. Cawan Petri

b. Tabung reaksi

c. Ose bulat

d. Cawan porselen
e. Neraca analitik

f. Kaki tiga

g. Autoclaf

h. Tabung erlenmeyer

i. Bunsen

j. Lidi kapas atau swab steril

k. Mortar

l. Mikropipet

m. Tabung berdiameter 0,5 – 1 cm

2. Bahan

a. Media MHA

b. Aquades

c. NaCl

d. Air rebusan daun Sereh

e. Standar Kekeruhan (Mac Ferland 0,5 dan 1%)

f. Kapsul antibiotik Ciprofloxacin

g. Bakteri Serratia marcescens

C. Prinsip Kerja
Prinsip kerja metode difusi sumuran adalah terdifusinya senyawa

antibakteri dari dalam sumuran ke dalam media padat dimana terdapat

mikroba uji yang telah diinokulasikan. Hasil pengamatan yang diperoleh

berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekeliling


sumuran yang menunjukan zona hambat. Pengamatan dilakukan setelah

diinkubasi pada 37ºC selama 2 x 24 jam.

D. Cara Kerja
1. Pembuatan Media

a. Dihitung media MHA yang akan ditimbang dengan menggunakan

rumus perhitungan media sebagai berikut:

1) Perhitungan aquades yang akan digunakan

12 x 30 = 360 ml

2) Perhitungan media MHA yang akan digunakan

360 x 38 = 13,68 g
1000

b. Ditimbang media MHA sebanyak 13,68 g

c. Dicampurkan pada media MHA dan Aquades sebanyak 360 ml pada


tabung erlenmeyer

d. Dipanaskan media yang telah dicampur aquades pada tabung

erlenmeyer diatas api bunsen hingga menjadi jernih

e. Didinginkan media yang telah dipanaskan dan diautoklaf pada suhu

121°C selama 15 menit

f. Dilakukan penuangan media lapisan pertama pada 12 plate cawan

petri

g. Diletakkan 4 tabung kecil berdiameter 0,5 – 1 cm pada lapisan

pertama media
h. Dilakukan penuangan media lapisan kedua hingga menutupi setengah

bagian tabung kecil

i. Didiamkan media hingga menjadi padat dan dimasukkan ke dalam

lemari pendingin

j. Dicabut tabung kecil pada media sehingga terbentuk 4 sumur atau

lubang pada lapisan kedua media

2. Perhitungan Air Rebusan Daun Sereh yang Digunakan Sesuai

Konsentrasi 25 %, 50 %, 75 %, dan 100 %

a. 25 %
25 x 5 = 1,25 ml
100

b. 50 %
50 x 5 = 1,5 ml
100

c. 75 %
75 x 5 = 3,75 ml
100

d. 100 %
100 x 5 = 5 ml
100

3. Uji Sensitivitas Air Rebusan Daun Sereh


a. Diambil biakan yang telah diinkubasi dengan menggunakan ose bulat

b. Dimasukkan NaCl sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi

c. Diambil koloni bakteri dan disuspensikan dengan NaCl dalam tabung

reaksi

d. Decelupkan lidi kapas steril kedalam suspensi bakteri, dibiarkan agar

suspensi bakteri uji meresap kedalam lidi kapas

e. Lidi kapas Ditekan-tekan pada dinding tabung bagian dalam sambil

diputar-putar

f. Lidi kapas digoreskan pada permukaan MHA sampai seluruh

permukaan tertutup rapat dengan goresan dan didiamkan 5 menit agar

suspensi bakteri dapat meresap ke dalam agar

g. Disiapkan 4 cawan porselen dan diisi dengan aquades sebanyak 5 ml

h. Diisi air rebusan daun sereh pada masing-masing cawan sebanyak

1,25 ml, 1,5 ml, 3,74 ml, dan 5 ml

i. Dibuat kontrol positif dengan menggerus kapsul antibiotik

Ciprofloxacin dan ditambahkan aquades sebanyak 5 ml

j. Dipipet campuran air rebusan dan aquades konsentrasi 25% dan 50%

ke dalam dua sumur pada plate 1

k. Dipipet campuran air rebusan dan aquades konsentrasi 75% dan 100%

ke dalam dua sumur pada plate 2

l. Dipipet larutan antibiotik Ciprofloxacin sebagai kontrol positif

kedalam 1 sumur pada masing-masing plate


m. Dipipet aquades sebagai kontrol negatif ke dalam 1 sumur pada

masing-masing plate

n. Media MHA diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37°C dan

dilakukan pengukuran diameter zona hambat.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Konsentrasi (mm) Rata-rata Keterangan

Antibiotik (mm)
25% 50% 75% 100%

K+ 50 50 50 50 50 mm Sensitif

(Ciprofloxacin)

K– 0 0 0 0 0 Resisten

(aquades)

Air rebusan 0 0 0 0 0 Resisten


Plate 1 media uji MHA Plate 1 media uji MHA

B. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu uji sensitivitas ekstrak serai terhadap

Serratia Marcences dengan menggunakan metode Kirby Bauer dengan

menggunakan sumuran, dimana konnsentrasi yang digunakan kali ini yaitu

25%, 50%, 75% dan 100%.

Adapun hasil yang didapatkan pada uji sensitivitas ekstrak serai

kali ini yaitu pada kontrol positif (K + ), dengan menggunakan

Ciprofloxacin yaitu pada konsentrasi 25% = 50mm, pada konsentrasi 50%

= 50mm, pada konsentrasi 75% = 50mm, dan pada konsentrasi 100% =

50mm, dan dapat dikatakan sensitive.

Pada kontorl negative (K - ), dengan menggunakan aquades hasil yang

diperoleh yaitu tidak terjadi daya hambat pada ke-4 konsentrasi dan dapat
dikatakan pada (K-) didapatkan hasil resisten. Pada ekstrak rebusan daun

serai, didapatkan hasil yang sama pada (K-) yaitu tidak terjadi daya

hambat pada ke-4 konsentrasi dan dapat dikatakan resisten. Hal ini

menunjukkan bahwa ekstrak rebusan daun serai tidak dapat mengobati

seseorang jika terserang bakteri Serratia Marcences.

Uji sensitiviyas antibiotic terhadap berbagai macam mikroba,

tujuan dilakukannya adalah untuk mengetahui apakah suatu antibiotic

dapat membunuh beberapa jenis mikroba atau berspektum luas ataukah

hanya dapat membunuh satu jenis mikroba saja yang disebut berspektum

sempit.

Resisten adalah dalam konsentrasi antimikroba yang sangat besar

atau dalam konsentrasi berapa pun,ia tidak dapat menghambat ataupun

membunuh mikroorganisme.

Intermediat adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari

keadaan sensitive ke keadaan yang resisten tetapi tidak resisten

sepenuhnya. Sedangkan resisten adalah suatu keadaan dimana mikroba

sudah peka atau sudah kebal terhadap antibiotik.


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini yaitu uji sensitivitas ekstrak rebusan daun

serai terhadap serratia marcences, dengan menggunakan metode Kirby

Bauer ( sumuran ), didapatkan nilai rata-rata zona hambat pada cip K+

yaitu 50mm disetiap konsentrasi yang disebut sensitive. Sedangkan pada

cip K- dan ekstrak rebusan daun serai, pada setiap konsentrasi, tidak

memiliki nilai rata rata zona hambat atau dapat dikatakan resisten.

B. SARAN

Berhatil-hatilah bekerja dengan mikroorganisme seperti bakteri

karena bisa saja bakteri tersebut bersifat patogen. Gunakan selalu sarung

tangan dan masker untuk menghindari kontak kulit langsung dengan


bakteri. Kemudian setelah pekerjaan selesai jangan lupa untuk mencuci

tangan dengan sabun lalu dengan antiseptik untuk meminimalisir jumlah

kuman yang menempel di tangan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Adakole, J.A, dkk, 2012. Bacteriological and physicochemical Analyses of the

raw and Treated Water of a University Water Treatment Plant, Zaria-

Nigeria. International Journal of Applied Environmental Sciences. Vol. 7

No. 2

Ekpenyong, C.E, dkk, 2014. Therapeutic Application and toxicological Profile of

Cymbopogon citratus Stapf (DC) Leaf Extract. Journal of Pharmacognosy

and Phytochemistry. Vol. 3 No.1

Erlyn, P. 2016. Efektifitas Antibakteri Fraksi Aktif Serai (Cymbopogon citratus)

terhadap Bakteri Streptococus mutans, Syifa MEDIKA. Vol. 6 No.2


Gagan, S, dkk, 2011. Scientific Basic for the Therapeutic Use of Cymbopogon

citratus, Stapf (lemon grass). Journal of Advanced Pharmaceutical

Technology & Research. Vol. 2 No. 1

Santoso, B. M, 2007, Sereh Wangi Bertanam dan Penyulingan.Cetakan ke 10,

Penerbit Kanisus. Yogyakarta, Halaman 29- 34

LAMPIRAN
.

Anda mungkin juga menyukai