Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN DEVIDEN DAN PENDANAAN INTERNAL

Dosen Pengampu: Bpk. Saur C. Simamora, SP. MM

Oleh kelompok 3
Salomo 211073006
Septi Dwi Krisnawati 211073009
Rindi Purnama Sari 211073010
Anissa Aqillah 211074014

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA
2022/20203
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan nilai, atau harga saham perusahaan.
Keberhasilan atau kegagalan keputusa manajer hanya dapat dinilai berdasar dampaknya pada
harga saham biasa perusahaan. Kita amati ini bahwa investasi perusahaan dan keputusan
pendanaan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Ketika kita bahas kebijakan pendanaan
internal dan deviden berarti seberapa banyak pendanaan perusahaan yag berasal dari arus kas
yang dihasilkan secara internal.
Pilihan korporat untuk membayar atau tidak membayar deviden kas kepada pemegang
saham dan pilihan lebih lajut untuk meningkatkan, mengurangi, atau mempertahankan tingkat
deviden merupakan salah satu bidang kebijakan keuangan korporat yang paling menentukan
dan rumit. Karena pengambilan ke pemegang saham hanya ada dua bentuknya: perubahan
harga saham dan deviden kas yang diterima, maka keputusan deviden secara langsung
berdampak pada kekayaan pemegang saham.
Seperti yang kita ketahui bahwa investor yang rasional lebih suka kaya ketimbang tidak.
Maka, dewan direktur korporat menghadapi keputusan yang menakutkan setiap kali
pertanyaan kebijakan deviden dan kemungkinan mengubah deviden kas masuk kedalam
agenda.
Dalam bentuk yang paling sederhana, peningkatan deviden kas serentak mengurangi
cadangan modal keuangan internal (kas) yang tersedia untuk belanja modal. NPV yang
diharapkan dari usulan proyek akan mempengaruhi harga saham. Namun, sampai ke informasi
baru tentang keberhasilan (atau kekurangberhasilan) proyek modal akan dicerna oleh pasar
modal dan selanjutnya tercermin ke dalam harga saham. Maka, yang lebih tingga pada setiap
dolar yang ditahan adalam perusahaan ketimbang yang didapat diperoleh investor ada semua
pertimbangan ekomoninya, speerti keharusan membayar pajak pribadi atas deviden kas yang
diterima sekarang bukan nanti, ini memang pilihan korporat yang membingungkan.
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah kebijakan deviden mempengaruhi harga saham ?
2. Bagaimanakah keputusan deviden dalam prakteknya ?
3. Berapakah kebijakan deviden alternatif ?
4. Bagaimanakah prosedur pembayaran deviden ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kebijakan deviden mempengaruhi harga saham.
2. Untuk mengetahui keputusan deviden dalam prakteknya.
3. Untuk mengetahui beberapa kebijakan deviden alternatif.
4. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pembayaran deviden.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan deviden mempengaruhi harga saham

Sekilas, kita mungkin berkesimpulan bahwa kebijakan deviden penting. Kita telah
mendefinisikan nilai saham sama dengan nilai sekarang dari deviden di masa mendatang. Ada
orang yang berpandangan bahwa bwsarnya deviden tidak relevan, dan waktu yan dihabiskan untuk
keputusan itu hanya pemboran waktu. Yang lain permendapat bahwa deviden tidak tinggi akan
mengakibatkan harga saham yang tinggi. Ada juga yang berpandangan bahwa deviden sebenarnya
merugikan hara saham.

1. Pandangan 1: Kebijakan deviden tidak relevan

Banyak kontroversi tentang masalah deviden didasarkan pada ketidaksepakatan diantara


komunitas akademis dan profesional. Sebagian praktisi yang berpengalaman berpandangan
bahwa harga saham berubah akibat pengumuman deviden, sehingga deviden dipandang
penting. Banyak orang di kalangan akademis, yakni para profesor keuangan yang berpendapat
bahwa deviden tidak penting, melihat kekacauan permasalahan akibat tidak hati-hatinya
pedefinisian apa yang disebut kebijakan deviden.

Pembayaran deviden dapat mempengarhui harga saham bila pemegang saham tidak punya
cara lain untuk menerima pendapatan dari investasi itu. Namun, asumsi bahwa pasar modal
relative efisien, pemegang saham yang ingin pendapatan sekarang selalu bisa menjual
sahamnya. Bila perusahaan itu membayar deviden, investor bisa secara pribadi menciptakan
aliran deviden yang diinginkan, entah apapun kebijakan deviden yang diambil.

Contoh tentang tidak relevannya deviden. Untuk memperlihatkan bahwa deviden tidak
menjadi soal, datanglah ke Negeri Ez, dimana lingkungannya sangat sederhana. Pertama, raja,
karena hatinya baik, tidak memungut pajak pendapatan sama sekali. Kedua, investor bisa
membeli dan menjual sekuritas tanpa membayar komisi apapun. Selain itu, Ketika perusahaan
menerbitkan sekuritas baru (berupa saham atau obligasi) tidak ada biaya pengambangan.
Tambahan lagi, Negeri Ez sepenuhnya dikomputerisasi, sehingga semua informasi tentang
perusaan tersedia sat itu juga bagi public tanpa biaya.selanjutnya, semua investor menyadari
bahwa nilai perusahaan merupakan fungsi dari peluang investasinya dan keputusan
pendanaannya. Maka, kebijakan deviden tidak memberi informasi baru tentang kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan pendapatan atau resiko pendapatan itu, akhirnya semua
perusahaan dimiiki dan dikelola oleh pihak yang sama, sehingga tidak ada konflik kepentingan
diantara pemilik dan manager. Di utopia keuangan ini deviden tidak ada efeknya terhadap
harga saham.

2. Pandangan 2: Deviden yang tinggi meningkatkan harga saham

Keyakinan bahwa kebijakan deviden tidak penting secara implisit mengasumsikan bahwa
investor harus menggunakan tingkat pengembalian yang sama entah pendapatan dari capital
gain atau melalui deviden. Namun, deviden lebih mudah diramalkan ketimbang capital gain;
manajemen lebih dapat mengontrol deviden, namun tidak bisa mengontrol harga saham.
Investor kurang pasti dalam penerimaan pendapatan dari capital gain ketimbang deviden, dan
ini mengimplikasikan tingkat pengembalian lebih tinggi diinginkan untuk satu dolar dari
capital gain ketimbang dari deviden, dengan kata lain, kita menilai satu dolang yang
diharapkan dari deviden lebih tinggi daripada satu dolar dari capital gain yang diharapakan.

Meningkatnya deviden tidak mengurangi resiko dasar saham, melainka nbila pembayaran
deviden menuntut penerbitan saham baru, ini hanya mentransfer resiko dan kepemilikan dari
pemilik skearang dan pemilik baru. Kita harus mengakui bawa investor sekarang yang
menerima deviden memperdagangkan capital gain yang tiak pasti untuk mendapatkan aktiva
yang “aman” (deviden tunai). Namun, bila tujuannya pengurangan resiko, investor bisa saja
menyimpan uangnya di bank dan tidak membeli saham.

3. Pandangan 3: Deviden yang rendah meningkatkan harga saham

Pandangan ketiga tentang pengaruh deviden terhadap harga sahanm menyatakan bahwa
deviden sebenarnya merugikan investor. Argumen ini umumnya berdasarkan perbedaan
perlakuan pajak untuk pendapapt deviden dan capital gain yang kerap berubah. Tidak seperti
investor Ez, kebanyakan investor lain harus membayar pajak.

Masih ada keunggulan lain capital gain ketimbang deviden. Pajak pada deviden dibayarkan
Ketika deviden itu diterima, sedangkan pajak pada apresiasi harga saham (Capital gain) ditunda
sampai saham itu benar-benar dijual. Maka ketika menyangkut pertimbangan pajak, kebanyakan
imvestor lebih suka menahan pendapatan perusahaan dibanding pembayaran deviden tunai. Bila
laba ditahan dalam perusahaan, harga saham naik, namun kenaikan itu tidak dikenakan apjak
samapai sahamnya dijual.

Meskipun Sebagian besar investor terkena pajak, beberapa perusahaan investasi, trust, dan
program pensiun, dikecualikan dari deviden mereka. Demikian pula, untuk keperluan pajak,
perusahaan bisa mengecualikan 70 persen deviden yang diterima dari perusahaan lain. Dalam
kasus ini, investor lebih suka deviden ketimbang capital gain.

Ringkasnya, bila menyangkut pajak, kita ingin memaksimalkan pengembalian setelah pajak,
dibandingkan sebelum pajak. Investor berusaha menunda pajak sebisa mungkin, saham yang
memungkinkan penundaan pajak selalu mungkin dijual dengan harga premium dibanding saham
yang menuntut punutan pajak sekarang. Dengan demikian, dua saham mungkin memberikan
pengembalian stelah pajak yang sebanding, ini menyatakan bahwa kebijakan membayar deviden
rendah akan mengakibatkan harga saham yang tinggi. Yakni deviden tinggi merugikan investor,
sedangkan deviden rendah dan laba ditahan yang tinggi justru membantu investor. Inilah logika
yang membela kebijakan deviden rendah.

Argumen bahwa deviden tidak relevan sulit ditolak, dengan adanya asumsi bahwa pasar
sempurna. Namun, dalam dunia nyata, tidak selalu mudah merasa nyaman dengan argumen
seeperti itu. Sebaliknya filosofi deviden tinggi, yang mengukur resiko menurut bagaimana kita
membagi arus kas perusahaan antara deviden dan menahan laba, tidak secara khusus menarik bila
dipelajari dengan seksama. Padangan Ketiga, yang hakikatnya merupakan argumen pajak
terhadapa deviden tinggi, sangan peruasif.

Orang yang bernalar tidak dapat mencapai kesimpulan yang definitif: namun demikian,
manajemen tidak diberi pilihan. Perusahaan harus mengembangkan suatu kebijakan deviden, yang
diharapkan berdasarkan pengetaauan terbaik yang ada. Meskipun kita bisa memberikan nasihat
dengan sejumlah catatan, beberapa kesimpulan berikut tampaknya cukup masuk akal :

1. Ketika peluang perusahaan naik, rasio pembayaran deviden harus turun. Dengan kata
lain, ada hubungannya terbalik antara besarnya investasi dengan tingkat pengembalian
yang diharapakan yang melebihi biaya modal dan deviden yang dikembalikan ke
investor. Karena adanya biasa pengembangan yang terkait dengan modal eksternal,
penahanan ekuitas internal lebih disukai ketimbang menjual saham.
2. Kebijakan deviden perusahaan tampak penting, namun penampilannya bisa menipu.
Isu sebenarnya mungkin kemampuan perusahaan meraih laba yang diharapkan dan
tingkat resiko pendapatan ini. Investor mungkin menggunakan pembayaran deviden
sebagai sumber informasi tentang laba yang diharapkan. Tindakan manajemen dalam
hal deviden mungkin memberi bobot lebih besar ketimbang pernyataan manajemen
bahwa laba akan naik.
3. Bila deviden mempengaruhi harga saham, ini mungkin berdasarkan keinginan investor
untuk meminimalkan dan menunda pajak dan berdasar peran deviden dalam
meminimalkan biaya agensi.
4. Bila teori ekspektasi benar, yang kita percayai memang begitu, manajemen harus
menghindari mengejutkan investor ketika terkait dengan keputusan deviden. Kebijakan
deviden harus secara efektik diperlakukan sebagai residu jangka panjang. Ketimbang
memproyeksikan kebutuhan investasi untuk satu tahun, manajemen dapat
mengantisipasi kebutuhan pendanaan untuk beberapa tahun. Berdasarkan peluang
investai yang diharapakan selama horizon perencaaan, campuran ekuitas-hutang, dan
dana yang dihasilkan dari operasi, rasio pembayaran deviden target dapat ditentukan.
Bila dana internal tetap ada setelah proyeksi pendanaan ekuitas yang perlu,deviden
harus dibayarkan.

2.2 Keputusan deviden dalam praktek

Banyak pertimbangan yang mungkin mempengaruhi keputusan perusahaan tentang


devidennya, Sebagian dari mereka bersifat unik terhadap perusahaan itu. Berikut ini yang menjadi
Sebagian pertimbanga yang lebih bersifat umum.

1. Pembatasan Hukum
Beberapa pembatasan hukum tertentu mungkin membatasi besarnya deviden yang dapat
dibayarkan perusahaan. Kendala legal ini termasuk dalam dua kategori. Pertama, restriksi
statute mungkin mencegah perusahaan membayar deviden. Meskipun pembatasan spesifik
bisa berbeda menurut negara bagian, umumnya perusahaan tidak boleh membayar deviden
bila:
1) Pasiva perusahaan melebihi aktifanya
2) Besarnya deviden melebihi laba yang diakumulasikan (laba ditahan)
3) Devide nitu dibayarkan dari modal yang diinvestasika ke dalam perusahaan.

Tipe pembatasan kedua bersifat unik bagi isetiapperusahaan dan bersaall dari pembatasan
dalam kontrak hutang dam saham ppreferen.

2. Posisi Likuiditas
Berlawanan dengan pendapat umum, fakta dasar bahwa perusahan memperlihatkan laba
ditahan yang besar dalam neraca tidak menunjukan kas yang tersedia untuk pembayaran
deviden. Posisis aktiva likuid perusahaan saat ini termasuk kas, pada dasarnya tergantung
pada besarnya laba ditahan. Secara historis, perusahaan dengan laba ditahan yang besar
telah suskes menghasilkan kas dari operasi.
3. Tidak adanya sumber pendanaan lainnya
Seperti yang dikatakan perusahaan bisa menahan laba untuk reinvestasi, atau membayar
deviden dan menerbitkan sekuritas hutang atau saham untuk mendanai investasi. Bagi
banyak perusahaan kecil atau baru, pilihan kedua ini tidak realistis. Perusahaan ini tidak
punya akses ke pasar modal. Sehingga harus sangat mengandalkan dana internal.
Konsekuensinya, rasio pembayaran deviden umumnya lebih kecil untuk perusahaan kecil
atau baru ketimbang pperusahaan besar yang dimiliki publik.
4. Laba dapat diramalkan atau tidak
Rasio pembayaran deviden tergantung pada sejauh mana laba perusahaan dapat diramalkan
atau tidak. Bila pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dimasa mendatang. Bila laba bisa
dihasilkan, perusahaan mungkin menahan jumlah lebih besar untuk memastikan bahwa
uang tersedia pada saat dibutuhkan. Sebaliknya, perusahaan dengan pendapatan yang stabil
biasanya membayar bagian labanya dengan lebih besar dalam bentuk deviden. Perusahaan
ini itidak terlalu kuatir tentang tersedianya laba untuk memneuhi kebutuan modal di masa
mendatang.
5. Kontrol kepemilikan
Bagi banyak perusahaan besar, kontrol melalui kepemilikan saham biasanya bukan
masalah. Namun bagi banyak perusahan kecil dan menengah, mempertahankan kontrol
voting merupakan prioritas yang tinggi. Bila pemegang saham biasa sekarang tidak
berpartisipasi dalam penawaran baru, penerbitan saham baru tidak menarik, dalam hal
bahwa kontrol pemegang saham sekarang dicairkan. Pemilik mungkin lebih suka bahwa
menajemen mendanai investasi baru dengan hutan dan melalui laba ketimbang
menerbitkan saham baru.
6. Inflasi
Dalam perode inflasi, idealnya ketika aktiva tetap mulai rusak dan ketinggalan jaman, dana
yang dihasilkan dari depresiasi digunakan untuk mendanai penggantian. Karena dana
peralatan yang setara terus naik, dana depresiasi tidak mencukupi. Ini menuntut agar laba
ditahan, yang mengimplikasikan bahwa deviden terkena pengaruh kurang menguntungkan.

2.3 Kebijakan deviden alternatif

Entah apapun kebijakan deviden jangka panjangnya, kebanyakan perusahaan memilikj salah
satu dari beberapa pola pembayaran deviden dari tahun ke tahun:

1. Rasio pembayaran deviden yang konstan. Dalam kebijakan ini, persentasi laba yang
dibayarkan dijaga tetap. Meskipun rasio deviden terhadap laba stabil, jumlah dolar deviden
biasanya berfluktuasi dari tahun ke tahun sesuai dengan laba.
2. Pembayaran dolar deviden per lembar yang stabil. Kebijakan ini mempertahankan deviden
dolar yang relatif stabil. Kenaikan deviden dolar biasanya tidak terjadi sampai manajemen
yakin bahwa deviden yang lebih besar bisa dipertahankan dimasa mendatang. Manajemen
juga tidak akan mengurangi deviden dolar sampai bukti jelas menunjukan bahwa
kesinambungan deviden sekarang tidak bisa didukung.
3. Pembayaran deviden kecil, teratur, plus deviden ekstra pada akhir tahun. Perusahaan yang
mengikuti kebijakan ini membayar deviden dolar yang kecil dan teratur ditambah deviden
ekstra pada tahun yang makmur. Deviden ekstra dinyatakan menjelang akhir tahun fiskal
ketika laba perusahaan sudah bisa diestimasi. Sasaran manajemen adalah menghindari
konotasi deviden yang permanen. Namun tujuan ini mungkin hilang bila deviden ekstra
lantas menjadi harapan oleh para investor.

2.4 Prosedur pembayaran deviden

Bagian integral dari kebijakan saham adalah penggunaan stock devidends (deviden saham) dan
stock splits (pemecah saham). Keduanya melibatkan penerbitan lembar saham baru secara pro rata
terhadap pemegang saham yang ada sekarang, sementara aktiva, pendapatan, dan resiko perusahan
yang ditanggung serta persentasi kepemilikian inveestir dalah perusaahaan tetap. Satu-satunya
hasil definitive dari deviden saham atau pemecah saham adalah kenaikan jumlah lembar saham
yang ada saja.

Para pendukung stock dividen dan split kerap menyatakan bahwa pemegang saham sesuai
proporsi dengan kenaikan lembar. Untuk split dari satu menjadi dua, harga saham mungkin tidak
turun penuh 50 persen, dan pemegang saham menerima nilai total yang lebih tinggi. Ada dua
alasan bagi ketidakaseimbangan ini, pertama, banyak ekskutif keuangan percaya bahwa ada suatu
tentang harga optimal. Dalam rentang ini, nilai pasar total pemegang saham bisa dianggap bisa
dimaksimalkan. Ketika harga melebihi rentang ini, lebih sedikit investor yang bisa membeli saham
itu, sehingga menghambat permintaan. Alasan kedua bagi stock dividen dan split dalan konservasi
uang korporat. Bila menghadapi persoalan kas, perusahaan bisa mensubsitusikan sotck dividend
untuk cash dividend, namun, seperti sebelumnya, investor mungkin melihat lebih jauh deviden itu
untuk menegaskan alasan sebenarnya baik tindakan mengkonservasikan kas itu. Bila stock dividen
itu merupakan usaha untuk menghemat kas bagi peluang invetasi yang menarik, pemegamg saham
mungkin akan menilai lebih harga saham.

Prosedur pembelian kembali saham. Bila manajemen bermaksud membeli kembali sejumlah
saham yang ada, maka manajemen harus mengumukannya kepada publik. semua investor harus
diberi kesempaatan untuk mencerna informasi yang lengkap. Mereka harus diberitahu tentang
tujuan pembelian kembali, maupun metode pembelian saham itu.

Ada tiga merode pembelian kembali saham. Pertama, saham dibeli di pasar. Di sini perusahaan
membeli saham melalui pialang pada harga pasar saat itu Pendekatan ini mungkin memberi
tekanan keatas pada harga saham sampai saham terbeli. Demikian pula komisi kepada pialang
harus dibayar sebagai upah atas jasa mereka. Metode kedua adalah penawaran tender (tender offer)
kepada pemegang saham. Tender offer adalah penawaran formal oleh perusahaan untuk membeli
jumlah tertentu saham dengan harga yang ditentukan sebelumnya. Harga tender ditetapkan di atas
harga pasar saat itu agar bisa menarik penjual. Tender offer paling baik bila saham yang mau dibeli
cukup banyak, karena maksud perusahaan jelas dan setiap pemegang saham punya peluang untuk
menjual saham pada harga yang ditenderkan. Metode ketiga dan terakhir adalah pembelian saham
dari salah satu atau lebih pemegang saham utam. Pembelian kembali ini dilakukan melalui
negosiasi. Harus dilakukan dengan seksama agar didapatkan harga yang setara dan fair. Bila tidak,
pemegang saham lainnya akan merugi akibat penjualan itu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keputusan deviden perusahaan punya dampak langsung terhadap campuran keuangan


perusahaan. Bila pembayaran deviden naik, dana internal yang tersedia untuk investasi lebih
sedikit. Konsekuensinya, bila dibutuhkan tambahan modal ekuitas, perusahaan harus
menerbitkan saham biasa baru. Dalam usaha memahami efek kebijakan deviden terhadap
harga saham perusaaan, kita harus menyadari hal-hal berikut ini:

1. Di pasar yang sempurna, pilihan anatra membayar atau tidak membayar deviden tidak
penting. Namun, ketika menyadari bahwa di dunia nyata ada biaya untuk menerbitkan
saham, kita lebih suka menggunakan ekuitas internal untuk membiaya peluang investasi.
Disini keputusan deviden sekedar faktor sisa, dimana pembayaran deviden harus sama
dengan sisa modal internal setelah dikurangi pendanaan baikan ekuitas investasi.
2. Ketidaksempurnaan pasar lain yang bisa membuat kebijakan deviden mempengaruhi harga
saham adalah: keunggulan pajak capital gain, biaya agensi, efek klientel, dan isi informasi
kebijakan tertentu.

Stock dividend dan stock split telah digunakan dalam kaitan sebagai suplemen dividen kas.
Sekarang, tidak ada bukti empirik tentang hubungan antara stock dividend dan stok split dan
harga saham di pasar. Namun stock dividend atau stock split dapat digunakan untuk membuat
harga saham tetap dalam rentang yang optimal. Demikian pula investor mempersepsi bahwa
stock dividend mengandung informasi yang menguntungkan tentang operasi perusahaan,
sehingga harga saham bisa naik.

Alternatif dari pembayaran deviden, manajemen bisa membeli kembali saham. Di pasar
yang sempurna, investor tidal peduli antara penerimaan deviden atau pembelian kembali
saham investor bisa menciptakan aliran deviden dengan menjual saham ketika membutuhkan
pendapatan. Bila pasat tidak sempurna, investor mungkin lebih suka salah satu metode
distribusi pendapatan korporat. Pembelian kembali bisa juga dipandang sebagai keputusan
pendanaan dengan menerbitkan hutang dan membeli kembali saham, perusahaan bisa langsung
mengubah campuran hutang – ekuitasnya dengan proporsi hutang lebih tinggi. Demikian pula,
bannyak manajer menanggap pembelian kembali saham sebagai keputusan investasi pembeli
saham ketika mereka yakin sedang hurang dihargai.

Anda mungkin juga menyukai