Anda di halaman 1dari 15

KEBIJAKAN DEVIDEN

MATERI VII

Mata Kuliah : Manajemen Keuangan II (SPBIS 16335)


Dosen Pengasuh : 1. Dr. Pius Bumi Kellen, MM, 2. Dra. Lustry Rahayu, M.Si, 3.
Chrispy T. P. Daud, S. AB, MM

Oleh : Kelompok-7

No Nama Mahasiswa NIM Dosen Wali


.
1. Fransiska Farany Hansi 2003020003 Dr, Khalid K, Moenardy, M.Si
2. Huanito Yaliandro Hanas 2003020015 Dr, Khalid K, Moenardy, M.Si

SEMESTER VI A
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
2
DAFTAR ISI

BAB VII KEBIJAKAN DEVIDEN.....................................................................1


7.1 Latar Belakang..........................................................................................1
7.2 Materi........................................................................................................1
7.2.1 Kontroversi Dividen.......................................................................1
7.2.2 Sumber Dana Dividen....................................................................3
7.2.3 Stabilitas Dividen dan Residual Desicision Devidend...................3
7.2.4 Penentuan Kebijakan Deviden.......................................................5
7.2.5 Bentuk Deviden..............................................................................7
7.3 Kesimpulan................................................................................................8
7.4 Diskusi Kasus............................................................................................9
7.5 Soal Latihan.............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

i
BAB VII
KEBIJAKAN DEVIDEN

7.2.1Latar Belakang
Pada Bab sebelumnya kita sudah mempelajari tentang Analisis
Investasi Lanjutan : Pendekatan Adjusted Present Value. Dimana
pendekatan ini menggunakan prinsip value additive (penambahan nilai)
dengan mengambil ide dari model struktur model Modigli Miler (MM).
menurut MM nilai perusahaan dengan utang adalah 100% saham
ditambah dengan penghematan pajak dari utang (bunga bisa dipakai
sebagai pengurang pajak). APV dapat dihitung dengan menambahkan
nilai basecase plus manfaat dari pinjaman (Financing).
Setelah memahami materi Analisis Investasi Lanjutan : Pendekatan
Adjusted Present Value, kita akan mengenal dan memasuki materi baru
yaitu Kebijakan Deviden. Kebijakan Deviden menyangkut tentang
masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada
dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk
diinvestasikan kembali.
Untuk memahami materi Manajemen Piutang, maka kita akan
mempelajari beberapa hal yaitu : Kontroversi Dividen, Sumber Dana
Dividen, Stabilitas Dividen dan Residual Desicision Devidend,
Penentuan Kebijakan Deviden, Bentuk Deviden.

7.2.2Materi
7.2.3 Kontroversi Dividen
Kebijakan dividen masih merupakan masalah yang
mengundang, perdebatan karena terdapat lebih dari satu pendapat.
Berbagai pendapat tentang dividen bisa dikelompokkan menjadi
3, yaitu :
1. Pendapat yang menginginkan dividen dibagikan sebesar-
besarnya

1
2. Pendapat yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak
relevan
3. Pendapat yang mendatakan bahwa perusahaan seharusnya
justru membagikan dividen sekecil mungkin
Berikut ini penjelasan singkat masing-masing pendapat tersebut :
1. Dividen dibagi sebesar-besarnya
Argumentasi pendapat ini adalah bahwa harga saham
dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Apabila n = ∞,
maka harga saham (Po) bisa dirumuskan sebagai berikut :

“Jika Dt ditingkatkan, maka harga saham akan lebih tinggi”


Argumentasi tersebut mempunyai kesalahan dalam hal bahwa
peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan
apabila laba yang diperoleh oleh perusahaan juga meningkat.
Perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar
apabila laba yang diperoleh tidak meningkat. Memang benar
kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran dividen
karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Meskipun
demikian kenaikan harga saham tersebut adalah disebabkan
karena kenaikan laba dan bukan kenaikan pembayaran
dividen. Juga tidak benar kalau perusahaan harus membagikan
semua laba sebagai dividen, hanya karena perusahaan harus
membagikan dividen sebesar-besarnya. Laba dibenarkan
untuk ditahan, kalau dana tersebut bisa diinvestasikan dan
menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya
modalnya.
2. Dividen tidak relevan
Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa
perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak
ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan
dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting adalah apakah

2
investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan. NPV
yang positif, tidak peduli apakah dana yang dipergunakan
untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan (menahan
laba) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru).
Dampak pilihan keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan
pemodal, atau keputusan dividen adalah tidak relevan (the
irrelevant of dividend).
3. Dividen dibagikan sekecil-kecilnya
Pendapat bahwa dividen tidak relevan mendasarkan diri atas
pemikiran bahwa membagikan dividen dan menggantinya
dengan menerbitkan saham baru mempunyai dampak yang
sama terhadap kekayaan pemegang saham (lama). Analisis
tersebut sayangnya, demikian penganut pendapat bahwa
dividen seharusnya dibagikan sekecil-kecilnya, mengabaikan
adanya biaya emisi (floatation costs). Apabila perusahaan
menerbitkan saham baru, perusahaan akan menanggung
berbagai biaya (yang disebut sebagai floatation costs), seperti
fee untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan
hukum, pendaftaran saham, dan sebagainya, yang bisa
berkisar antara 2-4%.

7.2.4 Sumber Dana Dividen


Dalam praktiknya pembagian dividen dikaitkan dengan Laba
yang diperoleh oleh perusahaan dan tersedia bagi pemegang
saham. Laba ini ditunjukkan dalam laporan rugi laba sebagai baris
terakhir dalam laporan dan disebut sebagai laba setelah pajak
(Earnings After Taxes, EAT).

7.2.5 Stabilitas Dividen dan Residual Desicision Devidend


Penjelasan pada sub bab 7.2.1 dan rumus (7.2.1)
menunjukkan bahwa besarnya dividen yang dibagikan akan
dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi yang

3
menguntungkan. Sejauh terdapat kesempatan investasi yang
menguntungkan (yaitu investasi yang diharapkan memberikan
NPV positif), maka dana yang diperoleh dari operasi perusahaan
akan dipergunakan untuk mengambil investasi tersebut. Kalau
terdapat sisa, barulah sisa tersebut dibagikan sebagai dividen.
Pendapat ini dikenal sebagai residual decision of dividend.
Apabila pendapat ini dianut, tentunya kita akan mengamati
adanya pola pembayaran dividen yang sangat erratic. Suatu saat
perusahaan membagikan dividen sangat banyak (karena tidak ada
investasi yang menguntungkan), pada saat lain tidak membagikan
dividen sama sekali (karena seluruh dana dipergunakan untuk
investasi).
Dalam praktiknya nampaknya perusahaan tidak menerapkan
keputusan dividen sebagai residual decision. Hal ini terlihat
adanya kecenderungan perusahaan membayarkan dividen yang
relatif stabil. Juga terdapat kecenderungan bahwa perusahaan
enggan menurunkan pembayaran dividen meskipun barangkali
mengalami penurunan perolehan laba.
Kemungkinan penyebabnya adalah bahwa dividen
nampaknya mempunyai isi informasi (informational content of
dividend). Nampaknya peningkatan atau penurunan pembayaran
dividen sering ditafsirkan sebagai keyakinan manajemen akan
prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan
pembayaran dividen, hal ini mungkin ditafsirkan sebagai harapan
manajemen akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang
akan datang. Demikian pula apabila terjadi sebaliknya. Dengan
demikian manajemen akan enggan untuk mengurangi pembagian
dividen, kalau hal ini ditafsirkan memburuknya kondisi
perusahaan di masa yang akan datang (sehingga akan
menurunkan harga saham).
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa yang penting adalah
apakah pembagian dividen tersebut ditangkap sebagai signal oleh

4
para pemodal tentang prospek dan risiko perusahaan di masa yang
akan datang. Jadi tidak benar bahwa pemodal menyukai dividen
karena penerimaan dividen merupakan penghasilan yang pasti
dan kenaikan harga saham (capital gains) merupakan sesuatu
yang tidak pasti. Argumentasi yang disebut sebagai bird in hand
argument tersebut tidaklah tepat. Argumen tersebut mempunyai
kesalahan sebagai berikut. Apabila penginvestasian kembali
tersebut
1. Diharapkan memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar
dari biaya modalnya (dengan kata lain diharapkan
memberikan NPV positif),
2. Semua pemodal mempunyai pengharapan yang sama, dan
3. Pasar modal efisien,
maka pada waktu informasi tersebut diketahui oleh publik, harga
saham akan segera menyesuaikan diri, dan naik sesuai, dengan
pengharapan para pemodal. Dengan kata lain, harga saham sudah
naik. Dengan demikian pemodal bisa menjual saham tersebut dan
merealisir capital gains, bukan lagi mengharapkan capital gains.
Yang menjadi masalah sebenarnya adalah dengan menjual saham
untuk merealisir capital gains, pemodal harus membayar biaya
transaksi tertentu dan (seharusnya) juga membayar pajak.
Sedangkan dengan menerima dividen, pemodal tidak perlu
membayar biaya transaksi, tetapi hanya membayar pajak.

7.2.6 Penentuan Kebijakan Deviden


Berdasarkan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa
dalam menentukan kebijakan dividen perlu memperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tidak benar bahwa perusahaan seharusnya membagikan
dividen sebesar-besarnya. Apabila dana yang diperoleh dari
operasi perusahaan bisa dipergunakan dengan

5
menguntungkan, dividen tidak perlu dibagikan terlalu besar
(bahkan secara teoritis tidak perlu membagi dividen).
2. Karena ada keengganan untuk menurunkan pembayaran
dividen per lembar saham, ada baiknya kalau perusahaan
menentukan dividen dalam jumlah (dan rasio payout) yang
tidak terlalu besar. Dengan demikian memudahkan
perusahaan untuk meningkatkan pembayaran dividen kalau
laba perusahaan meningkat, dan tidak perlu segera
menurunkan pembayaran dividen kalau laba menurun.
3. Apabila memang perusahaan menghadapi kesempatan
investasi yang menguntungkan, lebih baik perusahaan
mengurangi pembayaran dividen daripada menerbitkan
saham baru. Penurunan pembayaran "dividen mungkin akan
diikuti dengan penurunan harga saham, tetapi apabila pasar
modal efisien harga akan menyesuaikan kembali dengan
informasi yang sebenarnya (yaitu adanya investasi yang
menguntungkan).
4. Dalam keadaan tidak terdapat biaya transaksi, tambahan
kekayaan karena kenaikan harga saham sama menariknya
dengan tambahan kekayaan karena pembayaran dividen.
Masalahnya adalah bahwa untuk merealisir uang kas,
pemegang saham perlu menjual (sebagian) saham, sedangkan
pembayaran dividen berarti menerima kas (yang tidak perlu
menjual saham). Sayangnya kalau pemodal menjual saham,
mereka akan terkena biaya transaksi. Dengan demikian, kalau
tidak ada faktor pajak, menerima dividen akan lebih
menguntungkan daripada memperoleh capital gains. Karena
itulah sekelompok pemodal mungkin memilih saham yang
membagikan dividen secara teratur.
5. Karena pemodal juga membayar pajak penghasilan, maka
bagi pemodal yang sudah berada dalam tax bracket yang
tinggi, mungkin akan lebih menyukai untuk tidak menerima

6
dividen (karena harus segera membayar pajak) dan memilih
menikmati capital gains. Kalau sebagian besar pemegang
saham merupakan pemodal yang mempunyai tax bracket
tinggi, pembagian dividen akan cenderung tidak terlalu besar.
Hanya saja keputusan pembagian dividen sering diperumit
apabila diperhatikan kemungkinan "intervensi" pemerintah,
Seringkali BAPEPAM menanyakan apakah perusahaan telah
memenuhi janji yang dicantumkan dalam prospektus sewaktu
perusahaan akan menerbitkan saham di pasar modal. Apabila
perusahaan menyebutkan dalam prospektus bahwa 40% laba yang
diperoleh akan dibagikan sebagai dividen, maka mungkin saja
BAPEPAM akan "mengingatkan" janji tersebut untuk dipenuhi.
Dengan demikian perusahaan akan membayarkan 40% laba
sebagai dividen, meskipun barangkali perusahaan mempunyai
pertimbangan lain untuk "menunda" janji yang telah disebutkan
dalam prospektus.

7.2.7 Bentuk Deviden


1. Pembayaran Deviden dalam Bentuk Saham (Stock Devidend)
Stock Dividen adalah pembayaran tambahan saham (dividen
dalam bentuk saham) kepada pemegang saham. Stock
Dividen tidak lebih dari penyusunan kembali modal
perusahaan (rekapitalisasi perusahaan), sedangkan proporsi
kepemillikan tidak mengalami perubahan.
2. Pemecahan Saham (Stock Split)
Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham ke dalam
nilai nominal yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah
lembar saham Yang beredar akan meningkat proporsional
penurunan nilai nominal saham. Tujuan utama dari
pemecahan saham ini sebenarnya adalah untuk membuat
saham tersebut lebih likuid dalam perdagangan (artinya lebih
sering diperdagangkan).

7
Ketidaklikuiditas saham sering kali disebabkan oleh dua
unsur, yaitu
a. Harga saham terlalu mahal, dan
b. Jumlah lembar saham yang beredar terlalu sedikit.
Dengan memecah saham, misalnya dari satu menjadi empat
maka harga saham akan turun menjadi seperempatnya dan
jumlah lembar saham akan meningkat empat kali.
3. Pembelian Kembali Saham (Repurchase of Stock)
Perusahaan melakukan pembelian kembali saham perusahaan
karena, perusahaan memiliki kelebihan kas, dan tidak ada
kesempatan investasi yang menguntungkan. Alasan lain
mungkin karena perusahaan akan melakukan penggabungan
usaha dengan perusahaan lain. Dengan pembelian kembali
maka jumlah lembar saham yang beredar akan berkurang dan
dividen perlembar saham akan lebih besar akhirnya harga
pasar saham akan meningkat.

7.2.8Kesimpulan
BerdasRearkan pemaparan materi di atas maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat berbagai pendapat tentang dividen yaitu, dividen dibagikan
sebesar-besarnya, dividen tidak relevan, dan dividen sekecil mungkin.
2. Sumber dividen didapat dari laba setelah pajak (Earning After Tax,
EAT)
3. Penurunan pembayaran dividen mungkin akan diikuti dengan
penurunan harga saham, tetapi apabila pasar modal efisien maka
harga akan menyesuaikan kembali dengan informasi yang sebenarnya
yaitu adanya investasi yang menguntungkan.
4. Pembagian dividen ditangkap sebagai signal oleh para pemodal
tentang prospek dan risiko perusahaan dimasa yang akan datang.

8
5. Dengan menjual saham untuk merealisir capital gains, pemodal harus
membayar biaya transaksi tertentu dan membayar pajak. Sedangkan
dengan menerima dividen, pemodal tidak perlu membayar biaya
transaksi, tetapi hanya membayar pajak.

7.2.9Diskusi Kasus
1. Suatu perusahaan memiliki dana yang bisa dibagikan sebagai
dividen sebesar Rp. 3.000.000.000, dan menghadapi serangkaian
kesempatan investasi sebagai berikut!
Proyek Dana yang Diperlukan NPV
A Rp. 2.000.000.000 Rp. 400.000.000
B Rp. 1.000.000.000 Rp. 200.000.000
C Rp. 1.500.000.000 Rp. 350.000.000
Apabila perusahaan menerapkan residual policy of devidend,
berapakah dividen perlembar saham yang akan dibagikan, apabila
jumlah lembar saham adalah 2.000.000 lembar?
Jawab:
Perusahaan seharusnya mengambil proyek A dan B yang
telah menghabiskan seluruh sana internal yang dimiliki.
Oleh karena itu, dividen yang dibagikan adalah Rp. 0 (nol
rupiah).
2. Dengan melakukan cara, seperti pada soal nomor 1, berapakah
kenaikan harga saham yang diharapkan?
Jawab :
Total NPV = NPV Proyek A + NPV Proyek B
= Rp. 400.000.000 + Rp.
200.000.000
= Rp. 600.000.000
Jumlah lembar saham = 2.000.000
Total NPV
Kenaikan Harga Saham =
Jumlah Lembar Saham
600.000.000
=
2.000.000

9
= Rp. 300

3. Nilai pasar PT. AAA adalah sebesar Rp. 750 miliar, yang terdiri dari
nilai utang sebesar Rp. 350 miliar dan ekuitas sebesar Rp. 400 miliar.
Jumlah lembar saham yang diterbitkan dan beredar adalah 200 Juta.
Sisi aktiva menunjukkan saldo kas yang cukup besar, yaitu Rp. 150
miliar.
a. Berapa harga saham PT. AAA
b. Apabila Price to Book Value PBV) = 1,6 berapakah nilai buku
per lembar saham?
c. Apabila perusahaan menghadapi kesempatan investasi dengan
biaya (cost) Rp. 100 miliar yang diharapkan memberikan NPV
sebesar Rp. 40 miliar. Berapakah harga saham setelah
mengambil investasi tersebut?
d. Apabila perusahaan mengambil kesempatan investasi pada (c)
dan membagikan dividen tunai sebesar Rp. 50 miliar, berapakah
dividend per share-nya? Berapa harga saham per lembarnya?
Jawab :
Rp . 400.000 .000 .000
a. Harga saham =
Rp. 200.000 .000
= Rp. 2.000 per lembar
Rp . 2.000
b. Nilai buku per lembar saham =
1,6
= Rp. 1.250
c. Nilai perusahaan akan bertambah sebesar Rp. 40 miliar.
Apabila nilai utang tidak berubah maka nilai ekuitas
juga akan bertambah sebesar Rp. 40 miliar menjadi Rp.
440 miliar. Dengan demikian,
440.000 .000.000
harga saham setelah investasi =
200.000.000
= Rp. 2.200 per lembar
50.000.000 .000
d. Devidend Per Share =
200.000.000

10
= Rp. 250
Harga saham setelah membagikan dividen
= Rp. 2.200 – Rp. 250
= Rp. 1.950 per lembar
7.2.10 Soal Latihan
1. Sebagai seorang investor, apakah Anda lebih menyukai investasi
saham perusahaan yang memiliki payout ratio konstant, atau saham
yang membayar dividen dalam jumlah yang semakin besar?
Andaikan Anda sudah pensiun dan berumur enam puluh lima tahun,
bagaimana jawaban Anda?
2. Apakah wajar bagi suatu perusahaan untuk meminjam uang guna
membayar dividen? Jelaskan.
3. Barnes Company memiliki 500.000 lembar saham biasa yang
beredar. Perkiraan modal sahamnya berjumlah $500.000, dan laba
ditahan $2 juta. Kini harga jual saham Barnes sebesar $10 per lembar
dan telah mengumumkan dividen saham sebesar 10%. Setelah
pembagian dividen saham, berapakah saldo yang tampak pada
perkiraan laba ditahan dan modal saham?
4. Saham Raven Company menghasilkan $7 per lembar, harga jualnya
$30, dan dividen $4 per lembar. Setelah dilakukan pemecahan saham
dua untuk satu, dividen akan menjadi $2,70 per lembar. Berapakah
presentase kenaikan pembayaran dividen?
5. Wizz Tbk. Memperoleh laba bersih sebesar Rp. 2 miliar dan
memiliki 10 juta lembar saham beredar. Saham perusahaan saat ini
diperjualbelikan dengan harga Rp. 3.200 per lembar. Perusahaan
sedang mempertimbangkan menggunakan kas yang tersedia untuk
membeli kembali saham perusahaan sebanyak 20% dipasar terbuka.
Pembelian tersebut diharapkan tidak mempengaruhi price to earning
ratio. Bagaimana pengaruh stock repurchase terhadap harga saham
perusahaan?

11
DAFTAR PUSTAKA

Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.


Yogyakarta : UPP STIM YPN

Husnan, Suad. 2013. Manajemen Keuangan. Tangerang Selatan : Universitas


Terbuka.

Sartono, Agus. 2017. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta :


BPFE-YOGYAKARTA

Weston, J. Fred dan Thomas E. Copeland. 1997. Manajemen Keuangan. Jakarta :


Binarupa Aksara

12

Anda mungkin juga menyukai