Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika

Dewasa ini, seiring dengan meningkatnya tarap hidup dan tercapainya berbagai

kebutuhan primer masyarakat, maka kebutuhan yang bersifat lebih sekunder seperti hiburan

dan kosmetika secara otomatis akan semakin bertambah. Hal ini dapat dibuktikan dengan

mulai maraknya bisnis kosmetika di Indonesia.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menunjang pertumbuhan pabrik–

pabrik kosmetika, tidak lagi dalam ukuran industri farmasi kuat dengan aset ratusan juta

dolar A.S. Industri ini tidak lagi hanya memproduksi satu jenis produk kosmetika seperti

dulu (bedak, obat jerawat, minyak rambut), tetapi sudah meluas ke semua jenis kosmetika

yang ditujukan untuk semua segmen pasar, yaitu kalangan bawah, kalangan menengah,

kalangan atas, bayi, remaja, dewasa ataupun manula (Draelos, 2015).

Kosmetika berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang berarti keterampilan menghias,

mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

No. HK.00.05.42.1018 adalah setiap bahan atau sediaan dimaksudkan untuk digunakan pada

bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital luar lainnya)

atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah

penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada

kondisi baik (BPOM RI, 2008).

Definisi kosmetika dalam peraturan menteri kesehatan RI No.


445/MENKES/PERMENKES/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet

dan Tabir Surya pada Kosmetik adalah sebagai berikut : Kosmetika adalah sediaan atau

paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku,

bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,

menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan

suatu penyakit (Rostamailis et al., 2008).

Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai

untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan

dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur faal tubuh (Wasitaatmadja, 2017).

Ilmu yang mempelajari tentang kosmetika disebut dengan “cosmetology”, yaitu ilmu

yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek khasiat dan

efek samping kosmetika. Dalam kosmetologi berperan berbagai disiplin ilmu terkait yaitu:

teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia, mikrobiologi, ahli kecantikan, dan

dermatologi. Dalam disiplin ilmu dermatologi yang menangani khusus peranan kosmetika

disebut “dermatologi kosmetik” (cosmetic dermatology) (Wasitaatmadja, 2017 ).

Penggunaan kosmetik harus disesuaikan dengan aturan pakainya. Misalkan harus

sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur, dan jumlah

pemakaiannya sehinggan tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Sebelum

mempergunakan kosmetik, sangatlah penting untuk mengetahui lebih dulu apa yang

dimaksud kosmetik, manfaat dan pemakaian yang benar. Maka dari itu perlu penjelasan lebih

detail mengenai kosmetik tersebut (Djajadisastra, 2015).

Efek kosmetika terhadap kulit merupakan sasaran utama dalam menerima berbagai
pengaruh dari penggunaan kosmetika terhadap kulit, yaitu efek positif dan efek negative.

Tentu saja yang diharapkan adalah efek positifnya sedangkan efek negatifnya tidak

diinginkan karena menyebabkan kelainan – kelainan pada kulit (Retno I.S Tranggono, 2016).

Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari berbagai

karangan ilmiah tentang kosmetika, membagi kosmetika dalam:

1. Preparat untuk bayi

2. Preparat untuk mandi

3. Preparat untuk mata

4. Preparat wangi-wangian

5. Preparat untuk rambut

6. Preparat untuk rias (make up)

7. Preparat untuk pewarna rambut

8. Preparat untuk kebersihan mulut

9. Preparat untuk kebersihan badan

10. Preparat untuk kuku

11. Preparat untuk cukur

12. Preparat untuk perawatan kulit

13. Preparat untuk proteksi sinar matahari (Wasitaatmadja, 2017).

Kosmetika dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara,

menambah daya tarik serta mengubah rupa. Karena terjadi kontak antara kosmetika dengan

kulit, maka ada kemungkinan kosmetika diserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih

dalam dari tubuh. Jumlah kosmetika yang terserap kulit bergantung pada beberapa faktor,

yaitu keadaan kulit pemakai, keadaan kosmetika yang dipakai, dan kondisi kulit pemakai.
Kontak kosmetika dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat kosmetika, dan

akibat negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetika (Wasitaatmadja, 2017).

Penghentian pemakaian kosmetik baik secara keseluruhan atau hanya terhadap kosmetika

yang diduga sebagai penyebab harus dilakukan sebelum pengobatan. Pengobatan efek

samping ditujukan terhadap jenis efek samping yang terjadi :

1. Dermatitis kontak alergik/iritan, maka pengobatan diberikan sesuai dengan

prinsip dalam dermatologi, yaitu kompres bila basah, krim atau salep bila kering.

Terapi sistemik dengan kortikosteroid, antigatal dan antihistamin.

2. Akne kosmetika, pengobatan sesuai dengan pengobatan pada akne tidak

beradang pada umumnya yaitu asam salisilat, sulfur, resorsin, asam vitamin A

topical, sedangkan secara sistemik dapat diberikan antibiotik (tetrasiklin HCl)

(Wasitaatmadja, 2017).

3. Fotosensitivitas, dapat diberikan tabir surya yang mengandung PABA (para

amino benzoic acid) atau non-PABA, misalnya titanium oksida. Kortikosteroid

topical diberikan pula sebelumnya sedangkan kortikosteroid sistemik dapat

dipertimbangkan diberikan pada keadaan berat.

4. Pigmented cosmetic dermatitis, dapat diberikan aplikasi topikal hidrokuinon dan

vitamin C dosis tinggi.

5. Bentuk-bentuk efek samping lain pengobatannya sesuai dengan kelainan yang

terjadi. Kelainan yang terjadi pada rambut, kuku, mata dan lainnya menjadi

pangkal pemikiran pengobatan yang akan diberikan

(Wasitaatmadja, 2017).
2.2 Pengertian Kulit

Kulit adalah jaringan yang meliputi permukaan tubuh yang terdiri dari epidermis dan

korium. Kulit merupakan salah satu alat tubuh manusia yang terpenting, yang paling luas,

dan terletak paling luar (I.S. Tranggono, 2012). Kulit merupakan organ pada tubuh manusia

yang luasnya paling besar dan tersebar hampir diseluruh tubuh. Kulit terdiri dari tiga lapisan

yaitu:

1. Lapisan terluar yang disebut lapisan epidermis (kulit ari).

2. Lapisan di bawahnya disebut epidermis (kulit jangat).

3. Lapisan paling bawah disebut Lapisan hipodermis (subkutis).

(Primadiati, 2011).

Lapisan hipodermis merupakan bantalan lemak berfungsi sebagai bantalan penahan

hantaman dari luar dan penghubung kulit dengan jaringan tubuh di dalamnya. Berdasarkan

uraian di atas menjelaskan bahwa kulit merupakan lapisan paling luar dari tubuh manusia

yang tersebar hampir pada seluruh tubuh. Kulit memiliki tiga lapisan struktur kulit yaitu;

epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit berfungsi sebagai penahan cahaya, kuman, panas, dan

zat kimia. Struktur kulit pada saat bayi dilahirkan sangat halus, lembut, tipis, agak lembab,

tidak ada kerutan dan belum atau tidak ada kelainan.

Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambah usia, struktur kulit mulai berubah.

Perubahan yang sering timbul yaitu ada kerutan, kelembaban kulit yang mulai berkurang,

kulit menjadi tebal dan kasar. Sering kali muncul berbagai kelainan kulit seperti: jerawat,

komedo dan timbulnya flek hitam.


2.2.1 Jenis-Jenis Kulit

Kulit digolongkan menjadi tujuh jenis, yakni; kulit normal, berminyak,

berminyak sensitif (Sensitife oily skin), kombinasi (campuran), kering sensitif dan

kulit gersang (Dehydrated skin), (Yuswati, 2016).

a. Kulit normal

Kulit jenis ini merupakan kulit yang sehat dimana kelenjar lemak memproduksi

minyak tidak berlebihan, sehingga tidak menimbulkan penyumbatan pada pori-

pori kulit. Tanda-tanda kulit normal antara lain: kulit lembut, halus, bercahaya,

sehat, pori-pori tidak kelihatan, tonus (daya kenyal) kulit bagus. Kulit normal

biasanya dijumpai pada anak-anak sampai menjelang remaja.

b. Kulit berminyak

Kulit berminyak disebabkan oleh sekresi kelenjar sebasea yang berlebihan.

Tanda-tanda kulit berminyak adalah kulit kelihatan basah dan mengkilat, pori-pori

terlihat jelas, sering berjerawat, kulit terlihat kusam. Kulit berminyak umumnya

terdapat pada usia remaja dan dewasa.

c. Kulit berminyak sensitif (Sensitive oily skin)

Kulit jenis ini tanda-tandanya sama dengan kulit berminyak hanya terdapat

pembuluh darah yang melebar dan rusak, sehingga terlihat guratan-guratan merah

di sekitar hidung dan pipi. Penyebab kulit berminyak sensitif adalah kelenjar

lemak sangat berlebihan dalam memproduksi lemak sehingga kadang berkomedo

dan bereaksi cepat terhadap panas, dingin dan iritasi.


d. Kulit kombinasi (Campuran)

Kulit Kombinasi merupakan gabungan lebih dari satu jenis kulit seperti kulit

kering dan berminyak. Tanda-tandanya kulit keliatan mengkilat pada bagian

tengah muka, disekitar hidung, pipi dan dagu. Kulit jenis ini umumnya terdapat

pada usia dewasa.

e. Kulit kering

Kulit jenis ini terdapat pada orang dewasa dan lanjut usia. Penyebabnya adalah

akibat ketidak seimbangan sekresi sebum. Tanda-tandanya yaitu bagian tengah

muka normal, disekitar pipi dan dahi kering, tidak lembab dan tidak berminyak,

halus, tipis dan rapuh. Kulit kering cepat menjadi tua karena kelenjar lemak tidak

berfungsi dengan baik.

f. Kulit kering sensitif

Jenis kulit ini sama dengan kulit kering hanya terdapat pembuluh darah yang

melebar disekitar hidung dan pipi sehingga timbul guratan-guratan didaerah

tersebut.

g. Kulit gersang ( Dehydrated skin)

Kulit jenis ini sangat kering. Penyebabnya zat cair atau pelembab didalam kulit

sangat terbatas. Umumnya terdapat pada usia remaja, dewasa dan usia lanjut.

2.2.2 Warna Kulit

Warna kulit manusia dipengaruhi oleh ras atau keturunannya. Misalnya, orang

negro memiliki kulit hitam legam, bangsa eropa memiliki kulit putih, bangsa
polynesia berkulit merah, orang cina berkulit kuning langsat, dan orang asia

umumnya berwarna sawo matang. Warna kulit ditentukan oleh pigmen kulit yaitu

eumelanin adalah pigmen hasil oksidasi yang berwarna coklat tua dan feomelanin

adalah pigmen hasil reduksi yang berwarna kuning krem (Dwikarya, 2012).

Kinkin S, Basuki, (2013) menjelaskan bahwa meskipun jenisnya berbeda,

setiap kulit yang sehat biasanya ditandai dengan:

1. Memiliki kelembaban yang cukup dengan pH 4,5 - 6,5

2. Senantiasa kenyal dan kencang

3. Menampilkan kecerahan warna kulit yang sesungguhnya

4. Bersih dari noda, jerawat, penyakit kulit dan jamur

5. Segar dan bercahaya

6. Memiliki sedikit kerutan sesuai usia

Seringkali seseorang mengabaikan kesehatan kulit, padahal kulit penting dalam

menghadapi segala ancaman dari luar tubuh. Usaha yang dapat dilakukan dalam

rangka menjaga kesehatan kulit salah satunya melalui pemilihan kosmetika yang

sesuai dengan jenis kulit yang dimilikinya.

Keadaan kulit mencerminkan kesehatan umum tubuh secara keseluruhan

sebagai suatu organ, Kulit tidak hanya menutupi tubuh tetapi memberi sistem

kekebalan. Sehingga sangat penting untuk menjaga kesehatan kulit dan faktor – faktor

yang mempengaruhi kesehatan kulit, antara lain :

1. Pola makan dan diet tidak benar

2. Kosmetika yang tidak cocok dengan jenis kulit

3. Penyakit kulit dan jamur


4. Sinar matahari dan polusi udara

5. Hormon yang tidak seimbang, misalkan saat haid, hamil atau stress

6. Kebiasaan tertentu seperti merokok atau minum minuman

keras (S. Basuki, 2013).

2.3 Zat Hidrokuinon

Gambar 2.1 Hidrokuinon

Hidrokuinon atau p-dihidroksibenzen memiliki nama IUPAC yaitu 1,4-benzenediol,

yang memiliki rumus molekul C6H6O2 dengan berat molekul 110,1 g/mol. Pemerian

berbentuk jarum halus, putih, mudah menjadi gelap jika terpapar cahaya dan udara.

Hidrokuinon mudah larut dalam air, metanol, etanol dan eter (Kimia Farmasi II 2017).

Hidrokuinon merupakan salah satu senyawa golongan fenol. Fenol merupakan

senyawa yang mudah dioksidasi. Fenol yang dibiarkan di udara terbuka cepat berubah warna

karena pembentukan hasil-hasil oksidasi. Hidrokuinon (1,4-ihidroksibenzena), reaksinya

mudah dikendalikan dan menghasilkan 1,4-benzokuinon sering dinamakan kuinon (Kimia

Farmasi II 2017).

Gambar 2.2 Kuinon


Oksidasi hidrokuinon menjadi kuinon bersifat bolak-balik dan pertukaran ini

memainkan peranan penting dalam reaksi-reaksi oksidasi-reduksi biologi (Kimia Farmasi II

2017). Hidrokuinon termasuk golongan obat keras yang hanya dapat digunakan berdasarkan

resep dokter (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2019). Hidrokuinon berkhasiat sebagai

agen pencerah kulit yang telah dilakukan penelitian terhadap dua studi yaitu terhadap hewan

dan manusia. Secara klinis hidrokuinon telah diaplikasikan kedalam sediaan topikal untuk

pengobatan hipermelanosis (Daniel Irawan 2010).

Hidrokuinon telah disarankan sebagai obat yang aktif dalam kosmetik pemutih. Bahan

ini tidak hanya menghambat pembentukan melanin yang baru, namun juga menghancurkan

melanin yang sudah berkembang dan oleh karena itu hidrokuinon efektif sebagai agen

pemutih. Di sisi lain penggunaan hidrokuinon sering menimbulkan alergi sehingga harus

ditangani dengan perawatan khusus (Daniel Irawan 2010).

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, hidrokuinon dapat

menyebabkan toksisitas akut dan kronik. Hidrokuinon juga dilaporkan dapat menyebabkan

kelainan pada ginjal (nephropathy), proliferasi sel, dan berpotensi sebagai karsinogenik dan

teratogenik (Daniel Irawan 2010).

Gambar 2.3 Floroglusin


Turunan floroglusin alam yang paling sederhana ialah sekelompok triketon siklik

(tautomer floroglusin) yang tersebar luas dalam paku-pakuan keluarga Pteridaceae tetapi

ditemukan juga dalam minyak atsiri beberapa angiospermae (Robinson, 2015).

Turunan floroglusin ini sebagian besar berupa kristal tanpa warna, meskipun beberapa
senyawa (misalnya seroptena) berupa pigmen kuning. Senyawa yang mempunyai gugus

hidroksil fenol bebas menunjukan reaksi khas fenol misalnya memberikan warna dengan

besi(III) klorida. Pemanasan dengan natrium hidroksida dan serbuk seng menghilangkan

gugus asil-2 secara reduksi, dan senyawa turunan yang terjadi memberikan warna merah

dengan vanillin-asam klorida pekat (Robinson, 2015).

Floroglusin dengan adanya asam klorida memberikan warna merah terhadap aldehid,

jaringan lignin, produk viridin dan hidrokuinon teroksidasi serta dengan komponen yang

mengandung gugus allil. Reaksi tersebut telah diinvestigasi.

Reaksi terjadi pada aldehid dan hidrokuinon teroksidasi namun pada komponen allil murni

tidak terjadi reaksi. Sebelum direaksikan dengan floroglusin dan asam klorida, hidrokuinon

dan kuinon direaksikan dulu dengan gelembung oksigen kemudian dilarutkan dengan larutan

bersoda. Hidrokuinon setelah teroksidasi lalu direaksikan dengan floroglusin dan asam

klorida dan akan memberikan warna merah. Warna ini kemungkinan terjadi dari komponen 3

(C6H4O2) kuinon dan (2(C6H3(OH)3) floroglusin, yang terbentuk dari kuinon dan floroglusin

(Ismay, 2010).

2.4 Dampak Krim Pemutih Terhadap Kulit.

Produk pemutih kulit adalah salah satu jenis produk kosmetik yang mengandung zat

aktif yang dapat menekan atau menghambat pembentukan melanin atau menghilangkan

melanin yang sudah terbentuk sehingga akan memberikan warna kulit yang lebih putih.

Dampak positif yang dapat diperoleh dari pemakaian kosmetika pemutih adalah kulit

menjadi lebih putih dan bersinar. Keterbatasan pengetahuan tentang berbagai poduk

kosmetika pemutih banyak yang tidak tahu dampak negatif yang timbul jika tidak berhati-
hati. Kesalahan yang dilakukan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan kulit.

Penggunaan kosmetik khususnya pemutih secara berlebihan dapat membahayakan kesehatan

kulit. Kosmetika pemutih biasanya mengandung zat aktif pemutih seperti hidrokuinon

(Dwikarya, 2012).

Hidrokuinon yang banyak dipakai sebagai penghambat pembentukan melanin yang

dapat menyebabkan hiperpigmentasi, padahal melanin berfungsi sebagai pelindung kulit dari

sinar ultraviolet, sehingga terhindar dari resiko terkena kanker kulit.

2.4.1 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara

tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak

dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri

dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau

alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan

untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim juga dapat digunakan untuk

pemberiaan obat secara vaginal (Departemen Kesehatan RI, 2015).

Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, dan

banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan

bunyi definisi diatas. Banyak hasil produk yang nampaknya seperti krim tetapi tidak

mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim (Ansel, 2010).
2.4.2 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber

pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi

kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase

diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase

diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang

didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Meskipun

demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari

kromatografi kolom (Gandjar & Rohman, 2017).

Metode komatografi lapis tipis merupakan suatu tehnik pemisahan secara fisika

yang menggunakan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan ini terjadi

karena adanya perbedaan migrasi yang disebabkan oleh beda koefisien distribusi dari

masing – masing komponen. Salah satunya merupakan lapisan stasioner (fase diam)

dengan permukaan yang luas dan fase yang lain berupa zat alir (fluida) yang mengalir

lambat menembus sepanjang lapisan stasioner (Gritter et al, 2011).

Cara pemisahan dengan adsorpsi pada lapisan tipis adsorben yang dikenal

dengan kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography) atau TLC telah meluas

penggunannya dan diakui merupakan cara pemisahan yang baik, khususnya untuk

kegunaan analisis kualitatif. Kini TLC dapat digunakan untuk memisahkan berbagai

senyawa seperti ion-ion organik, kompleks senyawa- senyawa organik dengan

anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa-

senyawa organik sintetik (Adnan, 2017).

Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan


kromatografi kertas ialah karena dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna,

kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat. Banyak

pemisahan yang memakan waktu berjam-jam bila dikerjakan dengan kromatografi

kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila dikerjakan dengan

TLC (Thin layer chromatography) (Adnan, 2017).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil

dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel

fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja

KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gandjar & Rohman, 2017).

Tabel 2.1 Beberapa penjerap fase diam yang digunakan pada KLT

Penjerap Mekanisme Sorpsi Penggunaan

Silika gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon,

vitamin, alkaloid.

Silika yang Partisi termodifikasi Senyawa–senyawa non polar.

dimodifikasi dengan

hidrokarbon

Serbuk Selulosa Partisi Asam amino, nukleotida,

karbohidrat.

Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam,

pewarna makanan, alkaloid.

Kieselguhr (tanah Partisi Gula, asam–asam lemak

diatomae)
Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida,

halida, dan ion-ion logam.

Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks

logam.

β-siklodekstrin Interaksi adsorpsi Campuran enansiomer.

stereospesifik.

(Sumber:Gandjar & Rohman, 2017)

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan

mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling

sederhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua

pelarut ini mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara

optimal ( Gandjar & Rohman, 2017 ). Berikut adalah petunjuk dalam memilih dan

mengoptimasi fase gerak :

1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf

terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti

juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar

seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan

meningkatkan harga Rf secara signifikan.

4. Solut-solut ionic dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan

perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia

masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam

(Gandjar & Rohman, 2017).

Pengamatan bercak dengan nilai Rf yang diperoleh dengan cara membagi

jarak tempuh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh pelarut (Khopkar, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf pada KLT diantaranya:

1. Struktur kimia senyawa yang dipisahkan.

2. Sifat penyerap

3. Ketebalan lapisan penyerap

4. Pelarut yang digunakan

5. Derajat kejenuhan uap dalam benjana pengembang/chamber

6. Tehnik percobaaan

7. Jumlah sampel

8. Suhu

9. Kesetimbangan

2.4.3 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel ( UV-Vis )

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi

yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar

tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja & Suharman,

1995). Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada

molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai


untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja & Suharman, 2015).

Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer

adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.

Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel

pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur

perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 2013).

Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa

larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan pelarut

yang dipakai antara lain :

1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi

pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.

(Mulja dan Suharman, 2015).

Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:

1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah

lampu wolfram.

2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.

3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah tampak menggunakan kuvet kaca

atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel

kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.

4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.


Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada

berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2013).

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Serapan ultraviolet dan visible dari

senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan

tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka serapan radiasi ultraviolet atau

terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Transisi-transisi tersebut

biasanya antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak

jenuh atau orbital anti ikatan.

Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-

tingkatan tenaga dari orbital yang bersangkutan. Spektrum ultraviolet adalah gambar

antara panjang gelombang atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan

(transmitasi atau absorbansi). Sering juga data ditunjukkan sebagai gambar grafik

atau tabel yang menyatakan panjang gelombang lawan serapan molar atau log dari

serapan molar, Emax atau log Emax (Sastrohamidjojo, 2011).

Dalam mempelajari serapan secara kuantitatif, berkas radiasi dikenakan pada

cuplikan dan intensitas radiasi yang ditransmisikan bila spesies penyerap tidak ada

dengan intensitas yang ditransmisikan bila spesies penyerap ada (Sastrohamidjojo,

2011).

Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi menuju ke tingkat

yang lebih tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh pemanasan listrik.

Monokromator adalah suatu piranti optis untuk memencilkan radiasi dari sumber

berkesinambungan. Digunakan untuk memperoleh sumber sinar monokromatis. Alat


dapat berupa prisma atau grating (Khopkar, 2013).

Pengukuran pada daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak

tembus cahaya pada daerah ini. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi maupun

berbentuk silinder dengan ketebalan 10 mm. Sel tersebut adalah sel pengabsorpsi,

yang merupakan sel untuk meletakkan cairan ke dalam berkas cahaya

spektrofotometer. Sel harus meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral yang

diminati. Sebelum sel dipakai dibersihkan dengan air atau dapat dicuci dengan larutan

detergen atau asam nitrat panas apabila dikehendaki (Sastrohamidjojo, 2011).

Anda mungkin juga menyukai