Di kamera-kamera mirrorless Sony seperti A7S, A6000, A6300, dll kamu lihat ada tiga
jenis format: MP4, AVCHD, dan XAVC S. Sampai sekarang masih banyak yang
bingung bedanya di mana dan mana yang lebih bagus untuk digunakan.
Secara singkat XAVC lebih bagus di antara yang lainnya. Karena format ini lebih baru
dan sebenarnya disiapkan untuk menggantikan format lainnya. Dan hanya dengan
format ini lah kamu bisa merekam video dalam resolusi 4K.
Pertanyaannya:
Mengapa AVCHD dan MP4 disediakan kalau toh XAVC sendiri bisa
merekam Full HD sampai 4K?
Jawabannya adalah bit-rate. Masing-masing format tadi memiliki spesifikasi bit-rate
yang berbeda-beda.
Bit-rate adalah kecepatan data yang harus ditransfer setiap detik ketika video
itu diputar (baca apa itu bit-rate).
Mari kita beranalogi..
Anggaplah kamu memiliki motor kecepatan tinggi sekelas Ducati. Walaupun kamu
bangga setengah mati karena memilki motor itu, dan bisa pamer kecepatan,
pertanyaannya: apa kamu mau memakainya setiap hari untuk pergi kerja, nganter anak
sekolah, sampai beli cemilan ke warung depan? Bukankah lebih baik pake motor biasa
yang yang lebih ringan dan fleksibel?
XAVC, kalau kamu baca di manual nya Sony A7S dikatakan “support a higher bit-rate
than AVCHD or MP4” (ibarat kamu memiliki motor kecepatan tinggi). Artinya dengan
bit-rate-nya yang tinggi, kualitas videonya pun memang paling tinggi di antara yang lain.
Tapi konsekuensinya, filenya akan lebih besar dan mungkin akan sulit diputar pada
media dengan kecepatan transfer data yang rendah. Contohnya untuk streaming
internet.
Deskripsi format
di manual bootk Sony A7S
Oleh karena itu Sony menyediakan MP4 yang cukup untuk kebutuhan upload ke
Youtube, sharing di Media Sosial, Whatsapp, atau sekedar untuk diputar di HP
(ibarat kamu mempunyai motor Mio disamping Ducati). Karena media-media tersebut
justru membutuhkan bit-rate rendah demi lancarnya playback video.
Kalau di bit-rate setting kamu melihat “24p 50M”, itu artinya frame-rate=24 fps
dan bit-rate=50 Mbps
Record setting pada format XAVC
Coba kita bandingkan XAVC HD dan MP4 di resolusi dan frame rate yang sama: 1920 x
1080, 25 fps.
Bisa kamu lihat, Youtube hanya butuh 8 Mbps untuk resolusi 1920 x 1080 (1080p)
pada frame rate 24 atau 25 fps. Artinya kamu cukup menggunakan pilihan MP4.
Bukan berarti haram dipakai untuk Youtube, sosmed, dll. Sah-sah saja kamu
menggunakannya. Tapi kamu perlu memikirkan hal-hal berikut:
Memori kamu harus memiliki kecepatan tinggi untuk merekamnya (Baca Cara Baca
Kode SD Card). Karena kalau kecepatan memori terlalu rendah, hasil rekamannya
akan bermasalah (filenya rentan corrupt).
Kamu harus memiliki spek PC/laptop tinggi untuk mengeditnya dengan lancar.
Kamu harus menggunakan prosesor dengan core banyak (4 core, 8 core, dst), RAM
minimal 8 GB (itu pun belum maksimal, sebaiknya 16GB ke atas), dan kartu grafis
yang recomended untuk software editing.
Ya, AVCHD lebih ke kebutuhan TV. Karena kalau kamu perhatikan di Record
Setting, hanya AVCHD yang memiliki opsi interlace, dan hanya TV yang butuh
interlace.
Tapi, walaupun didesain untuk kebutuhan TV, sebenarnya menggunakan interlace tidak
terlalu worth it. Karena pada akhirnya interlace atau progressive ditentukan di akhir,
yaitu saat export. Jadi menggunakan XAVC atau MP4 yang progressive di editing tidak
masalah, kamu tetap bisa membuatnya interlace saat export.
Banyak editor yang mengalami masalah ketika mengedit file MTS di Adobe Premiere
(hang, error, atau gagal export). Sehingga, kalau mau mengeditnya secara
lancar, kamu harus mengkonversinya terlebih dahulu ke format lain yang lebih aman
(MP4 misalnya). Tapi itu artinya kamu harus kerja dua kali.
Selain itu, struktur AVCHD terlalu rumit. Sehingga kamu harus masuk ke sub-sub folder
untuk menuju ke file videonya, alias MTS.
Yang kamu temukan di Sony versi mirrorless hanyalah XAVC-S. Sedangkan XAVC-I,
dan XAVC-L hanya ada di kamera-kamera yang lebih pro (alias lebih mahal).
Saya tidak akan membahas panjang lebar tentang versi I dan L, silakan baca apa itu
codec, karena dua-duanya adalah varian dari jenis codec. Yang pasti kedua-duanya
ditujukan untuk kalangan yang lebih pro, seperti industri broadcast (televisi) dan industri
film. Karena kualitas yang mereka butuhkan tidak main-main, dan hanya bisa disupport
oleh versi I dan L nya XAVC.
Filenya pun berbeda. XAVC-I dan XAVC-L menggunakan MXF, sedangkan XAVC-S
menggunakan MP4.
MP4 sudah pasti memiliki codec H.264. Karena ini adalah standar container untuk
H.264.
AVC singkatan dari Advance Video Coding, yang tidak lain adalah sebutan lain dari
H.264.
Coba saja buka salah satu filenya menggunakan player semacam VLC, lalu lihat
informasi codec-nya.
Atau coba baca pelajari dari PDF resmi-nya dari Sony di sini (screenshot-nya di
bawah).
Di sinilah pintarnya Sony. Ia menciptakan produk dari bahan yang sama, lalu
memodifikasinya untuk menciptakan kelas-kelas: MP4, AVCHD, XAVC-S, XAVC-I,
XAVC-L. Semuanya pada dasarnya sama, yaitu menggunakan codec H.264 namun
dikemas kembali untuk kebutuhan yang berbeda-beda.
Kesimpulan dan catatan bagi videografer dan editor yang menggunakan
source dari kamera Sony
Ingat selalu bahwa resolusi dan frame rate itu berpengaruh pada bit-rate. Makin tinggi
resolusi dan frame rate, maka bit-rate pun makin tinggi. Bit-rate untuk 4K bisa dua
kalinya bit-rate untuk Full HD. Dan makin tinggi bit-rate, makin berat juga file-nya.
Di sinilah maka kamu harus paham mengapa Sony membagi format ke dalam kelas-
kelas.
Kalau tujuanmu hanya untuk tayang di Youtube atau sosial media, sebaiknya gunakan
MP4. Tidak perlu menggunakan XAVC apalagi menggunakan yang 4K nya. Karena itu
hanya akan memboroskan memori dan memboroskan waktu karena berbagai masalah
di editing ketika PC/laptop kamu tidak mumpuni.
Kalau memang tujuannya untuk tujuan profesional (pembuatan film, iklan, compro, dll)
kamu boleh gunakan XAVC HD atau XAVC 4K. Namun pastikan memori memiliki
kecepatan tinggi (seperti Sandisk Extreme Pro). Dan pastikan pula spek PC/laptop
kamu termasuk high-end.
Share artikel ini jika bermanfaat. Dan mohon koreksi jika ada kesalahan.