Anda di halaman 1dari 1

Pari minggu, menurut orang lain hari minggu itu adalah hari yang menyenangkan.

Tapi tidak dengan


Maura. Maura, anak yang hidup nya berkecukupan, mungkin bisa di bilang dia sedikit kaya. Maura anak
yang baik, penyayang dan penyabar. Dia memiliki kakak perempuan yang bernama Paula. Orang tua
mereka masih lengkap, tapi hancur. Setiap harinya pasti selalu saja bertengkar.

Aku sudah lelah mendengar mereka bertengkar setiap hari. Hari-hari libur yang menyenangkan bagi
orang lain, Tapi tidak bagiku. Hari libur ku hanya dengan mendengarkan pertengkaran orang tua ku. Aku
kelas 12 sedangkan kakak ku berkuliah. Dia kuliah di Universitas yang terkenal dan mewah. Aku sedikit
iri, karena saat aku lulus nanti, aku hanya di bolehkan untuk bekerja. Karena menurut ayah ku, aku
hanya bisa menyusahkan mereka berdua, kakak ku selalu mendapatkan 3 besar, sedangkan aku hanya
berhenti di rangking 10/11 saja. Hari minggu ini aku sedang makan bersama orang tua dan kakak ku.

"Paula, ayah bangga dengan hasil ujian yang sudah kamu dapatkan. Lagi dan lagi, kamu selalu mendapat
3 besar. Maura, tolong lihat kakak mu ini, lihat! Dia selalu juara dan bahkan banyak prestasi nya. Tidak
seperti kamu yang bisanya hanya menyusahkan orang tua saja. " ayah membentak ku. Sejujurnya, aku iri
kepada kak Paula. Dia bisa mendapatkan nilai dan rangking yang bagus. Bahkan dia di banggakan oleh
ayah.

"Ayah, tidak boleh seperti itu kepada Maura. Maura juga bagus, dia sudah berusaha dengan apa yang
dia miliki. Ibu saja bangga kok dengan dia. Ibu juga bangga kepada Paula. " ibu membelaku, tetapi tetap
saja hatiku masih sakit mendengar ayah berbicara seperti itu.

"Ya ayah, jangan bandingkan aku dengan Maura. Karena kita punya kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Begitupun ayah dan ibu. Ayah dan ibu pun pasti punya kelebihan dan kekurangan nya masing-
masing. " ibu dan kakak membelaku. Aku senang, setidaknya saat aku di hina oleh ayah, masih ada ibu
dan kakak ku yang masih sayang padaku. Bahkan ibu bangga dengan ku.

"Kalian berdua ini. Selalu saja membela anak sialan ini! Apa kalian tidak malu? Kalian tidak malu memiliki
anak bodoh seperti dia? " ayah menunjuk muka ku, aku takut, aku sedih dan aku kecewa. Segitu benci
nya ayah kepadaku? Sampai mengatakan bahwa aku adalah anak sialan? Aku anak bodoh? Aku
membuat ayah malu? Pertanyaan itu mulai menghantui pikiran ku. Setelah mendengar hal yang di
ucapkan ayah, aku langsung lari ke kamar. Di kamar aku nangis sepuas puas nya. Oh iya, aku juga punya
penyakit Kanker. Aku jarang ke dokter, padahal kadang dokter selalu chat aku, tapi aku selalu ga bisa,
karena aku takut ketauan sama orang tua dan kakak aku. Aku sama dokter udah akrab ko, dia itu temen
nya ayah. Tapi sifat pak dokter Vincent baik banget, beda sama ayah yang jahat. Aku ngomong fakta.

“Maura, sekarang waktunya kamu chek up ke dokter untuk memeriksa penyakit Kanker kamu” Dokter
menelpon Maura. Tetapi Mauara tidak mau pergi ke dokter untuk memeriksa kanker nya.

Anda mungkin juga menyukai