Anda di halaman 1dari 18

Kegiatan Kuliah XVI

Ujian Akhir Semester

Dosen Pengampu : Drs. Purwantono, M.Pd


Fiki Efendi, S.Pd., M.Pd.T.
Mata kuliah : Penerapan Pengujian Mutu Las
No. Seksi : 202210720046

Disusun oleh :
Muhammad Farid Baseris
NIM : 20072040

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2022
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG
JURUSAN TEKNIK MESIN
Jln. Prof. Dr. Hamka Kampus UNP Air Tawar, Padang 25131 Telp. (0751) 7053508

SOAL UJIAN SEMESTER JULI – DESEMBER 2020


Hari / Tgl : Selasa / 22 Desember 2020 Waktu : 13.30 – 15.30 (120menit)
Mata ujian : Pengujian Mutu Las Dosen :Drs.Purwantono MPd

Program (S.1&D.3)
Petunjuk
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jujur dan benar penjelasan sebaiknya dilengkapi
dengan gambar sketsa.

1. Pengujian mutu las dilakukan untuk memberikan rekomendasi pada hasil las dan juru las
yang mengerjakan. Mengapa harus diuji, dan bagaimana cara melakukan pengujiannya.
Jawab :
Karena pemeriksaan proses pengelasan dilakukan untuk menjamin kualitas hasil lasan yang
dibuat sesuai dengan ketentuan, dan standard yang digunakan. Pengujian Las dan material adalah
sebuah proses inspeksi, pengecekan atau pemeriksaan hasil pengelasan dan material terdapat
sebuah cacat atau tidak serta memeriksa sifat mekanik dari sambungan dan material tersebut.

Cara pengujiannya :
Pengujian Destruktif
Pengujian destruktif dilakukan dengan pengambilan spesimen uji dari produk hasil lasan, tidak
pada produk keseluruhan (kecuali pada produk berukuran kecil) dan dilakukan pengujian yang
bersifat merusak terhadap spesimen uji tersebut.

Pengujian Kimia (Chemical Tests)


Pengujian kimia dilakukan untuk mengetahui sifat logam las dengan metode analisis kimia
kandungan logam, uji korosi, dan uji hidrogen terfusi.

Pengujian Mekanikal (Mechanical Tests)


Pengujian mekanikal dilakukan untuk mengukur sifat dari logam yang telah dilas:
 Uji Tarik (Tensile Test); Pengujian untuk mengukur kekuatan akhir dari sambungan las
kampuh.
 Uji Tekan (Bend Test); Dilakukan untuk mengukur tingkat kebaikan struktur dan
elastisitas sambungan las kampuh.
 Uji Kekerasan (Hardness Test); Pengujian ini dilakukan untuk mengukur kekerasan, baik
ketahanan terhadap pemakaian mekanis maupun keelastisan material. Terdapat empat
jenis metode untuk mengukur kekerasan, yaitu : Brinell, Rockwell, Vickers, and Shore.
 Uji Tumbuk (Impact Test); Kekuatan logam las untuk mencapai titik rusaknya dapat
diketahui dengan melakukan uji tumbuk. Pengujian yang umum digunakan yaitu dengan
metode Charpy V-notch.

Pengujian Struktural (Struktural Tests)


Pengujian struktural pada benda uji dilakukan untuk mengetahui struktur yang terbentuk pada
benda uji.

Pengujian Struktur Makro


Pengujian ini dilakukan langsung dengan mata telanjang untuk memeriksa penetrasi lasan,
bentukan lapisan las, ukuran dari daerah pengaruh panah (HAZ), dan kemungkinan munculnya
cacat las. Spesimen uji diambil dari potongan benda kerja dengan permukaan halus yang dilapis
cairan asam yang sesuai (sebagai contoh, 5 % picric acid atau nitric acid untuk baja karbon dab
baja paduan rendah).

Pengujian Struktur Mikro


Pada pengujian struktur mikro, potongan spesimen uji yang dipoles halus dan dilapisi cairan
asam dianalisis strukturnya menggunakan mikroskop optik dengan pembesaran 100 sampai 1000
kali. Pengujian dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilakukan pemeriksaan dengan
pembesaran diatas 1000 kali sampai jutaan kali. Dengan pengujian ini dapat dilihat struktur
mikro yang terkristalisasi, retak kecil, dan inklusi pada spesimen uji.

Pengujian Non-Destruktif
Pengujian non-destruktif dilakukan dengan menguji hasil lasan tanpa “merusak” produk hasil
lasan.

Pemeriksaan Radiografik (RT)


Dengan melakukan pemeriksaan radiografik (radiographic examination). Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menggunakan x-ray atau gamma ray. Pemeriksaan radiografik dapat
menampilkan cacat las seperti retakan, fusi tak sempurna, terak dan porositas. Proses ini harus
dilakukan oleh interpreter radiografi tersertifikat. Toleransi kecacatan yang muncul pada hasil las
mengacu pada acceptance standards sambungan las yang digunakan.

Pemeriksaan Ultrasonik (UT)


Pada pemeriksaan ultrasonik digunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Gelombak tersebut
ditembakkan ke benda kerja untuk mendeteksi kecacatan permukaan ataupun bagian dalam
lasan. Kecacatan las dideteksi dan dianalisis dari pantulan gelombang yang ditembakkan.

Partikel Magnetik (MT)


Pengujian partikel magnetik dilakukan dengan melihat garis gaya dari serbuk kering atau cairan
suspensi magnetik yang terbentuk dari medan magnet yang ditimbulkan pada permukaan produk
lasan. Metode ini dapat mendeteksi cacat seperti retakan dan porositas dari bentuk garis gaya
magnetnya.

Cairan Penetrant (PT)


Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan cairan berpendar atau cairan merah untuk
memvisualisasikan kecacatan seperti retakan atau celah yang terbuka pada area lasan. Apabila
terdapat cacat, cairan akan meresap ke dalam celah. Cairan pengembang digunakan pada
permukaan yang telah diberi cairan penguji. Pada posisi dimana cairan meresap, cairan tersebut
akan muncul ke permukaan. Proses pengujian ini dapat dilakukan segera setelah proses
pengelasan dilakukan karena tidak mengganggu pada struktur lasan.

2. Jelaskan beberapa metode pengujian hasil las dan apa kebutuhan pengujian masing-
masing metode pengujian ini ;
a. Uji bending
Jawab :
Uji tekuk (bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian untuk menentukan mutu suatu
material secara visual. Proses pembebanan menggunakan mandrel atau pendorong yang
dimensinya telah ditentukan untuk memaksa bagian tengah bahan uji atau spesimen tertekuk
diantara dua penyangga yang dipisahkan oleh jarak yang telah ditentukan. Selanjutnya bahan
akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat yang
bersamaan. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan, yaitu:
 Kekuatan tarik ( Tensile Strength ).
 Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C pada material.
 Tegangan luluh ( Yield Stress ).

Gambar 1 berikut ini memperlihatkan skema pengujian tekuk pada bahan uji.
Setelah menekuk, permukaan spesimen yang berbentuk cembung harus diperiksa dari
kemungkinan adanya retak atau cacat permukaan yang lain. Apabila spesimen mengalami patah
(fracture) setelah ditekuk, maka spesimen dinyatakan gagal uji (rejected). Namun jika tidak patah
maka kriteria keberterimaan seperti jumlah retak, dimensi retak atau cacat permukaan lain yang
terlihat pada permukaan harus disesuaikan dengan standar yang diacu. Adanya retak pada sisi
ketebalan atau sudut-sudut spesimen tidak dinyatakan sebagai kegagalan pengujian.

Kecuali dimensinya melebihi ukuran yang ditentukan oleh standar. Berdasarkan posisi
pengambilan spesimen, uji tekuk bending dibedakan menjadi 2, yaitu transversal bending dan
longitudinal bending. Apabila kedua jenis pengujian tersebut digunakan pada benda hasil
pengelasan, maka pemotongan area pengelasan harus disesuaikan dengan jenis pengujiannya.
Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas hasil pengelasan secara visual setelah benda
ditekuk.

1. Pengujian Tekuk Melintang (Transversal Bending).


Pada transversal bending, saat pengambilan specimen harus tegak lurus dengan arah pengelasan.
Menurut arah pembebanan dan lokasi pengamatan, Uji Tekuk Melintang ( transversal bending)
dibagi menjadi tiga:

a. Face Bend (Bending di permukaan las).


Dikatakan face bend jika permukaan las mengalami tegangan tarik dan akar las mengalami
tegangan tekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Pengamatan dilaksanakan pada
permukaan las yang mengalami tegangan tarik, apakah muncul retak atau tidak. Jika muncul
retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau fusion line (garis perbatasan WM
dan HAZ).

Gambar 2 Skema Pengujian Tekuk Face Bend pada Transversal Bending.


b. Root Bend ( Bending di akar las ).
Root bend adala akar las mengalami tegangan tarik dan permukaan las mengalami tegangan
tekan, seperti yang ditunjukkan Gambar 3 Pengamatan dilakukan di akar las yang mengalami
tegangan tarik, lalu diamati apakah muncul retak atau tidak. Jika muncul retak dimanakah
letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau fusion line (yaitu garis perbatasan WM dan HAZ)

Gambar 3 Skema Pengujian Tekuk Root Bend pada Transversal Bending


c. Side Bend ( Bending di sisi las ).
Pengujian ini dilaksanakan apabila ketebalan material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi.
Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut, apakah timbul retak atau tidak, seperti yang di
tunjukkan Gambar 4. Jika muncul retak amati dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ
atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 4 Skema Pengujian Tekuk Side Bend pada Transversal Bending


2. Pengujian Tekuk Memanjang (Longitudinal Bending)
Pada pengujian jenis ini, spesimen diambil searah dengan arah pengelasan berdasarkan arah
pembebanan dan lokasi pengamatan. Pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua :

a. Face Bend (Bending pada permukaan las)


Dikatakan face bend jika permukaan las mengalami tegangan tarik dan akar las mengalami
tegangan tekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Pengamatan dilakukan di permukaan
las yang mengalami tegangan tarik, diamati apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak
dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau fusion line (garis perbatasan WM dan
HAZ).

Gambar 5 Skema Pengujian Tekuk Face Bend pada Longitudinal Bending.


b. Root Bend (Bending pada akar las)
Root bend adalah bending yang dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan dasar
las mengalami tegangan tekan, seperti yang ditunjukkan Gambar 6 Pengamatan dilakukan di
akar las, amati apakah muncul retak atau tidak. Jika muncul retak dimanakah letaknya, apakah di
Weld metal, HAZ atau di fusion line (yaitu garis perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 6 Skema Pengujian Tekuk Root Bend pada Longitudinal Bending


b. Uji Impact
Jawab :
Ada dua teknik uji impak yang standar yaitu charpy dan izod. Pengujian ini bertujuan untuk
menguji kecenderungan logam untuk patah getas dan untuk mengukur energi impak atau istilah
lainnya disebut notch toughness (mengukur ketangguhan logam terhadap adanya takik) Teknik
charpy V-noch (CVN) adalah teknik yang paling banyak digunakan.

Terdapat 2 macam pengujian impact yaitu Metode Charpy dan Metode Izod :

1. Metode Charpy. Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1, spesimen


diletakkan mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak
dari takikan (notch) berada pada tepat ditengah arah pemukulan dari belakang takikan.
Biasanya metode ini digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk
Indonesia.
2. Metode Izod. Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1 spesimen
dijepit pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan
takikan. Biasanya metode ini digunakan di Negara Inggris.

Gambar 1. Uji impak teknik izod dan charpy

c. Uji Magnetic
Jawab :
Magnetic particle test adalah pengujian yang dapat digunakan untuk mengecek adanya
diskontinuitas pada material yang telah dilakukan proses pengelasan, pemanasan, machining dan
proses manufaktur lainnya. Proses pengujian ini menggunakan daya magnet yang diaplikasikan
terhadap material dan proses interpretasi dilakukan berdasarkan bentuk partikel magnet yang
dihasilkan dari proses magnetisasi.
Pengujian magnetic particle ini mempunyai beberapa macam peralatan untuk mengalirkan
medan magnet, yaitu yoke, prod, koil, dan sn. Beberapa jenis peralatan tadi di sesuaikan dengan
material dan kondisi lapangan yang ada. 

Metode Pengaplikasian Particle Magnetic


Pada Pengujian Magnetic Particle Terdapat Beberapa Metode Pengaplikasian Particle
Ferromagnetic Yaitu

1. Metode Wet Visible (Metode Basah)

Merupakan metode pengujian yang menggunakan air dan minyak sebagai suspensinya (wet
suspension), pada umumnya metode wet visible ini lebih sensitif daripada metode kering (dry
visible) karena pada metode ini menggunakan media bahan cair yang memungkinkan partikel
gunakan yang terdapat pada media dapat terdistribusi merata pada permukaan benda uji.

Sehingga apabila terdapat crack yang sangat kecil akan lebih mudah dijangkau dengan media
cair ini, oleh karena itu metode ini sangat banyak dan baik digunakan untuk mendeteksi
diskontinuitas yang sangat kecil pada permukaan yang halus.

2. Metode Dry Visible (Metode Kering)


Pada metode ini partikel magnetik yang digunakan berupa bubuk kering, dan pada dry visible ini
cocok digunakan pada material uji yang kasar. Partikel magnetik kering biasanya dapat dibeli
dalam banyak warna, seperti merah, hitam, abu-abu, kuning dan banyak lagi, sehingga tingkat
tinggi kontras antara partikel dan bagian yang sedang diperiksa dapat dicapai

3. Metode Wet Fluorescent.


Pada pengujian ini prinsip kerjanya hampir sama dengan metode wet visible namun yang
membedakan adalah serbuk yang digunakan. Pada metode wet fluorescent ini menggunakan
serbuk magnet (magnetic particle) yang akan terlihat dengan sinar uv (20 lux) dan black light
(1000 lux)

d. Uji ultrasonic
Jawab :
Ultrasonic Testing (UT) merupakan bagian dari pengujian tanpa rusak, nondestructive test. Yang
berkerjanya didasarkan pada propagasi gelombang ultrasonik terhadap obyek tertentu atau
material yang diuji.

Dalam aplikasi UT yang paling umum, gelombang pulsa ultrasonik yang sangat pendek dengan
frekuensi pusat mulai dari 0,1-15 MHz, dan kadang-kadang hingga 50 MHz, ditransmisikan ke
dalam bahan untuk mendeteksi cacat internal atau untuk mengkarakterisasi material.

Contoh umum adalah pengukuran ketebalan ultrasonik, yang menguji ketebalan benda uji,
misalnya, untuk memantau korosi pipa.

Pengujian ultrasonik sering dilakukan pada baja dan logam dan paduan lainnya, meskipun juga
dapat digunakan pada beton, kayu dan komposit, meskipun dengan resolusi yang lebih rendah.
Ini digunakan di banyak industri termasuk konstruksi baja dan aluminium, metalurgi,
manufaktur, aerospace, otomotif dan sektor transportasi lainnya.

Secara umum, pengujian ultrasonik didasarkan pada penangkapan dan kuantifikasi gelombang
pantul (pulse-echo) atau gelombang yang ditransmisikan (melalui transmisi). Masing-masing
dari kedua jenis ini digunakan dalam aplikasi tertentu, namun pada umumnya, sistem pulse echo
lebih berguna karena hanya memerlukan akses dari satu sisi ke objek yang diperiksa.

Sistem inspeksi Ultrasonic Testing pulse-echo terdiri dari beberapa komponen alat, seperti pulser
/receiver, transducer, dan perangkat display.
Sebuah pulser/ receiver adalah perangkat elektronik yang bisa menghasilkan pulse listrik
tegangan tinggi. Didorong oleh pulser, transduser menghasilkan energi ultrasonik frekuensi
tinggi. Energi suara merambat dan disebarkan melalui media dari obyek yang diperiksa  dalam
bentuk gelombang.

Bila ada diskontinuitas, misalnya seperti retakan, di jalur rambatan gelombang, energi akan
dipantulkan kembali dari permukaan yang cacat tersebut. Sinyal gelombang yang dipantulkan
diubah menjadi sinyal listrik oleh transduser dan ditampilkan di layar.

Dengan mengetahui kecepatan gelombang dan waktu tempuh maka jarak tempuh sinyal dapat
diketahui pula. Dari sinyal tersebut, informasi tentang lokasi reflektor, ukuran, orientasi dan fitur
lainnya terkadang bisa didapat.

e. Uji Tensile test


Jawab :
Uji Tarik (Tensile Test) adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan (tensile
strength) suatu material/bahan dengan cara memberikan beban (gaya statis) yang sesumbu dan
diberikan secara lambat atau cepat. Diperoleh hasil sifat mekanik dari pengujian ini berupa
kekuatan dan elastisitas dari material/bahan.

Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat dilihat dari kurva hasil uji tarik. Selain
kekuatan dan elastisitas, sifat lain yang dapat diketahui adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan luluh dari material.


2. Keuletan dari material.
3. Kelentingan dari suatu material
Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu
material/bahan dan juga sebagai referensi pendukung untuk spesifikasi material/bahan. Kekuatan
ini ada beberapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan tarik,
kekuatan geser, kekuatan tekan kekuatan torsi dan kekuatan lengkung. 

Metode offset
Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset. Metode
offset dilakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan garis miring pada daerah
proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan maksimal. Titik yield didapat pada perpotongan
garis tersebut dengan kurva σ-ε seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Metode offset untuk menentukan titik yield

f. Uji Radiograpi
Jawab :
Uji radiografi termasuk dalam Non Destructive Test atau NDT, pengujian ini memanfaatkan
radiasi sinar gamma dan sinar x yang mampu menembus suatu material. Bayangan yang
dihasilkan dari ketidak sempurnaan lasan dan material dapat terekam oleh film radiografi yang
diletakkan pada material. Uji ini mampu mendeteksi cacat yang ada dalam lasan atau material,
namun tidak mampu mendeteksi kedalaman cacat.
Dalam melakukan proses radiografi menggunakan sinar x, ada beberapa hal penting yang harus
diperhitungkan agar tidak terjadi kesalahan pada saat proses penyinaran berlangsung. Beberapa
hal penting tersebut yaitu jangka waktu penyinaran, jarak dari sumber radiasi ke film (SFD),
Penumbra (UG).

Untuk menentukan penumbra maka harus dihitung terlebih dahulu jarak dari objek ke film
(SFD). Biasanya, panjang SFD paling minimum yaitu 1,5 kali panjang objek aslinya. Jika SFD
semakin panjang maka hasil UG akan semakin baik.
Besar UG ditentukan oleh 3 macam faktor : Ketebalan benda yang diuji, Dimensi sumber radiasi,
Jarak dari sumber ke Film (SFD)

Sedangkan cara untuk menghitung jangka waktu penyinaran dengan cara : Menggunakan grafik
yang dikeluarkan oleh pabrik tertentu dan Menggunakan Slide rue sebagai sumber yang tepat

3. Hasil pengelasan menunjukan bahwa daerah pengelasan yang mengalami kerusakan atau
kelemahan disebut daerah apa dan mengapa didaerah ini sering terjadi kerusakan.
Jawab :
Selama pemotongan logam atau pengelasan logam, logam menyerap panas yang dihasilkan.
Panas ini merambat dari ujung sisi melalui body logam, karena logam adalah konduktor panas
yang baik.
Sebuah zona terbentuk antara logam yang meleleh (baca: logam lasan) dan logam dasar yang
tidak terpengaruh,  yang disebut zona pengaruh panas (HAZ). Di zona ini, logam tidak meleleh
tetapi panas telah menyebabkan perubahan struktur mikro logam. Perubahan struktur ini dapat
mengurangi kekuatan logam.

HAZ dapat diidentifikasi oleh serangkaian pita berwarna cerah antara permukaan pemotongan/
pengelasan dan logam dasar yang tidak terpengaruh. Warna berkisar dari kuning muda ke ungu
seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah.
Adalah sangat penting untuk memahami bahwa HAZ berperan mengurangi kekuatan pada
perancangan aplikasi yang aman. Bagian terlemah dari struktur ada di HAZ.
Struktur tersebut sekuat titik terlemahnya. Oleh karena itu, mengenali HAZ dapat menjadi titik
pembeda antara keberhasilan dan kegagalan bagian tertentu.

Faktor-faktor yang lebih lanjut mempengaruhi pembentukan warna panas ini adalah:
 Kondisi permukaan –> Permukaan yang lebih kasar mengoksidasi lebih cepat
menghasilkan pewarnaan yang lebih nyata.
 Kontaminasi permukaan –> Kotoran seperti karat, cat dan minyak juga mempengaruhi
warna. Kontaminasi dapat mengubah warna panas tetapi perpanjangan HAZ tidak
terpengaruh.
 Ketersediaan oksigen –> Karena akses yang terbatas ke oksigen mengurangi oksidasi,
penggunaan pelapis elektroda atau gas pelindung untuk pengelasan dapat mempengaruhi
warna panas.
 kandungan kromium –> kromium meningkatkan resistensi oksidasi. Oleh karena itu,
kandungan kromium yang lebih tinggi mengurangi intensitas warna panas.
Penyebab pembentukan HAZ secara jelas adalah panas. Lebar zona masih tergantung pada
beberapa faktor, seperti difusivitas termal dan pilihan metode pemotongan.
4. Konstruksi hasil pengelasan mengalami kerusakan disebabkan kemungkinannya oleh
beberapa faktor jelaskan
Jawab :
Faktor Penunjang untuk Hasil Pengelasan Berkualitas

1. Kebersihan Las

Kebersihan juga merupakan faktor penting dalam proses pengelasan. Beberapa yang
memengaruhi hasil pengelasan buruk adalah adanya kotoran, karat dan cat. Jika ada kotoran,
karat dan cat dalam proses pengelasan maka akan menghasilkan terak las tidak menempel
dengan baik dan tidak mengalami pembakaran dengan sempurna.

2. Kelembapan Kawat Las

Kelembapan kawat las dapat memengaruhi hasil las. Ciri-ciri dari kawat las yang lembap yaitu
saat memulai mengelas api akan susah keluar dan tidak menyala. Selain itu, kawat las juga
mudah lengket di objek lasnya saat lembap. Hasil pengelasan jika kawat las lembap adalah
adanya lubang udara didalam terak dan hasil las tidak rata karena api las mudah mati.
3. Perpindahan dan Jarak Kawat Las

Faktor yang ketiga adalah waktu perpindahan dan juga jarak kawat las. Pada saat proses
pengelasan memerlukan waktu tertentu untuk menggerakan kawat las. Hal ini dimaksudkan agar
terak kawat las dapat masuk dan menempel pada besi dengan baik. Jika tidak memperhatikan
waktu perpindahan akibatnya adalah penetrasi atau tembusan yang kurang dalam, terjadi karena
waktu perpindahan kawat las (travel speed) yang terlalu cepat. Selain itu, penetrasi atau
tembusan yang tidak merata, biasanya terjadi karena waktu perpindahan kawat las (travel speed)
yang terlalu panjang dan tidak stabil. Lalu hasil las tidak padat karena terlalu jauh jarak
perpindahan saaat mengelas.

4. Settingan Ampere

Faktor yang terakhir dalam hasil pengelasan adalah settingan ampere. Faktor ini sangat krusial
dan berperan penting pada hasil las nanti. Jika setting terlalu tinggi maka hasil las akan hancur
dan mengakibatkan kerusakan dari settingan ampere. Akibat setting ampere yang salah dapat
mengakibatkan:

 Undercut atau lelehan besi yang berlebih (Over Penetrasi / tembusan). Hal ini terjadi karena
terlalu tingginya settingan ampere, sehingga besi atau logam yang dilas meleleh berlebih
dipinggiran lasnya.
 Retak Las. Hal ini bisa terjadi saat terlalu rendahnya settingan ampere.
 Distorsi atau berubahnya bentuk objek las karena menerima panas yang berlebih akibat
setingan yang terlalu tinggi .

5. Sertfikasi juru las dapat diperoleh setelah dilakukan pengujian terhadap hasil las yang
dikerjakan menurut kualifikasinya . Jelaskan kualifikasi juru las yang anda ketahui dan
bagaimana cara pengujiannya. Kualifikasi juru las yaitu 1 G, 3 G, 5G, 6 G, 3 F
Jawab :
Setiap jenis pekerjaan pengelasaan harus dilakukan oleh welder yang memiliki kemampuan
sesuai dengan kualifikasi kompetensi yang dipersyaratkan. Bukti kemampuan atau level
ketrampilan seorang welder salah satunya adalah berupa sertifikat ahli las yang dikeluarkan oleh
Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia (Kemenaker RI). Sedangkan Welder digolongkan
menjadi 3 kelas yaitu:

 Welder kelas I.
Adalah welder yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan las pada
sambungan-sambungan yang mengalami tekanan. (overdruk). Welder kelas I
merupakan level tertinggi Contoh pengaplikasiannya adalah badan silindris, dinding
pipa-pipa sebagai penguat, penguat dinding, plendes sambungan pipa dan pipa
bertekanan. Welder dengan kualifikasi ini diijinkan melaksanakan pekerjaan-
pekerjaan yang dilakukan oleh welder kelas I dan II.
 Welder kelas II.
Adalah welder yang diperbolehkan melaksanakan pekerjaan las pada tangan,
penyangga, isolasi, bagian dari dapur pengapian ketel uap. Merupakan level
menengah, dimana diperbolehkan melaksanakan pekerjaan yang dilakukan oleh
welder kelas III namun dilarang melakukan pekerjaan welder kelas I.
 Welder kelas III.
Adalah welder dengan kelas terendah, pekerjaan yang boleh dilakukan adalah
diantaranya melakukan pengelasan yang tidak menderita tekanan salat-salat bagian
luar. Pekerjaan welder kelas I maupun kelas II tidak boleh dilakukan welder jenis III.
Welder juga dibedakan berdasarkan jenis obyek pekerjaannya, pembagian obyek kualifikasi ini
adalah dikenal dengan sebutan welder plate dan welder pipe.

 Welder plate.
Adalah welder yang diijinkan hanya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
sambungan pelat. Namun pengertian diatas juga masih dibedakan berdasarkan posisi
pengelasan dan ketebalan pelat yang disambung. Kelas tertinggi welder plate adalah
ketika seorang welder mampu melakukan pekerjaan dengan posisi pengelasan 1G, 2G,
3G dan 4G dan seorang welder mampu melakukan pekerjaannya.
 Welder pipe.
Adalah juru las yang memiliki kemampuan khususnya pada pekerjaan sambungan
pipa. Pengelasan pipa memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding
pengelasan pelat. Posisi pengelasan dan ukuran diameter pipa yang disambung adalah
penggolongan welder pipa. Kelas tertinggi welder pipe adalah posisi pengelasan 1G,
2G, 5G dan 6G dan ketika seorang welder mampu mengerjakannya.
Pengujian juru las terdiri dari:
a. Ujian teori
b. Ujian praktek.
Pasal 9
(1) Ujian teori tersebut pasal 8 huruf a untuk juru las karbit meliputi pengetahuan peraturan, cara
kerja praktis, sebagai berikut:
a. pencegahan kecelakaan, penyakit akibat kerja, kebakaran dan peledakan;
b. penggunaan alat-alat las misalnya lampu gas, botol gas, generator gas;
c. nyala gas misalnya sifat, penyetelan, pengaruh pada Las;
d. cara pengelasan;
e. persiapan mengelas;
f. pencegahan dan perbaikan kesalahan las;
g. bahan induk dan bahan pengisi.
(2) Ujian teori tersebut pasal 8 huruf a untuk juru las busur listrik dan juru las TIG (Tungsten
innert gas welding) meliputi pengetahuan peraturan, cara kerja praktis sebagai berikut:
a. pencegahan kecelakaan penyakit akibat kerja, kebakaran dan peledakan;
b. penggunaan alat dan mesin las;
c. persiapan las;
d. pencegahan dan perbaikan kesalahan las;
e. pengaruh panjang busur listrik, arus listrik, polarity, pengamatan terak-terak gas untuk TIG.

Ujian praktek tersebut pada pasal 8 huruf b, setiap peserta juru las harus dapat me nunjukan
ketrampilan mengelas seperti tersebut pada tabel 2 lampiran I dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk juru las kelas I (satu) harus lulus melakukan percobaan las, 1G, 2G, 3G, 4G, 5G, dan
6G.
b. untuk juru las kelas II (dua) harus lulus melakukan percobaan las 1G, 2G, 3G dan 4G.
c. untuk juru las kelas III (tiga) harus lulus melakukan percobaan las 1G dan 2G.
(1) Contoh percobaan las diuji dengan urutan sebagai berikut:
a. sifak tampak;
b. radiografis;
c. makroskopis;
d. sifat mekanis.
(2) Apabila dari hasil pengujian sifat tampak sudah menunjukan tidak memenuhi syarat, maka
sudah dapat dinyatakan tidak lulus dan pengujian selanjutnya tidak perlu dilakukan.
(3) Apabila hasil pengujian sifat tampak baik, akan tetapi hasil pengujian radiografis tidak
memenuhi syarat maka sudah dapat dinyatakan tidak lulus dan pengujian selanjutnya tidak perlu
dilakukan.
(4) Apabila hasil pengujian radiografis baik maka dilanjutkan dengan pengujian makroskopis
dan sifat mekanis.

Anda mungkin juga menyukai