Anda di halaman 1dari 14

“Manusia dan Batasan Ilmu Pengetahuan”

Dosen Pengampu :

Dr. Ir. H. Wiskandar, M.P

Disusun Oleh :
Arinovriadi Putera(C1B019185)

Kelas :
R-001

Mata Kuliah :
Ilmu Alamiah Dasar

Fakultas Ekonomi & Bisnis


Prodi Manajemen
Universitas Jambi
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar tentang
―Manusia dan Batasan Ilmu Pengetahuan‖ ini pada waktu yang telah ditentukan.

Adapun tujuan dari penulis dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu
tugas yang telah diberikan Bapak Dr. Ir. H. Wiskandar, M.P selaku dosen pengajar pada mata
kuliah Ilmu Alamiah Dasar dan penulis harap makalah ini dapat bermanfaat baik untuk
penulis maupun untuk peserta didik lainnya.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penullis meminta saran dan masukan yang
bermanfaat dan bersifat membangun serta berkaitan dengan perbaikan tulisan di masa yang
akan datang.

Jambi, 07 Maret 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Dan Manfaat.................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Manusia dan Ilmu Pengetahuan Menurut Para Ahli ................................................... 5


2.1.1 Manusia dan Ilmu Pengetahuan Menurut Al-Attas ............................................. 5
2.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan .......................................................................................... 7
2.3 Persyaratan Ilmu Pengetahuan .................................................................................... 7
2.4 Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan ...................................................................................... 8
2.4.1 Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan ............................................................................... 8
2.5 Batasan Ilmu Pengetahuan ........................................................................................ 10
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia telah mampu mewujudkan prestasi ilmiahnya secara teori dan praktik
di abad ke-20 ini, yang 10% atau bahkan 0,1% dari prestasi-prestasi ilmiah itu belum
mampu di wujudkan pada abad-abad sebelumnya (Yusuf Qardhawi, 2001: 20) dalam
buku ―filsafat ilmu pengetahuan, Jalaluddin‖. Pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut
serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis
pengetahuan yang satu dengan yang lainnya.
Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni,
Pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan
jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan
berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir
seperti ini disebut penalaran. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik
sesuatu kesimpulan yang berup a pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan
penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan
melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid)
kalau proses penarikannya dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai
―pengkajian untuk berpikir secara sahih (yang benar)‖.
Ilmu pengetahuan (atau pengetahuan ilmiah) merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern saat ini. Perencanaan, pengaturan,
penataan, dan penyelenggaraan kehidupan masyarakat hampir semuanya didasarkan
pada ilmu pengetahuan. Apalagi bagi lingkungan masyarakat akademis di perguruan
tinggi, boleh dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan inti atau unsur pokok
kegiatannya. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak boleh kita abaikan, hanya
diusahakan asal jalan saja. Sebagai hal yang penting dalam kehidupan kita, ilmu
pengetahuan perlu kita fahami dengan benar, dan perlu kita selenggarakan dengan
serius, dengan penuh tanggungjawab.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manusia dan batasan ilmu pengetahuan menurut para
ahli?
2. Apa hakikat dari ilmu pengetahuan?
3. Apa saja persyaratan ilmu pengetahuan?
4. Apa yang saja jenis-jenis ilmu pengetahuan?
5. Apa batasan ilmu pengetahuan?

1.3 Tujuan Dan Manfaat


1. Untuk mengetahui pengertian dari manusia dan batasan ilmu pengetahuan
menurut para ahli
2. Untuk mengetahui hakikat ilmu pengetahuan
3. Untuk mengetahui syarat-syarat ilmu pengetahuan
4. Untuk mengetahui jenis-jenis ilmu pengetahuan
5. Untuk mengetahui batasan dari ilmu pengetahuan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Manusia dan Ilmu Pengetahuan Menurut Para Ahli


2.1.1 Manusia dan Ilmu Pengetahuan Menurut Al-Attas
Manusia, sebagaimana juga dikemukakan Al-Attas adalah binatang
rasional (animal rational). Karena rasionalitas adalah penentu manusia,
menurut Al-Attas, maka sekurang-kurangnya kita harus memiliki gagasan
tentang arti ―rasional‖, dan harus sepakat bahwa hal itu mengacu pada nalar.
Akan tetapi, karena mengacu ke barat, konsep rasio sendiri mengalami
kontroversi dan sangat problematik. Karena, secara bertahap, konsep tersebut
telah terpisahkan dari intelek atau ―intelectus‖.
Pemikir-pemikir Muslim sendiri tidak menganggap rasio sebagai
sesuatu yang terpisah dari intellectus. Mereka menganggap aql sebagai suatu
kesatuan organik dari rasio maupun intellectus. Karena itu, menurut Al-Attas,
seorang Muslim harus mendefinisikan manusia sebagai al-Hayawanun Nathiq,
yang artinya hewan yang rasional. Manusia memiliki suatu fakultas batin yang
merumuskan makna-makna (yaitu dzu-nuthq) dan perumusan makna-makna
yang melibatkan penilaian, pembedaan, dan penjelasan inilah yang
membentuk rasionalitas.
Istilah-istilah nathiq dan nuthq berasal dari sebuah akar kata yang
mempunyai makna dasar ―pembicaraan‖, dalam arti pembicaraan manusia.
Keduanya dapat diartikan sebagai suatu kekuatan dan kapasitas tertentu di
dalam diri manusia untuk menyampaikan kata-kata dalam sebuah pola yang
bermakna. Karena itu, manusia adalah suatu ―binatang berbahasa‖, dan
penyampaian symbol-simbol linguisitik ke dalam suatu pola yang bermakna
tidak lain adalah ekspresi lahiriah yang bisa dilihat dan didengar dari realitas
yang tidak terlihat yang kita sebut sebagai aql. Istilah aql sendiri pada
dasarnya berarti sejenis ―ikatan‖ atau ―simpul‖, sehingga dalam hal ini aql
berarti suatu sifat dalam yang mengikat dan menyimpulkan obyek-obyek ilmu
dengan menggunakan sarana kata-kata. Aql adalah padanan kata qalb,
sebagaimana juga qalb, yang merupakan suatu alat pencerapan pengertian
ruhaniah yang disebut dengan hati, adalah padanan kata aql. Sifat yang
sebenarnya dari aql adalah bahwa ia adalah suatu substansi ruhaniah yang

5
dengannya diri rasional (an-Nafsun Nathiqah) dapat memahami dan
membedakan kebenaran dari kepalsuan.
Dari acuan di atas, jelas bahwa hakikat yang mendasari pendefinisan
manusia adalah substansi ruhaniah ini, yang oleh setiap orang diisyaratkan
ketika ia berkata ―aku‖. Oleh karena itu, jika kita berbicara tentang
pendidikan, maka hal itu mesti dihubungkan dengan hakikat manusia dan
tidak hanya pada jasad dan aspek kebinatangannya saja. Dalam
mendefinisikan manusia sebagai suatu hewan rasional—bila yang dimaksud
rasional adalah kapasitas untuk bisa memahami pembicaraan dan kekuatan
yang bertanggung jawab atas perumusan makna—yang melibatkan penilaian,
pembedaan, pencirian, dan penjelasan serta yang berhubungan dengan
penyampaian kata-kata atau ungkapan-ungkapan (ekspresi) dalam suatu pola
yang bermakna—maka makna dari ―makna‖ dalam konteks ini didasarkan
pada konsep ma‘na, yaitu pengenalan tempat-tempat segala sesuatu di dalam
suatu sistem. Pengenalan seperti itu terjadi jika relasi sesuatu dengan yang lain
dalam sistem tersebut menjadi terjelaskan dan terpahamkan. Relasi tersebut
menguraikan suatu keteraturan tertentu.
Definisi manusia sebagai hewan rasional adalah suatu jenis definisi
yang menetapkan batasan pasti (had), yang mencirikan karakter pembeda
manusia dari hewan lainnya. Definisi jenis ini tidak dapat digunakan untuk
ilmu, karena ilmu pada hakikatnya menolak pembatasan yang didasarkan pada
pembagian ke atas genus dan perbedaan spesifik. Ilmu adalah tidak terbatas
dan pendefinisiannya hanya dapat sebatas deskripsi (penggambaran) mengenai
hakikatnya (rasm). Dengan demikian, kita mendefinisikannya di atas sebagai
terdiri dari satuan-satuan makna yang secara koheren saling terkait
membentuk gagasan, konsep, konsepsi, dan penilaian. Karena kita telah
mendefiniskan makna sebagai pengenalan tempat-tempat segala sesuatu dalam
suatu sistem, maka dengan ―tempat‖ kita mengacu kepada ―tempat yang tepat‖
dalam beragam tingkat-tingkat eksistensi manusia. Eksistensi manusia dapat
dianggap mempunyai tempat-tempat yang berbeda, bergantung kepada
beragam jangkauan operasi indra lahir dan batin.

6
2.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan
Istilah Ilmu pengetahuan di ambil dari bahasa arab; ―alima, ya‘lamu, ‗ilman‖
yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa inggris istilah ilmu
berasal dari kata science, yang berasal dari bahasa latin scienta dari bentuk kata kerja
scire, yang berarti mempelajari dan mengetahui. Ilmu di hasilkan dari pengetahuan
ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berpikir dedektif (rasional) dan induktif
(empiris). Jadi proses berpikir inilah yang membedakan ilmu dan pengetahuan. Adapun
pengertian pengetahuan itu sendiri adalah hasil tahu manusia terhadap susuatu dan
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinnya. Namun,
manusia tidak dapat menuntut bahwa memperoleh sesuatu itu berarti sudah jelas
kebenarannya, karena boleh jadi hanya kebetulan benar saja.
Adapun perbedaan makna antara ilmu dan pengetahuan. Dengan mengambil
rujukan dari Webster‘s Dictionary, suparlan menjelaskan bahwa pengetahuan
(knowledge) adalah suatu yang menjelaskan tentang adanya suatu hal yang diperoleh
secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan
sebagainnya, sedangkan ilmu (science) didalamnya terkandung adanya pengetahuan
yang pasti, lebih praktis, sistematis, metodis, ilmiah dan mencakup kebenaran umum
mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural).

2.3 Persyaratan Ilmu Pengetahuan


Menurut Susanto terdapat 3 hal pokok yang menjadi persyaratan ilmu
pengetahuan, yaitu:
a. Pengakuan atas kenyataan bahwa setiap manusia, terlepas dari kasta, kepercayaan,
jenis kelamin atau usia, mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat
ataudipersoalkan lagi untuk mencari ilmu.
b. Metode ilmiah itu tidak hanya pengalaman atau eksperimentasi, tetapi juga teori dan
sistematisasi. ilmu pengetahuan mengamati faktor-faktor, mengklasifikasikannya,
menuju hubungan-hubungannya, dan menggunakan sebagai dasar untuk menyususn
teori.
c. Semua orang harus mengakui bahwa ilmu pengetahuan berguna dan berarti untuk
individu maupun sosial.
Definisi yang diberikan oleh The Liang Gie tentang ilmu adalah rangkaian
aktifitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka
prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang

7
sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau individu untuk
tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan atau
melakukan penerapan. Sebagai proses, ilmu yang merupakan proses yang terdiri dari
kegiatan-kegiatan mendapat pengetahuan, wawasan dan kesimpulan. Sebagai proses,
lahirnya ilmu merupakan hasil capaian dari proses yang panjang, melibatkan tindakan
manusia dalam mengamati, mendekati dan memahami objek atau gejala alam maupun
sosial.

2.4 Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan


2.4.1 Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan
Pengklasifikasian ilmu pengetahuan menurut subjek dan objeknya, yaitu:
a. Menurut Subjeknya
 Teoritis
 Nomotetis:
Ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang universal berlaku,
mempelajari objeknya dalam keabstrakan dan mencoba
menemukan unsur-unsur yang selalu terdapat kembali dalam segala
pernyataan yang konkrit bilamana dan dimana saja. Misalnya, ilmu
alam, ilmu kimia, sosiologi, ilmu hayat.
 Ideografis
(ide: cita-cita, grafis: lukisan), ilmu yang mempelajari objeknya
dalam konkrit menurut tempat dan waktu tertentu, dengan sifat-
sifatnya yang menyendiri (unik), misalnya: ilmu sejarah, etnografi
(ilmu bangsa-bangsa), sosiografi, dsb.
 Praktis (Applied Science/ Ilmu Terapan): Ilmu yang langsung
ditujukan kepada pemakaian atau pengalaman pengetahuan itu, jadi
menentukan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu. Maka ini pun
diperinci lebih lanjut yaitu:
 Normatif,
Ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus berbuat,
membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan,
misalnya: etika (filsafat kesusilaan/ filsafat moral).
 Positif (―applied‖ dalam arti sempit):

8
Ilmu yang mengatakan bagaimanakah orang harus berbuat
sesuatu, mencapai hasil tertentu, misalnya: ilmu pertanian, ilmu
teknik, ilmu kedokteran dan sebagainya.
b. Menurut Objeknya (terutama objek formalnya atau sudut
pandangnya)
 Universal/ umum:
Meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusia,
misalnya: Teologi/agama dan Filsafat
 Khusus:
Hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dari kehidupan
manusia, jadi objek terbatas, hanya ini saja atau itu saja. Inilah yang
biasa disebut ― Ilmu Pengetahuan ‖. ini diperinci lagi atas:
 Ilmu-ilmu alam (natural science, natuurwetenscappen):
Yang mempelajari barangbarang menurut keadaannya di alam
kodrat saja, terlepas dari pengaruh manusia dan mencari hukum-
hukum yang mengatur apa yang terjadi di dalam alam, jadi
terperinci lagi menurut objeknya, misalnya: ilmu alam, ilmu fisika,
ilmu kimia, ilmu hayat, dsb.
 Ilmu pasti (Mathmatics),
Yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya hanya
menurut besarnya. Jadi mengadakan abstraksi barang-barang itu.
Ilmunya dijabarkan secara logis berpangkal pada beberapa asas-
asas dasar (axioma). Misalnya, ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung,
ilmu aljabar,dsb.
 Ilmu-ilmu kerohanian/kebudayaan (Geisteswissen-schaf-ten/social-
science).
Ilmu yang mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia
memegang peranan yang mementukan. Yang dipandang bukan
barang-barang seperti di alam dunia, terlepas dari manusia,
melainkan justru sekedar mengalami pengaruh dari manusia. Dan
karena manusia berbuat dengan berdasarkan kekuatan jiwanya dan
jiwa dalam Bahasa Jerman disebut ―Geist‖, maka gerombolan
ilmu-ilmu yang memandang perbuatan manusia dan hasil-hasil

9
kegiatannya itu disebut ―Geisteswissenscaften‖. Misalnya: ilmu
sejarah, ilmu mendidik, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sosiologi,
ilmu Bahasa, dsb.

2.5 Batasan Ilmu Pengetahuan


Apakah batasan yang merupakan lingkup penelajahan ilmu? Dimanakah ilmu
berhenti? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah sederhana: ilmu memulai
penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia.
Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka. Sebab ikhwal surga dan neraka berada
diluar Jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab musabab
terciptanya manusia sebab kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalamann manusia.
Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah
kematian manusia, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman
kita karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai alat bantu manusia
dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan
mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama.
Sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu. Ilmu
membatasi batas penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan pada
metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah diuji kebenarannya secara
empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya,
maka pembuktian metodologis tidak dapat dilakukan. Ilmu tanpa bimbingan moral
agama adalah buta. Kebutaan moral dari ilmu mungkin membawa kemanusiaan ke
jurang malapetaka. Contoh penyalahgunaan teknologi nuklir yang telah merenggut
jutaan jiwa.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian kita menjadi ―kapling kapling‖
berbagai disiplin keilmuan. Kapling ini makin lama makin sempit sesuai dengn
perkembangan kuantitatif disiplin keilmuan. Dahulu ilmu dibagi menjadi dua, ilmu
alam dan ilmu sosial. Kini telah terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Oleh karena
itu, seorang ilmuwan harus tahu benar batas-batas penjelajahan cabang keilmuan
maing-masing. Mengenai batas-batas kapling ini, disamping menunjukkan kematangan
keilmuan dan profesional kita, juga dimaksudkan agar kita mengenal tetangga-tetangga
kita. Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka sering
sekali diperlukan ―pandangan‖ dari disiplin-disiplin yang lain. Saling pandang

10
memandang ini atau pendekatan multi disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang
tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua, dimana disiplin
seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas
ini maka pendekatan multi disipliner akan berubah menjadi sengketa kapling.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari materi ini dapat disimpulkan bahwa manusia dan ilmu pengetahuan
sangat kuat kaitannya dalam kehidupan ini karena pengetahuan dikembangkan oleh
manusia itu sendiri. Ternyata ilmu pengetahuan tidak sesederhana seperti yang kita
bayangkan. Sebagai seorang pengguna ilmu pengetahuan kita sering berprasangka
bahwa ilmu pengetahuan hanya berkutat pada teori, riset, dan rekayasa perkembangan
teknologi Ilmu pengetahuan ternyata merupakan sebuah dunia yang memiliki karakter
dasar, prinsip, dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan
pemanfaatan ilmu.
Karakter dasar, prinsip dan struktur ilmu pengetahuan dibangun oleh para
pendiri sains modern, dimana pada saat itu para pendiri sains modern menyadari bahwa
hidup manusia memiliki tujuan yaitu membangun peradaban ummat manusia dan untuk
mencapai tujuannya itu manusia membutuhkan alat. Dan alat itu adalah ilmu
pengetahuan. Struktur ilmu pengetahuan dalam filsafat ilmu adalah suatu yang sangat
penting karena segi lapis terdalam dari fondasi dunia itu pengetahuan. Ia adalah sebuah
ruang tempat diletakkannya ―Undang-undang dasar dunia ilmu pengetahuan‖.
Disanalah ditetapkannya kearah manakah Sains Modern menuju dan kita sebagai
seorang pengguna, sadar atau tidak adalah orang-orang yang sedang bersama-sama
bergerak menuju arah yang sudah ditetapkan oleh para pendiri sains modern.

12
DAFTAR PUSTAKA

Copleston, F. (2004). Bab Iii Manusia Dan Ilmu Pengetahuan Menurut Al-Attas. 70–102.

Karaaslan, M. (2001). 2022(8.5.2017), 2003–2005.

Wahana, P. (2016). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Pustaka Diamond, viii+202 hlm.


https://repository.usd.ac.id/7333/1/3. Filsafat Ilmu Pengetahuan (B-3).pdf

13

Anda mungkin juga menyukai