Anda di halaman 1dari 19

KATA 

PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb 

Segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan sintesis jurnal yang berjudul “Aspek Legal dan Etis
Kesejahteraan Lansia” .
Penulis menyadari bahwa penulisan sintesis jurnal ini masih kurang sempurna, karena ket
erbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kri
tik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
Semoga hasil sintesis jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada 
khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb 

Penulis

Padang, 30 September 2018


                              

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................... i 
Daftar Isi ................................................................................................................ i 
Bab I Pendahuluan ………………….................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 3
D. Manfaat ..................................................................................................... 3
E. Landasan Teori .......................................................................................... 6
F. Implikasi Keperawatan .............................................................................. 8
G. Kesimpulan ............................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 9

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG 

      Praktik keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Penerapan praktik 
keperawatan tidak hanya diberikan pada pasien balita, anak anak, dan orang dewasa muda, tetapi 
juga diberikan pada pasien lanjut usia. Menurut UndangUndang No 13 Tahun 1998 tentang kesej
ahteraan lanjut usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang 
mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia biasanya ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh   
beradaptasi dengan stres lingkungan (Surini & Otamo, 2003 dalam Ma'rifatul Lilik, 2011), 
hal ini dikatakan sebagai ageing process. Ageing process (proses menua) adalah suatu proses me
nghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti atau 
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperb
aiki kerusakan yang diderita (Canstantindes, 1994; Darmojo, 2004 dikutip oleh Ma'rifatul Lilik,
 2011).
Secara global populasi penuaan merupakan tantangan penting dan kesempatan yang diha
dapi oleh semua negara. Di negara berkembang, populasi penuaan mengubah sifat tuntutan pada 
sistem perawatan kesehatan yang harus mengakomodasi kebutuhan populasi yang lebih tua samb
il terus untuk mengatasi masalah kesehatan prioritas lain seperti kesehatan ibu dan anak (WHO, 
2013). Peningkatan usia harapan hidup menimbulkan peningkatan jumlah lanjut usia (Lansia) di 
dunia. Lanjut usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih (WHO 1998, dalam Nugro
ho 2000). Jumlah lansia usia 60 tahun secara global diprediksikan pada tahun 2025 akan mencap
ai ± 1200 individu lanjut usia dan angka sebaran lansia terbanyak diseluruh dunia terdapat dinega
ra Cina, India, Amerika Serikat, dan Indonesia (Kuliah Pakar: Hendri Purwadi, 2013). 
.Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990-2025, tergolong
tercepat di dunia. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS tahun 1998 masing-
masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka di atas berbeda dengan kajian WHO 
(1999), dimana usia harapan hidup orang Indonesia diratakan adalah 59,7 tahun dan menempati 

3
urutan ke103 dunia (Bondan Palestin, 2011). Berdasarkan data BPS, Proyeksi Penduduk Indones
ia per Propinsi 19952005, Jakarta 1988, menerangkan bahwa distribusi usia lanjut di Indonesia m
eliputi 13.75 % berada di D.I. Yogyakarta, 10.54 % berada di Jawa Timur, 9.72 % berada di Bali
, 9.55 % berada di Jawa Tengah, 9.08 % berada di Sumatra Barat, dan 7.63 % berada di Sulawesi 
Selatan (Kuliah Pakar: Bondan Paleestin, 2013). 
  

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai 
berikut: "Bagaimana isu aspek legal etik dan pengaruh nilai-nilai etik dan legal pada perawatan l
ansia, serta cara pemecahan masalah etik pada lansia ?".

C. TUJUAN PENULISAN 
1. Tujuan Umum
Untuk diketahuinya dan memahami aspek legal etik keperawatan lansia.
2. Tujuan Khusus 
a. Diketahuinya aspek legal dan etis  kesejahteraan keperawatan lansia
b. Diketahuinya pengaruh legal dan etis  kesejahteraan keperawatan lansia
c. Diketahuinya cara asuhan keperawatan legal dan etis  kesejahteraan keperawatan lansia
d. Diketahuinya criteria panti werda secara legal dan etis  kesejahteraan keperawatan lansia

4
D. MANFAAT 
1. Teoritis 
a. Bagi Ilmu Pengetahuan Keperawatan Gerontik 
      Hasil sintesis jurnal ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperk
aya dan memperluas pengetahuan dalam bidang keperawatan gerontik, khususnya tentang aspek 
legal etik pada keperawatan lansia. 
2. Praktis
a. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan 
Hasil ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan refensi dalam proses belajar mengajar 
mahasiswa keperawatan khususnya mahasiswa keperawatan gerontik dan dijadikan acuan untuk 
melakukan atau mengembangkan penelitian aspek legal etik keperawatan lansia.
b. Bagi Lansia
Hasil penulisan sintesis jurnal ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui akan 
aspek legal etik mencangkup prinsip etik salah satunya berupa otonomi lanjut usia. 
c. Bagi Penulis 
Hasil makalahdiharapakan dapat menjadi bahan pembelajaran, motivasi dan lebih lanjut
mengenai aspek legal etik keperawatan gerontik, pengaruh etik dan legal pada keperawatan
lansia serta bagaimana cara mengatasi permasalahan etik yang timbul.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep legal dan etik keperawatan gerontik


a. Aspek Legal

Peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu tempat : Indonesia GBHN’98 –


2003, tentang kesra, pendidikan dan kebudayaan. UU RI NO. 13 TH 1998, tentang
kesejahteraan lanjut usia GBHN’98 – 2003 Arah pembangunan, peningkatan kualitas
penduduk lansia untuk mewujudkan integritas sosial penduduk lansia dengan masyarakat
lingkungannya.
Pelayanan lansia untuk penghargaan;
 ) Kemudahan pelayanan umum
 ) Bantuan kesra bagi yg memerlukan
Pengembangan ilmu pengetahuan tentang lansia UU RI NO 13 1998 :
 . Hak Lanjut Usia
Meningkatkan kesejahteraan sosial, meliputi:
 Pelayann keagaamaan dan mental spiritual.
 Pelayanan kesehatan.
 Kesempatan kerja.
 Diklat.
 Kemudahan dan penggunaan fasilitas, serta sarana dan prasarana umum.
 Sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 Mengamalkan dan mentransformasikan kemampuannya ke generasi penerus.
 Memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan untuk generasi
penerus.
 Sama dalam kehidupan bermasyarakat Berbangsa & bernegara
 Kebijakan Khusus Untuk Lanjut Usia

6
 PBB NO 045/206 TH 1991; 1 OKTOBER “International Day For The
Elderly”.
 PERGERI (The Indonesian Society Of Gerontology), 14 desember 1984.
 GBHN 1993 ; lansia dapat didayagunakan untuk pembangunan.
 HALUN ; mulai th 1996, 29 mei 1945, radjiman widiodiningrat (lansia) :
“perlunya falsafah negara (pancasila), pandangan jauh ke depan dan wawasan
luas.

b. Prinsip etik
 Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klienn
 Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya.
 Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/orang lain dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya.
 Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
Kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau
cidera.
Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan membuat
orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.
 Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
dipercayakan pasien kepada perawat.
 Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti
tidak memihak atau tidak berat sebelah.
 Fidelity (loyalty/ketaatan)
 Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab
terhadap kesepakatan yang telah diambil.
7
 Era modern, pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak
hanya pada satu profesi). 80% kebutuhan dipenuhi perawat.
 Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
 Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang
disepakati.
 Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran
 Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
 Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan
kebenaran.

1. Pemecahan masalah etik


 Identifikasi masalah etik
 Kumpulkan fakta-fakta
 Evaluasi tindakan alternatif dari berbagai perspektif etik.
 Buat keputusan dan uji cobakan
 Bertindaklah, dan kemudian refleksikan pada keputusan tsb

2. Prioritas Penelitian Bidang Keperawatan Gerontik


Keperawatan gerontik secara holistik menggabungkan aspek pengetahuan dan
keterampilan dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan kondisi
kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual lansia. Hal ini diupayakan untuk
memfasilitasi lansia kearah perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan
pendekatan pada pemulihan kesehatan, maksimalkan kualitas hidup lansia baik
dalam kondisi sehat, sakit, maupun kelemahan serta memberikan rasa aman,
nyaman, terutama dalam menghadapi kematian. Penelitian keperawatan gerontik
diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pengem- bangan
teknik maupun mutu pelayanan dengan berbagai pendekatan di atas. Namun, dalam
menyusun prioritas penelitian, perlu diseimbangkan antara kebutuhan untuk
menambah ilmu dan wawasan baru dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas,

8
efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan pelayanan. Dalam mengembangkan penelitian
tersebut, kita terlebih dahulu perlu mengetahui aspek- aspek kritis yang ada dalam
keperawatan gerontik.
3. Area Prioritas
 Pelayanan, evaluasi dan efektivitas intervensi terhadap individu atau
kelompok atau metode baru dalam pelayanan keperawatan. sub area
prioritas: ventilasi dan sirkulasi, nutrisi, ekskresi, aktivitas dan istirahat,
stimulasi mental, tidur, masalah kardiovaskuler, masalah penyakit
vaskularisasi periver, masalah respiratori, masalah gastrointestinal,3
masalah diabetes, masalah muskulusskeletal, masalah genitourinary,
masalah neurology, masalah menurunnya fungsi sensorik, masalah
dermatologi, masalah kesehatan mental, tindakan operatif dan
dampaknya, palliative care, manajemen nyeri, rehabilitasi, perawatan diri
dan higienitas, pengawasan menelan obat.
 Parameter dan hasil (out come) intervensi klinik yang spesifik. Subarea
prioritas:diagnosis keperawatan yang spesifik, pengembangan alat ukur geriatric.
 Factor-faktor organisasi yang berdampak pada system pelayanan dan
kinerja, sub area prioritas : peran kolaborasi, model keperawatan di rumah (home
care), model perawatan di rumah sakit (hospital care), model perawatan di panti
jompo (institutional care), model perawatan jangka panjang (long-term care), nursing
agency, team work.
1) Factor-faktor sosial yang berdampak pada tingkat kesehatan lansia.
Sub area prioritas : aspek legal:kebijakan dan regulasi, kelenturan
kesehatan yang berbasis budaya dan kepercayaan, sosial ekonomi, konsep-
konsep gerontology (aspek kesehatan, aspek spiritual, aspek etika dan
moral, aspek nutrisi, aspek psikologis, aspek fisiologis dan aspek social).
2) Kualitas hidup (quality of life) dan intervensi kesehatan psiko
social. Sub area prioritas:penilaian status fungsional, psikologis, senile
demensia, olah raga, rekreasi, upaya preventif terhadap risiko kecelakaan,

9
interaksi social, spiritual, manajemen stress, sakaratul maut, support
keluarga, aktivitas dan disfungsi seksual.
3) Promosi kesehatan. Sub area prioritas:pesan, teknologi.

4. Prinsip Etika Pelayanan Kesehatan pada Lansia


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada penderita usia
lanjut adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :

1. Empati : istilah empati menyangkut pengertian : “Simpati atas dasar pengertian


yang dalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatri harus
memandang seorang lansia yang sakit denagn pengertian, kasih sayang dan
memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut.
2. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga
tidak memberi kesan over-protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua
petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik dari penderita
lansia.
3. Yang harus dan yang ”jangan” : prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-
maleficence dan beneficence. Pelayanan geriatri selalu didasarkan pada keharusan
untuka mngerjakan yang baik untuk pnderita dan harus menghindari tindakan
yang menambah penderita (harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non
nocere (”yang penting jangan membuat seseorang menderita”). Dalam pengertian
ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri,
pemberian analgesik (kalau perlu dengan derivat morfina) yang cukup,
pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin
mudah dan praktis untuk dikerjakan.
4. Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang inidividu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak
tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar
pada keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mandiri dan
bebas. Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin

10
rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi
berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih kapabel (sedanagkan
non-maleficence dan beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang
inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip
paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk membuat
suatu keputusan (mis. Seorang ayah membuat keuitusan bagi anaknya yang belum
dewasa).
5. Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatri harus memberikan perlakuan yang
sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita
secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak
relevan.
6. Kesungguhan Hati : yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang penderita.Mengenai keharusan untuk berbuat baik dan
otonomi, Meier dan Cassel menulis sebagai berikut :
”..............although the medical community has ferquently been attacked for its
attitude toward patients, it is usually conceded that paternalism can be justified if
certain criteria are met; if the dangers averted or benefits gained for the person
outweigh the loss of autonomy resulting from intervention; if the person is too ill
to choose the same intervention…………………………”.
Dengan melihat prinsip diatas tersebut, aspek etika pada pelayanan geriatric
berdasarkan prinsip otonomi kemudian di titik beratkan pada berbagai hal sebagai
berikut :
a) Penderita harus ikut berpartisipasi dalam prosea pengambilan keutusan dan
pembuatan keputusan. Pada akhirnya pengambilan keputusan harus bersifat
sukarela.
b) Keputusan harus telah mendapat penjelasan cukup tentang tindakan atau
keputusan yang akan diambil secara lengkap dan jelas.
c) Keputuan yang diambil hanya dianggap sah bial penderita secara mental
dianggap kapabel. Atas dasar hal diatas maka aspek etika tentang otonomi ini
kemudian ituangkan dalam bentuk hukum sebagai persetujuan tindakan meik

11
(pertindik) atau informed consent. Dalam hal seperti diatas, maka penderita
berha menolak tindakan medik yang disarankan oleh dokter, tetapi tidak
berarti boleh memilih tindakan, apabila berdasarkan pertimbangan dokter
yang bersangkutan tindakan yang dipilih tersebut tidak berguan (useless) atau
bahkan berbahaya (harmful). Kapasitas untuk mengambil keputusan,
merupakan aspek etik dan hukum yang sangat rumit. Dasar dari penilaian
kapasitas pengambilan keputusan penderita tersebut haruslah dari kapasitas
fungsional penderita dan bukan atas dasar label diagnosis, antara lain terlihat
dari :
1) Apakah penderita bisa buat/tunjukan keinginan secara benar?
2) Dapatkah penderita memberi alasan tentang pilihan yang dibuat?
3) Apakah alasan penderita tersebut rasional (artinya setelah
penderita mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar)?

5. Aspek Hukum dan Etika


 Produk hukum tentang Lanjut Usia dan penerapannya disuatu negara merupakan
gambaran sampai berapa jauh perhatian negara terhadap para Lanjut Usianya. Baru
sejak tahun 1965 di indonesia diletakkan landasan hukum, yaitu Undang-Undang
nomor 4 tahun 1965 tentang Bantuan bagi Orang Jompo. Bila dibandingkan dengan
keadaan di negara maju, di negara berkembang perhatian terhadap Lanjut Usia
belum begitu besar.
 Di Australia, misalnya, telah diundangkan Aged Person Home Act (1954), Home
Nursing Subsidy Act (1956), The Home and Community Care Program (1985),
Bureau for the Aged (1986), Outcome Standards of Residential Care (1992), Charter
for Resident’s Right (1992), Community Option Program (1994), dan Aged Care
Reform Strategy (1996).
 Di Amerika Serikat diundangkan Social Security Act yang meliputi older
American Act (Title III), Medicaid (Title VII), Medicare (Title XIX, 1965), Social
Service block Plan (Title XX) dan Supplemental Security Income (Title XVI).

12
Selanjutnya diterbitkan Tax Equity and Fiscal Responsibility Act (1982), Omnibus
Budget Reconcilliation Act (OBRA, 1987), The Continuun of Long-term Care
(1987) dan Program of All Care of the Elderly (PACE, 1990).
 Di Inggris di undangkan National Assistence Act, Section 47 (1948) dan telah
ditetapkan standardisasi pelayanan di rumah sakit serta di masyarakat. Juga telah
ditentukan ratio tempat tidur per lanjut usia dan continuing care. Di Singapura
dibentuk Advisory Council on the Aged, Singapore Action Group of Elders (SAGE)
dan The Elders’ Village.

6. Landasan Hukum di Indonesia


Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang langsung mengenai Lanjut
Usia atau yang tidak langsung terkai dengan kesejahteraan Lanjut Usia telah
diterbitkan sejak 1965. beberapa di antaranya adalah :
a. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang
Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
b. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja.
c. Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.
d. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
e. Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional.
f. Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian.
g. Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
h. Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
i. Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan keluarga Sejahtera.
j. Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
k. Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.

13
l. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
m. Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan
Kependudukan.
n. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti undang- Undang
nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang jompo.
o. Pasal 27 UUD 45 Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjungnya hukum dan pemerinahannya itu
dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaannya
dan penghidupannya yang layak bagi kemanusiaan.
p. Pasal 34 UUD 45 Fakir miskin dan anak–anak yang terlantar dipelihara oleh
negara. Berpedoman pada hukum tersebut, sebagai perawat kesehatan masyarakat
bertanggung jawab dalam mencegah penganiayaan. Penganiayaan yang dimaksud
dapat berupa : penyianyiaan, penganiayaan yang disengaja dan eksploitasi.
Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan adalah berupa perlindungan di
rumah, perlindungan hukum dan perawatan di rumah.
Jenis-jenis penyiksaan (Gelles & Straus, 1988)
1. Penyiksaan suami-istri
2. Penyiksaan terhadap anak fisik dan seksual
3. Penyiksaan terhadap lansia
4. Peniksaan terhadap orang tua
5. Penyiksaan terhadap sibling
q. Undang-undang No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
r. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19: Kesehatan manusia usia lanjut
diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan agar tetap produktif
dengan bantuan pemerintah dalam upaya penyelenggaraannya.
s. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut pasal 14 : Pelayanan
kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajad kesehatan
dan kemampuan usia lanjut agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat

14
berfungsi secara wajar melalui upaya penyuluhan, penyembuhan, dan
pengembangan lembaga.
t. Undang-undang No.13 tahun 1998 mengamanatkan bahwa pemerintah dan
masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia.
Pemberikan pelayanan berlandaskan pada filosofi dan nilai budaya masyarakat
Indonesia yang berasas Three Generation in One Roof yang mengandung arti
yaitu adanya pertautan yang bernuansa antar 3 generasi, yaitu: anak, orang tua dan
kakek/nenek.
u. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Seseorang yang telah lulus
dan mendapatkan ijasah dari pendidikan kesehatan yang diakui pemerintah.
Tenaga keperawatan adalah perawat dan bidan.
v. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah Kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. 4.23. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Kesehatan.
7. Permasalahan Permasalahan yang masih terdapat pada Lanjut Usia,
bila ditinjau dari aspek hukum dan etika, dapat disebabkan ole factor, seperti berikut :
1. Produk Hukum
Walaupun telah diterbitkan dalam jumlah banyak, belum semua produk hukum dan
perundang-undangan mempunyai Peraturan Pelakisanaan. Begitu pula, belum diterbirkan
Peraturan Daerah, Petunjuk Pelaksanaan serta Ptunjuk Teknisnya, sehingga penerapannya
di lapangan sering menimbulkan permasalahan. Undang-undang terakhir yang diterbitkan
yaitu Undang-undang Nomor 13 tahun 1998, baru mengatur kesejahteraan sosial Lanjut
Usia, sehingga perlu dipertimbangkan diterbitkannya undang-undang lainnya yang dapat
mengatasi permasalahan Lanjut Usia secara spesifik.
2. Keterbatasan prasarana
Prasarana pelayanan terhadap Lanjut Usia yang terbatas di tingkat masyarakat, pelayanan
tingkat dasar, pelayanan rujuikan tingkat I dan tingkat II, sering
menimbulkanpermasalahan bagi para Lanjut Usia. Demikian pula, lembaga sosial
masyarakat dan ortganisasi sosial dan kemsyarakatan lainnya yang menaruh minat pada

15
permasalahan ini terbatas jumlahnya. Hal ini mengakibatkan para Lanjut Usia tak dapat
diberi pelayanan sedini mungkin, sehingga persoalannya menjadi berat pada saat
diberikan pelayanan.
3. Keterbatasan sumber daya manusia
Terbatasnya kuantitas dan kualitas tenaga yang dapat memberi pelayanan serta perawatan
kepada Lanjut Usia secara bermutu dan berkelanjutan mengakibatkan keterlambatan
dalam mengetahui tanda-tanda dini adanya suatu permasalahan hukum dan etika yang
sedang terjadi. Dengan demikian, upaya mengatasinya secara benar oleh tenaga yang
berkompeten sering dilakukan terlambat dan permasalahan sudah berlarut. Tenaga yang
dimaksud berasal dari berbagai disiplin ilmu, antara lain :
a) Tenaga ahli gerontology.
b) Tenaga kesehatan : dokter spesalis geriatric, psikogeriatri, neurogeriatri, dokter
spesialis dan dokter umum terlatih, fisioterapis, speech therapist, perawat terlatih.
c) Tebaga sosisal : sosiolog, petuga syang mengorganisasi kegiatan (case managers),
petugas sosial masyarakat, konselor.
d) Ahli hukum: sarjana hukum terlatih dalam gerontology, pengacara terlatih, jaksa
penunutut umum, hakim terlatih.
e) Ahli psikolog : psikolog terlatih dalam gerontology, konselor.
f) Tenaga relawan : kelompok masyarakat terlatih seperti sarjana, mahasiswa,
pramuka, pemuda, ibu rumah tangga, pengurus lembaga ketahanan masyarakat
desa, Rukun Warga/RW, Rukun Tetangga/RT terlatih.
4. Hubungan Lanjut Usia dengan Keluarga
Menurut Mary Ann Christ, et al. (1993), berbagai isu hukum dan etika yang sering terjadi
pada hubungan Lanjut Usia dengan keluarganya adalah :
a) Pelecehan dan ditelanntarkan (abuse and neglect)
b) Tindak kejahatan (crime)
c) Pelayanan perlindungan (protective services)
d) Persetujuan tertulis (informed consent)
e) Kualitas kehidupan dan isu etika (quality of life and related ethical issues)

16
c. Standar Keperawatan Pada Lansia

STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN GERONTIK


(ANA 1987, 1961,1967,1976)
1.    Standar I
    organisasi pelayanan keperawatan gerontik;
    terencana, teroorganisasikan, diarahkan oleh ners eksekitif ( s2+ pengalaman bidang adm &
pelayanan)
2.    Standar II
   ners berpartisipasi dalam pengembangan teori & konsep sebagai pedoman dan dasar
keputusan klinik
3.    Standar III
   Pengumpulan data secara reguler;
a.    Komprehensif 
b.    Akurat 
c.    Sistematik  
   informasi yg terkumpul disebarkan ke semua anggota tim kesehatan terkait termasuk pada
klien dan keluarganya 
4.    Standar IV
   Diagnosa keperawatan; ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian 
5.     Standar V
   Perencanaan dan kesinambungan pelayanan;
a.    Tujuan
b.    Prioritas
c.    Pendekatan Keperawatan
d.    Rencana cara terapi,preventiv,restorativ,rehabilitativ terhadap kebutuhan klien
Membantu individu memelihara kesehatan, kesejahteraan dan kualitas kehidupannya setinggi
mungkin & meninggal dg damai 
6.    Standar VI
     Intervensi; berdasarkan teori keperawatan gerontologi, sesuai dengan diagnose dan rencana
& modifikasi yang telah dibuat 
7.    Standar VII
    Evaluasi; dilakukan secara berkesinambungan terhadap respon klien dan keluarganya , untuk
mencapai tujuan, memperbaiki data dasar, diagnosa dan rencana asuhan keperawatan
8.    Standar VIII

17
   Kolaborasi interdisiplin; dengan anggota tim kesehatan lain, melalui pertemuan reguler untuk
mengevaluasi efektivitas perencanaan dan untuk melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan
klien dan keluarga 
9.    Standar IX
    Penelititan; peran serta dlm penelitian u/ mengembangkan batang tubuh pengetahuan
keperawatan gerontik, menyebarluaskan hasil penelitian dan menggunakan hasil penelitian dlm
praktek 
10.    Standar X
   Etika; menggunakan kode etik keperawatan yang ada dlm melaksanakan askep 
11.    Standar XI
    Pengembangan profesi; ners bertanggung jawab secara moral thd perkembangan profesi &
perkembangan anggota tim interdisiplin. Ners berperanserta dalam evaluasi untuk meyakinkan
kualitas praktek askep 

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Lansia Masa Kini dan Mendatang. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat Kedeputian I Bidang Kesejahteraan Sosial. 2010
Anonim. Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Nurse Idea. 2009.
Darmojo, Boedi. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.
Kiswanto, Eka A. Trend dan Isu Legal dalam Keperawatan Profesional. Jakarta: Pro-Health. 2009.
R, Rully. Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan Lansia di RSU dalam Perspektif HAM. Jakarta: Harian
Suara Pembaharuan. 2002.
SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony. Pandaun Gerontologi, Tinjauan Dari Berbagai Aspek. 2005. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mickey & Patricia. 2006. "Buku Ajar Keperawatan Gerontik". Edisi 2. EGC. Jakarta: Buku Kedokteran. 
Perry & Potter. 2005. "Buku Ajar Fundamental Of Nursing: Konsep, Proses dan Praktik". Edisi 4. EGC. J
akarta: Buku Kedokteran. 
Ma'rifatul Lilik A.. 2011. "Keperawatan Lanjut Usia". Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. 
http://www.world_health_organization.com (Diakses: tanggal 30 september 2018 , Pukul 11.30 Wib). 

19

Anda mungkin juga menyukai