2108861
4B PGPAUD
Khurshed Mitchell (2001) membahas beberapa aspek Islam, tetapi lebih fokus pada
konteks hari ibadah Muslim imigran. Inayet Sahin (2003) menulis tentang pengalaman memulai
jalan spiritual dan mengatasi rintangan. Dalam bukunya tahun 2009 Sandra Anto-Awuakye
mengupas pengasuhan keluarga homoseksual Asia Selatan dari berbagai perspektif termasuk
budaya, nilai-nilai orang tua, dan sikap. Hanny Hartono (2012) mendidik para imigran Muslim di
Selandia Baru yang sedang bergerak untuk menjalani kehidupan yang memuaskan di antara
populasi multietnis.
Pola asuh spiritual muslim tertanam dalam beberapa konsep fundamental, seperti keesaan
Tuhan (tauhid), sifat bawaan manusia (fitrah), pensucian diri (tazkiyah), reformasi (islah),
penatalayanan (khilafah), penghambaan kepada Tuhan (' ubudiyah), kesuksesan (falah), dan
kehidupan yang baik (hayat tayyibah). Anak-anak belajar tentang Tuhan, cinta, nama, dan ajaran-
Nya. Mereka dibesarkan untuk menjadi pengikut Tuhan dalam semua interaksi sosial. Mereka
diberi pendidikan moral yang lebih mendalam. Mereka diberi alat untuk memahami diri mereka
sendiri, mengatasi tekanan internal dan eksternal, dan memahami kekuatan dan kelemahan mereka
sendiri.
Fondasi spiritual parenting adalah spiritualitas orang tua, serta minat, preferensi, dan
lingkungan spiritual mereka, serta pandangan dan dedikasi mereka terhadap pertumbuhan anak
secara utuh. Selain itu, pendidikan agama tidak dianggap suci atau menyucikan. Emosi bersama
dan pemikiran rasional dilapisi dengan perawatan spiritual, yang mewakili kolaborasi yang saling
menguntungkan antara mentor dan orang yang dibimbing, tanpa hubungan berubah menjadi
kesucian, kemurnian, atau ketidaksempurnaan. Pengasuhan spiritual menuntun anak secara
bertahap menuju kesadaran ilahi melalui serangkaian praktik, refleksi diri, meditasi, dan adaptasi.
Pengasuhan spiritual Islam berbasis pengetahuan dan mencerminkan waktu dan kualitas
pembelajaran yang diinvestasikan di dalamnya. Orang tua berpegang pada keyakinan bahwa
seseorang harus mengabdikan diri untuk belajar atas nama Allah, belajar dan berbagi ilmu,
mengikuti jejak para ulama, mendukung komunitas peserta didik, memperoleh ilmu yang
dibutuhkan untuk penyucian diri, dan terus-menerus. Anak-anak didorong untuk mempelajari
gagasan dasar yang membangun karakter dan mengembangkan kesadaran tentang penyakit diri
yang termanifestasi dan tersembunyi.
Islam mengenal prinsip, etika, norma, dan bahasa yang diungkapkan secara terbuka selama
perjalanan pengasuhan. Al-Qur'an menekankan perlunya mentaati ASI sebagai hak dasar bagi
semua anak yang baru lahir dan anak-anak dengan anjuran kuat untuk mempertahankan siklus
menyusui selama dua tahun. Arfat menegaskan bahwa Islam telah membesarkan anak-anak sampai
mereka mencapai usia dewasa. Orang tua Muslim dianjurkan untuk mengumandangkan adzan di
telinga bayi yang baru lahir, dengan keyakinan bahwa seruan akan mendahului panggilan setan
dan mempertahankan pengaruhnya.
Pada masa bayi, orang tua dianjurkan untuk berlatih tahnik (menggosok bagian dalam
mulut bayi yang baru lahir dengan kurma yang dihaluskan) dan mempersembahkan kurban
('aqiqah) untuk kelahiran anak-anak mereka. Menurut Ibn al-Qayyim, pengorbanan mendekatkan
anak kepada yang ilahi dan dipandang sebagai cerminan kisah pengampunan Tuhan atas Nabi
Ibrahim sebagai hadiah atas penyerahannya kepada Tuhan dan kesediaan untuk mengorbankan
putranya Ismail demi dia.