Anda di halaman 1dari 27

MODUL

VIROLOGI II

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGILABORATORIUM MEDIK

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRALUBUK


PAKAM
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
FAKULTAS FARMASI
Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang – Sumatera Utara
(20512) Telp. (061) 7952234 – 7952262 Faximile : (061) 7952234
Email : farmasimedistra@gmail.com,
Website: www.medistra.ac.id

SURAT KEPUTUSAN
DEKAN FAKULTAS FARMASI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
Nomor : 156.B/03.3/INKES-MLP/XI/2019

TENTANG
DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2019 – 2020
FAKULTAS FARMASI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

DEKAN FAKULTAS FARMASI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

MENIMBANG : 1. Bahwa Untuk Melaksanakan Tugas Pendidikan dan Pengajaran Perlu


Ditetapkan Dosen Pengampu Mata Kuliah Pada Semester Ganjil Tahun
Akademik 2019 - 2020 di Lingkungan Program Studi Teknologi Laboratorium
Medik Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam;
2. Bahwa berdasarkan Kalender Akademik Semester Ganjil Fakultas Farmasi
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam Tahun Akademik 2019-2020 maka
perkuliahan akan dimulai pada Februari 2020 dan berakhir pada Juli 2020;
Bahwa untuk keperluan dimaksud diatas maka perlu ditetapkan dengan Surat
3. Keputusan Dekan Fakultas Farmasi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam
sebagai pengesahannya.

MENGINGAT : 1. Undang – Undang RI Nomor : 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan


Nasional;
2. Surat Keputusan Dirjend DIKTI Nomor : 297/KPT/I/2017, Tentang izin Institut
Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam dan 161/D/O/2001 tentang izin
penyelenggaraan Program Studi ;
3. Undang-Undang RI Nomor : 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen;
4. Undang-Undang RI Nomor : 12 Tahun 2012, Tentang Pendidikan Tinggi;
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 42 Tahun 2007, Tentang Sertifikasi Dosen;
Peraturan Pemerintah RI Nomor : 37 Tahun 2009, Tentang Dosen;
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 23 Tahun 2013, Tentang Perubahan Atas
Standar Nasional Pendidikan;
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 4 Tahun 2014, Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Tingggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi;
8. Kalender Akademik Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam T.A 2019 -
2020.
MEMPERHATIKAN : 1. Surat Keputusan Ketua Yayasan Medistra Lubuk Pakam Nomor 023/C.1/
YAY-M/VI/2016, tentang penetapan honorarium mengajar dan pemberian
insentif bagi setiap kegiatan akademik yang termasuk dalam lingkup pendidikan
dan pengajaran;

2. Hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran dengan Sistem Penjaminan Mutu


Internal Fakultas Farmasi Semester Genap T.A 2019-2020.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
Pertama : Menugaskan Dosen untuk Menjadi pengampu Mata Kuliah bagi mahasiswa di
lingkungan Program Studi Teknologi Laboratorium Medik Institut Kesehatan
Medistra Lubuk Pakam (roster dan daftar nama terlampir).

Kedua : Kepada para dosen sebagaimana dimaksud diwajibkan untuk menaati Kode Etik
Dosen dan Standar Pembelajaran yang telah ditetapkan serta berhak mendapatkan
honorarium mengajar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Yayasan
Medistra Lubuk Pakam.
Ketiga : Pada setiap akhir semester, akan dilakukan penilaian Indeks Keinerja Dosen (IKD)
pengampu mata kuliah berdasarkan survei tingkat kepuasan mahasiswa.

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari terdapat
Keempat : kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Lubuk Pakam


Pada Tanggal : 12 November 2019

Dekan,

Romauli Anna Teresia Marbun, S.Farm., M.Si


NPP. 06.15.12.08.1991
Lampiran Surat Keputusan :
Nomor : 017.A/03.2/INKES-MLP/II/2020
Hal : Penetapan Panitia Buku Kurikulum Program
Studi Teknologi Laboratorium Medik Program Sarjana pada
Fakultas Farmasi.
Tanggal : 03 Februari 2020

TIM PENYUSUN BUKU KURIKULUM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI


LABORATORIUM MEDIK PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

NO NAMA JABATAN
1 Romauli Anna Teresia Marbun, S.Farm., M.Si Ketua
2 Sa'adah Siregar, S.Si, M.Kes Sekretaris
3 Asvia Rahayu, S.ST, M.Biomed Anggota
4 Jhon Patar Sinurat, S.Pd, M.Si Anggota

Lubuk Pakam, 03 Februari 2020


Dekan,

Romauli Anna Teresia Marbun, S.Farm., M.Si


NPP. 06.15.12.08.1991
MODUL VIROLOGI II

VISI DAN MISI


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

VISI
Menghasilkan laboran yang unggul dan profesional dalam bidang mikrobiologi
molekuler menuju tingkat Asia tahun 2028.

MISI
1) Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan sistem
yang mendukung pada FF sehingga pembelajaran tersebut menghasilkan
prodi yang dapat menghasilkan alumni berkarakter unggul dan profesional.
2) Menyelenggarakan proses praktik laboratorium yang kondusif dan handal di
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.
3) Mengoptimalkan dan mengimplementasikan penelitian mikrobiologi
molekuler klinis dengan menggunakan pendekatan riset.
4) Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis
riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan teknologi laboratorium
medik.
5) Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan, pelayanan,
organisasi, dan stakeholders baik dalam maupun luar negeri

iv
PROGRAM STUDI TEKNOLOGiv I LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

Karunia dan izin-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan Modul Teori

“Virologi II”. Pada kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih

kepada pihak- pihak yang mendukung dan mengarahkan kami sehingga Modul

ini dapat diselesaikan dengan baik dan bermanfaat dalam pembelajran, Kami

menyadari bahwa dalam penyusunan modul ini, masih banyak kekurangan yang

ditemui. Untuk itu, kami mengharapkan adannya saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan Modul ini . Akhir kata, semoga Modul ini

dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama bagi para pembaca dan

pelajar dibidang Laboratorium.

Lubuk Pakam,

Tim Penulis

v
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................................................ i
SK DEKAN................................................................................................................................................. ii
VISI MISI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK............................................iv
KATA PENGANTAR................................................................................................................................. v
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................vi
PATOGENESIS DAN RESPON TERHADAP INFEKSI VIRUS ................................................................. 7
PEMERIKSAAN VIRUS SECARA SEROLOGI HA, HI, DAN ELISA .................................................... 11
PEMERIKSAAN ANTIGEN VIRUS ........................................................................................................... 18
PEMERIKSAAN KULTUR VIRUS (TELUR BERIMBRIO) ..................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 25

v
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

BAB
I

PATOGENESIS DAN RESPON TERHADAP INFEKSI VIRUS

Pendahuluan
Virus merupakan parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme
biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya
dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel
makhluk hidup karena virus tidak mempunyai perlengkapan selular kepada bereproduksi
sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi
tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri
atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan diekspresikan
dijadikan adun protein yang dipergunakan kepada memuat bahan genetik maupun protein
yang diperlukan dalam daur hidupnya.
Virus dapat menginfeksi inangnya dan menyebabkan berbagai dampak bagi inangnya
berada yang berbahaya, namun juga berada yang dapat ditangani oleh sel imun dalam tubuh
sehingga dampak yang diproduksi tidak terlalu luhur.
Infeksi Akut
infeksi akut merupakan infeksi yang berlanjut dalam jangka saat cepat namun dapat juga
berakibat fatal.
Dampak dari infeksi akut adalah :
• Sembuh tanpa kerusakan (Sembuh total)
• Sembuh dengan kerusakan/cacat, misalnya : polio
• Berlanjut kepada infeksi kronis
• Kematian
Infeksi Kronis
Infeksi kronis merupakan infeksi virus yang berkepanjangan sehingga berada resiko gejala
penyakit muncul kembali.
Contoh dari infeksi kronis adalah :
• Silent subclinical infection seumur hidup, contoh : cytomegalovirus( CMV)

7
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

• Periode diam yang cukup lama sebelum munculnya penyakit, contoh : HIV
• Reaktivasi yang menyebabkan infeksi akut, contoh : shingles
• Penyakit kronis yang berulang (kambuh), contoh : HBV, HCV
• Kanker contoh : HTLV-1, HPV, HBV, HCV, HHV.

Langkah-Langkah Patogenesis
1. Masuknya virus dan Replikasi Primer
Agar terjadi infeksi, virus harus menempel dan memasuki sel penjamu, port
d’entreenya bisa melalui kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
urogenital, konjungtiva, atau plasenta. Ada juga yang langsung masuk ke aliran darah
melalui jarum, seperti hepatitis B, HIV, atau melalui vector serangga. Setelah masuk,
virus bbereplikasi di tempat pertama dia masuk. Ada yang bereplikasi hanya pada port
d;entreenya saja, sehingga menyebar local di permukaan epitelnya saja, ada juga yang
menyebar jauh, secara sistemik.
2. Penyebaran virus dan Tropisme Sel
Pada penyabaran dekat, virus menginfeksi sel tetangga melalui ruang antar sel
atau kontak langsung antar sel. Pada penyebaran jauh, mekanismenya bervariasi, ada
yang melalui aliran darah, getah bening, atau susunan saraf. Adanya virus dalam darah
disebut viremia. Virion dapat bebas di dalam plasma atau berhubungan dengan sel
tertentu (misalnya virus campak), ada juga yang kemudian memperbanyak diri pada
sel tersebut. Dapat terjadi juga penyebaran neuronal smpai ke otak (seperti pada virus
rabies). Penyebaran virus dapat ditentukan juga oleh gen virus spesifik, luasnya
penyebaran virus si saluran pencernaan ditentukan oleh salah satu protein kapsid luar
(neovirus).
3. Cedera Sel dan Penyakit Klinis
Sel yang terinfeksi mengalami cedera, mempengaruhi jaringan, mengakibatkan
perubahan fisiologis dan menyebabkan timbulnya penyakit. Penyakit klinis adalah
indicator yang tidak sensitive karena infeksi subklinis akibat virus sering terjadi.
4. Penyembuhan dari Infeksi
Infeksi virus dapat menyebabkan kematian, tapi dapat juga sembuh. Mekanisme
penyembuhan melibatkan imunitas selular dan humoral, interferon dan sitokin lain,
serta kemungkinan factor pertahanan penjamu lain.
8
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

5. Pelepasan Virus
Pelepasan virus ke lingkungan merupakan tahap penting untuk
mempertahankan infeksi virus pada populasi penjamu. Pelepasannya terjadi di
permukaan tubuh tempat masuknya virus tersebut, terjadi pada stadium penyakit yang
berbeda-beda. Terjadi waktu seseorang yang terinfeksi bersifat infeksius. Ada juga
beberapa virus yang tidak mengalami pelepasan, berakhir dengan kematian, seperti
virus rabies.

Respons Imun Penjamu

Mekanisme pertahanan pada penjamu ada dua, yaitu yang spesifik dan tidak spesifik.
Pertahanan spesifik terjadi pada imunitas humoral dan selular. Pada imunitas humoral,
biasanya didahului oleh naiknya titer IgM, diikuti oleh IgG dan IgA. IgG dianggap factor
humoral utama antivirus dalam serum karena membantu membatasi penyebaran hematogen
(penyebaran virus melalui aliran darah). Pada imunitas selular, sel-sel yang terangsang akan
melisiskan sel yang terinfeksi dengan cara mengikat antigen virus di membrane plasma.
Lisisnya sel terinfeksi akan memutuskan rantai kembang biak virus, sekaligus memutuskan
rantai infeksi.

Pada pertahanan tak spesifik yang paling menonjol adalah induksi interferon.
Mekamisme pertahanan tak spesifik biasanya dioeroleh segera setelah infeksi virus.
Interferon adalah suatu polipeptida yang melindungi sel dari spesies yang sama terhadap
infeksi virus. Interferon hanya melindungi sel sehat dari infeksi, tidak menghambat infeksi
yang sudah berlangsung. Infeksi viruspun sebenarnya merupakan perangsang pembentukan
interferon.

Mekanisme pertahanan bisa juga gagal karena ada beberapa jenis virus menyerang
sel-sel yang berperan dalam imunitas. Misalnya HIV, menyerang sel-sel penolong seperti
sel T sehingga suatu saat sel tersebut melemah fungsinya terhadap imunitas, selain itu,
virus HIV di dalam tubuh terus menerus mutasi sehingga proses pertahanan menjadi tidak
efektif karena sasarannya berubah.

Pemurnian Partikel Virus


Bahan awal biasanya merupakan medium biakan jaringan dalam volume besar, cairan
tubuh, atau sel-sel yang terinfeksi. Langkah pertama adalah presipitasi dengan amonium

9
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

sulfat, etanol, atau polietilen glikol, bisa juga dengan ultrafiltrasi. Setelah itu dilakukan
pemekatan orthomyxovirus melalui hemaglutinasi dan elusi. Lalu, virus dipisahkan dari bahan
penjamu dengan sentrifugasi differensial, sentrifugasi gradient densitas, kromatografi kolom,
dan elektroforesis.
Untuk mencapai pemurnian yang adekuat, diperlukan langkah selanjutnya.
Pemurnian awal akan membuang sebagian besar bahan nonvirus. Langkah pertama dapat
meliputi sentrifugasi, seperti pada sentrifugasi rete-zonal, yaitu suatu sampel virus yang
dipekatkan dilapis pada gradient dentitas linear dari sukrosa atau gliserol, dan selama
sentrifugasi virus mengendap sebagai suatu pita pada kecepatan tertentu.
Virus dapat juga dimurnikan dengan sentrifugasi kecepatan tinggi pada gradient
densitas sesium klorida, kalium klorida, kalium tartrat, atau sukrosa (bahan yang kurang
toksik terhadap virus). Partikel virus akan bermigrasi ke posisi setimbang dengan densitas
larutannya setara dengan densitas ringan dan membentuk pita yang dapat dilihat.

Identifikasi Partikel Sebagai Virus


Partikel yang teridentifikasi sebagai virus harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Diperoleh hanya dari sel atau jaringan yang terinfeksi.
2) Diperoleh dari berbagai sumber identik tanpa memandang asal sel tempat virus tumbuh.
3) Tingkat aktivitas infektif bervariasi.
4) Adanya destruksi partikel dan infektifitas harus terbukti identik.
5) Sifat tertentu partikel dan infektivitas harus terbukti identik.
6) Spectrum absorpsi fisik yang dimurnikan pada rentang ultraviolet harus bertepatan
dengan spectrum inaktivasi ultraviolet virus.
7) Antiserum yang disediakan terhadap virus infeksius harus bereaksi dengan partikel
yang dimaksudkan dan sebaliknya.
8) Harus mampu menyebabkan penyakit yang khas secara in vivo.
9) Masuknya partikel dalam biakan jaringan harus menyebabkan produksi progeny dengan
sifat biologi dan antigenik virus.

10
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

BAB
II

PEMERIKSAAN VIRUS SECARA SEROLOGI HA, HI, DAN ELISA

Pendahuluan
Uji serologi dilakukan untuk mengidentifikasi virus guna menentukan agen penyebab
penyakit. Diagnose demikian disebut diagnose pasti. Caranya dengan menggunakan serum
standar yang sudah diketahui. Prinsip dasar uji serologi adalah terjadinya ikatan antara antigen
dengan antibodi yang homolog untuk membentuk ikatan antigen-antibodi komplek. Pada uji
hemaglutinasi, ikatan tersebut (kompleks antigen- antibodi homolog) dapat diketahui dengan
menambahkan sel darah merah 1% sebagai indikator uji.
Uji serologi juga dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi hewan
pascavaksinasi. Darah diambil dari hewan satu atau dua minggu setelah divaksinasi. Pada
unggas pengambilan darah dilakukan melalui vena brakialis (vena sayap), dengan
menggunakan spuit 1 atau 3 ml tergantung umurnya. Selanjutnya darah diletakkan pada posisi
miring, dibiarkan sampai sarumnya keluar dengan sempurna. Serum yang keluar selanjutnya
dipisahkan dan ditampung dengan tabung mikro untuk diuji titer antibodinya.
Disamping itu uji serologi juga dapat digunakan untuk mengetahui munculnya
penyakit baru dengan menggunakan serum dan antigen standar. Untuk penyakit yang sudah
endemik, dilakukan pengambilan serum sepasang (paired sera) yakni serum yang diambil dua
kali. Pengambilan pertama saat penyakit berlangsung akut, sedangkan pengambilan serum
yang kedua dilakukan 2-4 minggu kemudian. Selanjunya dibandingkan titer antibodinya
Macam-macam uji serologi
Beberapa uji serologi yang dikenal, diantaranya adalah:
a. Haemaglutination and Haemaglutination Inhibition Test (HA/HI)
b. Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
c. Agar Gel Presititation Test (AGPT)
d. Flourescent Antibody Technique (FAT)
e. Complement Fixation Test (CFT)
f. Radio Immuno Assay (RIA)

11
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

a. Uji HA / HI
Untuk Identifikasi Penyakit Virus Uji hemaglutinasi (HA/HI) digunakan
khusus untuk virus-virus yang memiliki protein hemaglutini pada amplopnya.
Misalnya: Virus Newcastle Disease, virus Avian Influenza, virus Parvo. Terjadinya
hemaglutinasi ditandai dengan butiran berpasir akibat adanya ikatan antara sel darah
merah 1% dengan protein hemaglutinin pada amplop virus.
Uji HA dan HI dilakukan berdasarkan sifat virus Avian Influenza yang dapat
mengaglutinasi sel darah merah (RBC) dan kemampuan antibodi spesifik untuk
menghambat aglutinasi tersebut. Hemaglutinasi merupakan proses penggumpalan sel
darah merah yang terlihat seperti butir-butir pasir. Uji ini merupakan salah satu uji
serologi standar yang direkomendasikan OIE untuk mendeteksi keberadaan antibodi
yang terdapat pada serum yang diperiksa.
Pada prinsipnya uji HI adalah reaksi ikatan antara antibodi yang terkandung
dalam serum yang diperiksa dan jumlah antigen hemaglutinin Avian Influenza yang
digunakan sebanyak 4 HAU (Haemagglutination Unit). Umumnya uji ini
cukup sensitif dan mampu memberikan hasil yang spesifik terhadap subtipe
antigen virus Avian Influenza. Reaksi silang heterolog kemungkinan bisa terjadi
antara subtipe-subtipe virus Influenza tipe A. Namun demikian, reaksi homolog
akan selalu menunjukkan hasil yang lebih sering terjadi daripada reaksi heterolog.
Disamping yang telah disebutkan di atas, uji HA dan HI juga masih
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan lainnya. Kelebihan dari uji ini
adalah relatif simpel, murah serta reagen dan RBC yang diperlukan untuk pengujian
dapat dipersiapkan dengan mudah oleh masing-masing laboratorium. Sedangkan
kekurangan-kekurangan yang dimiliki uji ini diantaranya titrasi antigen harus
dilakukan setiap pengujian, interpretasi hasil uji memerlukan keahlian khusus serta
adanya prosedur yang berbeda dari masing-masing laboratorium dapat
memberikan hasil yang berbeda
• Cara Uji Hemaglutinasi
Cara Uji Hemaglutinasi Cepat Uji hemaglutinasi cepat (rapid HA)
dilakukan untuk deteksi cepat.
Cara kerja:
a. Diteteskan satu tetes suspensi antigen diatas gelas objek, didekatnya
diteteskan pula satu tetes suspense sel darah merah 1 %.

12
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

b. Kedua tetesan tersebut selanjutnya dicampurkan dengan menggunakan


batang korek api lalu diaduk beberapa saat sampai merata.
c. Diamati terjadinya butiran berpasir warna merah pada objek glas sebagai
tanda reaksi itu positif.
• Uji Hemaglutinasi
Teknik Mikrotiter Uji ini untuk mengetahui titer virus, diperlukan untuk
menyiapkan antigen 4 HA unit pada uji HI.
Cara kerjanya:
a. Disiapkan plat mikro 96 sumuran, lalu diisikan 0,025 µl PBS ke dalam
semua lubang.
b. Ditambahkan suspensi antigen yang diuji (dari cairan alantois hasil panen)
pada tahap uji sebelumnya ke dalam lubang satu dan dua, selanjunya
dilakukan pengenceran berseri kelipatan dua mulai dari lubang kedua
sampai lubang ke sebelas dengan menggunakan pengencer mikro.
c. Ditambahkan 0,25 µl PBS ke dalam setiap lubang plat mikro (mulai dari
lubang 1 sampai lubang 12), selanjutnya diaduk dengan pengocok mikro.
d. Ditambahkan ke dalam setiap lubang masing-masing 0,05 µl sel darh
merah 1 % mulai lubang 1 sampai lubang 12, lalu diayak selama 30 detik.
e. Plat mikro selanjutnya dieramkan pada suhu kamar dan diamati timbulnya
aglutinasi sel darah merah. Pengamatan dilakukan setiap 15 menit selama
satu jam.
f. Titer virus ditentukan dari pengenceran tertinggi yang masih mampu
mengalutinasi sel darah merah 1%. Titer virus yang diperoleh selanjutnya
diencerkan menjadi 4 HA Unit.
g. Identifikasi virus dilanjutkan dengan uji HI.
• Uji Hambatan Hemaglutinasi (Uji HI)
Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut virus yang diuji
pada uji HA. Disamping itu uji HI juga dapat juga digunakan untuk
menentukan titer antibodi hewan pascavaksinasi.
Cara kerja:
a. Disiapkan plat mikro 96 sumuran, lalu diisikan 0,025 µl PBS ke dalam
semua lubang.
b. Serum yang akan di uji dipanaskan terlebih dahulu pada penangas air
13
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

bersuhu 56 ºC selama 30 menit.


c. Ditambahkan 0,025 µl serum ke dalam lubang 1 dan 2 dari sumuran plat
mikro lalu diencerkan secara berseri kelipatan dua mulai dari sumuran ke
dua sampai lubang ke sepuluh dengan pengencer mikro.
d. Ditambahkan 0,25 µl suspensi antigen 4 HA unit mulai lubang n0 1 sampai
11, lubang nomor 12 hanya diisi 0,25 µl PBS.
e. Plate mikro diayak selama 30 detik, kemudian diinkubasikan pada suhu
kamar (sehu 23º C) selama 30 menit. Kedalam setiap lubang selanjutnya
ditambahkan masing-masing 0.05 ml suspense sel darah merah 1 %, diayak
kembali selama 30 detik.
f. Plate mikro diletakkan pada suhu kamar, diamati setiap 15 menit, dibaca
hasilnya pengamatan dilakukan selama 1 jam
g. Titer HI dinyatakan sebagai pengenceran tertinggi dari serum yang masih
mampu menghambat terjadinya hemaglutinasi virus secara sempurna.

Kelebihan dan Kekurangan uji HA dan HI


Kelebihan dari uji ini adalah relatif simpel, murah serta reagen dan RBC yang
diperlukan untuk pengujian dapat dipersiapkan dengan mudah oleh masing-masing
laboratorium. Kekurangan yang dimiliki uji ini diantaranya titrasi antigen harus
dilakukan setiap pengujian, interpretasi hasil uji memerlukan keahlian khusus serta
adanya prosedur yang berbeda dari masing-masing laboratorium dapat memberikan
hasil yang berbeda.

b. Uji ELISA
ELISA merupakan uji serologi yang paling banyak digunakan untuk
mendeteksi virus, termasuk virus tungro, karena relatif mudah, cepat, sensitif, akurat
dan dapat digunakan untuk skala besar. Metode ini menjadi sangat sensitif dan akurat,
karena penggunaan antibodi yang khas hanya bereaksi dengan virus yang
bersangkutan.
Prinsip pada metode ini, larutan antibodi dituangkan pada permukaan cawan-
cawan mini pada piring ELISA dan diinkubasi. Cawan dibilas, cairan contoh tanaman
dituangkan dan diinkubasi, setelah dibilas cawan diisi larutan konjugat dan diinkubasi.
Cawan sekali lagi dibilas dan larutan substrat yang bening dituangkan ke cawan.

14
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

Dalam waktu 10 - 30 menit apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning maka
contoh tanaman mengandung virus (positif) dan sebaliknya apabila tidak berubah
warna berarti negatif.
Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibody dengan spesifisitas
untukj antoigen tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui
diimobilisasi pada suatu permukaan solid (biasanya berupa lempeng microplate
polistiren), baik non spesifik (melalui penyerapan pada permukaan) atau spesifik
(melalui penangkapan oleh antibody lain yang spesifik untuk antigen yang sama,
disebut sandwich ELISA). Seetlah antigen diimobilisasi, antibody pendeteksi
ditambahkan, membentuk kompleks dengan antigen. Antibody pendeteksi dapat
berikatan juga denganh enzim, atau dapat dideteksi secara langsung oleh antibody
sekunder yang berikatan dengan enzim melalui biokonjugasi. Diantara tiap tahap, plate
harus dicuci dengan larutan deterjen lembut untuk membuang kelebihan protein atau
antibody yang tidak terikat. Setelah tahap pencucian terakhir, dalam plate ditambahkan
substrat enizmatik untuk memproduksi sinyal yang visible, yang menunjukkan
kuantitas antigen dalam sampel.
Pengujian ELISA dilakukam menggunakan suspense antigen atau protein M
dari virus H1N1, dengan serum yang mengandung antibody spesifik antigen atau
Protein M dari virus H1N1 (serum post vaksinasi) dan serum yang tidak mengandung
antibody spesifik terhadap virus H1N1 (serum yang tidak divaksinasi).
Microplate pada well A1 sd A12, B1 sd B12, C1 sd C12, dan D1 sd D12, F1
dan F2 telah diisi dengan 60ul larutan Coated Antigen (Protein M) 25ug/ml, dan di
inkubasi 37°C, selmaa 60 menit. Bahan plate polystyrene memungkinan untuk antigen
dapat menempel dengan baik di dasar well microplate.
Microplate kemudian dicuci sebanyka tiga kali menggunkana washing buffer.
Halini bertujuan untuk memberikan Coated Antigen (protein M) yang tidak dapat
menempel dengan baik di dasar well dpaat dihilangkan, dan untuk menghilangkan
gelembung yang terbentuk di dasar well yang dapat mengganggu pembacaan hasil
ELISA.
Tahapan berikutnya adalah penambahan blocking solution, yang bertujuan
untuk mengisi celah celah yang tidak terdapat Coated Antigen (protein M) pada dasar
well sehingga mencegah terjadinya ikatan yang tidak spesifik antara antibody dan
antigen.

15
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

Pada tahapan penambahan antibody 1 (antibody spesifik terhadap antigen /


protein M virus H1N1 dan antibody tidak spesifik terhadap antigen atau protein M
virus H1N1, bertujuan agar antibody yang ditambahkan dapat berikatan dengan
Coated antigen yang sebelumnya telahdi tambahkan. Diharapkan terbentuk ikatan
yang spesifik antara antigen protein M dengan antibody yang spesifik (berasal dari
serum yang telah divaksinasi sebelumnya). Diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam
agar terjadi reaksi yang optimal.
Pada tahapan penambahan antibody 2 yaitu antibody anti rabbit berlabel biotin,
bertujuan agar antibody 2 tersebut dapat diberikan secara spesifik dengan anitbodi
pertama. Inkubasi agar dapat terjadi interaksi yang optimal. Tahapan washing, setelah
inkubasi bertujuan, memberikan antibody 2 yang tidak berikatan dengan antibody 1,
selain itu tahapan washing jug aharus menghilangkan gelembung udara yang ada
didsar well yang terjadi pada tiap proses tahapan pengerjaan uji ELISA. Biotin yang
menempel pada ntibody 2 ini berfungsi sebagai tempat perlekatan dengan enzim yang
nantinya akan ditambahkan (streptavidine HRP). Enzim HRP (Horseradish
Peroxidase) yang berikatan dengan protein Streptavidine (dari Streptococcus avidin)
membentuk kompleks Streptavidine HRP.
Dalam pengerjaan ELISA ini perlu memperhatikan beberapa hal agar
mendapatkan hasil yang valid, yaitu harus memperhatikan ketelitian pengerjaan,
teknik pipetting, suhu dan waktu yang tepat. Dalam praktikum ini dilakukan duplo
untuk mengurangi ketidaktelitian, akan tetapi masih terjadi beberapa kesalahan, seperti
pada well A5 yang nilainya sangat jauh berbeda dengan duplonya. Kesalaahan ini
terjadi karna pada saat pengisian well duplo mungkin karena ketidaktelitian dalam
pngerjaan, pipetting ataupun karena mikropipet yang tidak terkalibrasi.

Kelebihan dan Kekurangan ELISA


Kelebihan
• Teknik pengerjaan (karena jenis antibody yang digunakan hanya stau saja,
sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibody)
• Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi
• Dapat digunakaan untuk mendeteksi keberadaan antigen, meskipun kadar
antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara
antibody atau antigen yang bersifat sangat spesifik)
16
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

• Dapat digunkaan dalam bnayak macam pengujian


Kekurangan
• Jenis antibody yang dapat digunakan pada uji dengan Teknik ELISA ini hanya
jenis antibody monoclonal (antibody yang hanya mengenali satu antigen)
• Harga antibody monoclonal relative lebih mahal daripada antibody poliklonal,
sehingga pengujian Teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relative mahal.
• Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat
control negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan infektivitas
dari larutan blocking, sehingga antibody sekunder atau antigen asing dapat
berinteraksi dengan antibody bertaut enzim signal dan menimbulkan signal.
• Reaksi anatara enzim signal dan substrat berlangsung relative cepat, sehingga
pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada pekembangannya, hal ini dapat
diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).

17
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

BAB
III

PEMERIKSAAN ANTIGEN VIRUS

Pendahuluan
Pengertian antigen mengandung dua arti, pertama untuk mengambarkan molekul yang
memacu respon imun (juga disebut imunogen) dan kedua untuk menunjukkan molekul yang
dapat bereaksi dengan antibodi atau sel T yang sudah disensitasi. Antigen yaitu setiap
substansi asing yang dapat menginduksi timbulnya respon imun. Antigen meliputi molekul
yang dimiliki virus, bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit molekul antigenic juga
ditemukan pada permukaan zat zat asing seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan.
Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas
pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi.

Rapid test antigen adalah tes diagnostik cepat atau biasa disebut dengan rapid swab
PCR (polymerase chain reaction) COVID-19. Tes ini dilakukan untuk mendeteksi
keberadaan antigen virus Corona jenis baru, COVID-19 pada sampel yang berasal dari
saluran pernapasan. Caranya adalah dengan mengambil sampel lendir dalam hidung dan
tenggorokan untuk pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan untuk mengidentifikasi ada atau
tidaknya infeksi aktif virus corona melalui deteksi protein dari virus corona tersebut.

Antigen adalah sebuah zat yang merangsang respon imun, terutama dalam
menghasilkan antibodi. Antigen biasanya berupa protein atau polisakarida, tetapi dapat juga
berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) yang bergabung dengan protein
pembawa atau carrier. Antigen merupakan zat kimia asing yang bila masuk ke dalam tubuh
dapat merasangsang tubuh kita untuk menghasilkan suatu protein, yaitu imonoglobulin (Ig,
antibody) Antibody secara spesifik dapat bereaksi terhadap antigen tersebut. Istilah spesifik
berarti antigen akan bereaksi dengan antibody tetapi tidak akan bereaksi dengan antibody B.
Antigen juga dapat merangsang jaringan limfotik memproduksi sel&sel khusus yaitu
T&limfosit untuk menghancurkan antigen tersebut

18
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

Antigen mungkin zat asing dari lingkungan seperti bahan kimia, bakteri, virus, atau
serbuk sari. Antigen juga dapat terbentuk dalam tubuh, seperti toksin bakteri atau sel&sel
jaringan. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem
kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri sehingga dapat dikatakan antigen
merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi.
Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya.
Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersi#at antigen,
sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel&sel kanker, dan
racun,
Perbedaan Pemeriksaan Antigen dan Antibodi virus
Antigen adalah segala zat yang bisa menyebabkan sistem imunitas (daya tahan tubuh)
menghasilkan antibodi untuk melawannya artinya, bila sistem imun tubuh tidak mengenal zat
yang masuk ke dalam tubuh, tubuh akan mencoba untuk melawannya. Antigen ini yang akan
dilawan oleh antibodi tubuh.
Saat antigen ini masuk ke dalam tubuh, tubuh akan menstimulasi respons imun,
terutama dengan mengaktifkan limfosit, yakni sel darah putih untuk melawan zat tersebut. Itu
sebabnya ada tes antigen untuk menemukan ada tidaknya protein tertentu dari virus tersebut
dalam tubuh dengan cara swab hidung atau tenggorokan. Kemudian dimasukkan ke dalam
papan strip dan hasilnya akan positif bila ada antigen dalam tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium Antigen Virus Hepatitis
Hepapitis A
Untuk menunjang diagnosis perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium yaitu
dengan timbulnya gejala, maka anti-HAV akan menjadi positif. IgM anti-HAV adalah
subkelas antibody terhadap HAV. Respons inisial terhadap infeksi HAV hampir seluruhnya
adalah IgM. Antibodi ini akan hilang dalam waktu 3-6 bulan. IgM anti-HAV adalah spesifik
untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi hepatitis A akut. Infeksi yang sudah lalu atau adanya
imunitas ditandai dengan adanya anti-HAV total yang terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM
antiHAV. Antibodi IgG akan naik dengan cepat setelah virus dieradikasi lalu akan turun
perlahan-lahan setelah beberapa bulan. Petanda anti-HAV berguna bagi penelitian
epidemiologis dan status imunitas.
Hepatitis B
Pada infeksi hepatitis B asimtomatik, pemeriksaan serologis menunjukkan kadar
HBsAg dan HbeAg yang rendah untuk waktu singkat, bahkan seringkali HBsAg tidak

19
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

terdeteksi. Menghilangnya HBsAg segera diikuti dengan timbulnya anti-HBs dengan titer
yang tinggi dan lama dipertahakan. Anti-HBc dan anti-Hbe juga timbul tetapi tidak setinggi
titer anti-HBs. Lima sampai sepulu persen yang menderita hepatitis B akut akan berlanjut
menjadi hepatitis B kronis. Pada tipe ini HBsAg timbul pada akhir masa inkubasi dengan titer
yang tinggi yang akan menetap dan dipertahankan lama dan dapat sampai puluhan tahun atau
seumur hidup. Anti-HBs tidak akan timbul pada pengidap HBsAg, tetapi sebaliknya antiHBc
yang terdiri dari IgM dan IgG anti-HBc akan dapat dideteksi dan menetapa selama lebih dari 2
tahun.
Hepatitis C
Pemeriksaan konvensional untuk mendiagnosis keberadaan antigen HCV tidak
tersedia. HCV RNA petama kali muncul diikuti kenaikan enzim ALT dan diikuti dengan
munculnya anti-HCV. Pemeriksaan antibodi terhadap HCV biasanya dideteksi menggunakan
enzyme immunoassay generasi ke-3 yang banyak dipergunakan saat ini mengandung protein
core yang dapat mendeteksi keberadaan antibodi dalam waktu 4-10 minggu infeksi. Antibodi
anti-HCV masih dapat terdeteksi selama terapi maupun setelahnya. Uji immunoblot
rekombinan (RIBA) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil yang positif. Pemeriksaan
HCV RNA merupakan pemeriksaan yang paling spesifik dan dapat dipercaya untuk
menunjukkan adanya infeksi HCV. Pemeriksaan HCV-RNA kuantitatif dan kualitatif
didasarkan pada teknik PCR (Polymerase Chain Reactionn).
Hepatitis D
Infeksi VHD hanya terjadi bila bersama-sama dengan infeksi VHB. Pada masa
inkubasi (koinfeksi HVB-HVD), dapat dijumpai HBsAg, HBeAg, dan DNA HVB, IgM anti
HVD, RNA HVD, HDAg, anti HBc akan terdeteksi bila penyakit berlanjut, anti-HVD
terdeteksi pada akhir masa akut dan kemudian akan menurun titernya setelah penyakit
membaik dan semua petanda replikasi virus baik B maupun D akan menghilang pada masa
penyembuhan. Sedangkan IgG maupun IgM anti-HVD dapat bertahan sampai beberapa bulan
bahkan beberapa tahun setelah sembuh.
Hepatitis E
Diagnosis hepatitis E pada pemeriksaan serologis dengan metode ELISA seperti anti-
HEV, IgG dan IgM anti-HEV dan PCR serum dan kotoran untuk mendeteksi HEV-RNA serta
immunofluorescent terhadap antigen HEV di serum dan sel hati.

20
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

BAB
IV

PEMERIKSAAN KULTUR VIRUS (TELUR BERIMBRIO)

A. Isolasi Virus
Bahan untuk isolasi virus yang baik adalah jika sampel diambil dalam keadaan
segar, diambil saat infeksi pada fase akut. Penyakit ND dan AI mempunyai gejala
klisis yang sangat mirip, yakni: kelainan sistema respirasi yang ditandai ngorok, keluar
leleran hidung, batuk. Gejala lain berupa gangguan sistim pencernaan yang ditandai:
diare, bulu kusam karena dehidrasi akibat diare profus. Ada pula gejala syaraf yang
disebut tremor, ataxia, tortikolis (tandanya sayap terkulai dan leher terpuntir ke
belakang). Perubahan patologi anatomi dari organ yang diakibatkan oleh kedua
penyakit tersebut juga hampir sama.
Perubahan patologi anatomi ditandai dengan perdarahan ringan sampai berat
yang dijumpai pada trakea, paru-paru, usus, provektrikulus, ventrikulus, dan otak.
Perdarahan bentuk ptekie (perdarahan bintik) maupun eksimosa (perdarahan yang
meluas) seringkali ditemukan pada organ-organ tersebut. Pada kasus AI perdarahan
bintik juga ditemukan pada pankreas, juga pada kaki. Sampel untuk bahan pembuatan
inokulum diambil dari organ-organ yang mengalami perubahan menciri. Biasanya
semakin menciri perubahan patologi anatominya maka semakin tinggi pula titer virus
hasil dipanen. Sampel organ diambil dalam keadaan segar, dan usahakan pengambilan
organ seseteril mungkin. Organ ditempatkan di dalam tabung kaca steril selanjutnya
dibuat inokulum untuk diinokulasikan pada media isolasi virus. Pada hewan yang
masih hidup, sampel pemeriksaan dapat diambil dengan menggunakan swab. Pada
unggas diambil dari swab trakea, swab kloaka. Pada mamalia juga dapat diambil dari
swab kerongkongan, swab vagina, swab preputium.
Cara Pembuatan Inokulum
a. Sampel berupa organ atau jaringan diambil sebanyak kira-kira 1 gram,
ditempatkan pada mortar steril, lalu dipotong kecil-kecil dan digerus
sampai halus sambil ditambahkan PBS pH 7,2 atau boleh juga NaCl
fisiologis sampai konsentrasinya 10-20 %.

21
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

b. Selanjunya suspensi jaringan dipindahkan ke dalam tabung steril untuk


disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 10-15 menit, kemudian
dipisahkan supernatant dari endapan.
c. Diambil bagian supernatan sebanyak 9 ml, ditambahkan dengan antibiotika
1 ml yang sudah diencerkan (dengan dosis 1000-5000 IU penicillin dan
1000- 5000 µg/ml streptomisin). Campuran tersebut selanjunya dieramkan
pada inkubator bersuhu 37ºC selama 30 menit.
d. Campuran supernatan yang berisi antibiotika tersebut selanjuntnya
digunakan sebagai bahan untuk isolasi virus pada tahap berikutnya.
Media Isolasi Virus: Telur Ayam Bertunas
Media yang digunakan untuk isolasi virus antara lain: telur ayam bertunas
(TAB), biakan sel, hewan percobaan maupun hospes alami. Pada modul ini akan
dibahas tentang isolasi virus (sampel uji virus AI dan ND pada pembuatan inokulum
point 2.d). Media yang umum digunakan untuk isolasi virus ND dan AI adalah telur
ayam bertunas (TAB).
Alasan pemilihan telur ayam bertunas sebagai media isolasi Virus ND dan AI , antara
lain:
a. Mudah diperoleh
b. Relative bebas dari mikroorganisme pathogen
c. Peka terhadap infeksi virus ND dan AI
d. Dapat diberikan tanda (ditulis dengan pensil: kode isolat, asal isolat,
tanggal inokulasi, jenis penyakit). Sebelum digunakan telur diperiksa
(candling) terlebih dahulu dengan menggunakan candler (teropong telur)
Candling Telur Ayam Bertunas
Pemeriksaan telur ayam bertunas disebut candling yang dilakukan pada
ruangan gelap untuk mengamati pergerakan embrionya. Teropong telur (candler)
dihidupkan lalu telur diperiksa di depan Canler. Diamati pergerakan ambrio dan
pembuluh darahnya. Telur yang fertile ditandai dengan pergerakan aktif dan darahnya
merah. Sebaliknya telur yang infertile tidak ada pergerakan embrio dan pembuluh
darahnya tampak hitam.
Isolasi Virus pada Telur Ayam Bertunas
Jalur inokulasi yang umum dilakukan pada telur ayam bertunas diantaranya
adalah:

22
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

a. inokulasi melalui ruang alantois


b. inokulaasi melalui membrane korioalantois (Chorioalantoic membrane=
CAM)
c. inokulasi kantong kuning telur (Yolk Sac)
d. inokulasi melaui ruang amnion (amnionic cavity).
e. inokulasi melalui otak (intracerebtum)
f. inokulasi melalui pembuluh darah (intra vena) Pada modul ini akan
dijelaskan cara inokulasi virus melalui ruang alantois dan membrane
korioalantois (CAM)
• Cara inokulasi virus melalui Ruang Alantois
Jalur inokulasi ini dipilih untuk virus: Newcastle Disease, Avian Influenza,
Infectious Bronchitis, Egg Drop Syndrome. Telur yang digunakan biasanya
berumur 9-10 hari. Jalur inokulasi adalah sebagai berikut:
a. Telur di candling untuk menentukan fertilatau tidak
b. Ditandai ruang udaranya dengan menggunakan pensil
c. Kulit telur didesinfeksi dengan alkohol 70%.
d. Dibuat lubang pada cangkang telur dengan menggunakan jarum penusuk
e. Dilakukan inokulasi 0.2 ml inokulum/ butir telur dengan menggunakan spuit
dengan jarum berukuran 1 ml.
f. Lubang tempat suntikan tadi ditutup dengan menggunakan kuteks
g. Diberikan label pada telur tentang isolat yang diisolasikan.
h. Telur diinkubasikan di inkubator bersuhu 37ºC dan diamati setiap hari dengan
cara di canding
i. Kematian telur kurang dari 24 jam diabaikan dan dianggap telur
terkontaminasi.
j. Telur yang mati lebih dari 24 jam atau telur dengan embrio yang sudah lemah
selanjutnya dimasukkan ke almari pendingin selama satu malam.
k. Dilakukan pemanenen cairan alantois.
• Cara Inokulasi Virus Melalui Membrana Korioalantois (CAM)
Inokulasi melalui membrane korioalantois dilakukan untuk mengisolasi virus –virus
yang bersifat epiteliotrofik, misalnya: virus Marek, Gumboro, Distemper, Pox, Variola,
Vaccinia. Biasanya pertumbuhan virus bersifat lambat yang ditandai dengan pembentukan
pox pada CAM.
23
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

Cara inokulasi CAM:


a. Telur dipilih yang fertile dan berumur 11-13 hari
b. Dilakukan candling dan ditandai ruang udaranya dengan pensil.
c. Dibuat satu tanda (x) dibagian horizontal yang dekat dengan pembuluh darah.
d. Kulit telur didesinfeksi dengan alkohol 70 % kemudian dibuat lubang pada posisi
ruang udara alami dengan menggunakan jarum penusuk steril.
e. Dibuat lubang satu lagi di bagian horizontal yang telah diberikan tanda (point c).
f. Udara dihisap keluar dari lubang ruang udara alami (point d) untuk membuat ruang
udara buatan pada lubang (point e)
g. Diinokulasikan 0,1 ml inokulum melalui ruang udara buatan, lalu lubang tadi
didesinfeksi dan ditutup dengan kutek
h. Telur diinkubasikan pada inkubator bersuhu 37ºC dengan posisi horizontal, dan
diamati setiap hari selama maximal 5 hari.
i. Telur dipanen dan dimasukkan ke almari pendingin.

24
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL VIROLOGI II

DAFTAR PUSTAKA

Delwart E., Li L. 2012. Rapidly expanding genetic diversity and host renge of the
Circoviridae viral family and other Rep encoding small circular ssDNA genomes.
Virus Res 164: 114-121

Fenner FJ, Gibbs EPJ., Murphy FA. Rott R Studdert MJ., 1993. Veterinay Virology, San
Diego: Academic Press.

Herrington CS, Coates PJ, Dupex WP. 2015. Viruses and Disease: Emerging Concepts for
Prevention, diagnosis and treatment. J Pathol 235: 149-152.

Knipe DM, Howley PM., editors (2001). Folds Virology. Philadelphia: Lippincott Williams
and Wilkins

Mac Lachlan NJ, Dubovi EJ, editor, 2011. Fenner’s . Veterinary Virology. 4 th ed. London.
Academic Press.

OIE 2008. Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris: Office
international des Epizooties.

25
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
26
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (DIV)
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

Anda mungkin juga menyukai