Anda di halaman 1dari 6

LATAR BELAKANG GCG

Latar belakang kebutuhan atas good corporate governance (GCG) dapat dilihat dari latar belakang praktis dan latar
belakang akademis.
 

 Dari latar belakang praktis, dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus melakukan
restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929. Corporate governance yang
buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997
yang efeknya masih terasa hingga saat ini.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada saat ini juga ditengarai karena tidak diterapkannya
prinsip-prinsip GCG, beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp., Worldcom, Xerox dan lainnya
melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut menggambarkan tidak diterapkannya pronsip-prinsip GCG.
 Dari latar belakang akademis, kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan dengan principal-
agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik muncul karena
perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak.
Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu Entitas tersendiri yang terpisah merupakan Subyek Hukum,
sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi
melalui penerapan GCG.
Selain pendekatan model Agency Theory dan Stakeholders Theory tersebut di atas, kajian permasalahan GCG
oleh para akdemisi dan praktisi juga berdasarkan Stewardship Theory, Management Theory dan lainnya.

Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, dan telah disempurnakan dengan Peraturan
Menteri Negara BUMN Nomor: PER — 01 /MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara menekankan kewajiban bagi BUMN untuk
menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya, yang
pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang
dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun
ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP
mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu:
"KOMITMEN, ATURAN MAIN, SERTA PRAKTIK PENYELENGGARAAN BISNIS SECARA SEHAT
DAN BERETIKA"
PERAN BPKP DALAM PENGEMBANGAN GCG

Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian Sistem Manajemen BUMN
dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang mengacu pada prinsip Good Corporate Governance (GCG). Selanjutnya, BPKP telah membentuk
Tim Good Corporate Governance dengan Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-06.02.00-316/K/2000 yang
diperbaharui dengan KEP-06.02.00-268/K/2001.
Tim GCG tersebut mempunyai tugas:
"MERUMUSKAN PRINSIP-PRINSIP PEDOMAN EVALUASI, IMPLEMENTASI DAN SOSIALISASI
PENERAPAN GCG, SERTA MEMBERIKAN MASUKAN KEPADA PEMERINTAH DALAM
MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN KINERJA DALAM RANGKA PENERAPAN GCG PADA
BUMN/BUMD DAN BADAN USAHA LAINNYA (BUL)"
 

Sebagai bagian dari peningkatan governance di lingkungan Pemerintah Indonesia serta dorongan dari beberapa
lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB),
dan Overseas Economic Coordination Fund (OECF), BPKP ikut mengerahkan sumber dayanya untuk mendorong
penerapan good corporate governance di lingkungan BUMN/D. Dilingkungan BUMN, upaya ini juga dilakukan
dalam rangka merespon surat Menteri Keuangan No. 359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 seperti disebutkan di
atas.
Selanjutnya, dengan dialihkannya Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan kepada Menteri BUMN
tersebut, saat ini sedang dilakukan tindak lanjut kerjasama dengan Kantor Kementrian BUMN.

Demikian pula halnya dengan good corporate governance di bidang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BPKP
telah melakukan interaksi dengan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (Otda) cq. Dirjen Otda. Upaya yang
dilakukan oleh Tim GCG BPKP berupa menyusun kajian dan bahan untuk sosialisasi GCG di BUMN/D. Strategi
yang dilakukan adalah melakukan kerjasama dengan Kantor Kementrian BUMN untuk melakukan Sosialisasi,
Lokakarya dan Asistensi Implementasi GCG

Dalam rangka mengukur tingkat penerapan GCG pada BUMN pertama kalinya, Menteri BUMN meminta bantuan
BPKP untuk melakukan pengukuran dan pengujian penerapan GCG (Assessment) pada 16 BUMN, pengujian dan
pengukuran GCG di 16 BUMN yang telah dilakukan oleh BPKP merupakan momentum yang sangat strategis bagi
dalam mengukur dan menguji penerapan GCG pada BUMN dan mendorong penerapannya. Setelah pengujian 16
BUMN tersebut pengukuran dan pengujian penerapan GCG berlanjut pada BUMN-BUMN lainnya, seperti BUMN
sektor jasa keuangan, jasa konstruksi, perdagangan, sektor perkebuanan, perhubungan dan lain-lain.

PRODUK BPKP DALAM PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN CGG

Dalam rangka pengembangan dan pengukuran penerapan GCG, BPKP telah melakukan kajian, pengembangan dan
penerbitan modul-modul untuk meningkatkan kompetensi SDM BPKP dan menyebarkan kepedulian dan perlunya
penerapan GCG.

Beberapa modul, pedoman dan lain-lain yang telah diterbitkan antara lain:
1. Modul Pengenalan GCG terdiri dari:
1. Modul 1, Dasar-dasar Coprorate Governance
2. Modul 2, Governance Pada Organ Utama
3. Modul 3, Implementasi Good Corporate Governance Dalam Manajemen Korporasi
4. Modul 4, Organ Pendukung Dalam Penerapan Good Corporate Governance
5. Modul 5, Pengelolaan Hubungan Dengan Stakeholder Lainnya Dalam Penerapan GCG
2. Pedoman Evaluasi GCG terdiri dari:
1. Buku I, Pedoman Umum
2. Buku II, Indikator dan Parameter
3. Buku III, Metodologi Pengumpulan dan Pengolahan Data
4. Buku IV, Pemaparan
5. Buku V, Pelaporan
3. Pedoman Asistensi GCG terdiri dari:
1. Buku I, Petunjuk Teknis
2. Buku II, Penyusunan Code of Corporate Governance
3. Buku III, Penyusunan Code of Conduct
4. Buku IV, Penyusunan Piagam Komite Audit
5. Buku V, Penyusunan Piagam Internal Audit
4. Pedoman/Referensi Lain:
1. Kamus Scorecard GCG BPKP
2. Frequently Asked Question Good Corporate Governance

Untuk pengembangan penerapan GCG kedepan BPKP terus melakukan kajian dan pengembangan, beberapa issu
yang saat ini sedang mengemuka sehubungan dengan UU tentang Perseroan Terbatas seperti Corporate Social
Responsisbility (CSR) sedang dikaji bagaimana implementasinya.
 
PROGRAM ASISTENSI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Latar Belakang
Sebagaimana dimaklumi salah satu agenda reformasi di bidang keuangan negara adalah dari penganggaran
tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja. Dengan berbasis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah
tidak lagi berorientasi pada input tetapi pada output.

Pendekatan penganggaran berbasis kinerja sangat diperlukan bagi satuan kerja pemerintah daerah yang memberikan
pelayanan kepada publik dengan cara mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) yang telah diatur
dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara.

Selanjutnya dengan pasal 68 dan pasal 69, UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, instasi pemerintah yang
tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan
yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.

Sebagai tindak lanjut atas peraturan di atas, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang
menjadi dasar dalam penerapan pengelolaan keuangan bagi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah
Daerah yang ingin menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan – Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) harus
memenuhi persyaratan subtantif, teknis dan administratif.

Persyaratan substantif: SKPD yang menyelenggarakan layanan umum berupa:

1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
masyarakat;
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan
umum; dan/atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

Persyaratan teknis:

1. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD
atas rekomendasi Sekretaris Daerah untuk SKPD atau kepala SKPD untuk Unit Kerja;
2. Kinerja keuangan SKPD atau Unit Kerja yang sehat.

Persyaratan administratif apabila SKPD atau Unit Kerja membuat dan menyampaikan dokumen yang meliputi:

1. Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
2. Pola tata kelola;
3. Rencana strategis bisnis;
4. Standar pelayanan minimal;
5. Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dan
6. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Pengertian BLUD dan PPK-BLUD


Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, (PPK-BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas
berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.

Manfaat Menjadi PPK-BLUD


Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berpotensi untuk
mendapatkan imbalan secara signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, maupun dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan kepada publik secara signifikan dapat diberikan keleluasaan
dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan. Hal ini merupakan upaya peng-
agenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah daerah
yang dikelola “secara bisnis”, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif
yaitu dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD.

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD mempunyai manfaat sebagai
berikut :

1. Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instasi pemerintah daerah kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Instasi pemerintah daerah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktek bisnis yang sehat.
3. Dapat dilakukan pengamanan atas aset Negara yang dikelola oleh instansi terkait.

Peran BPKP Dalam Pengembangan BLUD


BPKP sebagai auditor internal pemerintah selain berfungsi sebagai pengawal kebijakan pemerintah juga
memberikan bantuan perbaikan sistem pengendalian manajemen agar dapat meningkatkan kinerja yang lebih efektif
dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan.

Sejalan dengan penerapan PPK-BLUD maka BPKP yang telah secara aktif melakukan pengembangan dan pelatihan
kemampuan manajemen maupun kemampuan teknis di bidang manajemen baik sektor bisnis maupun sektor publik
(New Public Management) juga melakukan pengembangan asistensi bagi satuan kerja perangkat pemerintah daerah
dalam memenuhi persyaratan administrasi untuk dapat menerapkan PPK-BLUD dan tentunya dalam meningkatkan
kinerja pelayanan sesuai dengan amanat PP 23 tahun 2005 tentang PPK-BLU maupun peraturan terkait lainnya.

Mekanisme Kerja Asistensi yang Diberikan


Pekerjaan asistensi diberikan oleh BPKP dalam upaya membantu SKPD menyiapkan persyaratan kelengkapan
administrasi untuk menerapkan PPK-BLUD. Mulai dari tahap persiapan, sampai penyusunan draft yang berupa
dokumen persyaratan administrasi. Dalam asistensi ini pada dasarnya BPKP hanya sebagai pendamping bagi pihak
manajemen, sehingga diperlukan peran aktif dari manajemen atau focus group yang dibentuk untuk melaksanakan
penyusunan persyaratan terutama dari segi teknis operasi.

Tanggung jawab dari dokumen yang dipersyaratkan tetap pada pihak manajemen, sedang tanggung jawab BPKP
adalah atas penyediaan metodologi pengumpulan data maupun pengolahannya sehingga dapat dijadikan alat untuk
melakukan penilaian bagi tim penilai penetapan BLUD.
 

Anda mungkin juga menyukai