PENDAHULUAN
Seni peperangan banyak mengarami perkembangan yang sangat pesat
seirama dengan kemajuan zaman dan peradaban manusia.Masa pemerintahan
Napoleon di Perancis pada abad 18 boleh dikatakan merupakan awal dari pada
kerahiran kembali kejaya- an EROPA terutama pemikiran.pemikiran baru
mengenai seni perang.
Tidak mengherankan apabila pada masa itu muncur beberapa ahli militer
klasik di Eropa dan sarah satunya adalah Karl Van crausewitz dari Prusia.
Dirahirkan pada tahun 1780 dan pada usia 12 tahun sudah memasuki dinas
ketentaraan. Pada tahun 1810 ia menjadi istruktur pada “GENERAL WAR
COLLEGE” di Berlin. Karier dilapangan banyak dilewati untuk berpe- rang
melawan tentara Napoleon.
“Kekuatan suatu- tentara sama dengan jumlah gerakan dalam ilmu mekanika yang
diukur dengan jumlah massa dan ke-cepatannya”.
Hal ini berarti bahwa daya pukul sua- tu tentara dalam pertempuran
berbanding lurus dengan jumlah numerik dan mobi- litasnya atau sama halnya
dengan energi kinetis yang berbanding lurus dengan massa dan kecepatan.
Sifat-sifat ambisius Napoleon ditambah dukungan dari rakyat serta semakin di.
setujui pemakaian kekerasan didalam pe- perangan banyak membuahkan hasil
ke- menangan pada tentara Napoleon dengan konsepsinya yang baru itu.
Clausewitz sendiri mengakui bahwa pe- rang itu sendiri yang telah mengajarinya
terbukti dengan ucapannya:
Hal ini berarti bahwa ia mendapatkan pelajaran dari perang yang lalu ketika me-
lawan Napoleon. Dia melihat bahwa dalam perang yang dilakukan Napoleon
tampak sifat-sifat yg baru
Oleh karena itu kekerasan fisik adalah alat Perang yang khusus.
Lawan akan tunduk kepada kemauan kita dan apabila sudah dilucuti atau dibawa
kesuatu keadaan sehingga ia akan merasa teancam akan dilucuti.
Dengan demikian maka usaha melucuti atau melumpuhkan lawan itu jadi maksud
perang.
Tetapi lawan juga mempunyai cita-cita yang demikian sehingga usaha dalam
perang itu berupa usaha timbal balik yang akan menllju ekstreemnya.
perang ideal akan berbeda dengan ng yang sesungguhnya terjadi dan karena itu
ia kemudian memasukan teori perang sejati yang di kuasai oleh hukum-hukum
kemungkinan.
perang bukanlah suatu tindakan yang ber- sendiri dan juga tidak hanya terdiri
pada tindakan tunggal saja. Oleh karena itu banyak modifikasi-modifikasi yang
mempengaruhi jalannya peperangan. adapun modifikasi-modifikasi tersebut
antara lain keadaan bahaya, pengerahan tenaga, pemberitaan dalam perang,
pengaruh politik terhadap perang serta fak’\ aktor lain yang tidak dapat diperhi.
Ikan dalam perang. Clausewitz selanjunya mengintegrasikan faktor-faktor tersebut
dan dinamakan geseran.
geseran tersebut sangat sukar diatasi, sebab tentara itu terdiri dari Individu-
indvidu yang mempunyai usaha sendiri. untuk mengatasi geseran tersebut dari
segenap penjuru.
“ segala sesuatu dalam perang itu sederhana, tetapi sesuatu yang paling
sederhana itu sukar “
Baginya tentara itu merupakan alat untuk bertempur, sedang pertempuran itu
adalah alat untuk mencapai tujuan perang.
Jadi untuk tingkat taktik itu alatnya adalah Tentara dan tujuannya adalah keme-
nangan. Sedangkan untuk tingkat Strategis alat nya adalah taktik dan tujuannya
adalah perdamaian. Oleh sebab itu dikatakan selanjutnya; bah wa tujuan politik
adalah tujuan terakhir , sedang perang itu merupakan alatnya un- tuk mencapai
tujuan terakhir tersebut. Tujuan politik harus disesuaikan dengan sifat azasi alat-
alatnya, sehingga jangan sampai ada tuntutaR politik yang berten- tangan dengan
kemampuan alat-alatnya yang pada hakekatnya terdiri daripada ke- kuatan militer.
Alasan Clausewitz mengadakan hu- bungan yang rapat antara politik dan pe- rang
itu termasuk dalam lingkungan ke- hidupan sosial, dan hanya berbeda sedikit saja
dengan lain-Iainnya berhubung dipakainya pertumpahan darah.
Tetapi sebaliknya kepentingan militer itu juga dapat mempengaruhi politik, dan hal
ini dikatakan bahwa perang dapat meng- adakan modifikasi terhadap politik.
Oleh karena itu antara perang dan politik itu terdapat reaksi seimbang. Dengan
kata lain .’Perang adalah lanjutan politik dengan mempergunakan alat-alat lain
dan tidak berarti bahwa perang mengganti- kan dengan cara melenyapkan
politik... Dalam keadaan perang. antara politik dan perang tetap berada bersama-
sama dan saling berhubungan. Jadi jelas bahwa poli- tik dan militer saling
berhubungan satu dengan yang lainnya.
Sekarang jelas bagi kita bahwa perang dalam angan-angan akan berbeda dengan
perang dalam keadaan yang sebenarnya. terdapat geseran-geseran yang
merupakan Integrasi modifikasi-modifikasi seperti yang telah diterangkan diatas.
Adapun masih dipakainya teori perang absolut itu menurut Clausewitz agar dapat
dipakai sebagai pedoman guna da- pat mencapai kesatuan pendapat mengenai
perang sehingga segala rencana perang dapat ditujukan kearah teori tersebut..
Sekarang yang menjadi persoalan kemana perang harus diarahkan agar menjadi
suatu alat yang sempurna guna memperoleh tujuan politik?
2. Negara.
3. Kemauan musuh.
Angkatan perang musuh harus dihancurkan. terlebih dahulu sebab badan ini
langsung merupakan perisai Negara. Menurut Clausewitz yang dengan Angkatan
perang itu meliputi antara lain:
1. Potensi Militer .
2. Potensi Materiil.
3. Potensi Moril.
Apabila kita tinjau sifat khusus peperangan di laut maka pemikiran Clausewitz ini
juga harus juga dirobah terminologinya.
Maksud perang memang tetap sama yaitu menundukkan lawan, tetapi sasaran-
sasaran yang harus dihancurkan agak berlainan.
Menghancurkan potensi militer di Laut memang logis dan dapat dilakukan,tetapi
menduduki daerah seperti yang dikatakan Clausewitz sangat sukar dilakukan oleh
Angkatan Laut, sebab memang kan tugas yang sebenarnya.
Demikian pula dengan melumpuhkan moril penduduk itu tata cara perang dilaut
agak berlainan
Oleh karena itu ketiga sasaran tersebut dalam perumusan modern dan khusus.
nya dalam tata perang di Laut dapat kita katakan:
1. Potensi Militer.
2. Potensi Ekonomj.
3. Potensi Moril.
Jadi- dengan cara mengadakan kontrol yang kuat terhadap garis-garis yang
meng. hubungkan daerah operasi musuh de. ngan pangkalannya niscaya lambat
laun mobilitasnya dapat dilumpuhkan.
Ini berarti organisasi sudah tidak da. pat dikendalikan lagi dan dengan rusak. nya
organisasi maka daya tempur lawan telah dapat di netralisir. Seperti telah di.
katakan diatas bahwa lautan itu meru. pakan jalan yang luas sekali bagi pengang.
kutan, baik pengangkutan bahan.bahan strategis untuk keperluan Industri perang
maupun bahan.bahan Vital lainnya bagi penduduk.
Jadi dengan cara memutuskan jalan ter- sebut, berarti bahwa semakin lama po.
tensi ekonomi dan industri musuh sema- kin lumpuh.
Tidak adanya bahan strategis masuk ke Negara musuh menyebabkan Industri pe-
rangnya berhenti dan akhirnya tidak dapat menghasilkan alat-alat untuk keper-
Iuan perang.
Akhirnya keadaan ini begitu terus seolah- olah merupakan lingkaran yang tidak
ada ujung pangkalnya dan akibatnya moril lawan dapat dilumpuhkan.
Usaha melumpuhkan potensi moril musuh dengan jalan Angkatan Laut ini
memang berjalan lambat, namun hasilnya sangat baik.
Tetapi sejarah sendir! telah membuktikan bahwa dengan menghancurkan kedua
sasaran yaitu potensi militer dan potensi materiil belum tentu potensi moril musuh
dapat dilumpuhkan.
Hal ini agaknya telah dialami oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II dimana
pad~ waktu itu boleh dikatakan Jerman telah menghancurkan potensi militer lawan
dan telah menduduki hampir seluruh Eropa Barat. Hal tersebut diatas masih
ditambah dengan kekerasan-kekerasan yang tak terbatas terhadap penduduk
daerah yang diduduki, tetapi moril rakyat untuk melawan tidak malah padam
bahkan sebaliknya, perlawanan dibawah tanah melawan Jerman semakin meraja
lela.
Pada masa itu memang patut dikatakan sebagai zaman yang mengandung
PRUSIANISME” serta kegila-gilaan akan perang.
Pengaruh teorinya terhadap tata perang dilaut pada dasarnya hampii sama
dengan tata perang didarat maupun udara namun tetap harus dirobah
terminologinya.
PENUTUP
Sangatlah mena[ik apabila kita ungkap pendapatnya “Bahwa perang itu merupa
kan kekerasan” dan teorinya mengenai hukum EKSTREEM.
Hal tersebut diatas disebabkan karena adanya konflik yang permanen antara
ideologi disatu pihak; dan dilain pihak karena ketakutan akan senjata baru.