Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGARUH LEADERSHIP TERHADAP TATA KELOLA MANAJEMEN


RUMAH SAKIT

DI SUSUN OLEH:
AINUN UTAMI RESKY
(2020 02 001)

MK :

JURUSAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
TRI TUNAS NASIONAL

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt. berkat rahmat serta inayah-Nya
kami berhasil menuntaskan makalah ini. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw.,
kepada keluarga, sahabat, serta umatnya yang setia hingga akhir zaman. Aamiin.
Makalah yang berjudul “Pengaruh Leadership Terhadap Tata Kelola Manajemen
Rumah Sakit”.
Dalam penyusunan banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karenanya, penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah membalas dengan
kebaikan yang berlipat ganda. Tak ada gading yang tak retak. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karenanya, kritik
dan saran membangun sangat penyusun harapkan demi kemajuan bersama. Akhir
kata, semoga makalah ini mampu memberikan wawasan kepada kita semua.
Amin...

Makassar,17 Januari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1. Latar Belakang......................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4
2.1 Leadership..............................................................................................................4
2.2 Kinerja....................................................................................................................5
2.3 Metode.....................................................................................................................7
2.4 Hasil Pembahasan..................................................................................................8
2.5 Manfaat Pengukuran Kinerja.............................................................................14
2.6 Metode Pengukuran Kinerja...............................................................................15
BAB III PENUTUP........................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................18
3.2 Saran.....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam lingkungan persaingan yang semakin tajam dan bersifat global,
perusahaan dituntut untuk meningkatkan mutu produk barang dan jasa yang
dihasilkan. Persaingan global memberikan banyak pilihan kepada konsumen yang
semakin sadar nilai dan sadar biaya untuk mengharapkan pelayanan atau jasa yang
berkualitas tinggi. Kegagalan perusahaan dalam menghasilkan produk berkualitas
tinggi akan menyebabkan biaya tinggi, antara lain tidak sebandingnya biaya yang
dikeluarkan (output) dengan pemasukan (input) karena ditinggalkan pelanggan
untuk mencari produk pesaing yang lebih berkualitas dengan harga terjangkau

Bagaimanapun, kepemimpinan sangat berperan untuk meningkatkan kinerja


dalam menciptakan produk barang dan jasa berkualitas. Rumah sakit adalah
sebuat tempat, fasilitas, intitusi atau organisasi dengan manajemen yang sangat
kompleks. Sejalan dengan perkembangan zaman, rumah sakit tidak hanya
memberikan pelayanan dengan aspek kuratif saja, tetapi juga promotif, preventif
dan rehabilitatif. Karena fungsi rumah sakit yang makin meningkat dan untuk
mengantisipasi kepercayaan masyarakat akan citra pelayanan 1 yang bermutu,
dibutuhkan profesionalitas dalam segala hal, termasuk profesionalitas dalam
fungsi manajemen

Menurut Sabarguna (2007), gagalnya rumah sakit dalam melaksanakan


kegiatan untuk memenuhi harapan pelanggan, baik secara langsung maupun tidak
langsung pada dasarnya disebabkan oleh minimnya kemampuan manajemen guna
memecahkan persoalan yang terdapat dalam sebuah organisasi.

Sulistiani (2004) mengatakan bahwa guna mencapai sumber daya manusia


yang berkinerja tinggi dibutuhkan efektivitas fungsi manajemen. Membicarakan
manajemen berarti membicarakan kepemimpinan, sebab pada dasarnya inti dari
manajemen adalah kepemimpinan. Kepemimpinan dan manajemen adalah ibarat

iii
dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manakala pemimpin memiliki
kemampuan manajerial yang baik kegiatan manajemen rumah sakit untuk
mencapai tujuan organisasi yang berkinerja tinggi akan dapat dilakukan secara
efektif. Manajemen rumah sakit sesungguhnya bersifat kompleks, tidak hanya
menyangkut manajemen pelayanan medis saja, tetapi juga pelayanan
keperawatan, perhotelan, serta penunjang layanan kesehatan lainnya (Wijono,
2000). Sebagian besar fungsi pelayanan kepada pasien diperankan oleh perawat.

Menurut WHO expert committee on nursing practice (1996) dalam Aditama


(2003) pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni
melayani/merawat (care), yang bertugas membantu individu, keluarga dan
kelompok untuk mencapai potensi optimalnya di bidang fisik, mental dan sosial
dalam ruang lingkup kehidupan dan pekerjaannya. Menurut Gillies (1996),
manajemen keperawatan merupakan proses pelaksanaan pelayanan keperawatan,
melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan pelayanan keperawatan,
pengobatan dan rasa aman bagi pasien, keluarga dan masyarakat. Pasien yang
datang ke rumah sakit tidak hanya mengharapkan kesembuhan, tetapi juga
keamanan, keselamatan (safety), kenyamanan serta kepuasan. Masyarakat menilai
rumah sakit tidak hanya dari aspek pemberian pelayanan oleh dokter saja, tetapi
mencakup semua aspek pelayanan termasuk pelayanan keperawatan dan
pelayanan penunjang lainnya yang sangat terkait dengan dimensi mutu.

Mutu pelayanan rumah sakit sebenarnya adalah sesuatu yang abstrak, tidak
ada satu definisi yang dapat memuaskan semua pihak. Goodler (1996) dalam
Dawud (1999) menyatakan bahwa dalam menilai mutu pelayanan pasien,
setidaknya ada 4 dimensi yang harus dinilai, yaitu clinical, management, patient,
dan population health. Tetapi telah diterima secara umum bahwa mutu berkaitan
dengan kepuasan pasien/masyarakat, profesional, manajemen dan pemilik.
Dibutuhkan profesionalitas perawat untuk mencapai mutu pelayanan asuhan
pasien. Saat ini, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan
pasien, pemerintah sudah menetapkan standar pelayanan melalui akreditasi rumah
sakit, yang baru-baru ini juga mencantumkan keselamatan pasien sebagai salah

iv
satu persyaratannya. Penilaian akreditasi rumah sakit belum menjamin aspek mutu
asuhan pasien, karena hanya menilai kualitas rumah sakit dari bukti fisik dan
pencatatan tertulis, kurang memperhatikan proses pelayanan langsung kepada
pasien (Dawud, 1999).

1.2. Rumusan Masalah


Perawat adalah komponen sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah
terbanyak (hampir 50 %) di Rumah Sakit Faisal. Perawat Kepala ruang
mempunyai peranan yang strategis untuk meningkatkan kinerja pelayanan
khususnya, dan rumah sakit umumnya, karena berhubungan langsung dengan
perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien.
Diperlukan eksekutif perawat yang tidak hanya berfungsi sebagai manajer, tapi
juga sebagai pemimpin dalam manajemen keperawatan ruangan yang berfungsi
memberikan pelayanan berorientasi mutu,Tata Kelola dan Tanggung Jawab Sosial
dihubungkan dengan Kinerja Kepala Ruang Rawat Inap yang berorientasi proses
dengan Kriteria dari Malcolm Baldrige (Malcolm Baldrige Criteria for
Performance Excellence).

1.3 Tujuan Penelitian


1. Diketahuinya persentase pengaruh Kepemimpinan Senior terhadap Kinerja
Kepala Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum.

2. Diketahuinya persentase pengaruh Kepemimpinan Senior terhadap Kinerja


Kepala Ruang Rawat Inap RSUD melalui Tata Kelola?.

3. Diketahuinya persentase pengaruh Kepemimpinan Senior terhadap Kinerja


Kepala Ruang Rawat Inap RSUmelalui Tanggung Jawab Sosial?.

4. Diketahuinya persentase pengaruh langsung Tata Kelola terhadap Kinerja


Kepala Ruang Rawat Inap RSUD?

Diketahuinya persentase pengaruh Tata Kelola terhadap Kinerja Kepala Ruang


Rawat Inap RSUD melalui melalui Tanggung Jawab Sosial?.

v
6. Diketahuinya persentase pengaruh Tanggung Jawab Sosial terhadap Kinerja
Kepala Ruang Rawat Inap RSUD

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leadership
Leader menurut Hariyani (2011) adalah seseorang yang mempergunakan
wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta
bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan,
sedangkan menurut Kartono (2010) pemimpin (leader) adalah seorang pribadi
yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di
satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Leadership memegang peranan yang sangat penting di dalam suatu organisasi.


Para ahli dalam bidang organisasi umumnya mengajukan pengertian tersendiri
mengenai kepemimpinan. Leadership didefinisikan ke dalam ciri individual,
kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam
administrasi, dan persepsi mengenai pengaruh yang sah.

Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada


pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi merupakan pengertian
kepemimpinan (Veitzhal, 2004).Ordway Tead dalam buku Kartono (2010)
menyatakan bahwa kepemimpinan (Leadership) adalah kegiatan mempengaruhi
orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Sedangakn menurut Simamora (2004) menyatakan bahwa kinerja
karyawansesungguhnya dinilai atas lima dimensi diantaranya: mutu; kuantitas;
penyelesaian proyek; kerjasama; kepemimpinan. Selain itu, Keith Davis
menyatakan dalam buku Anwar (2005) bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja
rumah sakit adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi yang terdapat pada
seorang leader dapat berpengaruh pada kinerja organisasi tersebut.Motivasi

vi
merupakan dorongan batin yang menjadi titik tolak bagi setiaporganisasi dalam
melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan.

2.2 Kinerja
Kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai
(individu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan
dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja
yang dicapai suatu organisasi.

Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan


suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran,tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi (Mahsun,
2005).Widodo (2006) menambahkan bahwa kinerja adalah melakukan suatu
kegiatan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil
seperti yangd iharapkan.
SedangkanAnwar (2005) mengatakan bahwa bahwa kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.Fahmi (2010) menyatakan
bahwa kinerja organisasi adalah sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh
untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang
berkenaan melalui usahausaha yang sistemik dan meningkatkan kemampuan
organisasi secara terus menerus mencapai kebutuhannya secara efektif.

Berdasarkan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa kinerja organisasi adalah
hasil yang ditunjukkan oleh sebuah organisasi atau tingkat pencapaian
pelaksanaan tugassuatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi tersebut dan dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang terdapat
dalam kinerja organisasi terdiri dari:hasil-hasil atau evaluasi fungsi pekerjaan,
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti:
motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya. Pencapaian tujuan
organisasi dan periode waktu tertentu.

vii
Dalam pengukuran kinerja sangat ditentukan oleh tujuan yang ideal untuk
dicapai, sehingga dalam tahapan pengukurannya harus aktual/nyata dengan
mengidentifikasikannya terlebih dahulu ke dalam komponen operasional. Kinerja
organisasi dapat dilihat dari visi dan misi yang ada, kinerja proses dapat dilihat
dari prosedur standar operasi, dan kinerja pegawai dapat dilihat dari petunjuk
kerja manual yang ada. Sehingga penggambaran visi dan misi dari suatu
organisasi harus mampu menjelaskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam
suatu organisasi yang dirumuskan dalam sebuah tugas pokok dan fungsi dan akan
menjadi satuan kerja dalam menciptakan aktivitas atau kegiatan pekerja atau
pegawai. Dengan demikian kinerja lebih diorientasikan pada pekerjaan itu sendiri
dalam memberikan hasil, dampak, dan manfaat bagi masyarakat maupun bagi
pegawai itu sendiri.

Keith Davis dalambuku Anwar (2005)menyatakan bahwa faktor yang


mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi.
Kemampuan secara psikologis, terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill) yang artinya pimpinan yang memiliki IQ
di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil
mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Motivasi (motivation) diartikan suatu sikap
pimpinan terhadap situasi kerja di lingkungan organisasi.

Henry Simamora (1995) menyatakan bahwa kinerja sangat ditentukan oleh 3


(tiga) faktor yaitu sebagai berikut: Faktor individual yang terdiri dari: kemampuan
dan keahlian; latar belakang pendidikan; demografi.Faktor psikologis yang
terdiri: persepsi; attitude; personality; pembelajaran; motivasi.Faktor organisasi
yang terdiri dari: sumber daya; kepemimpinan; penghargaan; struktur; jobdesign.
Sedangkan Mahmudi (2005) mengatakan bahwa tujuan pengukuran kinerja
adalah:

1. mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi;


2. menyediakan sarana pembelajaran pegawai;
3. memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya;

viii
4. memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan,
pemberian penghargaan dan hukuman;
5. memotivasi pegawai;
6. menciptakan akuntabilitas publik.

Evaluasi kinerja bertujuan untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan


perusahaan atau organisasi. Evaluasi kinerja perusahaan atau organisasi dilakukan
untuk mengetahui posisi pada saat dilakukukan evaluasi, dengan harapan dapat
segera mencari penyebab dan mencari upaya untuk mengatasi kelambatan maupu
penyimpangan, sehingga sasaran atau tujuan akhir dapat tercapai (Simanjutak,
2011).

Terdapat beberapa jenis tolak ukur yang digunakan sebagai pembanding atau
alat ukur pencapaian pelaksaan tugas seseorang atau evaluasi kinerja kelompok
atau evaluasi kinerja organisasi, yaitu: (1) sasaran atau target yang telah
dirumuskan dalam rencana kerja; (2) standar umum sesuai ketetapan atau
pedoman revisi maupun yang diterima secara konsessus tingkat nasional atau
internasional; (3) standar yang telah ditetapkan secara khusus sebelumnya; (5)
Uraian tugas atau jabatan; (6) Misi dan tugas pokok organisasi atau unit organisasi
yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu (Simanjutak, 2011).

2.3 Metode
Kepemimpinan (leadership) yang diukur dalam penelitian ini merupakan
kepemimpinan dari seorang direktur rumah sakit. Leadershipdiukur secara
subjektif berdasarkan persepsi dari karyawan. Begitu pula dengan kinerja, kinerja
yang diukur merupakan kinerja dari rumah sakit yang bersifat subjektif
berdasarkan persepsi dari karyawan. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner
berisi pertanyaan mengenai leadership yang terdiri dari faktor motivasi dan faktor
kemampuan serta kinerja rumah sakit dengan pilihan jawaban tertutup. Jumlah
pertanyaan untuk leadership adalah 26 pertanyaan yang terdiri dari 14 pertanyaan
tentang faktor motivasi dan 12 pertanyaan tentang faktor kemampuan. Kinerja

ix
rumah sakit terdiri dari 38 pernyataan. pernyataan. Analisis data menggunakan uji
regresi logistik (α= 0,05).

2.4 Hasil Pembahasan


Hasil dari faktor motivasi dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori,yaitu
faktor motivasi kurang dan faktor motivasi baik berdasarkan pesepsi dari
karyawan. Faktor motivasi kurang merupakan upaya yang dilakukan pemimpin
dalam meningkatkan kinerja terhadap situasi kerja di lingkungan kerjanya dalam
keadaan kurang menurut persepsi karyawan Rumah Sakit Umum Daerah.

Tabel 1Tabulasi Silang Antara Faktor Motivasi Terhadap Kinerja


Kinerja h Sakit Jumlah p value
Faktor Ruma Baik
Total
Motivasi Kurang n (%)
N (%) (%)
Kurang 22 66,67 11 33,34 33 100,00 0,000
Baik 8 15,69 43 84,31 51 100,00

Total 84 100,00

Analisis faktor motivasi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabulasi silang untuk analisis faktor motivasi terhadap kinerja rumah sakit
berdasarkan persepsi karyawan, dapat diketahui bahwa sebagian kinerja RSUD
Dr. Soegiri dalam keadaan baik dengan faktor motivasi dari pemimpin dalam
keadaan baik yaitu sebesar 43 (84,31%).

x
Berdasarkan hasil uji statistik dengan nilai α = 0,05, diperoleh nilai p (p value)
= 0.000 sehingga p (0,000)<α (0,05) maka artinya H 0 ditolak, artinya ada
pengaruh faktor motivasi terhadap kinerja rumah sakit.

Dalam faktor motivasi tersebut termasuk tentang kejelasan pemimpin dalam


pembagian tugas para pegawainya,adanya hambatan dalam pelaksanaan tugas,
serta kurang atau tidak adanya penghargaan bagi para pegawai yang telah
memberikan kontribusi yang baik bagi rumah sakit. Motivasi kerja juga dapat
didefisinikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan,
dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja
Faktor motivasi berpengaruh penting untuk menentukan leadership dalam
peningkatan kinerja yang dapat menangkap peluang pasar.
Hasil penelirian ini sejalan dengan hasil peneliian lain yang dilakukan oleh
Maskhurin dan Waridin (2006) mengemukakan bahwa variabel kepemimpinan
dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Rajiv Mehta dkk membuktikan bahwa pengaruh positif dan signifikan gaya
kepemimpinan terhadap kinerja di Amerika, Polandia, dan Finlandia
menggunakan perbandingan nilai F pada signifikasi 0,000.
Penelitian lain yang dilakukan Cahyono (2005) juga membuktikan bahwa
budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai.Sebuah penelitian juga yag telah dilakukan
oleh Triasmori (2011)didapatkan hasil bahwa Motivasi berpengaruh positif
terhadap kinerja pegawai. Dari tabel coeffisiens terlihat bahwa p-value (kolom
sig) = 0,011< 0,1 sehingga H0 dapat ditolak.

Dengan demikian, peningkatan kinerja dapat diwujudkan dengan faktor


motivasi yang baik dari seorang pemimpin (direktur rumah sakit). Semakin baik
faktor motivasi dari seorang pemimpin akan baik pula kinerja organisasi tersebut.
Behitu pula sebaliknya, semakin buruk faktor motivasi dari seorang pemimpin
maka akan buruk pula kinerja rumah sakit tersebut. Pengaruh Faktor Kemampuan
Terhadap Kinerja di Rumah Sakit Umum Daerah.

xi
Hasil pengolahan data untuk faktor kemampuan dalam penelitian ini dibagi
dalam dua kategori, yaitu faktor kemampuan kurang dan faktor kemampuan baik.
Faktor kemampuan kurang merupakan upaya yang dilakukan pemimpin dalam
meningkatkan kinerja terhadap situasi kerja dan memiliki kemampuan yang
memadai untuk jabatanya dan terampil mengerjakan pekerjaan sehari-hari dalam
keadaan kurang menurut persepsi karyawan Rumah Sakit Umum Daerah.
Sedangkan faktor kemampuan baik merupakan upaya yang dilakukan pemimpin
dalam meningkatkan kinerja terhadap situasi kerja dan memiliki kemampuan yang
memadai untuk jabatanya dan terampil mengerjakan pekerjaan sehari-hari dalam
keadaan baik menurut persepsi karyawan
Kinerja Rumah Sakit Jumlah p
Faktor
Kurang Baik value
kemampuan Total
n (%) n (%) (%)
Kurang 22 78,57 6 21,43 28 100,00 0,000
Baik 8 14,28 48 85,72 56 100,00

Total 84 100,00

Analisis faktor kemampuan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Tabulasi Silang Faktor Kemampuan Terhadap Kinerja

Hasil tabulasi silang untuk analisis faktor kemampuan terhadap kinerja rumah
sakit, dapat diketahui bahwa sebagian kinerja dalam keadaan baik dengan faktor
kemampuan dari pemimpin dalam keadaan baik yaitu sebesar 48 (85,72%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan nilai α = 0,05, diperoleh nilai p (p value) =
0.000 sehingga p (0,000)<α (0,05) maka H0 ditolak, artinya ada pengaruh faktor
kemampuan terhadap kinerja rumah sakit.

Faktor kemampuan berpengaruh penting untuk menentukan leadership dalam


peningkatan kinerja yang dapat memaksimalkan sumber daya optimal. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Triasmoro
(2012) yang menyatakan bahwa kemampuan kerja berpengaruh positif terhadap

xii
kinerja pegawai. Dari tabel coefficiens terlihat bahwa p-value (kolom sig)=
0,053<0,1 sehingga hipotesis H0 dapat ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor kemampuan berpengaruh terhadap kinerja di Rumah Sakit Umum
Daerah

Faktor kemampuan yang baik dari seorang pemimpin akan dapat


meningkatkan kinerja rumah sakit. Semakin baik faktor kemampuan dari seorang
pemimpin akan meningkatkan kinerja dari rumah sakit tersebut. Begitu pula
sebaliknyadengan faktor kemampuan yang buruk maka akan menjadikan kinerja
rumahsakit tersebut buruk pula. Variabel faktor motivasi lebih memilki pengaruh
lebih besar terhadap kinerja dibandingkan dengan faktor kemampuan.

Analisis faktor leadership dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Tabulasi Silang Leadership Terhadap Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah
Kinerja Rum ah Sakit Jumlah p
Leadership Kurang Baik value
n (%) n (%) Total (%)

Kurang 2 71,43 10 28,57 35 100,00 0,000


5
Baik 5 10,20 44 89,80 49 100,00

Total 84 100,00

Pengolahan data untuk leadershipdalam penelitian ini dibagi dalam dua


kategori, yaitu leadership kurang dan leadership baik berdasarkan persepsi dari
karyawan. Leadershipyang dikur disini adalah leadership dari seorang pemimpin
rumah sakit. Leadership kurang merupakan upaya yang dilakukan pemimpin
dalam meningkatkan kinerja dalam keadaan kurang menurut persepsi karyawan.
Sedangkanleadership baik merupakan upaya yang dilakukan pemimpin dalam
meningkatkan kinerja dalam keadaan baik menurut persepsi karyawan

xiii
Tabulasi silang untuk analisis faktor leadership terhadap kinerja rumah sakit,
dapat diketahui bahwa sebagian kinerja RSUD dalam keadaan baik dengan
leadership baik yaitu sebesar 44(89,80%). Dari hasil uji statistik dengan nilai α =
0,05, diperoleh nilai p(p value) = 0.000 sehingga p (0,000)<α (0,05) maka H 0
ditolak, artinya ada pengaruh leadership terhadap kinerja rumah sakit.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh leadership


terhadap kinerja di RSUD. Semakin baik kategori leadership maka akan baik pula
kinerja dari organisasi tersebut

Faktor motivasi dapat dilihat dari bagaimana seorang pemimpin tersebut


memberikan semangat moril maupun material kepada bawahanya untuk
meningkatkan kinerja di organisasi tersebut. Misalkan saja jika ada salah staf
yang tidak bisa memecahkan masalah, maka pemimpin akan mendorong
kelompok untuk berusaha dalam memecahkan masalah dan mendukung usaha
mereka.
Teori lain juga menyatakan bahwa ada beberapa variabel yang dapat
mempengaruhi kinerja, yakni varibell individu, variabel psikologis, dan variabel
organisasi. Dalam variabel organisasi tersebut dijelaskan salah satunya adalah
leadership.

Penelitian yang dilakukan oleh Untung Widodo (2011) membuktikan bahwa


gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bawahan
dengan nilai t hitung sebesar 3,207 dengan tingkat signifikasi yang diperoleh
<level of signifikan yaitu 0,002. Karena nilai t hitung> nilai signifikasi maka H0
ditolak artinya gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja bawahan.

Penelitian yang lain yang dilakukan oleh Suranta (2002) menujukkan bahwa
variabel gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai.

14
Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh davis (1994) bahwa
kinerja dipengaruhi oleh leadership yang didalam leadership tersebut terdapat
faktor motivasi dan faktor kemampuan. Mengingat akan pentingnya seorang
leader dalam sebuah organisasi dalam upaya peningkatan kinerja maka
diharapkan para leader (pemimpin) dapat mengambil pendekatan tidak langsung
dengan menciptakan motivasi melalui sarana organisasi yang dapat mendorong
para pegawai rumah sakit tersebut untuk menjadi lebih produktif. Suasana
tersebut dapat tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk
pengaturan sistem imbalan atau penghargaan, stuktur melaui penyeleksian
pegawai yang berkualitas, desain pekerjaan seta memelihara komunikasi melalui
praktek kepemimpinan yang dapat mendorong rasa saling percaya.

2.5 Manfaat Pengukuran Kinerja


Banyak hal yang dapat diketahui oleh manajer dari pengukuran kinerja
perusahaan di antaranya ada minimal empat hal pokok:

1. Pengukuran untuk mengecek posisi kinerja Manajer harus mengetahui pada


posisi dimana kinerja organisasinya berada saat ini, sebelum menuju
kinerja yang diinginkan.
2. Pengukuran untuk mengkomunikasikan posisi kinerja Hasil pengukuran
kinerja harus disampaikan kepada semua karyawan agar mereka
termotivasi dalam meningkatkan kinerja organisasi.
3. Pengukuran untuk menetapkan prioritas tindakan Di dalam melakukan
tindakan peningkatan kinerja organisasi harus ditekankan kepada bagian
yang mempunyai dampak yang besar dalam meningkatkan kinerja
organisasi.
4. Pengukuran untuk memacu prestasi. Hasil pengukuran kinerja berguna
untuk meningkatkan semangat untuk berprestasi untuk mengejar
ketinggalan yang dialami guna mengalahi kinerja pesaing.

15
2.6 Metode Pengukuran Kinerja
Ada beberapa metode untuk pengukuran kinerja:

1. Penilaian kinerja sendiri (self assesment) Ada dua teori yang menyarankan
penilaian sendiri yaitu teori kontrol dan interaksi simbolik. Teori kontrol oleh
Carver dan Scheiner (1981), menyatakan bahwa individu harus melakukan 3
tugas untuk mencapai tujuan mereka, yaitu;

a) Pengaruh kepemimpinan menetapkan standar untuk perilaku mereka,


b) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan
balik)
c) berperilaku sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini.
Selanjutnya individu

disarankan untuk melihat apa dan bagaimana mereka mencapai tujuan mereka.
Dengan pengenalan terhadap kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai
kesempatan untuk melakukan perbaikan. Teori interaksi simbolik menyatakan
bahwa bagaimana mengembangkan konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri
berdasarkan kepercayaan sendiri tentang bagaimana orang lain memahami dan
mengevaluasi kita (Edward dan Klockars, 1981; Mead, 1934). Teori ini juga
menyebutkan akan pentingnya memahami pendapat orang lain terhadap perilaku
sendiri. Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk
mengukur dan memahami perbedaan individu. Penilaian sendiri biasanya
digunakan pada bidang manajemen sumber daya manusia, salah satunya adalah
untuk mengukur perilaku kepemimpinan, penilaian kinerja dan lainnya.
Disamping mempunyai beberapa kelebihan (mudah, murah, cepat) penilaian
sendiri mempunyai beberapa kelemahan antara lain kecenderungan untuk
memberikan skor tinggi pada item penilaian, kecenderungan untuk memberi skor
pada nilai tertentu, misalnya pada nilai tengah (error of central tendency) yang
mengakibatkan hampir setiap orang dinilai rata-rata. Kekurangan lainnya adalah

16
adanya bias personal dimana nilai, budaya, cemburu dan harapan personal ikut
menentukan penilaian yang mengakibatkan terjadinya distorsi

2. Penilaian 360 derajat Pengembangan terakhir dari penilaian sendiri disebut


penilaian 360 degree assesment. Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari
tiga kelompok penilai, sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Hasil
penilaian ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerancuan
bila penilaian kinerja hanya dilakukan oleh penilaian sendiri saja. Pada teknik ini
dilakukan penilaian silang dari bawahan, mitra, dan atasan personel. Penilaian
atasan dilakukan terhadap kinerja bawahan. Penilaian mitra kerja dilakukan pada
kelompok kerja yang memiliki otonomi kerja yang tinggi. Penilaian mitra
dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok. Penilaian bawahan dilakukan
oleh bawahan terhadap atasannya. Penilaian bawahan terhadap kinerja personel
terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik
terhadap atasan. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi,
menentukan tingkat gaji dan promosi maka penilaian ini kurang mendapat
dukungan. Libbey-Oweth-Ford (LOF) melakukan suatu program penilaian
bawahan terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja
manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian
bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Umpan balik
bawahan berdasarkan kriteria sebagai berikut: pencapaian perencanaan kinerja
strategik, pencapaian komitmen personel, penetapan tujuan kerja unit, negosiasi
tujuan kinerja individual dan standar, observasi kinerja personel, dokumentasi
kinerja personel, umpan balik dan pelatihan personel, pelaksanaan penilaian
kinerja dan imbalan kerja. Temuan yang menonjol dari usaha LOF ini adalah
terdapatnya peningkatan keterampilan atasan dalam melatih bawahan, setelah
dilakukan penilaian oleh bawahan. Atasan diharapkan dapat mengubah perilaku
manajemen sesuai dengan harapan bawahan. Sistem kontrol ini menolong atasan
untuk meningkatkan kinerja manajemen sesuai dengan umpan balik bawahan
terhadap kinerja yang diharapkan. Walaupun demikian, penilaian bawahan masih
jarang dilakukan di dunia bisnis (Miner and Crane, 1995 dalam Ilyass, 2002)

17
Mabe dan West menemukan korelasi yang rendah antara penilaian sendiri dan
penilaian lainnya, termasuk penyelia dan mitra kerja. Selanjutnya Thornton
(1980) menunjukkan bahwa pandangan pribadi individu tentang kinerja adalah
berbeda nyata dengan pandangan orang lain tentang kinerja individu tersebut.
Tampaknya terjadi perbedaan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya,
khususnya pada studi yang ditujukan untuk penilaian kinerja atau kepemimpinan

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Leadershipdari seorang direktur berdasarkan persepsi karyawan yang ada di
Rumah Sakit Umum dikategorikan baik. Leadership yang baik tersebut
disebabkan faktor motivasi dan faktor kemampuan yang baik pula. Antara faktor
motivasi dan faktor kemampuan diperoleh bahwa faktor motivasi lebih
berpengaruh terhadap kinerja rumah sakit. Maka dari itu, untuk meningkatkan
kinerja perlu dibutuhkan faktor motivasi yang baik dari leadership. Dari hasil
penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh leadership
terhadap kinerja di Rumah Sakit Umum Daerah, dengan kata lain dengan
leadership yang baik maka akan dapat meningkatkan kinerja dari rumah sakit
tersebut.Dengan demikian, peningkatan kinerja perlu adanya peningkatan
leadership juga, baik dari faktor motivasi maupun faktor kemampuan. Sehingga
diharapkan dengan meningkatnya kinerja di rumah sakit maka dapat
meningkatkan jumlah kunjungan rumah sakit tersebut.

3.2 Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka disarankan hal- hal sebagai

19
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Jakarta: Refika Aditama.

Davis, Keith. 1994. Perilaku Dalam Organisasi (jilid 1). Yogyakarta: Erlangga.

Cahyono. 2005. Pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja


terhadap kinerja pegawai.http://eprints.uns.ac.id/1906/1/153 5-3402-1-
SM.pdf (Sitasi 17 Juni 2014).

Fahmi, I. 2010. Manajemen Aplikasi dan Kinerja Teori. Bandung: Alfabeta.

Gaspersz, V. F. 2011. Malcolm Baldrige For Performance Excellence. Bogor:


Vinchristo Publication.

Hariyani, I., & Yustisia, C. 2011. Merger, Konsolidasi, Akuisisi, & Pemisahan
Perusahaan.Jakarta: Visimedia.

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Jakarta: STIM YKPN.

Mahsun, M. 2005. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Jakarta: salemba Medika.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Kartono, K. 2010. Pemimpin dan kepemimpinan:apakah pemimpin abnormal itu?.


Jakarta: RajaGrafindo

Widodo, Untung. 2011. Analisis Pngaruh gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja
terhadap kinerja bawahan (studi empiris pada perguruan tinggi swasta
di kotasemarang).http://ri.search.yahoo.com/htmlskripsi/ADITYA.pdf
(Sitasi 18 juni 2014).

Waridin. 2006. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja Pegawai.

20

Anda mungkin juga menyukai