Anda di halaman 1dari 2

SPIRITUALITAS FIAT VOLUNTAS TUA MENUJU PERTOBATAN SEJATI

“Actio Recta Non Erit, Nisi Recta Fuerit Voluntas” (Tindakan yang benar tidak akan
muncul tanpa adanya kehendak yang benar). Secara psikologis, tindakan sadar manusia selalu
diarahkan pada suatu tujuan tertentu. Tindakan sebagai aplikasi kehendak menjadi parameter
utnuk mengukur kualitas suatu tindakan ke dalam kategori baik, benar, buruk, salah ataupun
keliru. Dalam tradisi Ziarah umat kristiani dan geraknya dalam ruang dan waktu selalu terarah
pada terminus-terminus eskatologis seperti keselamatan kekal, kehidupan kekal, kebangkitan
kekal, persekutuan ilahi, dan lain sebagainya. Keterarahan kepada iman akan suatu realita
eskatologis menjadikan ziarah hidup umat kristiani tidak hanya terbatas pada pemenuhan hasrat
duniawi, tetapi juga pemenuhan hasrat kerinduan akan keabadian dalam Yang Ilahi. Simpulnya:
Allah menjadi tujuan ziarah manusia.

Sebagai umat beriman kita percaya bahwa jaminan eskatologis dipenuhi melalui
perantaraan tunggal Yesus Kristus sebagai kurban tebusan atas keberdosaan manusia melalui
wafat dan kebangkitan-Nya yang memberikan potensi kepada manusia beriman akan
keselamatan dan kehidupan kekal. Iman akan keselamatan menuntut kita untuk setia kepada
Allah. Namun di satu pihak realita konkubensensia (kecenderungan ke arah dosa) menjadi
kapasitas yang selalu menjebak manusia untuk selalu hidup dalam dosa. Dan di pihak lain, Allah
selalu menunjukan kasih dan kemurahan-Nya melalui undangan kepada pertobatan sebagai
bentuk pemulihan relasi manusia dengan Allah yang dinodai dosa.

Bacaan injil hari ini mengundang kita untuk melihat fiat Maria dalam rangka persiapan
diri menyongsong kelahiran Kristus. Fiat voluntas Tua (jadilah menurut kehendak-Mu)
merupakan tangapan iman Maria terhadap rencana keselamatan yang diwartakan malaikat
Gabriel bahwa ia dipilih Allah menjadi Theotokos. Bunda Maria mengungkapkan imannya
dengan ketaatan tanpa syarat kepada kehendak dan rencana Allah. Saat Maria mengungkapkan
fiat-nya, ia secara sadar memberikan dirinya sebagai palungan inkarnasi Ilahi di mana sabda
Allah terjadi dalam dirinya. Bunda Maria berani mengambil resiko mengandung tanpa suami
yang dalam tradisi Yahudi akan menerima stigma perzinahan dan berujung pada hukuman.
Dengan imannya, Maria menempatkan rencana keselamatan Allah sebagai prioritas. Ketaatan
Maria merupakan hasil dari kemurnian hidupnya di hadapan Allah.
Dalam menapaki ziarah tobat, hendaknya kita juga selalu berpegang pada spiritualitas
Fiat Voluntas Tua; menjadi seperti Maria yang membiarkan Allah menggunakan dirinya
seutuhnya demi rencana keselamatan. Sebagai ujud pertobatan, dalam spiritualitas Fiat Bunda
Maria kita diajak untuk memiliki beberapa sikap iman. Pertama, iman harus membawa kita pada
penyerahan diri yang total. Totalitas penyerahan diri berarti memberikan diri kepada Allah
sebagai subyek pewahyuan Ilahi. Kita harus secara sadar dan bebas menyerahkan diri seutuhnya
kepada Allah dengan kepenuhan akal budi dan kehendak dalam setiap tapak panggilan hidup
kita. Penyerahan diri yang total ini didasarkan pada kenyaknan bahwa Allah akan memberikan
dan mengerjakan yang terbaik dalam panggilan kita. Kedua, penyerahan diri yang total
menuntun kita pada ketaatan. Ketaatan adalah ikhrar kesetiaan pada kehendak Allah. Ketaatan di
sini bukanlah suatu bentuk kepatuhan buta, bukan pula soal merendahkan diri di hadapan
otoritas. Ketaatan ini lahir dari dari apa yang pernah dialami dan dijanjikan. Ketaatan seperti ini
harus diperhatikan dan dijalani oleh setiap pengikut Kristus sepeerti kita yang dipanggil secara
khusus dalam formasi panggilan ini. Seperti Yesus dan juga Bunda Maria, kita diundang untuk
taat kepada Bapa.

Ketiga, ketaatan kepada pertobatan sejati. Pertobatan sejati berakar pada kelahiran
kembali, dan dinyatakan dalam suatu kehidupan yang sadar oleh orang berdosa karena pekerjaan
Roh Kudus; suatu perubahan cara berfikir dan berkehendak untuk merubah perilakuh-perilaku
kita yang menyimpang, dan kemudian menciptakan komitmen untuk mengakui keberdosaan kita
dihadapan Tuhan. Sebagai calon imam, kita pun tidak terlepas dari pelbagai salah dan dosa baik
dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian. Namun Allah selalu mengundang kita untuk
secara sadar kembali kepada-Nya. Kita dipanggil Kembali kepada Allah sebagai sumber
kebenaran yang kelak akan menugaskan kita sebagai pekerja di tuan-tuaian-Nya.

Mari kita bersama merenung sejauh mana kita beriman kepada Allah? Sejauh mana kita
taat pada rencana Allah dalam panggilan ini? Sejauh mana kesetiaan kita kepada Allah yang
terwujud dan tindakan nyata kita dalam proses panggilan ini?

Anda mungkin juga menyukai