Anda di halaman 1dari 15

DAMPAK NEGATIF PERGAULAN BEBAS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Menyelesaikan Tugas Akhir

Disusun oleh
RIO IMAN SYHABANA
Kelas : XII 6.3 IPS
MA SEPATAN
2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah yang berjudul “KORUPSI MEMPENGARUHI EKONOMI


INDONESIA" ini telah di baca dan di setujui oleh :

Guru Pembimbing Wali Kelas

AHMAD HAMAMI, S.S

Tanggal : ...................................... Tanggal : ......................................

Guru penguji 1 Guru penguji 2

...................................... ......................................

Tanggal : ...................................... Tanggal : ......................................

ii
KARTU KONSULTASI KARYA TULIS

NAMA SISWA : PERI PEBRIYANSAH

KELAS : 63

Judul karya tulis : KORUPSI MEMPENGARUHI EKONOMI INDONESIA

Guru Pembimbing: ROMLAH, S.Pd

NO Tanggal Bahasan yang Dikonsultasikan Paraf pembimbin


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-
Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas karya tulis ilmiah dengan
Judul “KORUPSI MEMPENGARUHI EKONOMI INDONESIA”, karena terbatasnya
ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan
bimbingan yang telh diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Amin

Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi


penulis dan umumnya bagi pembaca.

Tangerang, .. ........ 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................

1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Makna Tindak Pidana Korupsi.......................................................

2.2 Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi............................................

2.3 Korupsi dan Desentralisasi.............................................................

2.4 Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi...................

BAB III KESIMPULAN..........................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peraturan Perundang – Undangan merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara
dirancang dan disahkan sebagai Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Tebah pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terdapat gerak
pemerintah dalam menangani kasus korupsi Akhir-akhir ini.

Para pejabat Negara menjadikan kasus korupsi dijadikan senjata ampuh dalam pidatonya,
bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau
kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.

Lemahnya hukum di Indonesia dijadikan senjata ampuh para koruptor untuk menghindar
dari tuntutan. Kasus korupsi mantan Presiden Suharto, contoh kasus korupsi yang yang tak
kunjung memperoleh titik penyelesaian. Padahal penyelesaian kasus-kasus korupsi Soeharto
dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu mentimulus
program pembangunan ekonomi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Makna Tindak Pidana Korupsi.


2. Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi.
3. Korupsi dan Desentralisasi.
4. Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi.

1.3. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui Dampak Korupsi Bagi Ekonomi Indonesia.

2. Mengetahui Cara Mengatasi Korupsi Di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Makna Tindak Pidana Korupsi

Jeremy Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi
keprihatianan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan
totaliter, dictator yang meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak
berarti dalam system social politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih
parah berarti dalam system social politiknya teleransi bahkan memberikan ruang terhadap
praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggran hak asasi manusia, lanjut
Pope.

Menurut Dleter Frish, mantan Direktur Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan
menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alas
an keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan public, korupsi selalu
menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak asimetris
informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering melihat ini sebagai resiko
terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of
investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek
korupsi juga sulit diprediksi, Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi
merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan


Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan
bahwa tidak pidana korupsi sebagaimana Maksud dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana.
Mubaryanto, Penggiat Ekonomi Pancasila, dalamdalam artikelnya menjelaskan tentang
korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini
kita lunakan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barang kali
beralasan karena praktek korusi korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak
dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan
kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingakan dengan penggunaan kata
korupsi secara gambling dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

2.2 Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi

Korupsi merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan
dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari
diberitakan oleh media masa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan
dan pengembangan model-model korupsi.

Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “anactment


policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominant di Negara berkembang,
pengusaha tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-
undangan dengan dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka
pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.

Fakta yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggulur
Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korusilah system ekonomi
social rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The Confession of
Economic Hit Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika
serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional
terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh
pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi dan metamorfosis Korupsi pergeseran sistem,
melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru, Soeharto, membawa berkah bagi tumbuhnya
kehidupan demokrasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebutperubahan
tersebut. Namun sayangnya reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya
fondasi ekonomi yang memang “Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan
(Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya
rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang
lahir dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tertralisasi di
pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi
pengelolaan kekuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang
signefikan. Disharmonisasi politik ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus
naik karena korupsi.

Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan


diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial., kepentingan
pribadi menjadi pilihan utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda
secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang.
Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro prlayanan
public justru digunakan oleh pejabat public untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-
mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas
pelayanan public, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak
di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan, kunci dari pemecahan
masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap
menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika
sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di daerah,
bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah
wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini
jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon
1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak pada
konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini
berarti harus ada keadilan politik.

Keadilan ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak
kembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil,
atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita menghimbau para filosof dan
ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara empiric indktif yaitu selalu
menggunakan data-data empiric dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis
saj, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan berpikir empiric
kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi
masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang
kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang
harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada
itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian
dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukan bahwa skandal
ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari
kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti
Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk mengendalikan sumber dya
alam kepada perusahaan multinasional dan negar adi daya yang Didalamnya telah terkemas
praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi
maupun Kelompoknya.

2.3 Korupsi dan Desentralisasi

Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok Setelah


reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia banyak pengamat ekonomi merupakan
kasus Pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga Pelaksanaan desentralisasi di
Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonomi dan pengamat politik dunia.
Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah
terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislative
daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan
social politik ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak
pembangunan ekonomi. Namun juga sering membuat makin parahnya high cost economy di
Indonesia, karena munculnya penguatan-penguatan yang lahir melalui Perda (pendapan
daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka
ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, inpestor
menahan diri untuk masuk daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya
rendah dengan akibat itu semua kemiskinan meningkat karena Lapangan pekerjaan
menyempip dan pembangunan ekonomi pembangunan di daerah terhambat boro-boro
memacu PAD. Terdapat bobot yang menentukan daya saing infestasi daerah. Pertama, factor
kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur, ketiga, fakor social politik. Keempat, factor
ekonomi daerah. Kelima, factor ketenaga kerjaan hasil penelitian komite pemantauan
Pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan
dalam hal ini pemerintah daerah sebagai factor penghamabat terbesar bagi inpestasi hal ini
berarti birokrasi menjadi penghambat utama bagi infestasi yang menyebabkan munculnya
Haighcost economy yang beratri praktek korupsi yang melalui pungutan-pungutan liar yang
berarati liar dan dana pelican marah pada awal Pelaksanaan desentralisasi atau otonomi
daerah terserbut. Dan jelas ini emnhambat tumbuhnya kesempatan Kerja dan pengurangan
kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor
penghambat utama tersebut berubah. Kondisi social politik dominant menjadi hambatan bagi
tumbuhnya di daerah.

Pada 2005 banyak daerah banyak melalukan pemilihan Kepala daerah (Pilkada secara
langsung yang menyebabkan instabilitasi politik di daerah yang membuat enggan para
inspector untuk menanam modalnya di daerah. Dalam situasi politik ini, inspector local
memilih modalnya kepada ekspestasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-
calon Kepala daerah tertentu dengan harapan akan memperoleh kemenagan dan memperoleh
proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan
menstimulus pembangunan ekonomi. Justru hanya akan meperbesar pengeluaran pemerintah
(Goverenment expenditure) karena para inspector hanya mengerjakan prokyek-proyek
pemerintah tanpa menciptakan aut put baru di luar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur
Negara) bahkan akan berdampak pada inspestasi pengeluaran pemerintah karena untuk
meningkatkan PAD-nya mau-tidak mau pemerintah harus mengenjot pemdapatan dari pajak
dan retrevusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi
praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah
yang menjadi yang menjadi penyebab munculnya haigh cost economy yang melahirkan
ekonomi tersebut akan di dukung oleh birokrasi yang njelimet.

Seharusnya titik tolak daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik
infestasi daerah yang sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek
jalur serta jangka Waktu pengurusan Dokumen usaha serta membersihkan birokrasi dari
prektek korupsi. Peneingkatan PAD (pendapatan asli daerah), pengurangan jumlah
pengurangan jumlah penganguran dan kemiskinan pasti mengikuti.

2.4 Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi

Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghamabt pengembangan


system pemerintahan demokratis. Korusi Memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan
diri sendiri atau Kelompok, yang mengesampingkan kepentingan public. Dengan begitu
korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi
dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi
di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan melalui konstruksi
integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan system tanggung gugat dalam
tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang, yang
juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi.
Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan merupakan bagian dari tata pemerintahan,
yudikatip tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun memiliki ruang kebebasan menegakan
kedaulkatan hukum dan peraturan dengan Demikian akan terbentuk lingkaran perbaikan yang
memungkin seluruh pihak untuk melalukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun,
konsep ini sangat mudah dituliskan atau dikatakan dari pada dilaksanakan. Setidaknya
dibutuhkan waktui yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar. Bangunan integritas
nasional yang melakukan tugas-tugas yang efektif dan berhasil menjadikan tindakan korupsi
sebagai prilaku beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang sedikit.

Kedua, hal yang paling sulit dan punda mental dari semua perlawanan terhadap korupsi
adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang
dimaksud bukan sekedar kemauan para politis dan orang-orang yang berkecimbung dalam
ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik
yang termanisfestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sasial
masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen atau sastra social. Sehingga jabatan
politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung
jawabuntuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai
kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politis dan pejabat Negara tergantung
dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan social politik dari masyarakat sipil-lah
yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi.
Masyarakat sipil yang cerdas secara social politik akan memilih pimpinan (politis) dan
pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan
merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat
sipil yang cerdas secara social politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat di
awasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika kontrusi integritas
Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasar social politik masyarakat sipil, maka
pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong
pemerintah untuk menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial.

BAB III

Penutup

Kesimpulan

Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksankan rangkaian kata
dalam bentuk gerakan terkadang sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk
mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi dan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama wabah
yang tidak pernah tepat Sasaran ibarat “yang sakit Kepala, kok yang di obati tangan”.
Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh
menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi
dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di
Indonesia. Tidak mudah memang.
Daftar Pustaka

Harian Kompas, 13 Juni 2006,

Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di


Indonesia” MPKP, FE,UI.

Mobaryanto, artikel, “Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004.
Jeremy Pope, “Confronting Corruption: The Element Of National Integrity System”.
Transparency International, 2000.

Robet A Simanjuntak, “Implementasi Desentralisasi Fiskal: Problem, Prospek, dan


Kebijakan”. LPEM UI, 2003.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai