Muhammad Arif
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Jl. Sultan Alauddin No.63 (Kampus I), Kecamatan Romangpolong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, 92113, Indonesia
E-mail addresses: uin-alauddin.ac.id
Kata kunci a b s t r a k
Hewan Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respon
Organisme
terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Perilaku diartikan sebagai
Perilaku
Respon aktivitas organisme akibat adanya suatu stimulus. Suatu respon disebut
Stimulus perilaku apabila respon tersebut berpola, yaitu memberikan respon tertentu
terhadap stimulus tertentu. Pola perilaku tersebut akan memperlihatkan
kemampuan hewan untuk bertahan di dalam kehidupannya. Setiap spesies
hewan memiliki pola perilaku yang khas yang disesuaikan dengan struktur
anatomi tubuhnya. Oleh karena itu, pola-pola perilaku ini perlu dipelajari
lebih dalam lagi karena pola perilaku tersebut akan menentukan
kelestarian dan keseimbangan dalam ekosistem kehidupan. Studi tentang
perilaku hewan dikenal dengan sebutan etologi. Bidang ilmu ini mengkaji
secara objektif tentang perilaku hewan dalam berbagai kondisi lingkungan,
serta melihat perilaku tersebut sebagai respon adaptif dan evolusioner.
1. Pendahuluan
Perilaku didefinisikan sebagai aksi atau tindakan yang dapat mengubah pola hubungan
atau interaksi antara suatu organisme dengan lingkungannya. Studi mengenai perilaku pada
dasarnya memiliki kaitan yang sangat erat dengan disiplin ilmu lain. Misalnya, studi
mengenai fungsi perilaku berkaitan dengan aspek ekologi dan aspek sosiologi. Terdapat dua
pendapat tentang perilaku; merupakan reaksi terhadap stimulus eksternal, sedangkan perilaku
spontan dipengaruhi oleh faktor internal, misalnya faktor motivasi. Perilaku hewan meliputi
tindakan, aktivitas; agresi; suara hewan; penerbangan mencari makan; berburu; bahasa;
belajar; perkawinan; gerakan; bermain; refleks; tanggapan; menyusui; renang; simbiosis:
teritorial; serta mengibas sayap, dan lain sebagainya. Studi tentang perilaku hewan dikenal
dengan sebutan etologi. Bidang ilmu ini mengkaji secara objektif tentang perilaku hewan
dalam berbagai kondisi lingkungan, serta melihat perilaku tersebut sebagai respon adaptif dan
evolusioner.[1]
Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respon terhadap
kondisi internal dan eksternalnya. Perilaku diartikan sebagai aktivitas organisme akibat
adanya suatu stimulus. Suatu respon disebut perilaku apabila respon tersebut berpola, yaitu
memberikan respon tertentu terhadap stimulus tertentu. Pola perilaku tersebut akan
memperlihatkan kemampuan hewan untuk bertahan di dalam kehidupannya. Setiap spesies
hewan memiliki pola perilaku yang khas yang disesuaikan dengan struktur anatomi tubuhnya.
Oleh karena itu, pola-pola perilaku ini perlu dipelajari lebih dalam lagi karena pola perilaku
tersebut akan menentukan kelestarian dan keseimbangan dalam ekosistem kehidupan. Studi
mengenai perilaku hewan disebut etologi.[2] Bidang ilmu ini mengkaji secara objektif tentang
perilaku hewan dalam berbagai kondisi lingkungan, serta melihat perilaku tersebut sebagai
respon adaptif dan evolusioner.[1]
1
Setiap makhluk hidup akan melakukan interaksi dengan lingkungannya sejak
dilahirkan. Suatu organisme jika ingin bertahan hidup harus mampu melakukan adaptasi baik
pada tingkatan populasi maupun komunitas pada suatu biosfer. Ruang lingkup perilaku hewan
pada dasarnya mempelajari bagaimana hewan-hewan berperilaku di lingkungannya dan
setelah para ahli melakukan interpretasi, diketahui bahwa perilaku merupakan hasil dari suatu
penyebab atau suatu “proximate cause”.[3]
2. Pembahasan
Satwa liar adalah hewan yang hidup di dalam ekosistem alam.[4] Setiap hewan
memiliki perilaku yang unik dan khas. Suatu hewan dapat berperilaku ketika mendapatkan
stimulus dan akan memberikan respon sesuai dengan stimulus yang didapat. Stimulus dan
respon satwa liar dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
2
merasa terancam gajah dan harimau mencoba untuk mempertahankan wilayahnya dengan
cara memberikan perlawanan pada manusia. Akibatnya, terjadi konflik antara satwa liar
dengan manusia. Perilaku tersebut termasuk dalam perilaku bawaan/innate karena secara
alami semua hewan akan berusaha untuk memertahankan hidupnya ketika merasa terancam.
Sebagai contoh, Indonesia merupakan negara dengan angka konflik gajah paling tinggi
di Asia, yaitu sekitar 1,2 persen, insiden lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand 0,4
persen dan Vietnam 0,2 persen. Di pulau Sumatera, salah satu kawasan yang mengalami
konflik adalah kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Tesso Nilo adalah kawasan hutan
dataran rendah yang terletak di Provinsi Riau dan merupakan habitat penting bagi Gajah
Sumatera (Balai Taman Nasional Tesso Nilo, 2009). Pada 25 tahun terakhir, hutan di Riau
telah dialih fungsikan untuk pembangunan seluas 4 juta ha atau sebanyak 65% tutupan hutan
telah hilang. Perubahan fungsi hutan ini merupakan salah satu pemicu timbulnya konflik
antara masyarakat dengan gajah.[5]
Konflik antara manusia dan satwa liar cenderung meningkat akhir-akhir ini. Apapun
yang terjadi dan jenis satwa liar apapun yang terlibat, konflik manusia dan satwa liar
merupakan permasalahan kompleks karena bukan hanya berhubungan dengan keselamatan
manusia tetapi juga satwa itu sendiri.[6] Pembukaan lahan hutan untuk kepentingan
pembangunan demi peningkatan taraf kehidupan manusia telah menyebabkan populasi satwa
liar yang semula berada di habitatnya atau hutan menjadi terpisah-pisah untuk mencari dan
menempati habitat yang tersisa. Kerugian yang umum terjadi akibat konflik di antaranya yaitu
rusaknya tanaman pertanian dan perkebunan serta pemangsaan ternak oleh satwa liar. Habitat
yang tersisa ini biasanya berupa hutan dengan luasan yang relatif kecil dengan kondisi pakan
yang tidak mendukung. Semakin tinggi aktivitas manusia di sekitar kawasan hutan maka
semakin meningkatnya laju kerusakan hutan yang menyebabkan habitat satwaliar menjadi
sempit dan memaksa satwa liar untuk mencari ruang gerak baru sehingga sampai ke
pemukiman penduduk dan mengakibatkan konflik antara masyarakat dan satwa liar.[4]
Satwa yang karena suatu sebab keluar dari habitatnya dan membahayakan kehidupan
manusia harus digiring atau ditangkap dalam keadaan hidup untuk dikembalikan ke
habitatnya. Namun jika tidak memungkinkan untuk dilepaskan kembali ke habitatnya maka
satwa tersebut harus dikirim ke Lembaga Konservasi untuk dipelihara menurut Pasal 26 ayat
1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa.[7]
3
Elang peregrine (Falco peregrinus) adalah salah satu burung tercepat di dunia. Selama
penerbangan horizontal, burung ini dapat mencapai kecepatan hingga 150 km dan bahkan
lebih dari 320 km saat menukik untuk menangkap mangsanya. Hampir semua spesies burung
dapat mengubah bentuk sayapnya dengan tujuan untuk mengubah sifat aerodinamisnya.
sebuah konsep yang dikenal sebagai wings morphing'. Selama menukik, peregrine juga
mengubah bentuknya sayap mereka, sambil berakselerasi, burung ini meletakkan posisi
sayapnya sedekat mungkin dengan tubuh. Peregrine tidak hanya terbang dengan sangat cepat
tetapi juga mempertahankan kemampuan manuver yang luar biasa pada kecepatan tinggi.
Misalnya ketika menukik dengan kecepatan tinggi, peregrine mampu mengubah rute menjadi
pendakian yang curam. Namun ketika melakukan hal tersebut peregrine akan terkena beban
mekanis yang tinggi.[9]
4
3. Kesimpulan
Perilaku merupakan tindakan yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Pada hewan,
perilaku tergantung apa yang terjadi ataupun apa rangsangan yang didapatkan oleh hewan
tersebut sehingga respon yang diberikan akan berbeda pula. Secara garis besar perilaku
terbagi menjadi bawaan/innate atau terpelajar/studied. Perilaku bawaan adalah perilaku yang
didapatkan sejak lahir dan perilaku terpelajar adalah perilaku yang didapatkan berdasarkan
pengalaman hewan. Umumnya, hewan memiliki banyak macam perilaku seperti perilaku
adaptasi, perilaku makan, perilaku bermain dan perilaku mempertahankan diri dari bahaya.
5
DAFTAR PUSTAKA