Abstract
This study examines the language componential as a structure of differences in each word's meaning,
so that a detailed explanation of what the word 'cooking' contains. And this study also uses a
metaphorical study. The result of the componential research is that seven cooking vocabularies in the
Wajo Bugis language are found, namely ma'rang, ma'bette, ma'tunu, ma'pella, ma'pesau, ma'gore-
gore, and ma'tumisi. The grammatical meaning is divided into two, namely the grammatical meaning
of repeated words and compound meanings function catalog on recipes in Bugis wajo everyday
language and a study of metaphors in the target domain including cane sugar, rotten coconut, ducked
rice, ginger, rice dishes, cooked fish and brown sugar. In the study of this metaphor, it can be seen
that the Bugis proverb in cooking is defined in the realm of the target of the metaphor, which is
mostly a habit that is often used or the nature of a person who is in actual human life. So that we can
know that the study of this metaphor leads to the meaning of the meaning of words in human behavior
and traits.
Keywords: Componential, Metaphor, Cooking, Bugis Wajo
Abstrak
Penelitian ini menelaah komponensial bahasa sebagai struktur perbedaan di setiap makna kata,
sehingga diperolehlah penjelasan dengan rinci makna apa yang terdapat dari kata ‘memasak’ ini.
Sehingga penelitian ini akan menganalisis makna kata yang mengenai aktivitas memasak dengan
menggunakan bahasa Bugis Wajo, serta penelitian ini menggunakan analisis komponensial makna
turunan dan makna spesifik yang terdapat dalam setiap kata ‘memasak’ tersebut. Dan penelitian ini
juga menggunakan kajian metafora. Hasilnya penelitian komponensial yaitu, ditemukan tujuh
kosakata memasak dalam bahasa Bugis Wajo yakni ma’rang, ma’bette, ma’tunu, ma’pella, ma’pesau,
ma’gore-gore, dan ma’tumisi. Adapun makna gramatikal dibagi dua yaitu makna gramatikal kata
ulang dan makna majemuk. Serta fungsi katalog pada resep masakan dalam bahasa sehari-hari Bugis
wajo dan kajian Metafora pada ranah target diantaranya gula tebu, kelapa busuk, padi merunduk, jahe,
piring nasi, ikan masak dan gula merah. Dalam kajian metafora ini bisa dilihat ternyata pribahasa
bugis dalam memasak diartikan dalam ranah target metafora yaitu kebanyakan merupakan kebiasaan
yang sering digunakan atau sifat seseorang yang terdapat dalam kehidupan manusia yang sebenarnya
terjadi. Sehingga kita bisa tahu bahwa kajian metafora ini mengarah ke makna arti kata yang ada
dalam perilaku dan sifat pada manusia.
Kata Kunci: Komponensial, Metafora, Memasak, Bugis Wajo
How to Cite: Last name-1, Initial First and Middle name-1., Last name-2, Initial First and
Middle name-2., & Last name-3, Initial First and Middle name-3. (2017). Title Title Title
Title. Semantik, X (X), XX-XX.
1
2 Last name Author-1, Last name Author-2 & Last name Author-3, Title Title Title Title …
INTRODUCTION
Bahasa sebagai alat komunikasi dalam masyarakat yang saling berinteraksi antara anggota
masyarakat yang satu dan anggota masyarakat lainnya. Tidak ada masyarakat tanpa adanya
bahasa dan tidak ada bahasa tanpa masyarakat. Bahasa adalah sebuah sistem, atau bahasa,
dibentuk dari sekumpulan komponen yang berpola padat dan dapat diprediksi. Sebagai
sebuah sistem, bahasa tidak hanya sistematis tetapi juga sistemik (Soeparno, 2002:5). Bahasa
adalah sistem simbol bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh komunitas lisan untuk bekerja
sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi.
Terdapat ada 746 bahasa daerah tercatat di Indonesia. Bugis Wajo (BW) merupakan salah
satu dari 50 bahasa yang ada di pulau Sulawesi. Bahasa Bugis Wajo (BW) merupakan bahasa
sehari-hari masyarakat Wajo, baik yang dari daerah asalnya maupun yang telah merantau ke
daerah lain tetapi masih menggunakan bahasa Bugis Wajo (BW). Selain itu, Bugis Wajo
(BW) akan tetap menjadi alat komunikasi yang tidak kalah pentingnya dan digunakan sebagai
salah satu muatan lokal di sekolah dasar di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Wajo.
Sebagai salah satu bahasa, Bugis Wajo (BW) memiliki kesatuan kebahasaan yang
membedakannya dengan bahasa lain. Perbedaan ini meliputi perbedaan faktor fonetik,
fonetik, morfologis, sintaksis dan semantik. Artikel ini berfokus pada komponen semantik
Bugis Wajo (BW), terutama mempelajari bidang makna kata yang ditemukan dalam bahasa
daerah ini dengan menggunakan kajian sosiolinguistik.
Secara semantik, istilah untuk melafalkan satuan linguistik yang bermakna disebut leksem
(Chaer, 2002:7). Dalam bagaian satuan semantik, leksem dapat merupakan kata atau
gabungan kata. Ini secara khusus dijelaskan dalam semantik leksikal. Semantik leksikal
mengacu pada makna kosakata itu sendiri, bukan makna struktur gramatikal. Karena
semantik leksikal merupakan kajian semantik yang lebih fokus membahas sistem makna yang
terdapat dalam kata-kata. Sebagai suatu sistem, bahasa adalah suatu kaidah, kaidah, atau pola
tertentu, baik dari segi bunyi, bentuk kata, maupun struktur kalimat. Jika aturan, atau pola ini
dilanggar, komunikasi dapat terputus. Dalam linguistik, bunyi bahasa terdapat di dalam
bidang fonologi sedangkan makna bahasa di dalam bidang semantik. Secara garis besar,
faktor kebahasaan meliputi dua jenis, yaitu formalitas dan makna, atau lebih singkatnya,
bentuk dan makna. Bentuk adalah bagian fisik dari ucapan. Bentuk dari tingkat terendah
hingga tertinggi dinyatakan dalam bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, kalimat, paragraf,
dan ucapan. Sedangkan makna merupakan konsep abstrak dari pengalaman manusia.
Secara linguistik, bentuk adalah bentuk fisik dari ujaran, dan makna adalah bentuk immaterial
dari ujaran. Mengenai makna bahasa, memasak adalah kegiatan yang ditemukan di semua
budaya. Memasak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Diskusikan kegiatan
memasak tidak hanya berdasarkan kosakata memasak, tetapi juga pada apa dan bagaimana
memasak. Berkenaan dengan itu, artikel ini akan menulisnya lebih rinci serta mendalam.
Untuk mengenali lebih dalam makna suatu kata dalam memasak, perlu ditelusuri melalui
ilmu yang disebut semantik. Dari segi semantik, kita dapat mengetahui apa makna kata, apa
komponen maknanya, jika setiap kata hanya memiliki satu makna atau lebih, mengapa
maknanya berubah, bagaimana kata dapat membantu kita memahami makna sebuah kata
dengan lebih mudah. Makna merupakan hal yang terkait dengan seluruh masalah dalam
(intelektual), sedangkan informasi hanya menyiratkan luar ujaran (ekstrem) (Cher, 2006:
384-385).
3 SemantiVolume X, No. X, XXXXX 2017 pp XX-XX
k
Kajian penelitian ini akan menggunakan komponen bahasa sebagai komponen khusus dari
setiap kata, untuk mendapatkan penjelasan yang mendetail tentang arti kata tersebut. Artikel
ini juga akan memaparkan kosakata bahasa Bugis Wajo yang menguraikan kegiatan kuliner
dan komponen makna turunannya serta makna spesifik yang terkandung dalam masing-
masing kata tersebut. Karenanya dalam penelitian ini, yang harus diperhatikan dalam
menganalisis komponen signifikansi adalah penggunaan tanda plus (+) dan min (-). Tanda
tambah (+) digunakan jika komponen makna tertentu ada dalam makna leksem yang diurai,
sedangkan tanda min (-) digunakan jika komponen makna tertentu tidak ada dalam leksem
yang terdapat dalam kata tersebut. Sedangkan tanda (±) digunakan jika ada unsur yang
bermakna dan mungkin tidak ada dalam arti kata leksem.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan bahasa Bugis Wajo (BW) yang terdapat pada
katalog resep masakan. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Bugis Wajo (BW)
tentu memiliki perbedaan bentuk, makna, dan fungsi bahasanya pada setiap kabupaten.
Bentuk skedul pada penelitian ini terdapat bentuk kata tunggal dan bentuk kata kompleks.
Bentuk kata tunggal merupakan satuan gramatikal yang tidak terdiri atas satuan yang lebih
kecil lagi. Kata kompleks merupakan satuan-satuan gramatik yang lebih kecil lagi. Berikut ini
contoh skedul resep masakan: Gottang i tello sibawa golla kessi’e lettuna sawe yang artinya
kocok telur dan gula pasir hingga mengembang.
Pada contoh kalimat di atas, kata sawe yang artinya mengembang merupakan contoh skedul
bentuk kata dasar dari kata kembang dengan prefiks {meN-}. Kata mengembang tergolong ke
dalam jenis makna gramatikal karena terjadi melalui proses gramatikal. Kata mengembang
memiliki makna ‘menjadi lebih besar’. Kata mengembang memiliki fungsi referensial karena
berkaitan langsung dengan konteks.
Semantik adalah kajianyang merupakan terdiri dari makna kata, frasa, serta kalimat. Dalam
analisis semantik, berfokus pada makna konvensional dari sebuah kata, pengertian yang
mudah dipahami oleh seluruh orang, bukan pada apa yang dipikirkan oleh penutur. Dalam
pendekatan yang dilakukan ini berkaitan dengan makan objektif bukan makna subjektif.
Makna yang kita bicarakan lebih dikenal dengan arti konseptual. Makna konseptual
mencakup komponen inti makna yang terkandung dalam penggunaan sebuah kata. Pengertian
ini akan membedakan pengertian kata yang bermakna asosiatif.
Makna
Menurut Soedjito (1990: 63) mengemukakan bahwa makna adalah interaksi antara bentuk
bahasa & barang (hal) yang diacunya. Sedangkan, pendapat Djajasudarma (1999), membagi
jenis makna menjadi dua belas. Ini memiliki makna yang luas, sempit, kognitif, tersirat,
emosional, referensi, konstruktif, leksikal, gramatikal, ideal, proposisional, sentral, kiasan,
dan idiomatik. Untuk memudahkan analisis, makna didefinisikan sebagai hubungan antara
simbol fonetik dan referensinya. Hal ini dapat menyebabkan medan makna atau bidang
semantik karena banyak arti yang dihasilkan dari kata tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
sebuah teori untuk menganalisis makna dari kata yang ada. Analisis komponen, hubungan
semantik, analisis bidang semantik, dan lain-lain yang merupakan bagian dari semantik
struktural.
dengan seperangkat peraturan, elemen atau komponen kunci. dijelaskan dalam (Aminuddin,
2008: 128). Komponen adalah makna keseluruhan dari sebuah kata dan terdiri dari
sekumpulan elemen seperti ada sifat yang berbeda antara unsur-unsur.
Demikian halnya kegiatan man-nasu (memasak) dalam bahasa Bugis Wajo mempunyai
komponen–komponen atau unsur–unsur tersendiri menjadi pembentuk & pembeda antara
satu dengan yang lainnya. Misalnya, komponen kegiatan memasak menggunakan cara
memanggang atau menggoreng. Komponen makna atau komponen semantik (semantic
feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap istilah atau
unsur leksikal terdiri berdasarkan satu atau beberapa unsur yg bersama-sama membangun
makna istilah atau makna unsur leksikal tersebut. Analisis ini mengandaikan setiap unsur
leksikal mempunyai atau tidak mempunyai suatu karakteristik yang membedakannya
menggunakan unsur lain (Chaer, 2009:115). Makna atau arti setiap kata terdiri dari beberapa
komponen disebut komponen makna yang membentuk keseluruhan makna sebuah kata.
Komponen dari setiap makna ini dapat dianalisis, dimaknai, ditunjuk, atau disebutkan
berdasarkan "pengertian-pengertian" dimilikinya.
Analisis komponen semantik bertujuan untuk menemukan arti dari sebuah kata atau
komposisi makna atau arti kata. Adapun komponen makna kata, kita memprediksi hubungan
antar makna kata. Hubungan makna umumnya dibagi menjadi lima jenis: (1) sinonim (2).
Antonim (kontradiksi dan kontradiksi) (3) keberbalikan (4) hiponim. Prosedur menemukan
susunan makna kata disebut juga dekomposisi kata. Prosedur analisis komponen makna
adalah (1) pemilihan makna sementara yang muncul dari rangkaian makna, komponen
umum dengan pengertian dan makna yang dipilih masih di medan makna, (2) mendaftar
semua ciri yang spesifik yang dimiliki sebuah leksem, (3) memeriksa berbagai makna yang
tercermin dalam referensi untuk menentukan jenis referensi yang sesuai. (4) mendaftarkan
fitur pembeda makna dalam setiap kata. (5) memeriksa kembali berdasarkan ciri yang
membedakan. Kemudian, (6) mendeskripsikan komponen makna berdasarkan struktur,
kejelasan fungsional, dan dapat dimanfaatkan untuk menemukan kekecualian.
Medan Makna
Aktivitas Memasak
aktivitas memasak adalah suatu aktivitas yang mengolah pangan mentah sebelum disantap.
Menurut pendapat Minantyo (2011) memasak merupkan sebuah proses menangani bahan
makanan dari mentah hingga menjadi sebuah bahan makanan yang siap saji yang dalam
prosesnya terjadi penerapan suhu yang bertujuan untuk membuat makanan lebih mudah
untuk dicerna dalam tubuh kita semua. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) aktivitas adalah keaktifan kegiatan , salah satu kegiatan kerja. sedangkan masak tidak
terlepas dari apa yang dimasak. bahasa Bugis memasak adalah “Man-nasu” dengan demikian
pula dijabarkan jenis memasak pula dalam bahasa Bugis dan cara mengolah masakannya.
Penelitian sebelumnya sudah ada yang membahas mengenai bahasa Bugis yang dilakukan
oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tahun 1975. hasilnya mengenai
gambaran umum latar belakang sosial budaya, lokasi pemakai, variasi pemakaian, dan
hubungan anatara bahasa dan pemilik bahasa. Salian itu penelitian yang sama sempat
dilakukan oleh Dr. B.F. Matthes yang terdapat dalm buku tata bahasa dengan judul
Boeginesche Sprakkunst (1875), J.Noorduyn dalam Een Achttiende-eeuse Kroniek van
Wadjo (1955) bersifat filologis dan historis, Samsuri yang berjudul An Introduction to
Rappang Buginesse Grammar (1965), Sjahruddin Kuseng dengan penelitian yang berjudul
Valensi Morfologi Dasar Kata Kerja Bahasa Bugis Soppeng pada tahun (1975). Sementara
itu, mengenai tulisan yang memiliki unsur krusial serta mampu memperdalam kajian
mengenai bahasa Bugis itu sendiri, yakni unsur semantiknya, masih sedikit ditulis dan
dibukukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini memiliki permasalahan yang akan dibahas,
rumusan masalah yang ada pada penelitian ini adalah bagaimana makna kata yang dianalisis
dalam komponensial dari kata man-nasu (memasak) pada bahasa daerah yaitu Bugis Wajo
(BW) menduduki fungsi referensial dalam kalimat dan bagaimana bahasa Bugis Wajo (BW)
pada katalog resep masakan dengan menggunakan kajian metafora. Berdasarkan rumusan
masalah tersebut terdapat tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis makna kata dengan
menggunakan komponensial dalam kata man-nasu (memasak) dari bahasa Bugis Wajo (BW)
dan mengetahui tentang makna dan fungsi bahasa pada skedul yang terdapat dalam katalog
resep masakan serta mengkaji makna kata menggunakan metafora
METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang artinya metode penelitian ini
mendeskripsikan tentang temuan penelitian dalam metode pengumpulan datanya. Metode
pengamatan dilakukan dengan cara mengamati 7 tuturan bahasa Bugis Wajo yang digunakan
6 Last name Author-1, Last name Author-2 & Last name Author-3, Title Title Title Title …
dalam bahasa sehari-hari. Metode ini sepadan dengan metode simak yang dikemukakan oleh
Sudaryanto (1985), yaitu menyimak pembicaraan lawan bicara, baik menyimak sambil
berdialog dengan lawan bicara ataupun hanya secara pasif mendengarkan penggunaan bahasa
oleh penutur. sebagaimana tindak lanjut dengan pencatatan data yang diperlukan dengan
penutur. Metode ini dijabarkan dengan teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis komponensial serta menggunakan kajian Sosiolinguistik.
Analisis komponen adalah teknik yang menggunakan perbandingan antar elemen. Teknik
analisis komponen digunakan dalam analisis kualitatif, untuk menganalisis faktor-faktor
yang memiliki hubungan kontras satu sama lain dalam bidang-bidang yang diidentifikasi
dalam analisis terperinci.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan dalam kajian ini diawali dari pemilihan seperangkat kata berdasarkan
kemampuan memahami dan pemikiran kita, yang mana kita perkirakan berhubungan,
menemukan analogi-analogi antara kata-kata yang seperangkat dan menentukan komposisi
semantik atas analogi di antara kata-kata yang seperangkat komponen semantik atau
komposisi semantik atas dasar analogi tersebut. Tahapan awal adalah menemukan medan
makna yang berupa verba yang menjelaskan aktivitas memasak dalam bahasa Bugis Wajo,
selanjutnya setiap leksikon akan dipilah-pilah menggunakan komponen makna.
1. Ma’rang + - + + +
2. Ma’bette - - + + -
3. Ma’tunu - - + + -
4. Ma’pella + - + + +
5. Ma’pesau + + + + +
6. Ma’gore gore - + + + +
7. Ma’tumisi - - - - +
1. Ma’rang - - - + + -
2. Ma’bette + - - - - -
3. Ma’tunu - + - - - -
4. Ma’pella - - + + + -
5. Ma’pesau - - + + + -
6. Ma’gore gore + - - - - -
7. Ma’tumisi + - - - - +
8 Last name Author-1, Last name Author-2 & Last name Author-3, Title Title Title Title …
1. Ma’rang + -
2. Ma’bette + -
3. Ma’tunu + +
4. Ma’pella + -
5. Ma’pesau + -
6. Ma’gore gore + +
7. Ma’tumisi - +
Dari tabel di atas maka bila dijabarkan dengan komponen makna dengan urutan bahan yang
di masak, cara memasak dan alat yang dipakai menjadi:
1. Ma’rang: Air/daging/ ikan/sayur+merebus/kukus+priuk
2. Ma’bette : daging/ikan+goreng+priuk
3. Ma’tunu : daging/ikan+ bakar+priuk/bukan priuk
4. Ma’pella : Air/daging/ ikan/sayur+menghangatkan/merebus/kukus+priuk
5. Ma’pesau : Air/beras/daging/ ikan/sayur+ menghangatkan/merebus/kukus+priuk
6. Ma’gore gore : Beras/daging/ikan/sayur+goreng+priuk/bukan priuk
7. Ma’tumisi : sayur+goreng/menumis+bukan priuk
Makna katalog pada Resep Man-nasu dalam Bahasa Bugis
Berdasarkan data yang dianalisis, terdapat dua kategori bentuk makna pada katalog. Makna
katalog tersebut adalah (1) makna leksikal dan (2) makna gramatikal.
Makna Leksikal
(1) “Matunu makegunangeng afi yawana seratuaruwa pulona aruwa derja selama duapulo
menne lettuna mana”(Bakar dengan api di bawah pada suhu 180 derajat celcius 20 menit
sampai matang). Pada kalimat tersebut terdapat kata matunu atau bakar bermakna membuat
sesuatu dengan memanggangnya (memanaskannya) dengan api. Kata bakar berkategori
makna leksikal berkategori verba atau kata kerja, karena mengacu pada perbuatan (aksi),
proses, dan keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
Makna Gramatikal
Berdasarkan data yang didapatkan, makna gramatikal pada Resep Ma-nasu dalam Bahasa
Bugis sebagai berikut.
Kata Berafiks (2) “Ma’rang santang, daung salam, daung serai, sibawa pejje na inappa
igaru’i tacedde-cedde”. (Rebus santan, daun salam, serai, dan garam sambil mengaduk
9 SemantiVolume X, No. X, XXXXX 2017 pp XX-XX
k
perlahan.) dalam bahasa sehari-hari Bugis Wajo. Pada kalimat tersebut terdapat kata
mengaduk diturunkan dari bentuk kata dasar aduk dengan prefiks {meN-} yang memiliki
makna ‘igaru’i atau mencampur. Kata mengaduk memiliki makna gramatikal karena makna
yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal. Kata mengaduk merupakan verba
turunan, karena mengalami proses morfologi yakni penambahan prefiks {meN-}.
Makna Gramatikal Kata Ulang
(3) “Iyakkani arrangeng e (ma’rang) namalemmani jukuna manu’e na inappa i cabbi-
cabbi”. (Angkat rebusan ayam yang sudah empuk, kemudian suwir-suwir). Pada kalimat
tersebut terdapat kata dalam bahasa bugis cabbi-cabbi atau suwir-suwir merupakan bentuk
kata ulang seluruhnya. Kata suwir-suwir memiliki makna ‘merobek-robek panjang’. Kata
cabbi-cabbi atau suwir-suwir dibentuk dari kata dasar cabbi atau suwir kemudian diulang
seluruhnya. Kata tersebut merupakan verba, karena mengandung makna inheren perbuatan
(aksi), proses, dan keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
Makna Gramatikal Kata Majemuk
(4) “Patirikeng ni uwaai tacede nainappa ipatennag i letuuna sawe, taroni ki lemari ese’e
tellupulo menne”. (Masukkan air sedikit demi sedikit sambil diuleni sampai kalis, simpan di
lemari ese’e selama 30 menit). Pada kalimat tersebut terdapat kata lemari es yang
dikategorikan ke dalam kata majemuk karena kata tersebut merupakan gabungan kata yang
menyatakan pengertian tertentu. Kata lemari ese’e bermakna ‘lemari pendingin tempat
menyimpan makanan supaya tidak cepat busuk, kulkas’.
Fungsi Skedul pada Resep Masakan dalam Bahasa sehari-hari Bugis Wajo
Berdasarkan data yang didapatkan, ditemukan fungsi bahasa pada skedul resep masakan
dalam dalam bahasa sehari-hari Bugis Wajo. Fungsi bahasa skedul tersebut adalah fungsi
referensial. (5) “Ma’rang daging manu sibawa ulu manu, tajengni lettu malemmani jukuna”.
(Rebus daging dan kepala ayam, tunggu sampai empuk). Pada kalimat tersebut terdapat
variasi bahasa Indonesia dan bugis yaitu pada kata empuk atau malemmani jukuna. Walaupun
kelihatannya berbeda tetapi makna katanya sama. Kata empuk berfungsi untuk mengajarkan
kemampuan, keterampilan, dan untuk memengaruhi pembaca.
Pembahasan
Kajian dalam Metafora
Tabel 5. Ranah Metafora Gula Tebu
Gula tebu dalam pribahasa Bugis melambangkan sosok orang yang pada awalnya terlihat
baik, tetapi pada akhirnya menaruh kebencian, gula tebu dalam masyarakat Bugis merujuk
pada tanaman tebu yang telah dikupas dan kemudian dinikmati tanpa proses lebih lanjut
menjadi gula.
Tabel 6. Ranah Metafora Kelapa Busuk
2. Jatuh bagaikan kelapa tak berisi Orang yang jatuh dalam usahannya
Kelapa tak berair dan berisi busuk(daging Sifat pemalas( tidak dapat bangkit
3.
kelapa) kembali)
Gambar 4. Jahe
Jahe adalah bumbu memasak yang sering digunakan dalam masyarakat Bugis dalam
menambah rasa dalam masakan. Biasanya pengolahan jahe dengan menumbuk dengan kasar
tidak halus dan tidak tercampur rata. Adapun pribahasa jahe yang diartikan dalam masyarakat
bugis adalah dua orang yang bermusuhan dan sulit untuk didamaikan dan dipertemukan.
Dalam hal ini jahe juga bisa menjadi obat dalam masyarakat bugis tetapi harus dikunyah bila
ingin manfaatnya segera dirasakan.
Tabel 9. Ranah Metafora Piring Nasi
2. Langsing bagai gula merah Perempuan yang manis sedang hamil besar
3. Gula merah kedua ujungnya lancip Sifat ibu hamil yang sesak di dada
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sholikhah, M., & Vuvita, M. (2018). ANALISIS KOMPONENSIAL MAKNA KATA
MAKAN DALAM BAHASA INDONESIA. Konvergensi Sains & Humaniora, 1(1),
281-258.
Chaer. Abdul.2012. Linguistik Umum. Yogyakarta: Rineka Cipta.
16 Last name Author-1, Last name Author-2 & Last name Author-3, Title Title Title Title …