DALAM ISLAM
ابحرم6
Kel.
Anggota Kelompok :
Aziza Nanda Maulita (2131060211)
Febby Putri Lestari (2131060027)
Ridha Syafiqah Zahra (2131060170)
Pembahasan
Rasulullah SAW bersabda: “Harta tidak berkurang karena sedekah (zakat), dan sedekah tidak
diterima dari penghianatan (pelaksanaan yang tidak sesuai dengan syari’at Islam).” (HR. Muslim)
Zakat juga dinamakan bersih (thaharah), karena dengan membayar zakat harta dari seorang
yang berzakat menjadi bersih dari kotoran dan dosa yang menyertainya, yang disebabkan oleh harta
yang dimiliki tersebut, adanya hak-hak orang lain menempel padanya. Maka, apabila tidak
dikeluarkan zakatnya, harta tersebut mengandung hak-hak orang lain, yang apabila kita
menggunakannya atau memakannya berarti telah memakan harta orang lain dan demikian
hukumnya haram.
• Hukum Zakat
Zakat adalah rukun Islam ketiga dari rukun Islam yang lima, ia merupakan pilar
agama yang tidak dapat berdiri tanpa menunaikan zakat. Hukumnya wajib Ain (kewajiban
individu) bagi setiap muslim apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan
syari’at. Kewaiban tersebut diisyaratkan alQur’an dan as-Sunnah 3
serta berdasarkan ijma’ ulama.
Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki nilai ketaatan kepada Allah SWT dalam rangka
meraih ridhaNya dalam hubungan vertikal (hablum minallah) dan sebagai kewajiban kepada
sesama manusia dalam hubungan horizontal (hablum minannas).
● Syarat Wajib Zakat
Ø Sampai nisab
Nisab adalah jumlah minimal harta yang dimiliki sebagaimana ditetapkan oleh syari’at.
Adapun dasar hukum infaq telah banyak dijelasakan baik dalam Al- Qur’an atau
hadits. Katakanlah: ”Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan
rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.
Dan adalah manusia itu sangatkikir.”
● Macam-macam Infaq
Infaq secara hukum terbagi menjadi empat macam antara lain sebagai berikut:
v Infaq Mubah
v Infaq Wajib, Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah, Membayar
mahar (maskawin), Menafkahi istri, Menafkahi anak dan keluarga.
v Infaq Haram, Infaqnya orang kafir untuk menghalangi syiar Islam dan Infaq-nya orang
Islam kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah.
v Infaq Sunnah, Yaitu mengeluarkan harta dengan niat shadaqah : Infaq untuk jihad dan
Infaq kepada yangmembutuhkan.
● Macam-macam Infaq
Secara etimologi, kata shadaqah berasal dari bahasa arab ash- shadaqah. Pada awal
pertumbuhan Islam, shadaqah diartikan dengan pemberian yang disunahkan (shadaqah
sunah). Sedangkan secara terminologi shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada
tukarannya karena mengharapkan pahala dari Allah SWT.
Shadaqah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang
membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai
imbalan. Shadaqah atau yang dalam bahasa indonesia sering dituliskan dengan sedekah
memiliki makna yang lebih luas lagi dari zakat dan infaq. Sedekah merupakan salah satu
kewajiban yang dilakukan oleh seorang muslim yangtelah berlebihan hartanya.
● Rukun dan Syarat Shadaqah
Wakaf adalah suatu pranata yang berasal dari hukum islam. Oleh karena itu, apabila
membicarakan masalah perwakafan pada umumnya dan perwakafan tanah pada khususnya, tidak
mungkin untuk melepaskan diri dari pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut Hukum Islam. Akan
tetapi, dalam hukum Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf ini, karena terdapat banyak
pendapat yang sangat beragam.
Wakaf menurut Bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-
habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian, kata ini berkembang menjadi
habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah SWT. Sedangkan wakaf menurut syara’ adalah
menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya
(ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.
● Dasar Hukum Wakaf
Dalil-dalil yang dijadikan sandaran atau dasar hukum wakaf dalam Agama Islam adalah:
” Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali Imran: 92)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, “. (QS.
Al-Baqarah: 267).
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al- Maidah: 2).
● Rukun Dan Syarat Wakaf
Dalam fiqih Islam dikenal ada 4 (empat) rukun atau unsur wakaf, antara lain adalah:
1. Orang yang berwakaf (waqif). 2. Benda yang diwakafkan (mauquf).
3. Penerima wakaf (nadzir). 4. Lafaz atau pernyataan penyerahan wakaf.
Fiqih Islam tidak banyak membicarakan prosedur dan tatacara pelaksanaan wakaf secara rinci. Tetapi PP
No. 28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 mengatur petunjuk yang lebih
lengkap. Menurut Pasal 9 ayat 1 PP No. 28 Tahun 1977, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya
diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar
wakaf. Dalam ketentuan undang-undang wakaf yang baru yaitu undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
Pasal 17 juga menyatakan bahwa:
1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua)
orang saksi.
2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta
dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. Yang dimaksud PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf) dalam hal ini adalah Kepala KUA Kecamatan.
PAJAK 05
● Pengertian Pajak
Secara etimologi, pajak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah Dharibah, yang
berasal dari kata dasar dhariba yang artinya: mewajibkan, menetapkan, menentukan,
memukul, menerangkan atau membebankan, dan lain-lain. Sedangkan secara terminologi
Dharibah adalah harta yang dipungut secara wajib oleh negara untuk selain Al-Jizyah, dan
Al-Kharaj sekalipun keduanya secara awam bisa dikategorikan dharibah. Adapun pajak
(Dharibah) menurut istilah kontemporer adalah iuran rakyat kepada kas negara (pemerintah)
berdasarkan undang- undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa
secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma- norma hukum untuk
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan
umum.
● Pendapat Ulama Tentang Pajak
Untuk memenuhi kebutuhan negara akan berbagai hal, seperti menanggulangi kemiskinan,
menggaji tentara, dan lain-lain yang tidak terpenuhi dari zakat dan sedekah, maka harus ada jalan
alternatif baru yaitu pajak, karena pajak adalah pilihan yang lebih baik dan utama. Berikut pajak menurut
pendapat ulama:
v Ibnu Khaldun, dalam kitabnya Muqaddimah, menyebutkan bahwa: “oleh karena itu, sebarkanlah
pajak pada semua orang dengan keadilan dan pemerataan, perlakukan semua orang sama dan jangan
memberi kekayaan dan jangan mengecualikan kepada siapa pun sekalipun itu adalah petugasmu
sendiri atau kawan akrabmu atau pengikutmu. Dan jangan kamu menarik pajak dari orang melebihi
kemampuan membayarnya.
v M. Umer Chapra dalam bukunya Islam and The Ekonomic challenge, mengatakan: “Hak negara
Islam untuk meningkatkan sumber-sumber daya lewat pajak di samping zakat telah dipertahankan
oleh sejumlah fuqaha yang pada prinsipnya telah mewakili semua mazhab fikih. Hal ini disebabkan
karena dana zakat dipergunakan pada prinsipnya untuk kesejahteraan kaum miskin padahal negara
memerlukan sumber-sumber dana yang lain agar dapat melakukan fungsi-fungsi alokasi, distribusi,
dan sosialisasisecaraefektif.Hakini dibela para fuqaha berdasarkan hadist: (pada hartamu ada kewajiban
lain selain zakat)”.
● Lanjutan...
Pajak memang merupakan kewajiban warga negara dalam sebuah negara islam, tetapi negara
berkewajiban pula untuk memenuhi dua kondisi (syarat), yaitu:
1. Penerimaan hasil-hasil pajak harus dipandang sebagai amanah dan dibelanjakan secara jujur dan efisien
untuk merealisasikan tujuan-tujuan pajak.
2. Pemerintah harus mendistribusikan beban pajak secara merata di antara mereka yang wajib
membayarnya.
Mengikuti pendapat ulama yang mendukung perpajakan, maka harus ditekankan bahwa
mereka sebenarnya hanya mempertimbangkan sistem perpajakan yang adil, yang seirama dengan spirit
Islam. Menurut mereka, sistem perpajakan yang adil apabila memenuhi tiga kriteria yaitu:
a) Pajak dikenakan untuk membiayai pengeluaran yang benar- benar diperlukan untuk merealisasikan
maqashid.
b) Beban pajak tidak boleh terlalu kaku dihadapkan pada kemampuan rakyat untuk menanggung dan
didistribusikan secara merata terhadap semua orang yang mampu membayar.
c) Dana pajak yang terkumpul dibelanjakan secara jujur bagi tujuan yang karenanya pajak diwajibkan.
● Hukum Pajak Dalam Islam
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat ulama terdapat perbedaan pendapat mengenai pajak dalam islam,
yaitu: Pendapat pertama menyatakan bahwa pajak tidak boleh dibebankan kepada kaum muslimin karena kaum muslimin
sudah dibebani kewajiban zakat. Berdasarkan firman Allah swt dalam surat An Nisa 29: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS. AnNisa: 29)
Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di
antaranya bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak diadzab di neraka”. (HR Ahmad dan
Abu Dawud)
Pendapat kedua para ulama menyatakan kebolehan mengambil pajak dari kaum muslimin, jika memang
negara sangat membutuhkan dana, dan untuk menerapkan kebijaksanaan inipun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat.
Diantara ulama yang membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin adalah Imam Ghazali, Imam
Syatibi dan Imam Ibnu Hazm. Dan ini sesuai dengan Hadis yang diriwayatkan dari Fatimahbinti Qais, bahwa dia
mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya pada harta ada kewajiban/hak (untuk dikeluarkan) selain zakat.” (HR
Tirmidzi, No: 595 dan Darimi, No: 1581, di dalamnya ada rawi Abu Hamzah (Maimun).
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa hukum pajak dalam Islam adalah boleh, alasannya karena untuk
mewujudkan kemaslahan umat dan di Indonesia telah terbit perpajakan berbasis syariah yang di atur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2009 dengan tajuk Pajak Penghasilan (PPh) Atas Bidang Usaha Berbasis Syariah.
Terimakasih
silahkan untuk bertanya