Oleh
Dosen Pengampu:
DRS. H. EMRIZAL, MM
ASRIDA, M.E
BATUSANGKAR
2023
Rukun dan Syarat Zakat dan Wakaf
A. Rukun Zakat
Rukun zakat yaitu unsur-unsur yang harus terpenuhi sebelum mengerjakan
zakat, rukun zakat meliputi orang yang berzakat (muzzaki), harta yang dizakatkan, dan
orang yang berhak menerima zakat (mustahik). Orang Yang Berzakat (Muzzaki) adalah
orang yang dikenai kewajiban membayar zakat atas kepemilikan harta yang telah
mencapai nisab dan haul. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Zakat, muzzaki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh seorang
muslim dan dikenai kewajiban membayar zakat atas harta yang telah mencapai nisab
dan haul. Rukun zakat meliputi orang yang berzakat (muzzaki), harta yang dizakatkan,
dan orang yang berhak menerima zakat (mustahik).(Lahuri & Alaidi, 2018)
Istilah "mustahik" mengacu pada orang yang berhak menerima zakat. Zakat
sendiri adalah ibadah yang dilakukan dengan tujuan menyucikan diri sendiri,
membersihkan harta benda, dan membagikannya kepada mereka yang kurang
beruntung. Delapan Orang Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah dan Mal adalah
Mustahik..(Lutfi, 2021)
Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan
melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir (dan
mustahik zakat) dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada
wakilnya; yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.(Ii & Zakat,
n.d.)
Sebagaimana dinyatakan dalam surat at Taubah ayat 60, ada delapan jenis orang
yang menerima zakat;
1) Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup mereka
2) Miskin, mereka yang memiliki harta tetapi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar mereka
3) Amil, mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat
4) Mualaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menguatkan iman dan syariah mereka
5) Budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya
6) Gharimin, mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam
mempertahankan jiwa dan izzahnya,
7) Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan
dakwah, jihad dan sebagainya
8) Ibnu Sabil, yaitu mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam ketaatan
kepada Allah.
B. Syarat Zakat
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam membayar zakat adalah syarat yang
harus dipenuhi dari sisi wajib zakat (orang yang memberikan zakat) dan dari sisi syarat
harta yang dapat dikeluarkan zakatnya. Syarat harta yang dizakatkan mencakup(Lutfi,
2021)
1) Harta yang kepemilikannya sempurna
2) Berkembang (produktif atau berpotensi produktif)
3) Mencapai nisab
4) Melebihi kebutuhan pokok
5) Terbebas dari hutang
6) Kepemilikan harta sudah satu tahun penuh (haul)
(b) Islam. Seorang muzakki disyaratkan muslim dan tidak dikenakan kewajiban
zakat bagi orang kafir. Adapun orang kafir dianggap tidak bersih jiwanya
selama dia tetap berada di dalam kekafirannya, sehingga tidak diwajibkan
atasnya menzakati harta kekayaan yang ia miliki. Allah berfirman:
2) Zakat yang berhubungan dengan badan disebut zakat nafs atau zakat
fitrah. Adapun syarat benda yang wajib dizakati sebagai berikut:
a. Milik penuh, maksudnya harta itu berada di dalam kekuasaan
dan dapat diapasajakan olehnya tanpa tersangkut dengan orang
lain. Harta kekayaan itu pada dasarnya kepunyaan Allah, karena
Dialah yang menciptakan dan mengkaruniakan kepada manusia.
b. Harta itu berkembang, maksudnya berkembang secara alamiah
sebab sunnatullah atau berkembang sebab usaha manusia.
Dengan ungkapan lain bahwa ketentuan tentang kekayaan yang
wajib dizakatkan adalah kekayaan dikembangkan dengan
sengaja atau kekayaan itu sendiri memiliki potensi berkembang.
Artinya, kekayaan itu menghasilkan keuntungan, bunga, atau
pendapatan, keuntungan investasi dan semacamnya.(Helwig et
al., n.d.)
C. Rukun wakaf
Adapun beberapa Rukun wakaf sebagai berikut;
1) Wakif (Orang yang mewakafkan harta)
Orang yang melakukan wakaf atas harta bendanya harus memenuhi
syarat sebagai orang yang berhak melakukan suatu perbuatan atau cakap
bertindak menurut hukum, yaitu orang yang telah dewasa (balig), sehat akalnya,
dan tidak terhalang untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Selain itu, wakaf
harus dilakukan secara sukarela dan bebas dari paksaan.(Lutfi, 2021)
2) Mauquf bih (Barang atau harta yang diwakafkan)
Objektif wakaf harus memiliki karakteristik tertentu, seperti kekal
zatnya, yang berarti bahwa barang yang diwakafkan tidak dapat digunakan lagi
setelah digunakan.Selain itu, benda yang diwakafkan harus benar-benar milik
orang yang diwakafkan secara sah menurut hukum. Menurut PP No 28 tahun
1997, tanah wakaf tidak boleh digunakan untuk usaha, bangunan, pakai, atau
sewa. Selain itu, tanh tersebut bebas dari semua beban, ikatan, sitaan, dan
elemen lainnya.
3) Mauquf ‘alaih (Pihak yang diberi wakaf atau peruntukkan wakaf)
Penerima wakaf juga harus seorang yang cakap melakukan perbuatan
hukum. Ia harus sudah dewasa, sehat akalnya, dan tidak terhalang untuk
melakukan sesuatu perbuatan hukum.
4) Shighat (Pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan)
sebagian harta bendanya.
Lafaz artinya ucapan dari orang yang berwakaf bahwa dia mewakafkan
untuk kepentingan tertentu atas sebuah obyek wakaf.(Iii et al., 1986)
D. Syarat Wakaf
Dalam kitab fiqih menyebutkan siapapun bisa menjadi nazir asal memenuhi
syarat-syarat untuk menjadi nazir, seorang wakif pun bisa menunjuk dirinya sendiri
atau orang lain menjadi nazir. Masa kerja nazir tidak seumur hidup, seorang nadzir bisa
berhenti kapanpun apabila disebabkan oleh hal-hal yang bisa membatalkan dia sebagai
nazir, seperti:
a) Meninggal dunia
b) Mengundurkan diri
c) Dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir oleh Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan karena :
1) Tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah dan
peraturan pelaksanaannya.
2) Melakukan tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan jabatannya
sebagai nadzir.
3) Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir
Hastuti, Q. A. W. (2014). Urgensi manajemen zakat dan wakaf bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Ziswaf, 1(2), 379–403.
Iii, B. A. B., Pengertian, A., Hukum, D., & Wakaf, P. (1986). 4 3 2 32. 32–50.
Lahuri, S. Bin, & Alaidi, R. (2018). Analisis Kiasan Wakaf Terhadap Wakaf Jiwa Di Pondok
Modern Darussalam Gontor. Journal of Indonesian Comparative of Law, 1(2), 1.
https://doi.org/10.21111/jicl.v1i2.3872
Lutfi, M. (2021). Optimalisasi Zakat Profesi Para Muzzaki di Baznas Kota Tangerang. Madani
Syari’ah, 4(1), 1–13.