Anda di halaman 1dari 76

PRINSIP-PRINSIP

DALAM LEMBAGA-
LEMBAGA HUKUM
ISLAM

Kelas [E] [ Destri Budi Nugraheni]


Materi Perkuliahan

Prinsip-prinsip Hukum Zakat

Prinsip-prinsip Hukum Wakaf


Prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Islam

Prinsip-prinsip Hukum Keluarga Islam


Prinsip-prinsip Hukum Penyelesaian Sengketa Syariah di
Luar Pengadilan
Prinsip-prinsip Hukum Pidana Islam
Prinsip-prinsip Hukum Zakat
Pengertian Zakat
ZAKAT
Definisi
etimologis suci’, ‘berkembang’, dan ‘barakah

terminologi
zakat berarti kewajiban yang dikenakan atas sejumlah harta
tertentu, untuk golongan tertentu, dalam waktu tertentu
pula
Pasal 1 angka 2 UU No.23 /2011 tentang Pengelolaan
Zakat
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam
Dasar Hukum Zakat
Hukum Islam
 Al-Qur’an
“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama-sama
orang yang ruku’” (QS Al-Baqarah : 43)
 Al-hadits/As-Sunnah
Islam didirikan dari lima sendi: mengaku bahwa tidak ada Tuhan yang
disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji, dan
berpuasa di bulan ramadhan” (HR Muslim dari Ibn Umar)
 Ijtihad
Ijma’: zakat merupakan kewajiban setiap muslim dan bagi yang
mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.
Hukum Positif
1. UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
2. Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2014 tentang
Pelaksanaan UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat
3. Peraturan Menteri Agama No. 52 tahun 2014 tentang
Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat
Fitrah serta Pendayaangunaan Zakat untuk Usaha Produktif
Unsur-unsur Zakat
Pasal 1 angka 2 UU No. 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim


atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam

1. Muzakki

2. Mustahiq

3. Harta Zakat
Muzakki
adalah orang atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim yang berkewajiban
Definisi menunaikan zakat

Syarat Orang Badan


• Muslim • Dimiliki oleh orang Islam
• Dewasa
• Sehat pikirannya
• Merdeka
• Memiliki harta
Mustahiq
orang atau badan yang, berhak menerima zakat
Definisi

Golongan Dasar Hukum : Al Qur’an : At Taubah : 60


Mustahiq
• Fakir
(Asnaf) • Miskin
• Amil
• Muallaf
• Riqab
• Gharim
• Fisabilillah
• Ibnu Sabil /Musafir
Golongan Mustahiq
Fakir
definisi orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan
tenaga untuk memenuhi penghidupannya sama sekali

Miskin
definisi Orang yang memiliki sedikit harta namun sangat kekurangan dan
harta tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar

Amil Orang & badan yang ditunjuk untuk mengumpulkan dan


definisi membagikan harta zakat

syarat Tetap dan terus-menerus

Muallaf Orang yang baru memluk agama Islam, dan tidak


definisi memiliki cukup harta kekayaan

Arti penting Menguatkan keyakinan mereka untuk tetap beragama islam dan
mengajarkan tentang ibadah dalam Islam
Riqab budak yang ingin membebaskan dirinya dari
definisi perbudakan

Gharim orang yang terbebani hutang dan dia tidak mampu


definisi membayarnya.

Fi Orang dan badan yang berjuang di jalan Allah SWT


Sabilillah
definisi

Ibnu Sabil orang yang bepergian (musafir) yang tidak punya uang
definisi untuk pulang ke tempat asalnya, sedangkan
perjalanan yang dilakukan atas alasan yang bisa
diterima dan dibolehkan dalam Islam
Harta yang Dizakati

1. Didapatkan dengan cara yang baik


dan halal
2. Berkembang/berpotensi untuk
dikembangkan
3. Kepemilikan Penuh

4. Memenuhi nisab dan haul


5. Telah dikurangi untuk mencukupi kebutuhan
pokok diri dan keluarganya
Prinsip-prinsip Hukum Wakaf
Pengertian Wakaf
Wakaf
Pengertian
etimologi dari kata al-waqf dengan makna aslinya berhenti,
diam di tempat, atau menahan

Perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan


terminologi dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah
Dasar Hukum Wakaf
Ali Imran : 92
Al Qur’an
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang
sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”

Al Hadits “Apabila mati anak Adam, terputuslah segala amalnya kecuali


tiga macam amalan, yaitu amal jariyah (sedekah yang mengalir
terus menerus/wakaf), ilmu yang bermanfaat yang diamalkan,
dan anak yang sholeh yang senantiasa mendoakan untuk kedua
orang tuanya”
(HR Muslim, At-Tirmizi, An-Nasa’i,Abu Dawud dari Abu
Hurairah r.a.)

Sist. Hukum •UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf


Indonesia •PP No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41
tahun 2004
•Sebelum UU : PP No. 28 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik
Unsur-unsur Wakaf

1. Wakif
2. Nazhir
3. Harta Benda Wakaf
4. Ikrar Wakaf
5. Peruntukan Harta Benda Wakaf
6. Jangka Waktu Wakaf
1. WAKIF
Definisi pihak yang mewakafkan harta benda miliknya

1. Perseorangan • dewasa
• berakal sehat
• tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
• pemilik sah harta benda wakaf

2. Organisasi • memenuhi ketentuan organisasi untuk


mewakafkan harta milik organisasi sesuai
dengan AD-nya

3. Badan Hukum • memenuhi ketentuan Badan Hukum untuk


mewakafkan harta milik Badan Hukum sesuai
dengan AD-nya
2. NAZHIR
Definisi pihak yg menerima harta benda wakaf dari
wakif utk dikelola dan dikembangkan sesuai
dgn peruntukannya

Meliputi 1.Perseorangan
2.Organisasi
3.Badan Hukum
Syarat-syarat nazhir
• WNI
Individual • Islam
• dewasa
• amanah
• mampu secara jasmani dan rohani
• tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
• Jumlah: min. 3 orang, salah seorang diangkat menjadi ketua
• Salah satu harus bertempat tinggal di wilayah tempat harta
benda wakaf

• pengurusnya memenuhi syarat nazhir perseorangan


Organisas • salah seorang pengurusnya harus berdomisili di kab./kota letak
i & Badan benda wakaf berada
• bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan
Hukum dan/atau keagamaan Islam
• (utk Badan Hukum) merupakan BHI yang dibentuk sesuai
peraturan yang berlaku
Tugas & Hak nazhir
a) Melakukan pengadministrasian HBW
Tugas b) Mengelola dan mengembangkan HBW
sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya
c) Mengawasi dan melindungi HBW
d) Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada
BWI

Dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas


Hak pengelolaan dan pengembangan HBW max. 10 %
3. HARTA BENDA WAKAF
Syarat a. Memiliki daya tahan lama/manfaat jangka
panjang,
b. Memiliki nilai ekonomi secara syariah
c. Dimiliki dan dikuasai Wakif secara sah

Ketentuan a. Didaftarkan atas nama nazhir namun atas


kepentingan pihak yang disebutkan dalam
lain AIW
b. Pendaftaran bukan bukti kepemilikan harta
oleh nazhir
c. Penggantian nazhir tidak menyebabkan
perpindahan harta
4. IKRAR WAKAF
Pengertian pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta
benda miliknya.

Tata Cara 1. Dinyatakan di depan Majelis Ikrar Wakaf, dihadiri oleh nazhir,
Mauquf ‘alaih, dan sedikitnya 2 orang saksi
2. Majelis Ikrar Wakaf diadakan di depan PPAIW
3. Ikrar Wakaf dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW)
4. Ikrar diterima oleh Mauquf alaih dan harta benda wakaf diterima
oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih

Ketentuan • Sekali dinyatakan, tidak dapat ditarik kembali


lain • harus dilengkapi dengan alat bukti kepemilikan harta
benda wakaf (Sertifikat Tanah, dll)
5.PERUNTUKAN HARTA BENDA
WAKAF
Peruntukan a. sarana dan kegiatan ibadah
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. bantuan kpd fakir miskin, anak terlantar, yatim
piatu, bea siswa
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
dan/atau
e. kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yg
tidak bertentangan dgn syariah dan peraturan
perUUan

Penetapan a. penetapan peruntukan harta benda wakaf


dilakukan oleh wakif pd pelaksanaan ikrar wakaf
peruntukan
b. dlm hal wakif tdk menetapkan, nazhir dpt
menetapkan peruntukan harta benda wakaf yg
dilakukan sesuai dgn tujuan dan fungsi wakaf
6. JANGKA WAKTU
1. Jangka Waktu tertentu (muaqqat)

• Untuk harta bergerak selain uang


• Untuk Uang : setelah jangka waktu berakhir, nazhir harus
mengembalikan modal uang pada Wakif melalui LKS-PWU

2. Jangka Waktu Selamanya (muabbad)

Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat


diwakafkan untuk janga waktu selama-lamanya
Prinsip-prinsip Hukum
Ekonomi Islam
Prinsip Syariah dalam Hukum
Ekonomi Islam
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perekonomian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang berwenang dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.

Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah adalah


kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur Riba,
Maysir, Gharar, Haram, Zalim
Transaksi yang Dilarang

Riba yaitu penambahan pendapatan secara tidak


sah (batil) antra lain dengan transaksi
pertukaran barang sejenis yang tidak sama
kualitas, kuatitas, dan waktu penyerahan, atau
dalam transaksi pinjam meminjam yang
mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas
mengembalikan dana yang diterima melihi
pokok pinjaman karena berjalannya waktu
Maysir yaitu transaski yang digantungkan kepada
suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat
untung-untungan
Gharar transaksi yang objeknya tidak jelas,
tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaaannya, atau tidak dapat
diserahkan pada saat transaksi
dilakukan
Haram transaksi yang objeknya dilarang dalam
syariah
Zalim transaksi yang menimbulkan
ketidakadilan bagi pihak lainnya
Akad

Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul


dengan cara yang dibenarkan syariah yang menetapkan
adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijab adalah
pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang
diinginkan, sedang kabul adalah pernyataan pihak
kedua untuk menerimanya
Klasifikasi Akad

1. Akad Tabarru’
2. Akad Mu’awadah
1. Akad Tabarru’

Akad yang berkaitan dengan transaksi


nonprofit (transaksi yang tidak bertujuan
mendapatkan laba atau keuntungan).

Bentuk Akad : al-Qard, ar-Rahn, Hiwalah,


Wakalah, Kafalah, Wadi’ah, Hibah, Hadiah,
Wakaf, dan Shadaqah.
2. Akad Mu’awadah
Akad yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan
berupa keuntungan tertentu, atau dengan kata lain
akad ini menyangkut transaksi bisnis dengan motif
untuk memperoleh laba (profit oriented).

Bentuk Akad : akad yang berdasarkan prinsip jual beli


(al-bai al-Murabahah dengan mark up, akad salam,
dan akad isthisna), akad yang berdasarkan prinsip bagi
hasil (alMudharabah dan Al-Musyarakah), akad yang
berdasarkan prinsip sewa menyewa (Ijarah dan Ijarah
wa Isthisna)
Prinsip-prinsip Hukum
Keluarga Islam
Asas-asas Hukum Perkawinan Islam

1. Asas Kesukarelaan

2. Asas Persetujuan Kedua Belah Pihak

3. Asas Kebebasan Memilih

4. Asas Kemitraan Suami dan Istri

5. Asas untuk Selama-lamanya

6. Asas Monogami Terbuka


1. Asas Kesukarelaan
 Merupakan asas terpenting perkawinan
Islam.
 Kesukarelaan antara kedua calon suami

isteri, juga antara kedua orang tua kedua


belah pihak.
2. Asas Persetujuan

 Tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan.


 Pasal 16-17 KHI:
 Perkawinan atas persetujuan calon mempelai.

 Dapat berupa: pernyataan tegas dan nyata. dgn tulisan, lisan


atau isyarat yg mudah dimengerti atau diam.
 Sebelum berlangsungnya perkawinan Pegawai Pencatat Nikah
menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di
hadapan dua saksi nikah.
 Bila tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka
perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.
3. Asas Kebebasan

 Asas kebebasan memilih pasangan


dengan tetap memperhatikan larangan
perkawinan.
4. Asas Kemitraan Suami-isteri
 Merupakan asas kekeluargaan atau kebersamaan yang
sederajat hak dan kewajiban Suami Isteri: (Pasal 77 KHI)
 Suami-isteri dengan tugas dan fungsi yang berbeda karena
perbedaan kodrat (sifat asal, pembawaan). (Q.S. an-Nisa
(4) : 43 dan al-Baqarah (2) ayat 187.
 Kemitraan menyebabkan kedudukan suami-isteri dalam
beberapa hal sama, dan dalam hal yang lain berbeda.
 Suami menjadi kepala keluarga, istri menjadi kepala dan
penanggung jawab pengaturan rumah tangga. (Pasal 79
KHI).
5. Asas Perkawinan untuk Selama-
lamanya.
 Menunjukkan bahwa perkawinan dilaksanakan
untuk melangsungkan keturunan dan membina
cinta serta kasih sayang selama hidup (Q.S. ar-Rum
(30) : 21).
 Pasal 2 KHI akad yang sangat kuat untuk menaati
perintah Allah dan menjalankan ibadah.
6. Asas Monogami Terbuka

 Pada dasarnya Undang-Undang Perkawinan


Indonesia menganut asas Monogami (Pasal 3
ayat 1).
 Namun seorang suami dapat beristeri lebih

dari seorang asal memenuhi syarat dan alasan


yang ditentukan
Prinsip Hukum Waris Islam

1.Bilateral/ Tidak membedakan garis keturunan / nasab laki-laki


dan perempuan dari segi keahliwarisan.
Parental Dasar Hukum: Pasal 174 KHI (kelompok ahli waris) &
Pasal 185 KHI (Ahli Waris Pengganti)

2. AW Langsung AW Langsung= Pasal 174 KHI


AW Pengganti= Pasal 185 KHI
& AW Pengganti
3. Ijbari Seseorang yang memiliki pertalian darah & atau
pertalian perkawinan langsung menjadi AW ketika
Pewaris meningga. Tidak ada hak untuk menolak
ataupun menerima
4. Individual • Harta dibagi pada masing-masing AW
• Kecuali:
Para AW sepakat tidak membagi Harta, tapi
membentuk usaha bersama yg masing2 memiliki
saham sesuai proporsi bagian warisan mereka

5. Keadilan • Bagian laki-laki & bagian perempuan adalah 2 : 1


• Kecuali para AW sepakat membagi sama rata
Berimbang setelah mereka mengetahui bagian masing2 yang
sebenarnya menurut hukum.
6. Waris Karena Peralihan hak kebendaan secara waris mewaris
berlaku setelah Pewaris meninggal dunia.
Kematian
Hubungan darah akibat perkawinan sah
7. Hubungan
Darah
• Anak angkat dan ayah angkat secara timbal balik dapat
8. Wasiat melakukan wasiat terhadap harta masing2
Wajibah • Bila tidak ada wasiat, PA secara ex officio, memberi
wasiat wajibah max. 1/3 bagian

• Kerabat karena hubungan darah yang tidak beragama


9. Egaliter Islam mendapat Wasiat Wajibah max. 1/3 bagian
• Wasiat Wajibah tidak boleh melebihi bagian AW yg
sederajat dengannya
(Yurisprudensi)

• Bila Harta Waris sudah dibagi secara riil sebelum KHI,


10. Retroaktif maka keluarga yang merupakan AW pengganti tidak
Terbatas dapat mengajukan gugatan waris
• Bila Harta Waris belum dibagi dan Pewaris meninggal
dunia sebelum KHI, maka KHI berlaku surut
Prinsip-prinsip Penyelesaian
Sengketa Syariah
Bentuk Penyelesaian Sengketa
dalam Hukum Islam

1. Shulhu
Di Luar pengadilan
2. Tahkim (Non Litigasi)

Di Pengadilan
3. Al Qadha (Litigasi)
1. Shulhu

Adalah penyelesaian sengketa yang


dilakukan dalam bentuk perdamaian
yang menitikberatkan pada lahirnya
kesepakatan di antara pihak yang
bersengketa

Contoh : Negosiasi
2. Tahkim

Adalah penyelesaian sengketa dengan


melibatkan pihak ketiga sebagai
penengah

Contoh : Mediasi, Arbitrase


3. Al Qadha

Adalah penyelesaian sengketa melalui


lembaga/Institusi yang berwenang
untuk menyampaikan keputusan
hukum yang bersifat mengikat

Contoh : Penyelesaian melalui


Pengadilan Agama
Prinsip Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan
1. Prinsip Ishlah

2. Prinsip Pactum de Compromittendo

3. Prinsip Kebebasan Berkontrak

4. Prinsip Aksesibilitas

5. Prinsip Independensi

6. Prinsip Keadilan

7. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas


1. Prinsip Ishlah

Penyelesaian sengketa harus berupaya


untuk memperbaiki, mendamaikan dan
menghilangkan sengketa dan kerusakan,
berusaha menciptakan perdamaian,
membawa keharmonisan, dan senantiasa
menganjurkan orang untuk berdamai
antara satu dan lainnya
2. Prinsip Pactum de Compromittendo

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan


harus diawali dengan adanya suatu
klausula dalam perjanjian yang isinya
menentukan bahwa para pihak sepakat
untuk mengajukan perselisihannya kepada
seorang penengah (arbiter atau majelis
arbitrase)
3. Prinsip Kebebasan Berkontrak

Semua perjanjian tentang perdamaian mengikat


para pihak untuk melaksanakannya.
Dalam hukum Islam, asas ini dibatasi dengan
ketentuan Al Qur'an dan Sunnah. Artinya, para
pihak tidak bisa bebas dalam memperjanjikan
sesuatu yang dilarang berdasarkan Al Quran dan
Sunnah
4. Prinsip Aksesibilitas

Menekankan pada kemudahan akses bagi para


pihak untuk dapat menggunakan pilihan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
dalam bentuk:
a. Kemudahan akses atas layanan
penyelesaian sengketa
b. Kemudahan akses atas komunikasi di
antara para pihak
c. Kemudahan akses terhadap lembaga-
lembaga penyelesaian sengketa
5. Prinsip Independensi

Penyelesaian sengketa harus memberikan


kebebasan para pihak dalam menentukan
bentuk penyelesaian sengketa yang
mereka pilih tanpa adanya paksaan
6. Prinsip Keadilan

Menekankan pada keseimbangan


kedudukan di antara para pihak yang
bersengketa, terutama dalam pelaksanaan
proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan
7. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas

Penyelesaian Sengketa harus memastikan


adanya efisensi dalam biaya dan waktu
untuk seluruh proses penyelesaian
sengketa yang terukur.
Prinsip Penyelesaian Sengketa Di
Pengadilan Agama
1. Prinsip Personalitas Keislaman
2. Prinsip Kebebasan
3. Prinsip Wajib Mendamaikan
4. Prinsip Sederhana, Cepat dan Biaya ringan
5. Prinsip Persidangan Terbuka untuk Umum
6. Prinsip Legalitas dan Persamaan
7. Prinsip Aktif Memberi Bantuan
1. Prinsip Personalitas Keislaman

Dasar kewenangan PA untuk mengadili ditentukan


dengan keislaman subyek hukum. PA hanya dapat
mengadili mereka yang beragama Islam dan yang
menundukkan diri pada Hukum Islam

a. Agama yang dianut kedua belah pihak saat


terjadinya peristiwa hukum adalah agama Islam;
b.Perkara perdata yang dipersengketakan
Syarat merupakan kompetensi absolut PA
c. Hubungan hukum yang mereka lakukan
berdasarkan hukum Islam
2. Prinsip Kebebasan

Peradilan Agama bebas dari segala


bentuk campur tangan dalam urusan
peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman
3. Prinsip Wajib Mendamaikan

Hakim harus selalu berupaya untuk mendamaikan


para pihak yang berperkara
• Upaya mendamaikan bersifat imperatif.
• Hakim yang memeriksa gugatan perceraian
Khusus berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
• Selama perkara belum diputuskan, usaha
perkara mendamaikan dapat dilakukan pada setiap
Perceraian tahap sidang pemeriksaan.
• Anjuran damai dapat dilakukan kapan saja
sepanjang perkara belum diputus
4. Prinsip Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan

 Sederhana : prosedur penerimaan sampai


dengan penyelesaian suatu perkara
dilakukan dengan acara yang efektif &
efisien
 Cepat : alokasi waktu yang tersedia dalam
proses peradilan
 Biaya ringan : keterjangkauan biaya perkara
oleh pencari keadilan
5. Prinsip Persidangan Terbuka
untuk Umum
Setiap pemeriksaan yang berlangsung dalam sidang
pengadilan memperkenankan siapa saja untuk
menghadiri, mendengarkan dan menyaksikan
jalannya persidangan
Untuk Perkara perceraian, pemeriksaan
gugatan perceraian dilakukan dalam
sidang tertutup untuk pemeriksaan dan
Pengecualian pembuktian.
Putusan tetap diucapkan dalam sidang
terbuka
6. Prinsip Legalitas dan Persamaan

• Legalitas : semua tindakan dilakukan


berdasarkan hukum (rule of law)
• Persamaan : setiap orang mempunyai hak
dan kedudukan yang sama di muka hukum
7. Prinsip Aktif Memberi Bantuan

Pengadilan (hakim) yang memimpin


persidangan bersifat aktif dan bertindak
sebagai fasilitator
Prinsip-prinsip Hukum
Pidana Islam
Pengertian Jinayah / Jarimah

Adalah perbuatan-perbuatan, baik secara aktif


maupun pasif, yang dilarang oleh Allah SWT,
yang pelanggarannya mengakibatkan hukuman
yang telah ditentukan- Nya
Klasifikasi Jarimah

1. Hudud
2. Qishash
3. Ta’zir
1. Hudud

Adalah kejahatan yang diancam dengan


hukuman hadd, yaitu hukuman yang ditentukan
sebagai hak Allah.

Bentuk kejahatan Hudud :


Riddah (murtad), al-baghy (pemberontakan),
zina, qadzaf (tuduhan palsu zina), sariqah
(pencurian), hirabah (perampokan, dan shurb al
khamar (meminum minuman keras)
2. Qishash

Adalah kejahatan terhadap integritas tubuh


manusia (crimes againts persons)

Bentuk kejahatan Qishash:


Pembunuhan dengan sengaja, Pembunuhan
karena kealpaan, Penganiayaan, Kelalaian yang
menyebabkan luka/sakit
3. Ta’zir

Adalah kejahatan yang ditentukan oleh pihak


yang berwenang (pemerintah)

Bentuk : semua perbuatan tidak pantas, yang


menyebabkan kerugian dan atau kerusakan
fisik, sosial, politik, finansial, atau moral bagi
individu atau masuarakat secara keseluruhan
Jarimah
Prinsip Hukum Pidana Islam

1. Prinsip Legalitas
2. Prinsip Tidak Berlaku Surut
3. Prinsip Praduga Tak Bersalah
4.
Prinsip Tidak Sahnya Hukuman karena
Keraguan
5. Prinsip Kesamaan di Muka Hukum
1. Prinsip Legalitas

Tidak ada satu perbuatan pun boleh dianggap


melanggar hukum jika perbuatan tersebut
belum dinyatakan secara tegas sebagai bentuk
kesalahan oleh hukum itu sendiri.

Dalam Pidana Islam, asas legalitas didasarkan


pada ketentuan Allah SWT, bukan berdasarkan
hukum buatan manusia
2. Prinsip Tidak Berlaku Surut

Berlakunya hukum pidana hanya terhitung


sejak saat suatu perbuatan secara tegas
dinyatakan sebagai pelanggaran.

contoh : perkawinan sedarah yang telah


terjadi sebelum turun ayat tentang larangan
tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran
3. Prinsip Praduga Tak Bersalah

Semua perbuatan pada dasarnya boleh


dilakukan, kecuali yang dinyatakan
sebaliknya oleh suatu ketentuan hukum
yang tegas
4. Prinsip Tidak Sahnya Hukuman karena
Keraguan

Dasar Hukum dalam Hadits:

“Hindarkan Hudud dalam keadaan ragu,


lebih baik salah dalam membebaskan
daripada salah dalam menghukum”
5. Prinsip Kesamaan di Muka Hukum

Hukum Pidana Islam berlaku pada semua


pihak tanpa membedakan suku maupun
rasnya

Anda mungkin juga menyukai