*
Korespondensi penulis: tomallawa@gmail.com
Abstract Abstrak
The Indonesia and Demographic Health Survey Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
(IDHS) in 2017 reported a gap between urban and pada tahun 2017, menunjukkan adanya perbedaan
rural contraceptive use in Gorontalo Province, tingkat penggunaan alat keluarga berencana (KB) di
Indonesia. This urban-rural inequality calls for an perkotaan dan di perdesaan. Ketimpangan penggunaan
exploration of its drivers. Hence, this study aims at alat KB ini penting untuk diekplorasi faktor-faktor
reviewing the literature to analyze the level of use of pendorongnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis
contraception for married women in rural and urban tingkat penggunaan alat KB pada wanita kawin di
areas by examining several factors, such as education, perdesaan dan perkotaan dengan menggunakan aspek
knowledge, age, occupation, information provision, pendidikan, pengetahuan, umur, pekerjaan, pemberian
and source of service. The main data source used for informasi, dan sumber pelayanan. Sumber data yang
this study is 2017 IDHS Report, Gorontalo Province digunakan adalah laporan hasil SDKI 2017 bagian
section. The results shows that despite a higher Provinsi Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan
knowledge of contraception in urban married women bahwa wanita kawin yang tinggal di perdesaan
than their rural counterpart, modern contraceptive use ternyata lebih banyak menggunakan alat KB modern
is higher in rural areas than in urban areas. dibanding dengan wanita kawin perkotaan, padahal
Moreover, provision of information plays a larger role pengetahuan alat KB wanita kawin di perkotaan lebih
in contraceptive use compared to other aspects. tinggi dibanding perdesaan. Selain itu, aspek
Furthermore, the low contraceptive use among urban pemberian informasi memberikan proporsi yang besar
women is due to the limited services, where there is a dalam penggunaan alat KB pada wanita yang tinggal
mismatch between the needs and the availability of di perdesaan dibandingkan dengan aspek lainnya.
contraception. Sementara itu, rendahnya penggunaan alat/cara KB
pada wanita kawin di perkotaan disebabkan
Keywords: contraceptive use, married women, rural terbatasnya sumber pelayanan yang mengindikasikan
and urban areas, Indonesia Demographic and Health ketidaksesuaian antara kebutuhan alat/cara KB dan
Survey (IDHS) 2017 ketersediaan alat KB.
1
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
PENDAHULUAN tahun 2015-2019 dan sekaligus mendukung agenda
prioritas kelima Nawa
Keluarga Berencana di Indonesia merupakan gerakan
untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera
dengan membatasi kelahiran yang dicanangkan tahun
1970 dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu,
anak dalam rangka mewujudkan Norma Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan
mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin
terkendalinya pertambahan penduduk. Melalui
Program Keluarga Berencana membawa Indonesia
meraih penghargaan dari PBB sebagai negara yang
berhasil mengendalikan laju pertumbuhan penduduk
dari 4,6% tahun 1970 menjadi 2,6% tahun 1990.
Namun program Keluarga Berencana pernah
terlupakan dan tidak lagi menjadi prioritas dalam
pembangunan nasional, alhasil jumlah penduduk
meningkat pesat bahkan jauh lebih meningkat sebelum
era reformasi.
2
Penggunaan Alat KB pada Wanita Kawin … | Syamsul
Cita pemerintah yaitu meningkatkan kualitas hidup
manusia di Indonesia, maka sasaran strategis
pengendalian laju pertumbuhan penduduk ditetapkan
pada tahun 2017 sebesar 1,25% dan angka kelahiran
total (TFR) sebesar 2,33. Seiring berjalannya program
KKBPK, sasaran strategis yang telah ditentukan
belum berhasil dicapai. Indikator sasaran strategis
yang belum tercapai bukanlah sepenuhnya
dikarenakan minimnya perhatian pemerintah dalam
menangani permasalahan kependudukan, melainkan
berbagai penerapan program dalam pengendalian
penduduk dan pembatasan kelahiran, khususnya
Program KKBPK, belum berjalan secara
komprehensif dan terintegrasi mulai dari tingkat
nasional hingga ke tingkat daerah.
7
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
Secara sekilas, program KB adalah bentuk
2017 Provinsi Gorontalo, maka yang menjadi penentu
pengekangan terhadap HAM. Bersamaan dengan
penggunaan alat KB dalam landasan teori yang
berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998,
digunakan adalah sebagai berikut:
masyarakat mengalami euforia kebebasan. Program
Orde Baru ditinggalkan, tak terkecuali program KB
Pendidikan
(Aska, 2015, dalam Rohim, 2016).
Menurut Notoatmodjo (2003, dalam Syukaisih, 2015),
Di awal era reformasi, BKKBN yang ditunjuk oleh
faktor pendidikan merupakan modal dasar dalam
pemerintah sebagai leading sector program KB,
rangka pengembangan sikap dan keterampilan.
mengalami perubahan paradigma. Jika sebelumnya di
Pendidikan merupakan suatu hal yang dapat
zaman Orde Baru, program ditekankan pada aspek
memengaruhi calon akseptor KB untuk memilih
kuantitas dengan slogannya, “Dua Anak Cukup”, maka
metode alat kontrasepsi yang digunakannya. Semakin
di era reformasi, fokus program ditekankan pada aspek
tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi
kualitas, dengan visi baru “Keluarga Berkualitas” dan
pula pengetahuannya untuk memutuskan apa yang
slogan menjadi “Dua Anak Lebih Baik”. Setelah lebih
terbaik bagi dirinya.
dari satu dasawarsa berjalan, ternyata pendekatan ini
justru kontraproduktif di tengah masyarakat. Belum
Pendidikan memengaruhi kerelaan menggunakan KB
lama ini BKKBN kembali pada slogan awalnya, yaitu
dan pemilihan suatu metode kontrasepsi. Pendidikan
“Dua Anak Cukup”. Sasaran utama dari pelayanan KB
seseorang dapat mendukung atau memengaruhi tingkat
adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB
pengetahuan, dan taraf pendidikan yang rendah selalu
diberikan di berbagai unit pelayanan, baik oleh
bergandengan dengan informasi dan pengetahuan yang
pemerintah maupun swasta, dari tingkat desa hingga
terbatas. Wanita yang berpendidikan rendah akan sulit
tingkat kota dengan kompetensi yang sangat
menerima informasi dan tidak tahu bagaimana cara
bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah
dalam menentukan dan memilih kontrasepsi yang
Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan
sesuai baginya (Brahm, 2007, dalam Syukaisih, 2015).
praktek swasta dan bidan desa.
Pengetahuan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan
Alat KB
Pengetahuan dapat memengaruhi tindakan dan
perilaku seseorang. Seseorang yang memiliki
Penentuan penggunaan alat KB dalam penelitian ini
pengetahuan baik akan cenderung memilih alat
merupakan modifikasi dari berbagai hasil-hasil
kontrasepsi yang sesuai dan cocok digunakannya,
penelitian, termasuk di antaranya Megawati dkk.
karena dengan pengetahuan yang baik seseorang akan
(2015) yang mengkaji faktor-faktor yang
lebih mudah menerima informasi terutama tentang alat
memengaruhi penggunaan KB, dengan menggunakan
kontrasepsi (Astuti, 2008, dalam Syukaisih, 2015).
variabel umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah
Pengetahuan yang baik tentang alat atau cara KB
anak, sikap dan perilaku, serta pengetahuan; Septalia
merupakan faktor yang menentukan seseorang untuk
& Puspitasari (2016) yang mengkaji faktor-faktor yang
menggunakan alat kontrasepsi. Pada umumnya,
memengaruhi pemilihan metode kontrasepsi, dengan
pengetahuan yang baik memengaruhi tingginya
menggunakan variabel biaya pemakaian kontrasepsi,
penggunaan metode kontrasepsi yang efektif untuk
biaya non materiil (pengalaman efek samping),
jangka panjang seperti IUD, implan dan steril
hambatan norma budaya, hambatan penyesuaian
(Notoatmodjo, 2003, dalam Syukaisih, 2015).
sosial, hambatan kesehatan fisik dan mental, hambatan
aksesibilitas; serta Syukaisih (2015) yang mengkaji
Hasil penelitian Santi (2006, dalam Syukaisih, 2015)
faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan
menunjukkan bahwa pengetahuan berhubungan
kontrasepsi, dengan menggunakan variabel
dengan pemilihan kontrasepsi. Untuk terwujudnya
pendidikan, pengetahuan, umur, dan pemberian
penggunaan kontrasepsi secara rasional oleh akseptor
informasi. Berdasarkan rujukan hasil penelitian
KB, perlu ditingkatkan pengetahuan dan pemahaman
sebelumnya dan dari variabel-variabel yang terdapat
akseptor tersebut tentang alat kontrasepsi melalui
dalam SDKI tahun
penyuluhan-
7
Penggunaan Alat KB pada Wanita Kawin … | Syamsul
penyuluhan yang lebih ditingkatkan kuantitas dan
kebanyakan hanya bekerja sebagai petani, buruh upah
kualitasnya. Dengan demikian, akseptor tersebut
tani dan nelayan.
mengetahui secara benar tentang seluk beluk alat
kontrasepsi secara menyeluruh seperti keuntungan,
Wijayaningrum dan Riono (2014) mengemukakan
kerugian dan efek samping dari alat kontrasepsi
bahwa meningkatnya partisipasi wanita dalam bekerja
tersebut.
di beberapa negara telah menurunkan fertilitas dan
meningkatkan penggunaan kontrasepsi. Selanjutnya,
Umur
Bertrand menjelaskan bahwa tingginya pemakaian
kontrasepsi pada wanita bekerja menunjukkan adanya
Menurut Notoatmodjo (2003, dalam Megawati dkk.,
kebutuhan kontrasepsi untuk menghindari kehamilan
2015), umur seseorang dapat memengaruhi
yang dapat menganggu pekerjaan. Selain itu, takut
pengetahuan. Semakin lanjut umur seseorang maka
kehilangan pendapatan juga membuat wanita bekerja
kemungkinan semakin meningkat pengetahuan dan
lebih memilih memakai kontrasepsi untuk menunda
pengalaman yang dimilikinya. Usia akan berpengaruh
kehamilan.
terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, sebab
semakin bertambah usia akan semakin berkembang
Bawah dkk. (2005, dalam Wijayaningrum & Riono,
pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
2014) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan dan
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
kekuasan dalam suatu rumah tangga akan meningkat
ketika wanita memiliki sumber daya ekonomi sendiri.
Menurut Nursalam (2001, dalam Syukaisih, 2015), ada
Wanita dengan kekuatan ekonomi akan lebih mampu
pengaruh antara umur dengan pemilihan kontrasepsi.
mengimplementasikan kebutuhan untuk mengontrol
Kematangan individu dapat dilihat langsung secara
fertilitas dan keinginan untuk memiliki anak. Selain
objektif dengan periode umur, sehingga berbagai
itu, wanita yang bekerja akan memiliki pengalaman
proses pengetahuan, keterampilan sejalan dengan
dan keterampilan dalam negosiasi kontrak atau upah
bertambahnya umur individu. Masa reproduksi ini
dengan laki-laki. Hal tersebut dapat berdampak pada
merupakan dasar dalam pola penggunaan kontrasepsi
kemampuan wanita dalam hal diskusi dan
(Kusumaningrum, 2009, dalam Syukaisih, 2015).
pengambilan keputusan dengan pasangan.
Hasil
penelitian Marbun (2010, dalam Syukaisih, 2015)
Aspek ekonomi dalam keluarga maupun masyarakat
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
menempatkan perempuan dalam kondisi marginal.
bermakna antara umur dengan pemilihan kontrasepsi.
Dengan keahlian yang sama, perempuan akan
Hal ini disebabkan tidak selamanya umur
mendapatkan diskriminasi, baik dari segi upah maupun
menunjukkan kedewasaan dan matangnya seseorang
jam kerja. Selain itu, program-program ekonomi dari
dalam menyerap pengetahuan. Hasil penelitian
pemerintah selalu menempatkan laki-laki dalam
tersebut lebih menunjukkan adanya hubungan
prirotas untuk mendapatkan program tersebut.
lingkungan dan dukungan keluarga. Seharusnya dalam
Akibatnya, perempuan lebih banyak bekerja pada
pemilihan kontrasepsi harus disesuaikan dengan umur
sektor-sektor informal. Dengan kondisi ini
reproduksi sehingga tidak menyebabkan risiko pada
menyebabkan perempuan tidak mendapatkan
akseptor.
penghargaan secara ekonomi baik dalam keluarga
maupun masyarakat (Mulyana & Asiah, 2017).
Pekerjaan
Pemberian informasi
Hasil penelitian Megawati dkk. (2015) menunjukkan
adanya hubungan antara status ekonomi dan pemilihan
Penyampaian informasi oleh petugas kesehatan
kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena dalam
terhadap akseptor KB dalam hal penyampaian jenis-
pemilihan alat kontrasepsi sebaiknya memang harus
jenis alat kontrasepsi, dampak dan penggunaannya
dilihat dari kapasitas kemampuan akseptor untuk
menjadi salah satu indikator keberhasilan gerakan KB.
membeli kontrasepsi tersebut. Pemakaian kontrasepsi
Hal ini dikarenakan informasi yang diberikan petugas
seharusnya tidak memberatkan bagi kelompok sasaran
pengguna yang bisa saja tidak memiliki pekerjaan atau
7
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
kesehatan melalui sosialisasi/penyuluhan menjadi
diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB,
acuan atau gambaran kepada akseptor KB tentang
kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya
manfaat ber-KB sehingga memicu dan mendorong
untuk memperoleh kontrasepsi (Maryani, 2008, dalam
PUS untuk turut serta dalam pemakaiannya (Sinurat &
Assalis, 2016). Tenaga kesehatan berperan dalam
Pinem, 2017).
berhasilnya program KB. Tenaga kesehatan harus
memberikan pelayanan komunikasi, informasi dan
Widaningsih (2007, dalam Syukaisih, 2015) juga
edukasi yang dilakukan dengan memberikan
mengemukakan bahwa informasi yang diberikan pada
penerangan konseling, advokasi, dan penerangan
calon atau akseptor KB harus disampaikan secara
kelompok (penyuluhan). Melalui media penerangan,
lengkap, jujur dan benar terkait metode kontrasepsi
motivasi diharapkan meningkat sehingga terjadi
yang akan digunakan, kemungkinan efek samping,
peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan
komplikasi, kegagalan dan kontra indikasi dari metode
perilaku masyarakat dalam ber-KB (Handayani, 2010,
atau alat kontrasepsi tersebut. Agar calon akseptor KB
dalam Syukaisih, 2015).
dapat menggunakan kontrasepsi lebih lama dan lebih
efektif harus diawali dengan pemberian informasi yang
Dampak otonomi daerah yang paling signifikan adalah
lengkap. Informasi mengenai berbagai metode atau
kurangnya program pelatihan bagi tenaga penyuluh
alat kontrasepsi yang memadai menjadikan seseorang
lapangan KB. Pada saat BKKBN masih dalam
memiliki pengetahuan baik karena lebih tahu apa yang
pengelolaan pusat, setiap tahun tenaga penyuluh KB
sebaiknya dilakukan untuk menjarangkan kelahiran
melakukan pelatihan terkait dengan metode maupun
anak dan juga membantu seseorang untuk menentukan
program KB secara nasional. Setelah otonomi daerah,
pilihan dalam menentukan metode atau alat
tenaga penyuluh lapangan hampir tidak pernah
kontrasepsi secara tepat.
diikutisertakan pelatihan terkait dengan program KB
dalam lima tahun terakhir. Hal ini merupakan salah
Hasil penelitian Tumini (2010, dalam Syukaisih, 2015)
satu penyebab berbagai program KB mengalami
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
kemunduran. Dalam upaya meningkatkan partisipasi
bermakna antara pemberian informasi terhadap
program KB, perlu adanya layanan yang memadai dari
pemilihan kontrasepsi. Informasi yang diberikan oleh
petugas layanan KB. Petugas layanan KB terdiri dari
petugas kesehatan dalam bentuk konseling akan sangat
beberapa klasifikasi, yaitu Penyuluh KB (PKB) ahli,
membantu akseptor dalam menggunakan dan
PKB terampil dan Petugas Lapangan Keluarga
menentukan alat kontrasepsi yang sesuai dengan calon
Berencana (PLKB). Keterbatasan PKB ahli dengan
akseptor. Untuk mewujudkan hal tersebut, diharapkan
tingkat pendidikan sarjana pada tiap kecamatan
informasi diberikan kepada calon akseptor mengenai
menjadikan program, layanan dan konseling kurang
semua alat kontrasepsi sehingga akseptor tidak hanya
optimal karena keterbatasan pemahaman terhadap
memahami Metode Kontrasepsi Jangka Pendek saja
berbagai program KB. Hal ini yang menyebabkan
(Non MKJP) tetapi mereka juga mengerti dengan
pelayanan KB yang berkualitas belum sepenuhnya
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
menjangkau seluruh calon akseptor, sehingga masih
banyak Pasangan Usia Subur (PUS) yang mengalami
Pemberian pelayanan KB
kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi
(Sudarti & Prasetyaningtyas, 2011).
KB merupakan salah satu pelayanan kesehatan
preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita.
Dampak layanan yang kurang berkualitas
Meskipun tidak selalu diakui demikian, peningkatan
menyebabkan ketidaktahuan calon akseptor tentang
dan perluasan pelayanan KB merupakan salah satu
persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi.
usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan
Berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk
kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan
status kesehatan, efek samping, potensial, konsekuensi
yang dialami oleh wanita. Banyak wanita kesulitan
kegagalan/kehamilan yang tidak diinginkan. Faktor
harus menentukan pilihan kontrasepsi, tidak hanya
lain seperti jumlah anak yang direncanakan,
karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi
persetujuan pasangan, bahkan norma budaya
juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak
lingkungan juga bagian integral yang sangat tinggi
dapat
dalam pelayanan KB (Harlah, 2009, dalam
7
Penggunaan Alat KB pada Wanita Kawin … | Syamsul
Sudarti & Prasetyaningtyas, 2011). Upaya peningkatan
KERANGKA KONSEPTUAL
layanan KB dilakukan dengan peningkatan kegiatan
khusus kualitas KB dan kesehatan reproduksi serta
Determinan penghentian kontrasepsi di Indonesia dari
peningkatan promosi, perlindungan. Peningkatan
hasil penelitian Samosir dkk. (2019) adalah faktor
layanan juga dilakukan dengan upaya pemberdayaan
metode kontrasepsi yang digunakan, usia, paritas,
perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan
tujuan kontrasepsi, penggunaan internet, kepemilikan
keadilan gender melalui program KB serta
ponsel, pendidikan, status pekerjaan, tempat tinggal,
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
status kekayaan, dan partisipasi perempuan dalam
sejak pembuahan, dalam kandungan dan sampai pada
pengambilan keputusan. Hasil penelitian menunjukkan
usia lanjut (Sudarti & Prasetyaningtyas, 2011)
bahwa sebelas faktor tersebut memiliki dampak yang
signifikan pada risiko penggunaan kontrasepsi.
Penggunaan/Pemakaian Alat KB
7
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
Studi kualitatif faktor penentu memilih kontrasepsi di
variabel umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal,
perdesaan oleh Swamy dkk. (2017) menemukan
pekerjaan, dan sumber pelayanan. Hasil penelitiannya
bahwa kurangnya pengetahuan menjadikan alasan
menunjukkan bahwa faktor yang menentukan
umum untuk menggunakan atau tidak menggunakan
penggunaan MKJP pada wanita usia subur (WUS)
metode apapun. Minimnya pengetahuan ibu mertua
adalah tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mayoritas
dan ketakutannya akan efek samping memiliki
tinggal di perkotaan dan memiliki pekerjaan.
pengaruh dominan untuk menerima atau tidak
menerima alat kontrasepsi tertentu. Oleh karena itu,
Berdasarkan hasil studi empiris yang telah
pendekatan program harus berkembang dalam
dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini
mengatasi masalah sosial budaya yang berkembang
mengkaji literatur hasil SDKI 2017 Provinsi
pada masyarakat perdesaan.
Gorontalo, dengan mengambil aspek pendidikan,
pengetahuan, umur, pekerjaan, pemberian informasi
Triyanto dan Indriani (2018) menelusuri faktor yang
dan pemberian pelayan KB sebagai faktor penggunaan
memengaruhi penggunaan jenis Metode Kontrasepsi
alat KB pada wanita kawin di perdesaan dan
Jangka Panjang (MKJP) pada wanita menikah usia
perkotaan. Kerangka konseptual yang digunakan
subur di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan
dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian pustaka Tingkat Pendidikan Wanita Kawin di Perdesaan
atau library research. Dalam penelitian ini, peneliti dan Perkotaan
dihadapkan langsung dengan data angka atau teks,
bukan pengetahuan langsung dari lapangan. Peneliti Pendidikan merupakan hal yang penting dalam
tidak terjun langsung ke lapangan, karena peneliti mengetahui dan memahami seluruh informasi yang
berhadapan langsung dengan sumber data yang sudah tersedia. Memilih alat KB yang tepat tentu tidak
tersedia. Berdasarkan hal tersebut, maka pengumpulan terlepas dari tingkat pendidikan seseorang.
data dalam penelitian dilakukan dengan menelaah Berdasarkan analisis data sekunder laporan SDKI
dokumen-dokumen hasil Survei Demografi dan (2017) Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa
Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017 nasional dan proporsi wanita pada tingkat pendidikan teratas di
Provinsi Gorontalo, serta menelaah berbagai jurnal Provinsi Gorontalo meningkat signifikan dari 15%
ilmiah dan sumber-sumber lainnya yang relevan pada SDKI 2012 menjadi 20%. Proporsi ini juga lebih
dengan penelitian yang akan dilakukan. Aktivitas tinggi jika dibandingkan dengan pria yang hanya 12%.
dalam analisis data dalam penelitian kepustakaan Berdasarkan daerah tempat tinggal, proporsi wanita
meliputi reduksi data, display data, dan gambaran kawin pada kelompok pendidikan teratas atau
kesimpulan. perguruan tinggi lebih tinggi dari pria kawin. Di
perkotaan, tingkat pendidikan perguruan tinggi wanita
kawin sebesar 30% sedangkan pada pria kawin sebesar
20%, Begitupun dengan wanita kawin yang tinggal di
pedesaan, tingkat pendidikan perguruan tinggi sebesar
15% sedangkan pada pria kawin hanya sebesar 8%.
7
Penggunaan Alat KB pada Wanita Kawin … | Syamsul
Tingkat pendidikan perguruan tinggi wanita kawin
merupakan hal yang penting dimiliki sebagai bahan
yang tinggal di perkotaan sangat jauh berbeda dengan
pertimbangan sebelum menggunakannya. Laporan
wanita kawin yang tinggal di perdesaan, sebab
SDKI 2017 Provinsi Gorontalo menunjukkan
proporsi wanita dengan pendidikan perguruan tinggi di
pengetahuan tentang alat/cara KB sudah umum di
perkotaan sebesar 30%, sedangkan proporsi wanita
Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh hampir semua
kawin di perdesaan sebesar 15%.
wanita, wanita kawin, dan pria kawin pernah
mendengar minimal satu alat/cara KB modern.
Tingkat pendidikan wanita kawin perkotaan lebih
Pengetahuan alat/cara KB pada wanita berumur 15-49
tinggi dibanding dengan wanita kawin di perdesaan,
tahun memperlihatkan bahwa hampir semua wanita
namun proporsi penggunaan alat/cara KB wanita
mengetahui alat/cara KB. Begitu pula halnya
kawin yang tinggal di perdesaan lebih tinggi (62%)
berdasarkan tempat tinggal, proporsi wanita dengan
dibanding wanita kawin yang tinggal perkotaan (55%).
pengetahuan alat/cara KB yang tinggal di perkotaan
Tentunya faktor pendidikan belum cukup kuat menjadi
hanya sedikit lebih tinggi dari wanita di perdesaan.
penentu (determinan) tingginya penggunaan alat/cara
Berdasarkan kuintil kekayaan, penggunaan alat/cara
KB pada wanita kawin perdesaaan dikarenakan tingkat
KB meningkat seiring dengan meningkatnya
pendidikan wanita kawin perdesaan berbeda jauh
pendapatan wanita.
dengan tingkat pendidikan wanita kawin perkotaan.
Melihat berbagai tinjauan literatur dan hasil-hasil
Pengetahuan yang baik tentu akan berdampak pada
penelitian yang menyebutkan pendidikan berperan
pemilihan alat/cara KB yang baik pula. Sebelum
dalam pemilihan alat KB pada wanita, belum sejalan
menggunakan alat/cara KB, akseptor tentunya
dengan hasil penelitian ini. Seperti yang diungkapkan
diharapakan telah memiliki pengetahuan tentang alat
Arikunto (2002, dalam Pitriani, 2015), tingkat
KB yang akan digunakan. Tingkat pengetahuan
pendidikan seseorang dapat mendukung atau
alat/cara KB menunjukkan kemampuan wanita dalam
memengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Taraf
memahami alat/cara KB dengan baik. Semakin tinggi
pendidikan yang rendah selalu bergandengan dengan
pengetahuan terhadap alat KB maka besar pula
informasi dan pengetahuan yang terbatas; makin tinggi
kontribusinya terhadap penggunaan alat KB. Hasil
tingkat pendidikan, semakin tinggi pemahaman
penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan tempat
seseorang terhadap informasi yang didapat dan
tinggal tidak terdapat perbedaan antara pengetahuan
pengetahuan akan semakin tinggi. Tingkat pendidikan
wanita kawin yang tinggal di perdesaan dan yang
juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
tinggal di perkotaan tentang penggunaan alat/cara KB.
persepsi seseorang untuk lebih mudah menentukan
Pengetahuan yang berimbang ini seharusnya juga
ide- ide dan teknologi baru. Situasi ini sejalan dengan
berimbas pada berimbangnya dengan penggunaan alat
temuan Asra (2010, dalam Pitriani, 2015) yang
KB di perdesaan dan perkotaan. Namun, pada
menunjukkan hubungan yang signifikan antara
kenyataannya, penggunaan alat KB di perdesaan lebih
pendidikan dengan pengguna kontrasepsi IUD. Serupa
tinggi dibanding wanita kawin perkotaan.
dengan itu, Armainar (2011, dalam Pitriani, 2015) juga
mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang
antara pendidikan dan perilaku pemakaian alat
dikemukakan oleh Astuti (2008, dalam Syukaisih,
kontrasepsi.
2015) yang mengemukakan bahwa pengetahuan dapat
memengaruhi tindakan seseorang dan perilaku
Tingkat Pengetahuan Wanita Kawin di Perdesaan
seseorang. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik
dan Perkotaan
akan cenderung memilih alat kontrasepsi yang sesuai
dan cocok digunakannya, karena dengan pengetahuan
Penggunaan alat kontrasepsi tidak terlepas dari
yang baik seseorang akan lebih mudah menerima
pengetahuan seseorang atau peserta KB. Pengetahuan
informasi. Notoatmodjo (2003, dalam Syukaisih,
merupakan manifetasi dari pendidikan, semakin tinggi
2015) menambahkan bahwa pengetahuan yang baik
pendidikan maka pengetahuan seseorang semakin
merupakan faktor yang menentukan seseorang untuk
membaik. Pengetahuan tentang alat/cara KB
menggunakan alat kontrasepsi.
7
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
Umur Wanita Kawin di Perdesaan dan Perkotaan
Kematangan individu dapat dilihat langsung secara
objektif dengan periode umur, sehingga berbagai
Umur acapkali dianggap memengaruhi kematangan
proses pengetahuan, keterampilan, terkait dengan
seseorang dalam berpikir dan bertindak. Sebagaimana
bertambahnya umur individu. Namun penelitian ini
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003, dalam
didukung dari hasil penelitian Marbun (2010) yang
Megawati dkk., 2015), umur seseorang dapat
mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang
memengaruhi pengetahuan. Semakin lanjut umur
bermakna antara umur terhadap pemilihan kontrasepsi.
seseorang maka kemungkinan semakin meningkat
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak
pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Usia
selamanya umur menunjukkan kedewasaan dan
akan memengaruhi daya tangkap dan pola pikir
matangnya seseorang dalam menyerap pengetahuan.
seseorang, semakin bertambah usianya akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikir sehingga
Pekerjaan Wanita Kawin di Perdesaan dan
pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.
Perkotaan
8
Penggunaan Alat KB pada Wanita Kawin … | Syamsul
penggunaan alat/cara KB tradisional tertinggi justru
Sumber informasi KB melalui media yang diperoleh
dijumpai pada wanita yang kuintil kekayaan teratas
wanita kawin umumnya melalui televisi (67,7%),
(3%).
kemudian papan iklan/spanduk/umbul-umbul (48%),
dan poster/pamflet (46%). Sementara itu, sumber
Wanita bekerja di Provinsi Gorontalo umumnya
informasi yang paling rendah aksesnya adalah internet
memiliki tingkat pendidikan tertinggi tidak tamat SD.
(23%). Wanita kawin di perkotaan lebih banyak
Selain itu, pola lain yang cukup menonjol adalah
mendapatkan informasi dari berbagai sumber
tingginya proporsi wanita bekerja dengan jumlah anak
dibanding wanita kawin perdesaan. Sumber
yang banyak disbanding dengan wanita yang memiliki
informasi/pesan KB yang diperoleh dari contact
anak sedikit. Berdasarkan tempat tinggal, wanita
person pada wanita kawin umumnya adalah
kawin yang tinggal di perkotaan lebih banyak yang
bidan/perawat (26%), petugas KB (19%), dan
bekerja dibanding dengan wanita kawin yang tinggal
PKK/kader (17%). Berdasarkan tempat tinggal,
di pedesan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
proporsi wanita yang tinggal di perkotaan yang
pekerjaan wanita yang tinggal di perdesaan belum
menerima pesan KB dari contact person (17%) lebih
dapat menjadi penentu (determinan) tingginya
rendah dibanding dengan mereka yang tinggal di
penggunaan alat KB.
perdesaan (20%). Sumber informasi KB dari
PKK/kader lebih banyak dijumpai di perdesaan (19%)
Penelitian terdahulu cukup mendukung hasil penelitian
dibanding perkotaan (14%). Begitu juga dengan
ini. Seperti yang dikemukakan oleh Megawati dkk.
sumber informasi KB dari tokoh masyarakat yang
(2015), terdapat hubungan antara status ekonomi dan
lebih banyak dijumpai di perdesaan (12%) dibanding
pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena
perkotaan (6%).
dalam pemilihan alat kontrasepsi sebaiknya memang
dilihat dari kapasitas kemampuan mereka untuk
Sumber informasi berperan dalam penggunaan
membeli kontrasepsi tersebut. Pemakaian kontrasepsi
alat/cara KB pada wanita kawin, semakin banyak
seharusnya tidak dirasa memberatkan bagi
informasi yang diperoleh semakin tinggi keinginan
penggunanya yang umumnya wanita tanpa pekerjaan
menggunakan alat KB. Hasil kajian menunjukkan
ataupun yang bekerja sebagai petani, buruh upah tani
bahwa sumber informasi KB yang didapatkan wanita
dan nelayan.
kawin paling banyak berasal dari televisi, kemudian
papan iklan/spanduk/umbul-umbul, dan poster/
Pemberian Informasi kepada Wanita Kawin di
pamphlet, sedangkan sumber informasi yang paling
Perdesaan dan Perkotaan
rendah aksesnya bersumber dari internet. Wanita
kawin di perkotaan tidak berbeda jauh dalam
Penggunaan alat/cara KB pada wanita kawin tentu
mendapatkan informasi dari berbagai sumber
dengan berbagai pertimbangan. Salah satu alasan yang
dibanding dengan wanita kawin perdesaan.
umum dikemukakan untuk tidak menggunakan alat
Selanjutnya, pesan KB dari petugas KB lebih banyak
KB adalah masalah kesehatan. Namun, dengan
diterima oleh wanita kawin di wilayah perdesaan, baik
pemberian informasi yang benar wanita akan lebih
yang berasal dari PKK/kader ataupun tokoh
mengetahui dampak-dampak positif dan negatif dari
masyarakat.
berbagai alat KB yang tersedia. Hasil analisis laporan
SDKI 2017 Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa
Hal ini menunjukkan bahwa sumber informasi KB
persentase wanita kawin yang mengetahui efek
terdiri dari media dan dari contact person. Contact
samping atau masalah dari metode alat KB yang
person, khususnya, berkontribusi besar terhadap
dipakai sebesar 41%, dan proporsi wanita kawin yang
penggunaan alat/cara KB wanita kawin yang tinggal di
diberitahu tentang tindakan untuk mengatasi efek
perdesaan dibanding dengan wanita kawin di
samping tersebut sebesar 30%. Selanjutnya, persentase
perkotaan. Dapat dipastikan bahwa sumber informasi
wanita kawin yang diberitahu oleh petugas kesehatan
menjadi faktor penentu (determinan) penggunaan
atau petugas KB tentang metode lain yang bisa dipakai
alat/KB pada wanita yang tinggal di perdesaan. Besar
sebesar 59%.
kemungkinan wanita kawin yang tinggal di perdesaan
memiliki kepatuhan tinggi terhadap informasi yang
diperoleh, sering mengikuti pertemuan kelompok,
8
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
dan memiliki
8
Penggunaan Alat KB pada Wanita Kawin … | Syamsul
kesadaran akan perlunya mengatur jumlah anak dalam termasuk status kesehatan, efek samping, potensial,
keluarga. konsekuensi kegagalan/kehamilan
8
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
yang tidak diinginkan. Faktor lain seperti jumlah anak
yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan
norma budaya lingkungan juga berpengaruh dalam
keputusan menggunakan pelayanan KB (Harlah,
2009, dalam Sudarti & Prasetyaningtyas, 2011).
STRATEGI INTERVENSI
8
Penggunaan Alat KB pada Wanita Kawin … | Syamsul
KESIMPULAN
Megawati, T., Febi, K., & Adisty, R. (2015).
Hubungan antara faktor-faktor yang
Dari beberapa dimensi yang digunakan dalam mempengaruhi penggunaan KB dengan
menganalisis penggunaan alat/cara KB pada wanita pengetahuan tentang KB di wilayah kerja
kawin yang tinggal di perdesaan dan perkotaan dalam Puskesmas Kapitu Kecamatan Amurang Barat.
kajian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi, 4(4),
informasi, khususnya sumber informasi melalui 312-319.
contact person berperan besar dalam penggunaan alat https://doi.org/10.35799/pha.4.2015.10404
KB pada wanita yang tinggal di perdesaan Mulyana, N., & Asiah, D. H. S. (2017). Pemberdayaan
dibandingkan dengan aspek lainnya. Sementara itu, perempuan melalui program Keluarga
rendahnya penggunaan alat/cara KB pada wanita Berencana. Prosiding Penelitian dan
kawin yang tinggal di perkotaan dikarenakan Pengabdian kepada Masyarakat, 4(1), 93-103.
https://doi.org/10.24198/jppm.v4i1.14216
terbatasnya sumber pelayanan, akibat adanya
ketidaksesuaian antara kebutuhan alat/cara KB dengan Pitriani, R. (2015). Hubungan pendidikan,
ketersediaan alat KB. pengetahuan dan peran tenaga kesehatan
dengan penggunaan kontrasepsi Intra Uterine
Device (IUD) di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Muara Fajar Pekanbaru. Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Komunitas, 3(1), 25-28.
http://jurnal.htp.ac.id/index.php/keskom/article
Assalis, H. (2016). Hubungan sosial budaya dengan /download/97/81/
pemilihan metode kontrasepsi. Jurnal
Kesehatan, 6(2), 142–147. Rohim, S. (2016). Argumen program Keluarga
http://dx.doi.org/10.26630/jk.v6i2.95 Berencana (KB) dalam Islam. Jurnal Ilmu
Syari’ah Dan Hukum, 1(2), 147-170.
Bappenas [Badan Perencanaan Pembangunan http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/al-
Nasional], BPS [Badan Pusat Statistik], & ahkam/article/download/501/153
UNFPA [United Nations Population Fund].
(2013). Proyeksi penduduk Indonesia 2010- Samosir, O. B., Kiting, A. S., & Aninditya, F. (2019).
2035. Badan Pusat Statistik. Determinants of contraceptive discontinuation
in Indonesia: Further analysis of the 2017
BKKBN [Badan Kependudukan dan Keluarga Demographic and Health Survey.
Berencana Nasional]. (2018). Survei https://dhsprogram.com/pubs/pdf/WP159/WP1
demografi dan kesehatan Indonesia 2017. BPS 59.pdf
& BKKBN.
Septalia, R., & Puspitasari, N. (2016). Faktor yang
BPS [Badan Pusat Statistik]. (2018). Penduduk, laju memengaruhi pemilihan metode kontrasepsi.
pertumbuhan penduduk, distribusi persentase Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 5(2),
penduduk kepadatan penduduk, rasio jenis 91–98.
kelamin penduduk menurut provinsi, 2017. https://doi.org/10.20473/jbk.v5i2.2016.91-98
BPS.
Sinurat, L., & Pinem, M. (2017). Keadaan gerakan
Kiswanto, E. (2015). Dinamika pemakaian alat Keluarga Berencana di Desa Parlondu,
kontrasepsi pada wanita pernah kawin di Pangururan, Kabupaten Samosir. Jurnal Ilmu
Indonesia: Analisis data IFLS 1997, 2000, dan Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 5(2),
2007. Populasi, 23(2), 17–37. 126-138.
https://doi.org/10.22146/jp.15693 https://doi.org/10.31289/jppuma.v5i2.1249
Marbun, E. (2010). Analisis perubahan metode alat Sudarti, K., & Prasetyaningtyas, P. (2011).
kontrasepsi pada akseptor KB di Desa Cempa Peningkatan minat dan keputusan
Kecamatan Hinai Tahun 2010 [Skripsi berpartisipasi akseptor KB. Jurnal Dinamika
Sarjana, Universitas Sumatera Utara]. Manajemen, 2(2), 130-
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/2 138.
0846 https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jdm/a
rticle/view/2477/2530
8
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15, No. 1, Juni 2020 | 71-
Sumiati, L. N., Wirawan, D. N., & Ani, L. S. (2019).
Medicine and Public Health, 4(6), 1943-1950.
Determinants of unmet needs for family
https://dx.doi.org/10.18203/2394-
planning in Indonesia : Secondary data
6040.ijcmph20172154
analysis of the 2017 Indonesia Demographic
and Health Survey. Multidisciplinary Journal Triyanto, L., & Indriani, D. (2018). Faktor yang
of Public Health and Preventive Medicine, mempengaruhi penggunaan jenis Metode
7(2), 85-94. Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada
https://phpmajournal.org/index.php/phpma/arti wanita menikah usia subur di Provinsi Jawa
cle/view/207 Timur. The Indonesian Journal of Public
Health, 13(2), 244–255.
Syukaisih. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan
http://dx.doi.org/10.20473/ijph.v13i2.2018.24
dengan pemilihan kontrasepsi di Puskesmas
6-257
Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal
Kesehatan Komunitas, 3(1), 34-40. Wijayaningrum, D., & Riono, P. (2014). Pengaruh
https://doi.org/10.25311/jkk.Vol3.Iss1.99 status pekerjaan terhadap pemakaian
kontrasepsi pada wanita tidak kawin.
Swamy, H.T., Bhanu, M., Nanda, K.B.S., & Shivaraj,
https://adoc.pub/pengaruh-status-pekerjaan-
N. S. (2017). A qualitative study on
terhadap-pemakaian-kontrasepsi-pad.html
determinants of choice of contraceptives in a
rural. International Journal of Community