Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS ZAT WARNA DAN PENGAWET MAKANAN

PERCOBAAN
ANALISIS ZAT WARNA RHODAMIN B MENGGUNAKAN METODE SPOT DAN
KROMATOGRAFI KERTAS SERTA ANALISIS KUALITATIF PENGAWET
MAKANAN BORAKS DENGAN METODE UJI WARNA NYALA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum analisis zat warna rhodamin b menggunakan metode spot dan
kromatografi kertas serta analisis kualitatif pengawet makanan boraks dengan metode uji
warna nyala adalah untuk mengidentifikasi adanya zat pewarna yaitu rhodamin b pada
sampel nutrisari rasa sweet guava, serta mengetahui kandungan pengawet makanan boraks
yang terdapat pada sampel bakso, sosis dan tahu kuning.

II. DASAR TEORI


2.1 Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan dan untuk memperbaiki karakter
pangan agar memiliki kualitas yang meningkat.
Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi, dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah
dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan
pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (Cahyadi, 2006):
• Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan dengan
maksud penambahan adalah dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu
pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras
• Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu: bahan yang tidak
mempunyai reaksi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja. Contoh bahan
tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida dan antibiotika
Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan berdasarkan
Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah:
a. Antioksidan, bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses
oksidasi. Contoh: asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging,
ikan dan buah-buahan kaleng; Butilhidroksi anisol (BHA) atau butilhidroksi toluen (BHT)
untuk lemak, minyak dan margarin;
b. Antigumpal, bahan tambahan pangan yang dapat mencegah menggumpalnya makanan
yang berupa serbuk, tepung atau bubuk. Contoh: Ca-silikat, Mg-karbonat, dan Si-dioksida
untuk merica dan rempah lainnya, garam stearat dan tri-Ca-fosfat pada gula, kaldu dan
susu bubuk;
c. Pengatur keasaman, bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan
mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat, sitrat, dan malat
digunakan pada jeli. Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksida digunakan sebagai
penetral pada mentega;
d. Pemanis buatan, bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada
makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin dan
siklamat;
e. Pemutih tepung, bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat proses pemutihan
tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan;
f. Pengemulsi, pemantap dan pengental, bahan tambahan pangan yang dapat membantu
terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa
digunakan untuk makanan yang mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk
pengemulsi es krim dan kue, peltin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan
es krim, gelatin untuk pemantap dan pengental pada keju, karagenen dan agar-agar untuk
pemantap dan pengental produk susu dan keju;
g. Pengawet, bahan tambahan pangan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau
penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasa
ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai medium
pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh: asam benzoat dan garamnya dan ester para
hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju dan margarin, asam propionat
untuk keju dan roti;
h. Pengeras, bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya
makanan. Contoh: Al-sulfat, Al-Na-sulfat untuk pengeras pada acar dalam botol, Ca-
glukonat dan Ca-sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan kaleng;
i. Pewarna, bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan. Contoh: karmin, ponceau-4R, eritrosin (merah), green-FCF dan green-S (hijau),
kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin (kuning) dan karamel (coklat);
j. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa, bahan tambahan pangan yang dapat
memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium
glutamat pada produk daging;
k. Sekuestran, bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada
makanan sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan
perubahan warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau
produk yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat
dan garamnya;
l. Enzim, bahan tambahan pangan yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa
untuk mengatur proses fermentasi makanan. Contoh: amilase dari aspergillus niger untuk
tepung gandum dan rennet dalam pembuatan keju;
m. Penambahan gizi, bahan tambahan pangan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik
tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi makanan.
Contoh: asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, vitamin B12 dan vitamin
D;
n. Humektan, bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat
mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh: gliserol untuk keju, es krim dan
sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue;
o. Antibusa, bahan tambahan pangan yang dapat menghilangkan busa yang dapat timbul
karena pengocokan atau pemasakan. Contoh: dimetil polisiloksan pada jeli, minyak dan
lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak dan lemak.
Bahan Tambahan Pangan yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam
makanan menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999, bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam
makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2008) yaitu:
a. Natrium tetraborat (boraks)
b. Formalin (formaldehid)
c. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
d. Kloramfenikol
e. Kalium klorat
f. Dietilpirokarbonat (DEPC)
g. Nitrofurazon
h. P-fenetilkarbamida,
i. Asam salisilat dan garamnya
j. Rhodamin B (pewarna merah)
k. Methanil yellow (pewarna kuning)
l. Dulsin (pemanis sintesis)
m. Potasium bromat (pengeras).

2.2 Pengertian Zat Pewarna


Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki
penampilan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan
diantaranya adalah untuk memberikan kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan
menstabilkan warna serta untuk menutupi perubahan warna yang terjadi karena akibat proses
pengolahan dan penyimpanan. Zat pewarna makanan diklasifikasi menjadi tiga yaitu pewarna
alami, pewarna identik alami dan pewarna sintetis (Mudjajanto, 2006).
 Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan
atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya
dianggap lebih aman dari pada zat warna sintetis. Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan
dapat ditemukan pada akar, buah atau batang tanaman (Sudarmadji.,dkk, 1989).
 Pewarna identik alami
Pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur
kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah
karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), beta-karoten (orange-kuning). Semua
pewarna ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-
karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas. Pewarna ini masih satu golongan
dengan kelompok zat warna alami, hanya zat warna ini dihasilkan dengan cara sintetis kimia
bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi (Srifatimah, 1999).
 Pewarna sintetis
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata jika dibandingkan dengan pewarna
alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan
biasanya lebih murah (FAO Indonesia, 2007).
2.3 Rhodamin
Rhodamin B adalah pewarna sintetik penghasil warna merah. Bentuk Rhodamin B
adalah kristal dengan warna merah, cokelat, atau hijau. Rumus empirisnya adalah
C28H31ClN2O3 (nama IUPAC Rhodamine B yaitu [9 - (2 -carboxyphenyl) -6 -diethylamino -3
-xanthenylidene]-diethylammonium chloride). Dengan berat molekul 479.02 , Rhodamin B
dapat larut dalam air dengan solubilitas ~50 g/L, dan dalam larutan asam asetat (30 vol%)
solubilitasnya ~400 g/L. Memiliki suhu leleh 210-211⁰C, yang akan menyebabkan
dekomposisi dan berujung ke rusaknya materi Rhodamin tersebut.

Gambar 1. Struktur Kimia Rhodamin B

Gambar 2. Serbuk Rhodamin B

2.4 Analisis Zat Warna Rhodamin B


Analisis zat warna Rhodamin dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu dengan
perbandingan warna dengan tabel rujukan serta dengan kromatografi kertas.
a. Metode spot tetes
Prinsip metode pertama adalah adanya reaksi khas antara zat warna buatan dengan
beberapa pelarut. Secara umum, prinsip penentuan zat warna dalam produk pangan akan
melibatkan proses ekstraksi zat warna dalam produk pangan tersebut. Proses ekstrasi zat
warna buatan dilakukan dengan mendidihkan sampel yang telah diasamkan yang di dalamnya
dimasukkan benang wool atau bulu domba. Selama proses pendidihan tersebut, benang wool
atau bulu domba akan menyerap zat warna. Selanjutnya benang wool tersebut dibagi menjadi
beberapa bagian dan ditetesi dengan HCl pekat, H 2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 12%.
Perubahan warna diamati dan jenis bahan pewarna dapat diketahui dengan
membandingkannya dengan standar yang tertera pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Beberapa jenis bahan pewarna buatan yang dapat diidentifikasi dari perubahan warna serat
bulu domba oleh perlakuan berbagai pereaksi
Pewarna HCl pekat H2SO4 pekat NaOH 10% NH4OH 12%
Lebih
Rhodamin B Orange Kuning Lebih biru kebiruan

Coklat keruh- Sedikit


Amaranth Lebih gelap Ungu-kecoklatan
kemerahan berubah
Erythrosine Orange-kuning Orange-kuning Tidak berubah Tidak berubah
Sedikit Sedikit
Tartrazine Lebih gelap Lebih gelap
berubah berubah
Fast green
Orange Hijau-cokelat Biru Biru
FCF
Sedikit
Aniline yellow Violet-merah Orange-kuning Tidak berubah
berubah
Sedikit Coklat kusam-
Orange G Orange Tidak berubah
berubah merah
Kuning Kuning Lebih
Acid violet 6B Kuning
kecoklatan kecoklatan gelap kebiruan
Sedikit
Azoflavine Merah violet Merah violet Coklat kusam berubah

Sedikit
Sedikit
Acid yellow Merah Orange berubah
berubah
Almost
Methyl violet Kekuningan Kekuningan Decolorized
decolorized
Turmeric Merah Coklat kemerahan Orange Orange

b. Metode Kromatografi
Prinsip metode kedua adalah dengan kromatografi kertas. Kromatografi secara luas
digunakan untuk pemisahan pewarna makanan buatan. Selulosa dalam kertas merupakan
medium ideal, air dapat diserap diantara serat selulosa dan membentuk fase diam yang
hidrofilik. Penggunaan kromatografi kertas pertama kali diperkenalkan oleh Consden,
Gordon dan Martin pada tahun 1941. Campuran sampel diteteskan pada kertas dan migrasi
pelarut ditandai. Setelah kertas dikeringkan, posisi senyawa-senyawa yang ada dalam
campuran sampel dilihat dengan reaksi pewarnaan yang sesuai. Rasio jarak yang ditempuh
oleh senyawa dan jarak yang ditempuh oleh pelarut disebut Rf (Retention factor) dan nilainya
kurang lebih konstan untuk senyawa tertentu, sistem pelarut, dan kertas dibawah kondisi
konsentrasi zat terlarut, suhu, dan pH yang terkontrol dengan baik.

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 (𝑎)


𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛 (𝑏)

Gambar 3. Kromatografi Lapis Tipis/Kromatografi Kertas

2.5 Pengawet Makanan


Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai
sifat mudah rusak. Bahan ini dapat memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau
penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakan
pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau
memperbaiki tekstur (Cahyadi,2008).
Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu
bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif
untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda
sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat ini
masih banyak ditemukan makanan yang menggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang
untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin
(Cahyadi, 2008).
2.6 Boraks
Boraks dengan dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium tetraborate
decahydrate. Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium
tetraborat yang seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan.
Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga
menghasilkan tekstur yang bagus misalnya ditemukan pada makanan bakso, kerupuk bahkan
mie basah yang berada di pasaran. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan
oleh senyawa aktif asam borat (Rahmawati, 2010).

Gambar 4. Serbuk Boraks

2.7 Sifat Kimia boraks


Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H2O)10 dengan berat molekul 381,43 dan
mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa lemah dengan pH (9,15–
9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C
dan kelarutan boraks dalam air akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu air dan
boraks tidak larut dalam senyawa alkohol.

Gambar 5. Struktur Kimia Boraks


http://www.sigmaaldrich.com/catalog/product/aldrich/
2.8 Macam-macam Metode Uji Boraks
Uji Kualitatif
Beberapa uji kualitatif untuk boraks, antara lain: reaksi dengan H 2SO4 dan metanol
pada abu sampel; reaksi kertas tumerik dan amonia dengan penambahan H 2SO4 dan etanol;
dan reaksi H2SO4 pada larutan sampel. Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel
yang telah diabukan dalam tanur akan menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi
dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada
larutan abu yang bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah
menjadi hijau tua kehitaman (Balai Besar POM, 2007).
Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan sampel yang bersifat asam. Jika terdapat
Na2B4O7 atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah menjadi hijau biru terang
(Cahyadi, 2006). Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan asam dari sampel menghasilkan
coklat merah intensif ketika kertas mengering, yang berubah menjadi hijau kehitaman jika
diberi larutan amonia; reaksi dengan penambahan H2SO4 dan etanol pada sampel, akan
menghasilkan nyala hijau jika dibakar (Clarke, 2004).
Reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada larutan sampel dalam akuades bebas CO 2
akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar; dan penambahan phenolftalein ke dalam larutan
sampel dalam akuades bebas CO2 menghasilkan warna merah yang hilang dengan
penambahan 5 ml gliserol (British Pharmacopoeia, 1988).
Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan
menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin
1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan
menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman (Balai
Besar POM, 2007).
Uji Kuantitatif
Beberapa uji kuantitatif untuk boraks, yaitu: metode titrimetri; titrasi asam basa; titrasi
dengan penambahan manitol; dan metode spektrofotometri. Penetapan kadar asam borat
dalam pangan dengan metode titrimetri, yaitu dengan titrasi menggunakan larutan standar
NaOH dengan penambahan gliserol akan menghasilkan warna merah muda yang mantap
pada titik akhir titrasi (Helrich, 1990).
III. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Spatula, Neraca Analitik, Corong
gelas, Pemanas Listrik, Gelas Kimia 100 ml, Labu Takar 50 mL, Gelas Ukur, Cawan
Penguapan, Plat Tetes, Pipa Kapiler, Camber Kromatografi Kertas, Pipet Volume 25 mL,
Pipet Tetes, Batang Pengaduk, Water Bath, dab botol penyemprot noda.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Sampel makanan: Bakso, Sosis,
Tahu kuning, Nutrisari rasa sweet guava, Saos sambal, Wool (Bulu domba), Asam asetat
10%, H2SO4 pekat, NH4OH 12%, NaCl 2%, HCl pekat, NaOH 10%, Etanol, Kertas Whatman
no. 42 (Kromatografi Kertas), Standar Rhodamin B, Standar Boraks, Aquades,
Dimetilglioksim 1% (Larutan penyemprot noda), dan korek api.

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Analisis Boraks pada Sampel Makanan secara Kualitatif
1. Menghaluskan sampel bakso yang akan ditentukan kandungan boraksnya.
2. Mengambil ± 5 gram sampel dan meletakkannya dalam cawan penguapan.
3. Menambahkan 2 ml H2SO4 dan 4 ml etanol ke dalam sampel.
4. Menyulutkan api ke dalam cawan penguapan dan mengamati warna nyala yang terbentuk.
5. Uji positif boraks terjadi apabila nyala api berwarna hijau. Warna hijau yang dihasilkan
sampel dibandingkan dengan warna hijau pada boraks murni
6. Melakukan hal yang sama untuk sampel sosis dan tahu kuning.
3.2.2 Analisis Zat Warna pada Sampel Makanan secara Kualitatif dan Kuantitatif
A. Perbandingan dengan warna standar (Spot Test)
1. Mendidihkan bulu domba atau wool yang akan digunakan dalam air selama 30 menit,
selanjutnya mentiriskan dan mengeringkannya.
2. Memasukkan 10 ml sampel cair ke dalam gelas kimia 100 ml. Dalam percobaan ini
memasukkan 10 ml saos sambal dan 10 ml nutrisari serbuk rasa sweet guava yang telah
dilarutkan dalam aquades, masing-masing ke dalam gelas kimia.
3. Mengasamkan dengan menambahkan 5 ml asam asetat 10%.
4. Memasukkan benang wool ke dalam sampel dan mendidihkannya dalam larutan sampel
selama 30 menit. Selanjutnya meniriskan dan mencucinya dengan aquades.
5. Membagi benang wool menjadi 4 bagian, dan memasukkan masing-masing ke plat tetes.
6. Menambahkan beberapa tetes HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 12% ke
masing-masing plat tetes.
7. Mengamati perubahan warna yang terjadi dan membandingkannya dengan warna standar
yang telah ada pada literatur.
B. Kromatografi Lapis Tipis/ Kromatografi Kertas
1. Mendidihkan bulu domba atau benang wool yang akan digunakan dalam air selama 30
menit, selanjutnya mentiriskan dan mengeringkannya.
2. Memasukkan 10 ml sampel cair ke dalam gelas kimia 100 ml. Dalam percobaan ini
memasukkan 10 ml saos sambal dan 10 ml nutrisari serbuk rasa sweet guava yang telah
dilarutkan dalam aquades, masing-masing ke dalam gelas kimia.
3. Mengasamkan dengan menambahkan 5 mL asam asetat 10%.
4. Memasukkan benang wool ke dalam sampel dan mendidihkannya dalam larutan sampel
selama 30 menit. Selanjutya meniriskan dan mencucinya dengan aquades.
5. Menambahkan 25 mL NH4OH 12% ke benang wool yang telah dicuci dengan aquades
6. Memanaskan benang wool hingga zat warna tersebut tertarik atau luntur.
7. Mengambil benang wool dari larutan dan menguapkan larutan diatas water bath sampai
kering.
8. Menambahkan beberapa tetes metanol pada residu untuk menototolkannya pada kertas
kromatografi yang telah siap digunakan.
9. Membuat kertas kromatografi dari kertas Whatman no.42 sepanjang 20 cm dengan lebar
seperti yang tertera pada gambar 2.

Gambar 6. Cara penotolan pada kromatografi kertas


10. Menotolkan larutan sampel dan standar warna yang telah siap pada kertas kromatografi
dengan bantuan pipa kapiler.
11. Menotolkan sampel dan standar dengan menyentuhkan pipa kapiler pada kertas
kromatografi sebanyak tiga kali, dan setiap selesai menotolkan, menunggunya hingga
kering dan kemudian menotolkannya lagi. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali masing-
masing untuk sampel dan standar.
12. Mengisi eluen berupa NaCl 2% dan etanol 50% dengan perbandingan 50:50 pada
chamber kromatografi kertas dan kemudian menutupkan kembali agar lingkungan
chamber telah jenuh.
13. Memasukkan kertas kromatografi yang telah siap pada chamber dan menunggunnya
selama ± 15 menit.
14. Membuka tutup dan mengeringkan kertas kromatografi dengan diangin-anginkan.
15. Menandai plot yang terbentuk dengan pensil, namun bila tidak terlihat plot yang
dihasilkan maka perlu menyemprotkan dimetilglioksim 1% pada kertas kromatografi
kemudian mengukur jarak warna yang dihasilkan.
16. Menghitung Rf (Retention factor) dari warna yang teramati.

3.3 Prinsip Percobaan


3.3.1 Analisis boraks pada sampel makanan secara kualitatif
Analisis Kualitatif boraks pada sampel makanan salah satunya dilakukan dengan uji
nyala. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam
makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar,
kemudian warna nyala sampel dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks
murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar
menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks.
3.3.2 Analisis zat warna rhodamin pada sampel makanan secara kualitatif dan
kuantitatif
Analisis zat warna rhodamin pada sampel makanan secara kualitatif, dilakukan
melalui metode spot tetes. Prinsip penentuan zat warna rhodamin dalam produk pangan akan
melibatkan proses ekstraksi zat warna dalam produk pangan tersebut. Proses ekstrasi zat
warna buatan dilakukan dengan mendidihkan sampel yang telah diberi penambahan asam
yang di dalamnya dimasukkan benang wool atau bulu domba. Selama proses pendidihan
tersebut, benang wool atau bulu domba akan menyerap zat warna. Selanjutnya benang wool
tersebut dibagi menjadi beberapa bagian dan ditetesi dengan HCl pekat, H 2SO4 pekat, NaOH
10%, dan NH4OH 12%. Kemudian diamati perubahan warna yang dihasilkan serta
dibandingkan dengan dengan standar (literatur).
Analisis zat warna rhodamin pada sampel makanan secara kuantitatif, dilakukan
melalui metode kromatografi. Prinsip metode kromatografi kertas adalah berdasarkan fasa
diam dan fase gerak. Fase diam adalah kertas whatman sedangkan fasa gerak adalah larutan
pengembang. Ditentukan nilai Rf (Retention factor) berdasarkan rasio jarak yang ditempuh
oleh senyawa dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 DATA HASIL PENGAMATAN
Prosedur Kerja Hasil Pengamatan
Uji Nyala Boraks
Standar Boraks Warna nyala standar boraks hijau
Sampel Bakso Warna nyala yang dihasilkan orange berbeda dengan standar
Sampel Sosis Warna nyala yang dihasilkan orange berbeda dengan standar
Sampel Tahu kuning Warna nyala yang dihasilkan orange berbeda dengan standar
Ketiga Sampel negatif (-) mengandung boraks

Uji identifikasi zat warna


dengan spot tetes
 Bulu domba yang sudah
dimasukkan didihkan
terlebih dahulu, lalu di
keringkan
 Bulu domba yang sudah
dimasukkan dalam 10 ml
sampel, dididihkan, dicuci,
diletakkan pada plat tetes
 Menambahkan asam yaitu 5
ml asam asetat 10%
 Uji plat tetes

Uji identifikasi zat warna


dengan kromatografi kertas
 Bulu domba yang sudah
dimasukkan didihkan
terlebih dahulu, lalu di
keringkan
 Bulu domba yang sudah
dimasukkan dalam 10 ml
sampel, dididihkan, dicuci

NH4OH 12% ke benang
wool yang telah dicuci
dengan aquades
 Mengambil benang wool
dari larutan dan
menguapkan larutan diatas
water bath sampai kering.
 Ditambahkan metanol dan
di lakukan KK
Data Analisis Uji Boraks
Jenis Sampel Keberadaan Boraks
Bakso
Sosis
Tahu kuning

Data Analisis zat warna


A. Spot Test
Kadungan
Sampel HCl pekat H2SO4 pekat NH4OH NaOH
Zat Warna
Nutrisari
Saos
Sambal
B. Kromatografi
Jarak
Uji Jarak Noda Rf Warna Noda
Pelarut
Standar
Rhodamin B Sampel
Nutrisari
Standar
Rhodamin B Sampel
Saos

4.2 ANALISA PROSEDUR DAN HASIL


Uji Boraks pada sampel bakso, sosis dan tahu kuning
(...)

Analisis zat warna rhodamin pada sampel makanan secara kualitatif dan
kuantitatif
(...)

V. KESIMPULAN
(...)
VI. DAFTAR PUSTAKA
5 LAMPIRAN PERHITUNGAN DAN GAMBAR PERCOBAAN
PERHITUNGAN
Pembuatan larutan penampak noda
1 % Dimethylgloxim
Menimbang 0,5 gram Dimethylgloxim
Dilarutkan dalam 50 ml Etanol
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐷𝑖𝑚𝑒𝑡ℎ𝑦𝑙𝑔𝑙𝑜𝑥𝑖𝑚
%𝑤/𝑣 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

𝑤 0,5
% = 𝑥 100 = 1 %
𝑣 50

Hasil Kromatografi Kertas


Standar Rhodamin
Jarak tempuh Noda = 4,2
Jarak Pelarut =5
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑁𝑜𝑑𝑎
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

𝑅𝑓 = 4,2
= 0,84
5

Saos sambal
Jarak tempuh Noda =4
Jarak Pelarut =5
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑁𝑜𝑑𝑎
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

𝑅𝑓 = 4
= 0,8
5

Nutrisari Rasa Sweet Guava


Jarak tempuh Noda =2
Jarak Pelarut =5
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑁𝑜𝑑𝑎
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

𝑅𝑓 = 2
= 0,4
5
GAMBAR PERCOBAAN

Anda mungkin juga menyukai