Anda di halaman 1dari 237

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/333557474

TAMAN KAMPUS PRESSINDO PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Book · June 2019

CITATIONS READS
2 8,956

7 authors, including:

Dwi cahyono Cahyono


Universitas Muhammadiyah Jember
53 PUBLICATIONS   132 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

https://www.researchgate.net/publications/create?publicationType=book View project

All content following this page was uploaded by Dwi cahyono Cahyono on 02 June 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TAMAN KAMPUS PRESSINDO
PEDULI DAN PELAYAN PENDIDIKAN

PENGANTAR
AKUNTANSI
KEPERILAKUAN
Sebuah Eksplorasi Model Konseptual Bagi Pemula

Oleh:

Dr. Dwi Cahyono, SE, M.Si, Akt


Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember

[i]
Hak cipta dilindungi undang-undang, Dilarang memperbanyak buku ini
sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apapun juga,
baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotocopi, rekaman, dan
lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit.

PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN


Oleh : Dr. Dwi Cahyono, SE, M.Si, Akt

Diterbitkan Oleh Taman Kampus Pressindo

Taman Kampus C5. 18 Jember – Jawa Timur


 0331-7789197,  0331-325693
HP. 085236228080
E-mail: dwc_lestari@yahoo.co.id

[ii]
KATA PENGANTAR

Akuntansi keperilakuan merupakan suatu bidang yang relatif baru


dibandingkan dengan bidang lainnya, seperti akuntansi keuangan, akuntansi
manajemen, dan auditing. Namun, sebenarnya, pembahasan mengenai
akuntansi keperilakuan secara implisit sudah dibahas dalam bidang-bidang lain
seperti akuntansi keuangan, akuntansi manajemen dan auditing. Sebagai suatu
bidang yang relatif baru dan perkembangan bidang ini tidak lepas dari minat
(fokus dan perkembangan jamannya). Bahasan mengenai akuntansi keprilakuan
muncul disekitar tahun 1950-an. Pada awal perkembangannya, penekanan
(stressing) dari akuntansi keperilakuan ini paling banyak digambarkan dalam
bidang akuntansi manajemen (dalam hal budgeting). Namun, domain dari
akuntansi keperilakuan ini terus bergeser dari yang fokus akuntansi manajemen
menuju ke fokus akuntansi lainnya seperti auditing, keuangan dan sistem
informasi.
Perkembangan akuntansi keperilakuan cukup pesat di Indonesia sejak
sering diadakannya Simposium Nasional Akuntansi yang selalu menampilkan
komisi akuntansi manajemen dan perilaku. Buku ini ditujukan kepada para
praktisi, peneliti dan mahasiswa yang ingin mendalami akuntansi keperilakuan.
Buku ini juga menjelaskan teori, konsep dan cara penyusunan penelitian yang
berkaitan dengan akuntansi keperilakuan yang berkaitan dengan bidang
akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, auditing, strategi managemen,
pengendalian, sistem informasi akuntansi, perpajakan dan lain-lain.
Alhamdulillah, atas selesainya penulisan buku ini, penulis mengucapkan
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat antara lain
nikmat kesehatan, semangat juang dan nikmat kebahagian keluarga. Terima
kasih kepada istriku tercinta Evi Lestari, SE. M.Si yang saat ini sebagai Anggota
DPRD Jember dan keempat buah hatiku yang cerdas : Inge Cellia Nada
Cahyono, Definta Anisha Tamara Cahyono dan Cindy Tsalista Nurhaliza
Cahyono, serta Mohammad Davin Cahyono Putra. Terima kasih kepada keluarga
besar Universitas Muhammadiyah Jember terutama kepada Bapak Rektor, dan
Bapak Dekan Fakultas Ekonomoi dan staf perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Jember, rekan-rekan dosen, adik-adik mahasiswa Program Studi
akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember, Teman-teman
Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Untuk seluruh

[iii]
peminat akuntansi keperilakuan di Indonesia yang tercinta, teruskan perjuangan
kita, yakin usaha sampai.
Akhirnya, demi proses penyempurnaan buku ini di masa akan datang,
dengan segala kerendahan hati dan kemurahan hati, saya senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga buku ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca, Terima kasih.

Wassalam
Hormat saya,

Dr. Dwi Cahyono, SE, M.Si, Akt

[iv]
DAFTAR ISI
BAB 1 Pengantar Akuntansi Keperilakuan 1
1. Pendahuluan 3
2. Akuntansi Keperilakuan 5
3. Akuntansi Konvensional 7
4. Akuntansi Adalah Sistem 11
5. Akuntansi Adalah Informasi 12
6. Akuntansi Sebagai Suatu Sistem Informasi 13
7.Perkembangan Sejarah Akuntansi Keperilakuan 14
8.Landasan Teori Dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan 16
8.1. Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif 16
8.2. Dari Pendekatan Universal ke Pendekatan Kontijensi. 17

BAB 2 Arah Dan Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan 19


1. Pengantar 21
2. Sejarah Perkembangan Riset di Bidang Akuntansi Keperilakuan 22
3. Pendidikan Akuntansi Keperilakuan di Indonesia 24

BAB 3 Deteksi Akuntansi Keperilakuan Pada Akuntansi Manajemen 27


1. Pengantar 29
2. Akuntansi Keperilakuan dalam Akuntansi Manajemen 33
2.1. Budgeting 33
2.2. Balanced Scorecard 35
2.3. Just In Time (JIT) 36
2.4. Total Quality Management 36
2.5. Activity Based Costing System 37
3. Implikasi Riset Akuntansi Keperilakuan, Terhadap Pengembangan
Akuntansi Manajemen 37
4. Contoh Penelitian “Determinan Implementasi Sistem Akuntansi
Manajemen Inovatif Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di
Indonesia” oleh Yudhi Herliansyah, Nurlis dan Meifida Ilyas. 39

BAB 4 Deteksi Akuntansi Keperilakuan Pada Pengauditan 57


1. Audit Laporan Keuangan 59
1.1. Penerimaan Penugasan Audit 60
1.2. Perencanaan Audit 61
1.3. Pelaksanaan Pengujian Audit 61
1.4. Pelaporan Audit 61
1.4.1. Standar Umum 62
1.4.2. Standar Pekerjaan Lapangan 62

[v]
1.4.3. Standar Pelaporan 62
1.5. Tahap Pelaporan Audit 63
1.5.1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian 63
1.5.2. Pendapat Wajar Tapa Pengecualian dengan Tambahan
bahasa penjelesan 63
1.5.3. Pendapat wajar dengan Pengecualian 64
1.5.4. Pendapat tidak wajar 64
1.5.5. Pernyataan tidak memberikan pendapat 64
1.5.6. Pendapat tidak Penuh 64
2. Bentuk Kepemilikan Akuntan Publik 65
2.1. Kantor Akuntan Publik Internasional 65
2.2. Kantor Akuntan Publik Nasional 66
2.3. Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional 66
2.4. Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil 66
3. Pelaporan Keuangan Bagi Perusahaan Publik 66
4. Audit Delay 69
5. Hubungan antara akuntansi dengan pengauditan 70
6. Contoh Penelitian “Pengaruh Identifikasi Auditor atas Klien Terhadap
Objektivitas Auditor dengan Auditor Tenure, Client Importance dan
Client Image sebagai Variabel anteseden (Penelitian terhadap
Auditor Kantor Akuntan Publik yang Listed di BEI dengan
Pendekatan Partial Least Square) Oleh : Ewing Yuvisa I, H. Abdul
Rohman dan Hj. Rr Sri Handayani 72

BAB 5 Deteksi Akuntansi Keperilakuan Pada Sistem Informasi 95


1. Pendekatan Sistem 97
A. Sistem Informasi Akuntansi dan Lingkungan Bisnis 97
B. Komponen Sistem Informasi 99
C. Data dan Informasi 100
D. Informasi Operasi, Informasi Akuntansi Manajemen dan
Informasi Akuntansi Keuangan 102
E. Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 103
F. Pencapaian Sistem Informasi Akuntansi yang memadai 105
G. Aspek Pengendalian Intern sistem Informasi Berbasis Komputer 106
1. Pengendalian Manajemen (Management Control) 107
2. Pengendalian Terhadap Pengembangan Sistem 107
3. Pengendalian Akses (Access Control) 108
H. Sistem Komputerisasi Proses Akuntansi 109
I. Mencatat Transaksi dalam Sistem Komputer 110
J. Pertimbangan Penggunaan Komputer 111

[vi]
2. Pendekatan Teknologi Informasi 112
2.1 Tahapan Analisis Sistem 113
2.2 Analisa Kebutuhan 115
2.3 Tahapan Analisis Sistem 115
2.4 Perancangan Konseptual 116
3. Contoh Penelitian “Model Komitmen Multidimensional atas Pilihan
Adopsi Sistem dan Perilaku Pemraktikan (Studi Empiris di
Jogyakarta)”” Oleh S u m i y a n a 117

BAB 6 Deteksi Akuntansi Keperilakuan Pada Sistem Pengendalian


Manajemen 137
1. Konsep Dasar Sistem Pengendalian Manajemen 139
1.1. Latar Belakang Pengendalian 139
1.1.1. Pengendalian dan Pengawasan 139
1.1.2. Sejarah Pengendalian 140
2. Pengertian Sistem Pengendalian Manajemen 141
a. Komponen operasi yang terpasang secara terus menerus 144
b. Pengendalian Manajemen dipengaruhi oleh manusia 144
c. Memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan
yang mutlak 145
3. Jenis Pengendalian Manajemen 145
1. Pengendalian pencegahan (preventive controls); 145
2. Pengendalian deteksi (detective controls); 146
3. Pengendalian koreksi (corrective controls); 147
4. Pengendalian pengarahan/langsung (directive controls); 147
5. Pengendalian pengganti (compensating controls) 147
4. Tujuan Perancanagan Sistem Pengendalian Manajemen 147
1. Diperolehnya keandalan dan integritas informa si 148
2. Kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan
Ketentuan yang berlaku 149
3. Melindungi Aset organisasi 149
4. Pencapaian kegiatan yang ekonomi dan efisiens 149
5. Keterbatasan Sistem Pengendalian Manajemen 151
1. Kurang matangnya suatu pertimbangan 151
2. Kegagalan menterjemahkan perintah 153
3. Pengabaian manajemen 151
4. Adanya kolusi 152
6. Hubungan sistem pengendalian manajemen dengan akuntansi
Keperilakuan 152
7. Contoh Penelitian 155

[vii]
7.1. Contoh Penelitian 1 “Pengaruh partisipasi anggaran dan
keterlibatan kerja terhadap senjangan anggaran dengan
komitmen organisasi sebagai variabel moderating studi pada
pemerintah kota semarang) 155
7.2. Pengaruh Moderasi Sistem Pengendalian Manajemen Dan
Inovasi Terhadap Kinerja (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Di Indonesia) Oleh Dwi Cahyono 171

BAB 7 Teori-Teori Dalam Akuntansi Keperilakuan 189


1. Pengantar 191
2. Sikap 192
3. Komponen Sikap 193
3.1. Fungsi Sikap 194
3.2. Sikap dan Konsistensi 195
3.3. Formasi Sikap dan Perubahan 196
4. Beberapa Teori Terkait dengan Sikap 197
4.1. Teori Perubahan Sikap 197
4.2. Teori Pertimbangan Sosial 197
4.3. Konsistensi dan Teori Perselisihan 198
4.4. Teori Disonansi Kognitif 199
4.5. Teori Persepsi Diri 200
4.6. Teori Motivasi dan Aplikasinya 201
4.7. Teori Motivasi Awal 201
4.8. Teori Kebutuhan dan Kepuasan 202
4.9. Teori Prestasi 203
4.10. Teori Motivasi 204
4.11. Teori Keadilan 205
4.12. Teori ERG 206
4.13. Teori Harapan 207
4.14. Teori Penguatan 208
4.15. Teori Penetapan Tujuan 208
4.16. Teori Atribusi 209
4.17. Teori Agensi 210
4.18. Pendekatan Dyadic 211
4.19. Rangsangan Fisik VS Kecenderungan Individu 214
4.20. Pilihan, Organisasi dan Penafsiran Rangsangan 215
5. Keterkaitan Persepsi bagi Para Akuntan 216

Daftar Pustaka 219

[viii]
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:

 Mampu menggambarkan akuntansi keperilakuan.

 Mampu menggambarkan bagaimana akuntansi keperilakuan


berkembang

1
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

BAB 1
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
1. Pendahuluan
Perkembangan akuntansi dari sistem buku berpasangan. Pada awalnya,
pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu
dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil
ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada
3600 sebelum masehi. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani
kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap.
Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka-
angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu.
Perkembangan akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem
pembukuan berpasangan (double entry system) oleh pedagang- pedagang
Venesia yang merupakan kota dagang yang terkenal di Italia pada masa itu.
Dengan dikenalnya sistem pembukuan berpasangan tersebut, pada tahun 1494
telah diterbitkan sebuah buku tentang pelajaran pembukuan berpasangan yang
ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli matematika bernama Luca Pacioli
dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita
yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Namun, di dalam buku itu terdapat

3
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

beberapa bagian yang berisi palajaran pembukuan untuk para pengusaha.


Bagian yang berisi pelajaran pembukuan itu berjudul Tractatus de Computis et
Scriptorio.
Buku tersebut kemudian tersebar di Eropa Barat dan selanjutnya
dikembangkan oleh para pengarang berikutnya. Sistem pembukuan berpasangan
tersebut selanjutnya berkembang dengan sistem yang menyebut asal negaranya,
misalnya sistem Belanda, sistem Inggris, dan sistem Amerika Serikat. Sistem
Belanda atau tata buku disebut juga sistem Kontinental. Sistem Inggris dan
Amerika Serikat disebut Sistem Anglo-Saxon. Perkembangan Akuntansi dari
Sistem Kontinental ke Anglo-Saxon Pada abad pertengahan, pusat perdagangan
pindah dari Venesia ke Eropa Barat. Eropa Barat, terutama Inggris menjadi pusat
perdagangan pada masa revolusi industri. Pada waktu itu pula akuntansi mulai
berkembang dengan pesat. Pada akhir abad ke-19, sistem pembukuan
berpasangan berkembang di Amerika Serikat yang disebut accounting
(akuntansi). Sejalan dengan perkembangan teknologi di negara itu, sekitar
pertengahan abad ke-20 telah dipergunakan komputer untuk pengolahan data
akuntansi sehingga praktik pembukuan berpasangan dapat diselesaikan dengan
lebih baik dan efisien. Pada Zaman penjajahan Belanda, perusahaan-
perusahaan di Indonesia menggunakan tata buku. Akuntansi tidak sama dengan
tata buku walaupun asalnya sama-sama dari pembukuan berpasangan.
Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya, diantaranya teknik pembukuan. Setelah
tahun 1960, akuntansi cara Amerika (Anglo-Saxon) mulai diperkenalkan di
Indonesia. Jadi, sistem pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari
sistem Eropa (Kontinental) ke sistem Amerika (Anglo-Saxon).
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian
mengenai informasi yang akan membantu manager dan pengambil keputusan
lainnya untuk mengambil keputusan alokasi sumber daya. Akuntansi keuangan
adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu

4
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan.


Audit, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah
suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu
organisasi untuk memberikan suatu pendapat/opini yang masuk akal tapi tak
dijamin sepenuhnya mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang
akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manager, pengambil kebijakan, dan
pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik.
Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah
pembukuan.

2. Akuntansi Keperilakuan
Sebagian orang akan membayangkan bahwa akuntansi keperilakuan
merupakan salah satu cabang dari akuntansi manajemen. Hal ini disebabkan
penelitian Argyris di tahun 1952 menulis mengenai proses penganggaran yang
merupakan bagian dari pengendalian manajemen. Yang tidak banyak disadari
orang adalah bahwa penelitian di pasar modal juga merupakan penelitian di
bidang keperilakuan. Perbedaan antara penelitian dengan penelitian akuntansi
lainnya yang dianggap sebagai penelitian akuntansi keperilakuan adalah level
objek. Pada akuntansi keperilakuan, objek studinya adalah pada level individu
atau kelompok, sedangkan pada penelitian pasar modal objeknya adalah pada
level agregat (pasar) secara keseluruhan. Sebagai contoh penelitian pasar modal
ingin meneliti reaksi para investor secara keseluruhan terhadap peristiwa (event
study) atau terhadap suatu laba.
Perbedaan antara penelitian akuntansi keperilakuan dengan penelitian di
pasar modal menjadi sangat tipis. Bahkan sekarang sudah banyak juga ahli di
bidang finance sehingga sekarang sudah banyak penelitian pasar modal yang

5
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

berkategori behavioral. Penelitian akuntansi keperilakuan menganalisis isu di


berbagai bidang akuntansi seperti: akuntansi keuangan, akuntansi manajemen,
akuntansi sektor publik, auditing, pajak, sistem informasi akuntansi. Penelitian
akuntansi keperilakuan mengobservasi, menganalisis dan menguji fenomena
individu dan kelompok dalam kaitannya dengan menciptakan, penggunaan dan
pengenaan akibat dari adanya aspek keperilakuan dalam bidang akuntansi
secara keseluruhan.
Ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa akuntansi keperilakuan
bukan merupakan bagian dari akuntansi, melainkan bidang psikologi atau
organisasional. Pandangan ini justru keliru karena bidang ini justru selama ini
diambil oleh bidang lain karena akuntan tidak mampu untuk menanganinya. Hal
ini sangat ironis, karena persoalannya adalah apakah kita mau melepas tangan,
ikut nimbrung saja atau secara konsisten untuk menekuni bidang ini yang sangat
erat terkait dengan pekerjaan akuntan.
Akuntansi merupakan suatu sistem yang digunakan untuk memberikan
informasi keuangan yang digunakan para pemakainya dalam rangka proses
pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut adalah untuk dapat
mengalokasikan sumber daya dan mengoptimalkan pada aktivitas bisnis dan
ekonomi. Tetapi, dalam keputusan bisnis tersebut tidak lepas dari aspek
keperilakuan manusia, sehingga akuntansi bukanlah sesuatu yang statis, tetapi
akan selalu berkembang sepanjang waktu seiring dengan perkembangan
lingkungan akuntansi, agar dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
penggunanya (Khomsiyah dan Indriantoro, 2000).
Aspek keperilakuan pada bidang akuntansi, baik dari pihak pelaksana dan
penyusun laporan keuangan adalah seseorang atau kumpulan yang
mengoperasikan sistem informasi akuntansi dari awal hingga akhir terwujudnya
laporan keuangan, sehingga pihak pelaksana dan penyusun memainkan peranan
yang penting dalam memopang kegiatan atau operasi harian organisasi.

6
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Para pemakai laporan keuangan terbagi menjadi dua kelompok


pengguana yaitu pemakai internal dan pemakai eksternal. Pemakaian laporan
keuangan pihak internal yang berasal dari dalam perusahaan yang diperuntukkan
untuk melakukan serangkaian evaluasi kinerja, seperti: karyawan (pegawai),
manajer hingga dewan direksi perusahaan dan pemegang saham. Pemakai
laporan keuangan pihak eksternal yang berasal dari luar perusahaan seperti:
investor, kreditur, pemasok, pelanggan, pemerintah dan masyarakat, yang dapat
memberikan tindakan yang mempengaruhi pengambilan keputusan organisasi.
Pencatatan akuntansi dapat dijalankan hanya secara minimal atau bahkan tidak
sama sekali ketika mereka merasakan kecilnya manfaat dari akuntansi. Di sinilah
letak perilaku pihak eksternal yang dapat memaksa para akuntan untuk
memperhatikan dan memperbaiki akuntansi agar dapat digunakan secara
maksimal oleh pihal eksternal.

3. Akuntansi Konvensional
Mulai dari zaman prasejarah telah menunjukan bahwa manusia di zaman
itu telah mengenal adanya hitung-menghitung meskipun dalam bentuk yang
sangat sederhana. Dengan semakin majunya peradapan manusia menyebabkan
pentingnya pencatatan, pengihktisaran dan pelaporan sebagai bagian dari proses
transaksi. Sehingga akuntansi sebagai hasil dari proses transaksi telah
mengalami metamorfosis yang panjang untuk menjadi bentuk yang modern
seperti saat ini. Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi
keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam pengambilan keputusan.
Keterampilan matematis sekarang ini telah berperan dalam menganalisis
permasalahan keuangan yang kompleks. Begitu pula dengan kemajuan dalam
tehnologi komputer akuntansi yang memungkinkan informasi dapat tersedia
dengan cepat. Tetapi, seberapa canggihpun prosedur akuntansi yang ada,
informasi yang dapat disediakan pada dasarnya bukanlah merupakan tujuan

7
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

akhir. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk untuk memilih


tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada
aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun, pemilihan dan penetapan keputusan
tersebut melibatkan berbagai aspek termasuk perilaku dari para pengambil
keputusan. Dengan demikian akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek
perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi akuntansi.
Kesempurnaan teknis tidak pernah mampu mencegah orang untuk mengetahui
bahwa tujuan jasa akuntansi bukan hanya sekedar teknik yang didasarkan pada
efektivitas dari segala prosedur akuntansi, melainkan bergantung pada
bagaimana perilaku orang-orang di dalam organisasi.
Beberapa defenisi dan arti akuntansi ditulis oleh para ahli dan peneliti yang
merupakan pakar di bidang akuntansi. Menurut Accounting Principle Board
Statement No. 4 mendefinisikan akuntansi yaitu : sebagai suatu kegiatan jasa
yang berfungsi untuk memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran
uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih di antara
beberapa alternatif.
Sedangkan menurut American Accounting Association (AAA) Akuntansi
itu merupakan :Proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi
ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan
tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut ".the proceed of
identifying, measuring and communicating economic information to permit
informed judgment and decisions by user of the information. Akuntansi adalah
suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan
data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga
dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti
untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.

8
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Dari beberapa defenisi di atas, dapat dilihat bahwa akuntansi pada


dasarnya juga dirancang untuk memenuhi kebutuhan praktis, artinya akuntansi
memiliki hubungan yang bersifat defenitif dengan praktek akuntansi, maka
akuntansi dalam arti sempit dipandang sebagai suatu proses atau kegiatan yang
meliputi pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, pengklasifikasian,
penguraian, penggabungan, pengikhtisaran, dan penyajian data keuangan dasar
yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan operasinal suatu unit organisasi dengan
cara-cara tertentu, untuk menghasilkan informasi yang relevan bagi pihak yang
berkepentingan.
Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau
mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan
bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai
bahasa bisnis. Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi keuangan suatu
organisasi. Dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi keuangan sutu
organisasi beserta perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi dibuat secara
kuantitatif dengan satuan ukuran uang. Informasi mengenai keuangan sangat
dibutuhkan khususnya oleh pihak manajer/manajemen untuk membantu
membuat keputusan suatu organisasi.
Pada dasarnya proses akuntansi akan membuat output laporan rugi laba,
laporan perubahan modal, dan laporan neraca pada suatu perusahaan atau
organisasi lainnya. Pada suatu laporan akuntansi harus mencantumkan nama
perusahaan, nama laporan, dan tanggal penyusunan atau jangka waktu laporan
tersebut untuk memudahkan orang lain memahaminya. Laporan dapat bersifat
periodik dan ada juga yang bersifat suatu waktu tertentu saja.
Tujuan Laporan Keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tujuan laporan keuangan adalah
Meyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta

9
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah


besar pemakai dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang disusun
untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun
demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum
menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak
diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan.
Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan
manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin melihat apa yang telah dilakukan
atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat
membuat keputusan ekonomi. Keputusan ini mencakup, misalnya, keputusan
untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau
keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen. Akuntansi
disebut sebagai bahasa bisnis karena merupakan suatu alat untuk
menyampaikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
Semakin baik kita mengerti bahasa tersebut, maka semakin baik pula keputusan
kita, dan semakin baik kita didalam mengelola keuangan. Untuk menyampaikan
informasi-informasi tersebut, maka digunakanlah laporan akuntansi atau yang
dikenal sebagai laporan keuangan.
Laporan keuangan suatu perusahaan biasanya terdiri atas empat jenis
laporan, yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan
arus kas. Neraca, adalah daftar yang sistematis dari aktiva, utang dan modal
pada tanggal tertentu, yang biasanya dibuat pada akhir tahun. Disebut sebagai
daftar yang sistematis, karena neraca disusun berdasarkan urutan tertentu.
Dalam neraca dapat diketahui berapa jumlah kekayaan perusahaan, kemampuan
perusahaan membayar kewajiban serta kemampuan perusahaan memperoleh
tambahan pinjaman dari pihak luar. Selain itu juga dapat diperoleh informasi

10
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

tentang jumlah utang perusahaan kepada kreditur dan jumlah investasi pemilik
yang ada didalam perusahaan tersebut.
Laporan laba rugi, adalah ikhtisar mengenai pendapatan dan beban suatu
perusahaan untuk periode tertentu, sehingga dapat diketahu laba yang diperoleh
dan rugi yang dialami. Laporan perubahan modal, adalah laporan yang
menunjukkan perubahan modal untuk periode tertentu, mungkin satu bulan atau
satu tahun. Melalui laporan perubahan modal dapat diketahui sebab-sebab
perubahan modal selama periode tertentu. Laporan arus kas, dengan adanya
laporan ini pemakai laporan keuangan dapat mengevaluasi perubahan aktiva
bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan
kemampuan perusahaan didalam menghasilkan kas dimasa mendatang.

4. Akuntansi Adalah Sistem.


Sistem informasi yang baru dapat juga menimbulkan hubungan kerja
yang baru diantara karyawan yang ada, perubahan pekerjaan, bahkan mungkin
perubahan struktur organisasi. Dukungan manajemen puncak merupakan suatu
faktor penting yang menent penting yang menentukan efektukan efektivitas
penerimaan sistem informasi dalam organisasi. Jackson (1986) mengemukakan
beberapa alasan mengapa keterlibatan manajemen puncak dalam
pengembangan sistem informasi merupakan hal yang penting, yaitu :
a) Pengembangan sistem merupakan bagian yang terintegrasi dengan
perencanaan perusahaan.
b) Manajemen puncak merupakan fokus utama dalam proyek pengembangan
sistem.
c) Manajemen puncak menjamin penekanan tujuan perusahaan daripada aspek
teknisnya.

11
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

d) Pemilihan sistem yang akan dikembangkan didasarkan pada kemungkinan


manfaat yang akan diperoleh dan manajemen puncak mampu untuk
menginterprestasikan hal tersebut.
e) Keterlibatan manajemen puncak akan memberikan kegunaan dan pembuatan
keputusan yang lebih baik dalam pengembangan sistem.
Keterlibatan pemakai dalam pengembangan sistem informasi adalah
bagian integral dari kesuksesan suatu sistem informasi. Keterlibatan pemakai ini
harusnya ada pada semua tahap yang dinamakan siklus hidup pengembangan
sistem. Tahapan tersebut adalah perencanaan, analisis, perancangan,
implementasi dan pascaimplementasi. Untuk mengukur keterlibatan pemakai ini,
Ives dan Olson (1984) mengemukakan enam tingkatan keterlibatan pemakai
dalam pengembangan sistem informasi, yaitu :
1. Tidak ada keterlibatan (no-involvement)
2. Keterlibatan simbolis (symbolic involvement)
3. Keterlibatan atas saran orang lain (involvement by advice)
4. Keterlibatan dengan pengendalian yang lemah (involvement by weak
control)
5. Keterlibatan dengan melakukan (involvement by doing)
6. Keterlibatan dengan pengendalian yang kuat (involvement by strong control.

5. Akuntansi Adalah Informasi


Akuntansi dapat dipandang sebagai suatu informasi. Perusahaan harus
berupaya untuk mengoptimalkan peran informasi ini untuk mencapai tujuannya.
Informasi yang diperlukan oleh manajemen harus memiliki karakteristik seperti
akurat dan tepat waktu. Tersedianya informasi secara cepat, relevan, dan
lengkap lebih dikarenakan adanya kebutuhan yang sangat dirasakan oleh
masing-masing unit bisnis untuk mendapatkan posisi keunggulan kompetitif. Agar
proyek pengembangan sistem informasi tidak sia-sia, perlu dipahami tahapan-

12
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

tahapan dalam pengembangan sistem tersebut seperti yang diutarakan oleh


Bodnar dan Hopwood (1995), yaitu :
1. Perencanaan dan analisis sistem yang meliputi formulasi dan evaluasi
solusi-solusi masalah sistem dan penekanannya pada tujuan keseluruhan
sistem.
2. Perancangan sistem yaitu proses menspesifikan rincian solusi yang dipilih
oleh proses analisis sistem.
3. Implementasi sistem yaitu proses menempatkan rancangan prosedur-
prosedur dan metode baru atau revisi ke dalam operasi
4. Sebagai sistem informasi, akuntansi juga sering disebut "bahasa bisnis"
yang dapat menyediakan atau memberikan informasi penting mengenai
kegiatan ekonomi. Dikatakan seperti itu sebab akuntansi dapat berperan
sebagai media komunikasi yang mengkomunikasikan berbagai fenomena,
gejala, dan peristiwa ekonomi yang terjadi disuatu organisasi bisnis kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dengan fenomena, gejala dan peristiwa
ekonomi tersebut.

6. Akuntansi Sebagai Suatu Sistem Informasi


Akuntansi selalu dipandang sebagai suatu sistem informasi. Pandangan
ini mengasumsikan akutansi sebagai suatu proses yang menghubungkan sumber
informasi atau transmitter (biasanya akuntan), saluran komunikasi, dan
sekumpulan penerima (pengguna eksternal). Dengan menggunakan istilah dalam
proses komunikasi, akuntansi dapat didefinisikan sebagai “proses menyendikan
sejumlah observasi ke dalam bahasa sistem akuntansi, memanimpulasi sinyal
sistem pelaporan, dan mengawasandikan (decoding) serta mentransmisikan
hasilnya. ”Pandangan tentang akuntansi ini memberikan manfaat yang penting
baik secara konseptual maupun secara empiris. Pertama, pandangan ini
mengasumsikan bahwa sistem akuntansi merupakan satu-satunya sistem

13
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

pengukuran formal dalam organisasi. Kedua, pandangan ini memunculkan


kemungkinan disain sistem akuntansi yang optimal, yang memiliki kemampuan
untuk menghasilkan informasi yang bermanfaat (bagi pengguna). Perilaku
pengirim (sender) merupakan hal yang penting baik dalam reaksi terhadap
informasi yang disajikan maupun dalam pemanfaatan informasi yang dibuat.
Kedua perilaku ini merupakan subjek penelitian empiris dalam bidang akuntansi
keperilakuan.

7. Perkembangan Sejarah Akuntansi Keperilakuan


Penelitian di bidang akuntansi keperilakuan sebenarnya sudah ada lebih
awal dibandingkan dengan penelitian di bidang pasar modal efisien. Penelitian
pasar modal efisien mulai popular ketika Ball dan Brown pada tahun 1968
melakukan penelitian tentang kegunaan informasi laba dalam pasar modal.
Penelitian akuntansi keperilakuan dapat dikatakan dimulai tahun 1952 ketika
Agryris dibiayai oleh Controllership Foundation meneliti “The impact of Budgets
om People”, yang kemudian dilanjutkan ladi oleh Agryris di tahun 1953 dalam
jurnal Harvard Business Review dengan judul “Human Problems with Budgets”.
Bahkan penelitian Agryris ini mendahului Maslow, McGregor atau Likert yang
dianggap sebagai pionir penelitia bidang keperilakuan dalam bisnis.
Namun, istilah akuntansi keperilakuan itu sendiri baru muncul pada
tahun 1967 dalam artikel Journal of Accounting Research oleh Becker yang
mereview tulisan Coo (1967). Becker lebih lanjut mengatakan bahwa perbedaan
penelitian akuntansi keperilakuan dengan bidang lain adalah penelitian akuntansi
mengaplikasi teori dan metodologi dari ilmu keperilakuan untuk memeriksa
persinggungan antara informasi dan proses akuntansi dengan perilaku manusia
(termasuk perilaku organisasi).
Riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu bidang baru yang secara
luas berhubungan dengan perilaku individu, kelompok, dan organisasi bisnis,

14
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

terutama yang berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Studi
terhadap perilaku akuntan atau perilaku dari non akuntan telah banyak
dipengaruhi oleh fungsi akuntan dan laporan (Hofstede dan Kinerd, 1970). Riset
akuntansi keperilakuan meliputi masalah yang berhubungan dengan:
Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor.
a. Pengaruh dari fungsi akuntansi seperti partisipasi dalam penyusunan
anggaran, karakteristik sistem informasi, dan fungsi audit terhadap perilaku
baik karyawan, manajer, investor, maupun Wajib Pajak.
b. Pengaruh dari hasil fungsi tersebut, seperti informasi akuntansi dan
pengunaan pertimbangan dalam pembuatan keputusan
Pada bulan Juni 1951, Controllership Foundation of America
mensponsori suatu riset untuk menyelidiki dampak anggaran terhadap manusia.
Sejumlah penjelasan dan kesimpulan dari hasil riset mengenai perangkap
keperilakuan pada anggaran dan pembuatan anggaran dalam banyak pemikiran
masih bersifat sementara, dan oleh karena itu masih perlu disempurnakan.
Mulai dari tahun 1960 sampai 1980-an, jumlah artikel mengenai
akuntansi keperilakuan semakin meningkat. Artikel pertama menggambarkan
mengenai akuntansi keperilakuan, sementara artikel selanjutnya membahas
mengenai teori dan konsep ilmu pengetahuan keperilakuan dalam kaitannya
dengan akuntansi serta implikasinya bagi prinsip-prinsip akuntansi dan
praktisnya. Pertumbuhan studi akuntansi keperilakuan mulai muncul dan
berkembang, terutama diprakarsai oleh akademisi profesi akuntan.
Penggabungan aspek-aspek perilaku pada akuntansi menunjukkan adanya
pertumbuhan minat akan bidang riset ini.
Jurnal yang secara khusus memuat mengenai akuntansi keperilauan
masih belum ada sampai dengan tahun 1976 ketika munculnya jurnal baru
dengan judul “Accounting, Organization, and Society”. Jurnal ini menjadi
penyelamat karena seringkali peneliti akuntansi keperilakuan tidak mendapat

15
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

perlakuan yang sepantasnya dalam jurnal akuntansi prestisius seperti The


Accounting Review atau Journal of Accounting Reseach pada saat itu.
Jurnal yang secara khusus memuat mengenai penelitian akuntansi
keperilakuan baru lahir pada tahun 1989. Jurnal ini di beri nama Behavioral
Reseach in Accounting (di kenal dengan sebutan BRIA). Perkembangan
penelitian akuntansi keperilakuan setelah jurnal ini lahir menjadi semakin pesat
karena wadah yang tepat sekarang sudah dimiliki. Beberapa peneliti yang paling
sering muncul tulisannya di jurnal baru ini diantaranya adalah Philip M. Recker,
Arnold M. Wright, Jacob G. Birnberg, Steven E. Kplan, dan Michael K. Shaub.
Penelitian akuntansi keperilakuan di Indonesia sudah semakin
berkembang, menjelang pergantia abad ke 20 menuju ke abad ke 21, semakin
banyak jurnal akuntansi yang muncul dan terakreditasi yang memungkinkan
banyaknya publikasi penelitian akuntansi keperilakuan. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia (JRAI) yang diterbitkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Pendidik
pertama kali terbit pada tahun 1998 telah didomonasi oleh penelitian akuntansi
keperilakuan. Jurnal ini dipandang sebagai salah satu jurnal akuntansi yang
bermutu dipandang dari pengelolanya dari IAI Kompartemen Akuntan Pendidik,
Pereviewnya mayoritas doktor akuntansi dari penjuru nusantara, dan
penerbitannya rutin.

8. Landasan Teori Dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan


Hudayati (2002) menjelaskan bahwa sebagai bagian dari ilmu
keperilakuan (behavior science), teori-teori akuntansi keperilakuan dikembangkan
dari riset empiris atas perilaku manusia dalam organisasi. Dengan demikian,
peranan riset dalam pengembangan ilmu itu sendiri tidak diragukan lagi.
8.1. Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif
Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi
manajemen masih sangat sederhana, yaitu hanya memfokuskan pada

16
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

masalah-masalah perhitungan harga pokok produk. Seiring dengan


perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas dengan
diangkatnya topik mengenai penyusunan anggaran, akuntansi
pertanggungjawaban, dan masalah harga transfer. Meskipun demikian,
berbagai riset tersebut masih bersifat normatif.
Pada tahun 1952 Argyris menerbitkan risetnya pada tahun 1952,
desain riset akuntansi manajemen mengalami perkembangan yang signifikan
dengan dimulainya usaha untuk menghubungkan desain system
pengendalian manajemen suatu organisasi dengan perilaku manusia. Sejak
saat itu, desain riset lebih bersifat deskriptif dan diharapkan lebih bisa
menggambarkan kondisi nyata yang dihadapi oleh para pelaku organisasi.
Dari penelitian Argyris yang berjudul ’’The Impact of Budget on People”, mulai
saat itu tumbuhlah kesadaran untuk mengintegrasikan ilmu akuntansi dan
ilmu-ilmu keperilakuan terutama ilmu psikologi dalam penelitian akuntansi.
8.2.Dari Pendekatan Universal ke Pendekatan Kontijensi.
Riset keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan
universal (universalistic approach), seperti riset Argyris (1952), Hopwood
(1972), dan Otley (1978). Tetapi, karena pendekatan ini memiliki banyak
kelemahan, maka segera muncul pendekatan lain yang selanjutnya
mendapat perhatian besar dalam bidang riset, yaitu pendekatan kontinjensi
(contingency approach). Berbagai riset yang menggunakan pendekatan
kontinjensi dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi berbagai variabel
kontinjensi yang mempengaruhi perancangan dan penggunaan sistem
pengendalian manajemen. Secara ringkas, berbagai variabel kontinjensi yang
mempengaruhi desain sistem pengendalian manajemen tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Ketidakpastian (uncertainty) seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-
faktor eksternal lainnya.

17
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

2. Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence)


seperti proses produksi, produk masal, dan lainnya.
3. Industri, perusahaan, dan unit variabel seperti kendala masuk ke dalam
industri, rasio konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
4. Strategi kompetitif (competitive strategy) seperti penggunaan biaya rendah
atau keunikan.
5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor) seperti
desentralisasi, sentralisasi, budaya organisasi dan lainnya
Penelitian yang tergolong awal menggunakan teori kontijensi adalah
Bruns dan Waterhouse (1975) yang menemukan bahwa pengendalian
melalui anggaran tergantung pada bermacam-macam aspek seperti tingkat
desentralisasi dan sentralisasi dan sampai sejauh mana kegiatan-kegiatan
yang ada terstruktur. Merchant (1981) menemukan bahwa terdapat hubungan
kontijensi antar aspek-aspek perusahaan (ukuran perusahaan, jenis produk
dan desain organisasi) dengan penggunaan informasi akuntansi).
Penelitian Chenhall dan Morris (1986), meneliti tentang hubungan
antara variabel kontinjensi ketidakpastian lingkungan dan ketergantungan
organisasi terhadap hubungan antara struktur organisasi dan persepsi atas
manfaat sistem akuntansi.

18
ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN
AKUNTANSI KEPERILAKUAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:

 Mampu menggambarkan pekembangan penelitian akuntansi


keperilakuan.

 Mampu menggambarkan bagaimana pendidikan akuntansi


keperilakuan di Indonesia

19
BAB 2: ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN

BAB 2
ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN
AKUNTANSI KEPERILAKUAN
1. Pengantar
Akuntansi keprilakuan merupakan suatu bidang yang relatif baru
dibandingkan dengan bidang lainnya, seperti akuntansi keuangan, akuntansi
manajemen, dan auditing. Namun, sebenarnya pembahasan mengenai akuntansi
keprilakuan secara implisit sudah dibahas dalam bidang-bidang lain seperti
akuntansi keuangan, akuntansi manajemen dan auditing.
Sebagai suatu bidang yang relatif baru, perkembangan bidang ini tidak
lepas dari minat (fokus dan perkembangan jamannya) Bahasan mengenai
akuntansi keprilakuan muncul disekitar tahun 1950-an. Pada awal
perkembangannya, penekanan (stressing) dari akuntansi keprilakuan ini paling
banyak digambarkan dalam bidang akuntansi manajemen (dalam hal budgeting).
Namun, domain dari akuntansi keprilakuan ini terus bergeser dari yang fokus
akuntansi manajemen menuju ke fokus akuntansi lainnya seperti auditing,
keuangan dan sistem informasi.
Untuk memahami arah dan perkembangan penelitian akuntansi
keprilakuan, ada baiknya dibahas terlebih dahulu sejarah perkembangan

21
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

penelitian di bidang ini. Setelah itu pembahasan akan dilanjutkan dengan


penelitian terkini di bidang akuntansi keprilakuan. Faktor penunjang yang cukup
besar dalam mempopulerkan bidang ini adalah melalui jalur pendidikan.
Pembahasan mengenai akuntansi keprilakuan di Indonesia akan diberikan secara
garis besar.

2. Sejarah Perkembangan Riset di Bidang Akuntansi Keprilakuan


Pada mulanya, riset dibidang akuntansi keprilakuan belum mendapat
suatu wadah khusus. Riset dibidang ini banyak tercecer di jurnal akuntansi
lainnya seperti Journal of Accounting Research, Accounting Review, Journal of
Accounting and Economics. Disamping ketiga jurnal utama di bidang akuntansi,
ada juga jurnal yang berbasis keprilakuan seperti Journal of Organizational
Behavior, Journal of Applied Behavioral Science, Journal of Economic Behavior
and Organizations,Journal of Economic Psychology, Auditing : A Journal of
Practice and Theory. Kebanyakan dari jurnal-jurnal di atas sudah ada sebelum
jurnal yang khusus untuk akuntansi keprilakuan muncul.Jurnal yang pertama
muncul di bidang akuntansi keprilakuan (tidak sepenuhnya) adalah Accounting,
Organization and Society (AOS). Jurnal ini muncul di tahun 1976 sebagai
jawaban atas banyaknya minat di bidang ini terutama dari kalangan akademis.
Namun sebelum itu Schiff and Lewin (1974) telah menerbitkan suatu
buku kumpulan riset mengenai aspek perilaku dalam akuntansi. Buku tersebut
membahas 25 tulisan yang dibagi dalam 5 kelompok: (1) Teori organisasi dan
perilaku manajer (2) Pengganggaran dan perencanaan (3) Pengambilan
keputusan (4) Pengendalian (5) Pelaporan keuangan. Kebanyakan dari riset
tersebut, masih menggunakan metodologi yang sederhana. Disamping itu dilihat
dari komposisi isi, buku tersebut lebih menitikberatkan kepada aspek perilaku
dalam akuntansi manajemen dan dalam porsi yang lebih kecil, aspek perilaku
dalam pelaporan keuangan.

22
BAB 2: ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Parker, Ferris dan Outley (1989) juga memberikan kontribusi kepada


ilmu akuntansi keprilakuan dengan buku mereka mengenai akuntansi untuk faktor
manusia Fokus buku ini masih kepada bidang akuntansi manajemen. Dan
pelaporan keuangan yang komtemporer (isu mengenai dampak sosial, politik dan
organisasi).
Dykman (1998) menelusuri perkembangan paradigma keprilakuan
dalam akuntansi. Dalam tahun-tahun awal (sekitar tahun 1960-an), riset di bidang
keprilakuan banyak diilhami oleh disertasi Stedry (1960) mengenai pengaruh
motivasional dari anggaran. Publikasi artikel di tahun 1960-an diwarnai dengan
artikel yang bersifat teoritis dan artikel yang merupakan eksperimen. Pada era
inilah muncul minat akademisi untuk melakukan riset dibidang keprilakuan,
diantaranya adalah Hofstedt (Stanfoed), Swieringa (Illinios), Ashton (Minnesota),
Libby (Illinios).
Kualitas riset menjadi semakin baik di era tahun 1970-an dan
pengakuan profesi akan paradigma baru di bidang akuntansi keprilakuan menjadi
semakin besar. Titik balik dari pengakuan ini sedikit banyak disebabkan oleh
terbitnya Accounting, Organization and Society (1976) dan Program Research in
Audting (1976) dari Peat Marwick. Kedua terbitan ini secara bersama-sama telah
meningkatkan sumber daya (resources) untuk melakukan penelitian di bidang
akuntansi keprilakuan.
Perkembangan lainnya adalah dengan digunakannya teori agensi untuk
menjelaskan perilaku individu dalam pengambilan keputusan. Selama ini dasar
teori yang menjelaskan perilaku individu adalah bidang ilmu psikologi dan
sosiologi. Sebagai contoh, Staw (1981) dan peneliti lainnya selalu meminjam
teori psikologi untuk menjelaskan alasan manajer meneruskan proyek yang
secara ekonomi tidak lagi menguntungkan. Faktor emosional karena keterlibatan
dengan perancangan proyek tersebut sehingga menyebabkan manajer enggan
untuk menghentikan proyek tersebut. Penjelasan lain adalah manajer akan malu

23
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

bila proyek tersebut dihentikan. Harrison dan Harell (1994) menggunakan


pendekatan agensi untuk merasionalisasi tindakan eskalasi manajer tersebut.
Manajer akan meneruskan proyek yang tidak menguntungkan bila 2 kondisi
berikut tercapai : (1) adanya informasi yang tidak simetris dan (2) adanya insentif
untuk melakukan tersebut.
Ringkasnya, riset di bidang akuntansi keperilakuan pada awalnya lebih
banyak diaplikasikan pada bidang akuntansi manajemen. Bidang lain yang masih
terkait dengan akuntansi keprilakuan, misalnya bidang pelaporan keuangan dan
auditing, memperoleh porsi yang relatif lebih kecil.

3. PENDIDIKAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN DI INDONESIA.


Akuntansi keperilakuan masih belum banyak ditawarkan di perguruan
tinggi jurusan akuntansi program studi strata satu. Hal ini mungkin disebabkan
kurangnya informasi/komunikasi mengenai matakuliah ini. Di UGM sendiri
tawaran mata kuliah ini sejak tahun ajaran 1995/1996 sebagai mata kuliah
pilihan.
Di level graduate (master), program MSi UGM, UNDIP, UNIBRAW,
UNHAS program studi akuntansi dengan konsentarasi akuntansi manajemen
menawarkan mata kuliah akuntansi keprilakuan sebagai matakuliah wajib
konsentrasi. Oleh karena matakuliah ini ditawarkan untuk konsentrasi akuntansi
manajemen, maka pembahasan mata kuliah akuntansi keperilakuan dititik
beratkan pada aplikasi dibidang akuntansi manajemen. Topik yang dibahas
meliputi aspek perilaku dalam organisasi, anggaran, anggaran modal,
sentralisasi/desentralisasi, pengambilan keputusan, pengendalian, evaluasi
kinerja. Program Doktoral juga menawarkan mata kuliah pokok Riset
Keperilakuan dalam akuntansi. Sesuai dengan sifat kuliahnya, program doktoral
lebih diharapkan untuk mengupas riset keperilakuan dalam bidang akuntansi.

24
BAB 2: ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Perkembangan riset di bidang akuntansi keperilakuan di Indonesia


masih merupakan hal yang relatif baru dibanding dengan riset di bidang pasar
modal. Beberapa riset yang dilakukan di Indonesia, terutama yang dilakukan
oleh mahasiswa level master telah dipublikasi dalam jurnal akuntansi bertaraf
nasional seperti Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (JRAI). Jurnal ini diterbitkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Pendidik adalah satu-
satunya jurnal riset yang khusus di akuntansi. Jurnal lainnya yang bertaraf
nasional seperti Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Jurnal Riset Akuntansi dan
Bisnis. STIE Trisakti Jakarta, Jurnal Ekonomi, Akuntansi dan Organisasi.
Minat dan perhatian riset dibidang akuntansi keperilakuan harus dari
akademisi sebelum akhirnya nanti menjadi suatu permintaan dari kalangan
praktisi karena dengan memahami aspek perilaku dalam akuntansi, banyak
masalah praktis yang dapat diselesaikan dengan baik. Bahkan, mahasiswa S1
sudah banyak yang melakukan penelitian dibidang akuntansi keperilakuan
meskipun harus dituntun oleh dosen secara intensif.
Kesulitan dalam melakukan riset di bidang akuntansi keperilakuan
lebih disebabkan kurangnya fasilitas bacaan (buku maupun jurnal) yang
menunjang. Kekurangan ini membuat frustasi peneliti sehingga banyak yang
akhirnya “lari” ke riset dibidang pasar modal yang notabene data dan pustaka
sudah banyak tersedia. Salah satu cara penanggulangan kekurangan fasilitas
adalah dengan memanfaatkan internet untuk mencari pustaka.
Ringkasnya dengan melihat perkembangan bidang akuntansi
keperilakuan, maka sudah menjadi keharusan bagi akademisi untuk turut aktif
mengembangkan bidang yang masih baru ini. Kurikulum akuntansi sudah
mengakomodasi aspek keperilakuan dalam akuntansi baik ditingkat strata satu
maupun di level yan lebih tinggi.

25
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:

 Mampu menggambarkan akuntansi keperilakuan dalam


akuntansi manajemen

 Mampu menggambarkan bagaimana akuntansi keperilakuan


berkembang di akuntansi manajemen

27
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

BAB 3
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
1. Pengantar
Akuntansi Manajemen atau Akuntansi Manajerial adalah sistem
akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi
untuk manajer atau manajemen dalam suatu organisasi dan untuk memberikan
dasar kepada manajemen untuk membuat keputusan bisnis yang akan memung-
kinkan manajemen akan lebih siap dalam pengelolaan dan melakukan fungsi
kontrol.
Berbeda dengan Informasi Akuntansi keuangan, Informasi Akuntansi
manajemen adalah:
 Dirancang dan dimaksukan untuk digunakan oleh pihak manajemen dalam
organisasi sedangkan informasi Akuntansi keuangan dimaksudkan dan
dirancang untuk pihak eksternal seperti kreditur dan para pemegang sa-
ham;
 Biasanya rahasia dan digunakan oleh pihak manajemen dan bukan untuk
laporan publik;

29
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

 memandang ke depan, bukan sejarah;


 Dihitung dengan mengacu pada kebutuhan manajer, sering menggunakan
sistem informasi manajemen, bukan mengacu pada standar akuntansi
keuangan.
Hal ini disebabkan karena penekanan yang berbeda: informasi
akuntansi manajemen digunakan dalam sebuah organisasi, biasanya untuk
pengambilan keputusan.
Definisi
Menurut Chartered Institute of Management Accountants (CIMA),
Akuntansi manajemen adalah adalah "proses identifikasi, pengukuran, akumulasi,
analisis, penyusunan, interpretasi dan komunikasi informasi yang digunakan oleh
manajemen untuk merencanakan, mengevaluasi dan pengendalian dalam suatu
entitas dan untuk memastikan sesuai dan akuntabilitas penggunaan sumber daya
tersebut. Akuntansi manajemen juga meliputi penyusunan laporan keuangan
untuk kelompok non-manajemen seperti pemegang saham, kreditur, badan
pengatur dan otoritas pajak "(Istilah resmi CIMA).
The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
menyatakan bahwa akuntansi manajemen sebagai praktik meluas ke tiga bidang
berikut:
 Manajemen Strategi - Memajukan peran akuntan manajemen sebagai
mitra strategis dalam organisasi.
 Manajemen Kinerja - Mengembangkan praktik pengambilan keputusan
bisnis dan mengelola kinerja organisasi.
 Manajemen Risiko - Berkontribusi untuk membuat kerangka kerja dan
praktik untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan melaporkan
risiko untuk mencapai tujuan organisasi.

30
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

Chartered Institute of Management Accountants (CIMA) menyatakan


bahwa "Seorang akuntan manajemen harus mampu menerapkan pengetahuan
profesional dan keterampilannya dalam penyusunan dan penyajian informasi
keputusan keuangan dan lainnya yang berorientasi sedemikian rupa untuk dapat
membantu manajemen dalam merumusakan kebijakan, perencanaan dan pen-
gendalian pelaksanaan pengoperasian. "Akuntan manajemen oleh karena itu
dilihat sebagai "pencipta nilai" antara akuntan. Mereka jauh lebih tertarik melihat
ke depan dan mengambil keputusan yang akan memengaruhi masa depan
organisasi, daripada rekaman sejarah dan kepatuhan (menjaga nilai) aspek
profesi. Pengetahuan dan pengalaman akuntansi manajemen dapat diperoleh
dari berbagai bidang dan fungsi dalam suatu organisasi seperti manajemen in-
formasi, perbendaharaan, audit efisiensi, pemasaran, penilaian, penetapan har-
ga, logistik, dan lainnya.
Pengertian Akuntansi manajemen adalah bagian dari pengertian
akuntansi yang bertujuan membantu manajer untuk menjalankan tiga fungsi
pokoknya, yaitu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan.
Kehadiran akuntansi manajemen atau sistem informasi manajemen dalam
perusahaan merupakan suatu sistem yang akan memberikan informasi kepada
manajemen untuk membantu pihak-pihak internal untuk mencapai tujuan
organisasinya.
Teknik-teknik dalam akuntansi manajemen membantu manajemen da-
lam menjalankan fungsi manajemen. Misalnya, menyusun anggaran (budget),
melakukan analisis cost, volume, propit (CVP), analisis varian, dan pemilihan sis-
tem pembebanan biaya yang tepat untuk penentuan harga jual. Pemilihan
metode ini akan mempengaruhi keakuratan pembebanan biaya ke produk
sehingga manajer dapat dengan tepat menentukan harga jual. Dengan demikian,
dapat unggul dan bersaing dalam harga.

31
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Dewasa ini pembebanan biaya secara konvensional sudah mulai


ditinggalkan dan beralih ke pembebanan biaya berdasarkan aktivitas/activity
based costing system (ABC-system). Dalam perkembangan akuntansi
manajemen banyak sekali isu kontemporer dalam teknik-teknik manajemen mulai
diterapkan, seperti metode Just In Time (JIT), total quality management (TQM),
target costing, dan orientasi pelanggan.
Penilaian kinerja manajer saat ini sudah mulai mengalami pergeseran.
Jika dahulu menilai kinerja seorang manajer cukup hanya dari perspektif keu-
angan, tetapi sekarang untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif
harus dari dua perspektif yang dikenal dengan istilah balanced scorecard.
Penilaian kinerja akan dilakukan dari dua sisi, yaitu keuangan (financial) dan non
financial seperti penilaian pelanggan/ customer, pertumbuhan dan pembelajaran,
serta proses bisnis internal.
Artikel terbaru mengenai akuntansi manajemen ditulis oleh Birnberg G.
Jacod (2000) yang membahas tentang peranan riset keperilakuan dalam
pendidikan akuntansi manajemen pada abad ke dua puluh satu. Birnberg
menjelaskan bahwa materi akuntansi manajemen dalam tiga periode setelah
Perang Dunia Kedua berakhir meliputi periode akuntansi biaya (the cost-
accounting period), periode akuntansi manajemen modern (the modern man-
agement accounting period), periode akuntansi manajemen postmodern (The
post-modern management accounting period). Fokus terbaru dalam akuntansi
manajemen seperti dijelaskan oleh Hansen dan Mowen (2005) adalah activity
based management, customer orientation, cross-functional perspective, total
quality management, time as competitive element, efficiency dan E-business.
Dalam Pengertian Akuntansi manajemen sangat erat berkaitan
dengan manusia. Kajian atau studi di bidang akuntansi manajemen mendapat
perhatian bagi riset akuntansi di bidang keperilakuan. Kegagalan dalam hal

32
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

pencapaian kinerja sebenarnya akibat dari aspek keperilakuan. Perilaku


(behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksi (reaction) dari suatu
objek atau organisme (Jogiyanto, 2007).

2. Akuntansi Keperilakuan dalam Akuntansi Manajemen


2.1. Budgeting
Budgeting merupakan bagian dari materi akuntansi manajemen, yang
memegang peranan dalam perencanaan dan pengendalian sebagai dua bagian
yang tak terpisahkan. Perencanan berarti melihat ke depan, yang mengandung
pengertian yaitu menentukan tidakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk
merealisasikan tujuan tertentu. Sebaliknya, pengendalian adalah melihat ke
belakang yang berarti menilai apa yang telah dihasilkan dan membandingkan
dengan rencana yang telah disusun (Hansen & Mowen, 2005). Adapun tujuan
anggaran adalah memberikan informasi yang dapat meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan, sebagai standar bagi evaluasi kinerja dan meningkatkan
komunikasi dan koordinasi antarbagian. Anggaran yang disusun berupa anggaran
operasi (seperti anggaran penjualan, produksi, pembelian bahan, tenaga kerja,
overhead, beban penjualan dan administrasi, persediaan akhir, serta harga pokok
penjualan) dan anggaran keuangan (seperti anggaran arus kas, neraca, dan
pengeluaran modal). Anggaran digunakan untuk mengontrol kinerja pekerja, yang
paling sederhana meliputi empat langkah berikut :
1. Penetapan standar oleh manajemen
2. Penetapan standar oleh kelompok yang dikontrol
3. Kinerja operasi
4. Pelaporan hasil dengan ganjaran positif atau negatif ditentukan oleh
manajemen

33
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Penelitian di bidang akuntansi manajemen diawali dengan penelitian


Argyris (1952), topiknya adalah budgeting, yaitu melihat hubungan manusia
dengan anggaran. Didukung oleh teori dan temuan empiris dari perilaku
organisasional dan psikologi sosial, Argyris (1952) melakukan sebuah studi
lapangan tentang proses anggaran. Covaleski dan Dirsmith (1986)
mewawancarai 56 manajer pada enam rumah sakit. Mereka menemukan bahwa
budgeting digunakan sebagai proses politik oleh manajer untuk merasionalkan
dan melegitimasi aksi simbolis dan ritualistis. Studi lapangan lainnya oleh
Czarniawska-Jorges dan Jacobsson (1989) menjelaskan bagaimana proses
anggaran berhubungan dengan konteks budaya organisasi. Brownell (1982)
meringkas beberapa studi akuntansi dan nonakuntansi yang menunjukkan
hubungan antara karakteristik tugas dan organisasional dengan proses anggaran.
Young (1985) mendesain sebuah eksperimen untuk secara langsung mengamati
slack perilaku dan menemukan bahwa preferensi risiko dan tekanan sosial benar-
benar mempengaruhi terjadinya slack anggaran.
Schiff dan lewin (1974) menyatakan pendapat Birnberg dan Nath bahwa
penelitian behavioral dalam managerial accounting dibagi ke dalam tiga kategori
luas, yaitu sebagai berikut.
1. Usaha untuk menentukan model bagi seluruh bagian subsistem manusia
2. Investigasi ke dalam dimensi behavioral dari proses kontrol manajemen
3. Studi dari sudut pandang behavioral tentang efek karakteristik perusahaan
terhadap bentuk dan fungsi sistem informasi manajemen.
Beberapa hasil penelitian akuntansi keperilakuan terbaru dalam bidang
akuntansi manajemen di Indonesia telah diseminarkan dalam Seminar Nasional
Akuntansi (SNA). Rahman dkk. (2007) meneliti pengaruh sistem pengukuran
kinerja terhadap kejelasan peran, pemberdayaan, psikologis, dan kinerja
manajerial dengan pendekatan partial least square. Cahyono dkk. (2007) meneliti

34
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

pengaruh moderasi sistem pengendalian manajemen dan inovasi terhadap


kinerja. Wijayantoro dkk. (2007) meneliti hubungan antara sistem pengendalian
manajemen dengan perilaku disfunctional: budaya nasional sebagai variabel
moderating (penelitian para manajer perusahaan manufaktur di Jawa Tengah).
Yufaningrum dkk. (2005) menganalisis pengaruh partisipasi anggaran terhadap
kinerja manajerial melalui komitmen tujuan anggaran dan job relevant information
(JRI) sebagai variabel intervening. Sumarno (2005) meneliti pengaruh komitmen
organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi
anggaran dan kinerja manajerial.
2.2 .Balanced Scorecard
Balanced scorecard merupakan isu-isu terbaru dalam akuntansi
manajemen. Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategic
yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional
dan tolak ukur kinerja untuk empat perspektif yang berbeda, yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta pembelajaran
dan pertumbuhan (Wijaya Tunggal, 2003). Pengukuran kinerja yang
komprehensif ini diberi nama balanced scorecard. Hal itu pertama kali
diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton (1992) mengenai keunggulan pengukuran
kinerja dari dua perspektif, yaitu sisi keuangan dan non keuangan (customer
relations, internal business processes, learning and growth).
Kaplan dan Norton (1996) menulis mengenai penggunaan balanced
scorecard sebagai sistem manajemen strategi. Balanced scorecard dapat
berfungsi sebagai alat untuk mengawasi apakah strategi perusahaan telah
dijalankan dan juga untuk menilai apakah strategi yang telah ditetapkan sudah
tepat. Salah satu contoh penelitian dengan topik ini dilakukan oleh Lipe dan
Salterio (2000).

35
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

2.3. Just In Time (JIT)


Just In Time (JIT) merupakan suatu filosofi yang memusatkan pada
eliminasi aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi produk sesuai dengan
permintaan konsumen dan hanya membeli bahan sesuai dengan kebutuhan
produksi dengan tujuan strategis meningkatkan laba, meningkatkan mutu,
mengendalikan sediaan, dan memperbaiki kinerja pengiriman (Supriyono, 1999).
Sebuah contoh penelitian di bidang JIT dilakukan oleh Balakrishnan (1996) yang
meneliti perusahaan-perusahaan yang mengadopsi sistem inventori JIT dan
pengaruhnya terhadap Ratio Return on Assets (ROA). Penelitian ini dimotivasi
oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia di Amerika yang mulai mengadopsi JIT
karena dapat mengurangi kos. Jadi, adanya pertimbangan cost and benefit.
Turunnya nilai persediaan berarti turunnya kos.
2.4. Total Quality Management
Manajemen mutu total (Total Quality Management/TQM) adalah suatu
pendekatan sistem untuk mengintegrasikan semua fungsi dan proses dalam
suatu organisasi agar tercapainya penyempurnaan mutu barang atau jasa secara
berkesinambungan dengan tujuan untuk mencapai kepuasan konsumen
(Supriyono, 1999). Untuk membantu tercapainya Total Quality Management/TQM
harus memperhatikan daur hidup produk seperti desain dan pengembangan,
pengadaan masukan, produksi, pemasaran, distribusi, dan pelayanan.
Ittner (1995) meneliti tentang Total Quality Management (TQM) dan pilihan
dari informasi dan sistem reward-nya. Data diambil dari sampel perusahaan
automobil dan industri komputer dari Jerman, Kanada, Jepang, dan Amerika
pada tahun 1991 yang telah mempraktikkan manajemen kualitas/ Quality
Management. Penelitian dilakukan metode survei.

36
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

2.5. Activity Based Costing System


Activity based costing adalah suatu sistem pembebanan biaya yang
berdasarkan aktivitas. Activity-based Costing (ABC) telah dipromosikan dan
diadopsi sebagai dasar untuk pembuatan keputusan yang strategis dan untuk
meningkatkan kinerja laba (Bjornenak dan Mitchell, 1999). Informasi ABC kini
juga digunakan secara luas untuk menilai continous improvement dan untuk
memonitor proses kinerja. ABC dapat diterima secara luas dan cepat karena
dipercaya memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan metode
pembebanan biaya konvensional.
Dalam sebuah eksperimen, Drake et al. (1999) menemukan bahwa
aktivitas yang inovatif dapat menghasilkan tingkat laba perusahaan yang lebih
tinggi atau lebih rendah bila para pekerja mempunyai informasi mengenai ABC.
Gunawan (2007) meneliti analisis hubungan activity based costing dengan
peningkatan kinerja keuangan yang merupakan studi empiris yang dilakukan di
Bursa Efek Jakarta. Hasil pengujian tidak menemukan bukti empiris yang
mendukung analisis dan penelitian sebelumnya mengenai kondisi yang
memungkinkan untuk bisa memperoleh keuntungan dari ABC. Hubungan antara
lingkup penggunaan ABC dan peningkatan di dalam ROI tidak dipengaruhi oleh
faktor yang diidentifikasi spesifik.

3. Implikasi Riset Akuntansi Keperilakuan, Terhadap Pengembangan


Akuntansi Manajemen
Melalui riset akuntansi keperilakuan, teori-teori, konsep, dan isu-isu
terbaru dalam akuntansi manajemen dapat diuji secara empiris mengenai
manfaat teori-teori baru tersebut terhadap peningkatan kinerja dalam
pengambilan keputusan strategik. Dengan adanya hasil riset empiris dalam
akuntansi manajemen ini dapat membantu pengembangan akuntansi

37
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

manajemen. Pihak manajemen menjadi yakin terhadap konsep-konsep yang baru


dikembangkan tersebut akan membantu dalam fungsi pokok manajemen, yaitu
perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Isu - isu terbaru dalam
akuntansi manajemen, seperti activity based management, customer orientation,
cross-functional perspective, total quality management, time as competitive
element, efficiency dan E-business, ABC system, dan balanced scorecard ikut
memperkaya hasil penelitian di bidang riset keperilakuan. Antara akuntansi
manajemen dan riset akuntansi keperilakuan ada keterkaitan karena
kesuksesan dalam menghasilkan informasi akuntansi manajemen sangat
tergantung pada faktor manusia dalam berperilaku. Riset akuntansi
keperilakuan pertama kali berkembang dari bidang akuntansi manajemen, yaitu
bidang yang dibahas adalah budgeting. Akuntansi manajemen dapat dikatakan
memberikan kontribusi yang besar dalam riset akuntansi keperilakuan. Bidang
akuntansi manajemen sangat berkaitan dengan perilaku manajer dan seluruh staf
organisasi. Tercapainya visi perusahaan sangatlah tergantung pada kerja sama
antara berbagai pihak, baik dari pihak internal perusahaan maupun kerja sama
yang baik dengan pihak eksternal perusahaan.

38
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

4. Contoh Penelitian

DETERMINAN IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN INOVATIF


Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia

Yudhi Herliansyah
Nurlis
Universitas Mercubuana Jakarta
Meifida Ilyas
Universitas Satya Negara Indonesia Jakarta

Accounting innovations are often not successfully implemented or


diffused throughout the organization. This study seeks to explain this
phenomenon. One of the major impediments to the successful
implementation of accounting innovation is that management accounting
systems are generally used to serve the decision control needs of top
management while at the same time purportedly supporting the decision
management needs of lower level managers. To the extent that the
accounting system is used for decision control, innovation creates the
potential for wealth effects to occur. This prompts managers, whose wealth
will be negatively affected, to resist accounting innovation. We present
conditions where it is likely for negative wealth effects to occur. Under these
conditions the system will fail to achieve its intended objectives. Our
theoretical model examines how decentralization choices influence
resistance to accounting innovation.
We argue that delegation of decision rights can limit the potential for
resistance in two ways—(a) by creating the environment which allows
managers to ensure that their subunits are able to adapt to the new signals
provided by accounting innovations and (b) by enabling subunit managers to
become involved in the design of these systems. Our model also enables us
to assess the consequences on organizational outcomes when subunit
managers resist accounting innovations. Based on data collected from
production managers, our results demonstrate the importance of
decentralization choices on the effective implementation of accounting
innovations.

Key words: Adaptability; Change; Decentralization; Innovation;


Management

39
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

1. PENDAHULUAN.
1.1. Latar Belakang Masalah.
Di Indonesia fenomena persaingan perusahaan yang demikian tajam
dapat dilihat dari perkembangan jumlah perusahaan manufaktur di Indonesia
yang terus menurun pasca berlakunya berbagai perdagangan bebas sebagai
berikut:
Tabel-1
Jumlah dan Perkembangan Perusahaan Manufaktur
TAHUN JUMLAH PERKEMBANGAN
PERUSAHAAN
MANUFAKTUR
1998 21.423
1999 21.051 (1,77%)
2000 20.597 (2,16%)
2001 20.186 (2,00%)
2002 20.023 (0,81%)
Sumber : BPS (2005)
Tabel diatas menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah
perusahaan manufaktur yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 1998 sampai
2002. dengan demikian banyak perusahaan yang tidak mampu meneruskan
persaingan dan menghentikan operasinya. Fenomena ini ditengarai antara lain
oleh ketidakmampuan manajemen didalam mengantisipasi perubahan-perubahan
yang terjadi dalam lingkungan internal maupun eksternal organisasi.
Ketidakmampuan manajemen didalam mengantisipasi perubahan-perubahan ini
dapat disebabkan antara lain oleh sedikitnya informasi yang tersedia untuk
digunakan didalam pengambilan keputusan yang tepat. Sistem akuntansi
manajemen (Management Accounting System = MAS) sebagai instrumen penting
yang mendukung manajemen, harus pula mengikuti perubahan perubahan
(updating) agar informasi yang disajikan relevan dan berjangka panjang (future)
untuk kepentingan manajemen.
Implementasi sistem akuntansi manajemen yang baru oleh top manajemen
diyakini akan meningkatkan kinerja perusahaan. Sesungguhnya mereka salah,
karena banyak bukti yang menunjukkan bahwa akuntansi manajemen inovatif
tidak meningkatkan kinerja perusahaan (Kaplan, 1986; Brun, 1987; Innes and
Mitchell, 1991; Cooper et al, 1992; Scapen and Roberts, 1993; Scapens and
Burn, 2000; Abernethy and Lilis, 2001; Cavalluzzo and Ittner, 2004). Penelitian
mereka mencoba membuktikan alasan kegagalan tersebut, tetapi banyak dari
riset tersebut memfokuskan pada masalah-masalah level organisasi yang
berhubungan dengan implementasi sistem akuntansi manajemen inovatif.
Sebagai contoh, riset empiric yang menguji mengapa strategy perusahaan,

40
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

kebijakan pelatihan dan struktur manajemen internal mempengaruhi kesuksesan


implementasi dan difusi sistem akuntansi manajemen (Shields, 1995; Gosselin,
1997; McGowan and Klammer, 1997; Krumwiede, 1998).
Namun sedikit sekali riset yang mengarahkan pada pemahaman sikap
pengguna sistem akuntansi manajemen inovatif dan faktor yang mempengaruhi
sikap tersebut. Jermias (2001) menggunakan cognitive dissonance theory untuk
menginvestigasi resistensi terhadap sistem akuntansi. Cavallazo dan Ittner (2004)
juga meneliti faktor yang mempengaruhi persetujuan (acceptancy) sistem
pengukuran kinerja. Penelitian ini menguji mengapa pilihan desain sistem
akuntansi manajemen mempengaruhi sikap manajer produksi terhadap sistem
akuntansi manajemen inovatif.
Penelitian ini ingin melihat mengapa pilihan desentralisasi menyebabkan
manajer produksi setuju terhadap implementasi system akuntansi manajemen
inovatif. Penelitian ini menduga bahwa pendelegasian hak pengambilan
keputusan (decision rights) menjadi determinan primer dari manajer produksi
untuk menerima system akuntansi manajemen inivatif ini. Ketika manajer tersebut
telah mendelegasi hak pengambilan keputusannya, maka system akuntansi
manajemen dapat digunakan untuk pengukur jika hak pengambilan keputusan
tersebut dipergunakan secara optimal (Vancil, 1979). Manajer ini oleh karenanya
akan concern ketika system baru diterapkan, sehingga system akuntansi
manajemen inovatif akan berpotensi mempengaruhi secara langsung kinerja
untuk dievaluasi dan dihargai (reward). Dua kondisi sederhana yang mungkin
berpotensi menolak konsekuensi desentralisasi terhadap sistem akuntansi
manajemen inovatif adalah, Pertama, ketika desentralisasi menyebabkan
manajer produksi memiliki input terbaik dalam desain sistem akuntansi
manajemen. Kedua adalah ketika desentralisasi memberdayakan manajer
subunit (manajer produksi) dalam menerapkan perubahan yang akan membuat
subunit mampu beradaptasi dengan signal yang disediakan oleh sistem akuntansi
manajemen inovatif. Penelitian ini menduga bahwa dua kondisi ini akan
memediasi hubungan antara desentralisasi dan akseptansi sistem akuntansi
manajemen inovatif. Prediksi penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis
kalur (path analysis). Penelitian ini juga ingin melihat dampak informasi yang
disediakan oleh sistem baru yang diimplementasi yaitu tingkat kepuasan (level
satisfaction) terhadap sub-unit.
1.2 Perumusan Masalah.
Dari uraian diatas maka masalah dalam penelitian ini adalah sbb:
1. Determinan apakah dalam implementasi Sistem Akuntansi Manajemen
Inovatif perusahaan manufaktur di Indonesia.
2. Apakah Akseptansi Sistem Akuntansi Manajemen Inovatif mendorong
kinerja perusahaan manufaktur di Indonesia.

41
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

2. LANDASAN TEORI
Sistem akuntansi manajemen yang diimplementasi memiliki dua fungsi :
pertama, memfasilitasi pengambilan keputusan manajerial (mendukung
keputusan-keputusan manajer sub-unit). Kedua, mengontrol prilaku manajer sub-
unit. Penelitian ini terfokus terhadap kondisi-kondisi yang mendorong sistem
akuntansi manajemen inovatif diterima oleh manajer sub-unit (manajer produksi).
Untuk tujuan penelitian ini sistem akuntansi manajemen inovatif dikonsep sebagai
sistem baru (seperti, sistem biaya berbasis aktivitas = ABC, balance scoredcard)
atau desain ulang suatu sistem yang telah ada (seperti sistem pengukuran kinerja
yang komprehensif dan integratif, sistem pengendalian produksi). Pilihan
desentralisasi merupakan determinan penting akseptansi manajer terhadap
akuntansi inovatif (Abernety, 2005) oleh karenanya penelitian ini
mengembangkan model dua jalur intervening (two intervening path model). Jalur
pertama, menguji hubungan antara desentralisasi, kemampuan adaptabilitas dan
akseptansi sub-unit terhadap sistem akuntansi manajemen (MAS). Jalur kedua,
menguji hubungan antara desentralisasi, dampak pengguna dan akseptansi
MAS. Penelitian ini juga menguji hubugan antara akseptansi akuntansi inovatif
dengan dua variabel hasil (performance dan kepuasan pengguna). Berikut
bahasan konsep hubungan antar variabel dalam penelitian ini.
2.1. Desentralisasi, Adaptabilitas Sub-unit dan Akseptansi Akuntansi
Inovatif.
Desentralisasi menyediakan manajer sub-unit otoritas untuk melakukan
tindakan yang akan mempengaruhi adaptabilitas sub-unit. Contoh, jika manajer
sub-unit diberikan hak keputusan untuk mengatasi kondisi-kondisi yang
berhubungan dengan pekerja dan manajemen pekerja, maka mereka akan
mampu menciptakan budaya sub-unit yang kondusif. Namun, jika hak keputusan
tidak didelegasikan kepada manajer sub-unit maka sub-unit akan kesulitan
menciptakan atau membawa budaya kondusif tersebut. Ketidakmampuan
membawa budaya kondusif dalam sub-unit dapat menyebabkan penolakan
(resistensi) terhadap sistem akuntansi manajemen inovatif.
Perubahan sistem akuntansi membawa informasi-informasi baru baik bagi
atasan maupun bawahan. Oleh karena itu atasan sering menggunakan informasi
dari sistem akuntansi manajemen untuk menilai dan me-reward (memberikan
imbalanan) atas kinerja bawahan (Zimmerman, 2003). Sebaliknya, manajer sub-
unit diekspektasi mengakui nilai dari informasi baru, mengasimilasinya dan
mengaplikasikan dalam sub-unit tersebut (Cohen dan Levinthal, 1990). Jika
mereka mampu menggunakan informasi untuk mencapai kinerjanya maka akan
seimbang dengan kompensasi dan atau prospek promosi yang akan
diterimanya. Kemampuan menggunakan informasi baru tergantung kapasitas
serapan (absortive capacity) (Cohen dan Lavinthal, 1990) yang dipengaruhi

42
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

kemampuan dan keinginan manajer sub-unit untuk menggunakan informasi


dalam adaptasi di sub-unitnya. Dibutuhkan kemampuan manajer sub-unit dalam
memberdaya ulang asset-asset (baik tenaga kerja maupun modal) dalam
merespons informasi baru tersebut. Tipe kemampuadaptabilitas ini termasuk
kemampuan sub-unit mendapatkan dana investasi untuk membeli tekhnologi
yang diinginkannya maupun keinginan individual bekerja dalam sub-unit agar
prilakunya sesuai dengan perubahan tertentu (Scott dan Bruce, 1994; Tsai, 2001)
kemampuan manajer sub-unit menerapkan perubahan dalam merespons
informasi baru dibatasi oleh dua kondisi diatas yang harus dipenuhi (Bolton, dan
Dewatripont, 1994).
Sehingga model prediksi penelitian ini adalah bahwa desentralisasi akan
memiliki dampak positif terhadap adaptabilitas sub-unit. Adaptabilitas ini
menyebabkan manajer sub-unit meresposns sinyal yang disediakan oleh sistem
akuntansi manajemen dengan efisien dan efektif. Pada akhirnya akan membuat
mereka lebih menerima (receptif) atas sistem akuntansi manajemen inovatif.
Lantas penelitian ini juga menduga bahwa hubungan antara desentralisasi dan
akseptansi sistem akuntansi manajemen operasional melalui
kemampuadaptabilitas sub-unit.
2.2. Desentralisasi, Pengaruh Pengguna dan Akseptansi Akuntansi Inovatif.
Destrasilasi juga akan berpengaruh dimana manajer sub-unit terlibat
didalam desain sistem akuntansi manajemen inovatif. Ketika pengambilan
keputusan adalah sentralisasi, maka manajer level bawah tidak memiliki otoritas
yang memadai untuk mempengaruhi desain sistem akuntansi manajemen. Hal ini
mempengaruhi pengguna terhadap sistem yang diterapkan, oleh karena itu dapat
diprediksi bahwa manajer sub-unit resisten terhadap sistem akuntansi
manajemen inovatif. Terdapat dua alasan atas ekspektasi ini:
Pertama, pengakuan yang jelas dalam literatur sistem informasi
manajemen bahwa sistem seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna
(user) (misal Kirs et al, 2001).Sementara itu terbatas sekali penelitan akuntansi
yang menguji hubungan antara pengaruh dan sikap pengguna terhadap sistem
akuntansi manajemen inovatif. Penelitian ini menduga bahwa keterlibatan dalam
desain dan implementasi sistem akuntansi manajemen akan meningkatkan suatu
sistem yang disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya (para manajer sub-
unit). Hal ini akan memiliki payoff dimana desain sistem akuntansi manajemen
akan mengurangi ex ante ketidakpastian dan meningkatkan (improve)
pengambilan keputusan (Gilbraith, 1973; Bouwens dan Abernethy, 2000).
Kedua, desain sistem akuntansi manajemen (yang melibatkan user) juga
memiliki potensi menurunkan kesalahan pengukuran (measurement error) dari
sistem ketika sistem digunakan untuk menilai kinerja. Oleh karena itu hal ini
memungkinkan norma-norma kinerja yang disusun (setting) akan sesuai dengan

43
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

norma-norma kinerja yangsesungguhnya (Hofstede, 1967). Desain sistem


akuntansi manajemen (yang melibatkan user) juga dapat mengurangi
ketidakpastian manajer sub-unit berkaitan dengan kinerja (performance
outcomes) sehingga meningkatkan komitmen terhadap sistem (Brownell, 1982;
Hartwick dan Barki, 1994; McGowan dan Klammer, 1997).
Oleh karena itu penelitian ini menduga bahwa desentraliasi akan memiliki
dampak positif dengan keterlibatan manajer dalam desain dan implementasi
sistem akuntansi manajemen inovatif dan oleh karena itu keterlibatan akan
berdampak positif terhadap akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif.
2.3. Konsekuensi Akseptansi Sistem Akuntansi Manajemen Inovatif.
Ara peneliti saat ini banyak memberikan perhatian pada konsekuensi
outcome organisasi terhadap sistem akuntansi manajmen model prilaku.
Penelitian ini menduga bahwa terdapat konsekuensi positif ketika manajer
menerima perubahan perubahan sistem akuntansi manajemen, Oleh karena itu:
Pertama, penelitian ini menguji dampak penerimaan (akseptansi) sistem
akuntansi manajemen terhadap kepuasan pengguna atas informasi yang
tersedia, hal ini dapat merupakan efek langsung atas akseptansi tersebut.
Kedua, penelitian ini ingin menguji apakah akseptansi dari sistem
berdampak terhadap keseluruhan kinerja sub-unit. Berdasar penelitian
sebelumnya (Hunton, 1996; Hunton dan Rice, 1997) penelitian ini menduga
bahwa jika sistem akuntansi manajemen (SAM) diterima (aksep) oleh user, maka
kinerja perusahaan akan meningkat. Hunton (1996) dalam penelitiannya
menggunakan metode eksperimen menemukan hubungan positif antara
partisipasi dalam desain sistem informasi dengan (a) penggunaan sistem
informasi manajemen, (b) kepuasan terhadap sistem informasi manajemen,
(c)Output (performance dari subjek eksperimennya.
Penelitian ini juga menguji hubungan antara akseptansi sistem akuntansi
manajemen dan kinerja (performance) melalui kepuasan pengguna. Hal ini
didukung oleh penelitian Hunton dan Price (1997) yang menemukan dampak
kinerja (performance) ditimbulkan via kepuasan pengguna dalam sistem informasi
manajemen. Demikian pula Igbaria dan Tan (1997) yang menemukan bahwa
kepuasan pengguna dan tekhnologi informasi memiliki dampak langsung yang
kuat terhadap kinerja (performance). Oleh karena itu penelitian ini menduga
bahwa terdapat dampak yang sama ketika manajer menerima (aksep) perubahan
dalam sistem akuntansi manajemen. Semakin besar akseptansi sistem akuntansi
manajemen inovatif oleh manajer maka akan semakin besar pula kepuasan
terhadap sistem tersebut. Kepuasan sistem juga menimbulkan peningkatan
kinerja melalui manfaat yang diperoleh dari informasi yangdisediakan user.
Oleh karena itu penelitian ini menguji apakah terdapat hubungan langsung
akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif terhadap kinerja dan apakah

44
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif memiliki dampak positif


terhadap kinerja melalui kepuasan pengguna. Penelitian ini menduga bahwa
akseptansi sistem akuntansi manajemen akan memiliki dampak positif terhadap
kepuasan dan kepuasan berdampak pada kinerja.
2.4. Model teoritis.
Dari uraian diatas maka model teoritis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.
Model Penelitian

Adaptabilitas
(X2)

Akseptansi SAM
(Y1) Kinerja (Z)

Desentralisasi Kepuasan
(X1) Pengguna (Y2)

Berdasar model teoritis diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1: Pengaruh desentralisasi terhadap akseptansi sistem akuntansi manajemen
inovatif dimediasi oleh adaptabilitas sub-unit.
H2: Terdapat pengaruh positif desentralisasi dan adaptabilitas sub-unit terhadap
akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif.
H3: Terdapat Pengaruh positif akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif
dan kepuasan pengguna terhadap kinerja.
H4: Pengaruh akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif terhadap kinerja
dimediasi oleh kepuasan pengguna.

45
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan metode sampling.
Penelitian ini adalah penelitian survey terhadap perusahaan yang terdaftar
di BEJ tahun 2006 dengan populasi sasaran perusahaan manufaktur. Adapun
sampel penelitian ini adalah manajer produksi perusahaan manufaktur dengan
metode random.
3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.
a. Akseptansi Sistem Akuntansi Manajemen Inovatif.
Penelitian ini fokus pada bagaimana manajer produksi merespons
perubahan yang timbul dalam sistem akuntansi manajemen inovatif (serti;
ABC, Balance scoredcard, atau sistem pengukuran kinerja yang
komprehensive dan integratif) yang dimplementasi. Akseptansi Sistem
Akuntansi Manajemen menggunakan 3 item yang mengembangkan instrumrn
dari Lau (1990) untuk menangkap sikap manajer produksi terhadap
perubahan sistem akuntansi manajemen inovatif. Lau (1990) melaporkan
bahwa instrument ini memiliki cronbach alpha 0,88. instrument ini juga sudah
divalidasi oleh Lau dan Woodman (1995).
b. Desentralisasi.
Yang dimaksud desntralisasi dalam penelitian ini adalah
pendelegasian pengambilan keputusan (decision right) oleh manajer
menengah kepada manajer tingkat bawah (manajer produksi). Instrument
penelitian ini menggunakan dan memodifikasi 6 item instrument Abernethy
dan Bouwens (2005).
c. Adaptabilitas.
Adalah keinginan manajer produksi untuk menerima informasi baru,
mengasimilasinya dan mengaplikasi pada sub-unitnya. Instrument ini
menggunakan 4 item instrument Abernethy dan Bouwens (2005).
d. Kinerja (Performance)
Menggunakan 5 item instrumen Govindarajandan Gupta (1985) yang
menanyakan ada tidaknya manajer sub-unit mencapai tingkat kinerja yang
diekspektasi atasan.
e. Kepuasan Pengguna
Penelitian ini mengadaptasi 2 item kepuasan pengguna dari Ives
dan Olson (1984) untukmengukur kepuasan pengguna, yang menyakan
persepsi mereka mengenai akurasi, relevansi dan kualitas yang disediakan
oleh SAM.

46
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

3.3. Metode Analisis.


Hipotesis diatas diuji dengan menggunakan analisis Jalur (path analysis)
1. Model persamaan Struktural 1, untuk menjawab hipotesis yang
dikemukan sebelumnya, berikut digambarkan model struktural 1 sebagai
berikut:

Gambar 2.
Model Struktural 1

Adaptabilitas
(X2)

Akseptansi
SAM (Y1)

Desentralisasi
(X1)

Adapun persamaan model struktural 1 adalah sbb:


Y1 = Pyx1X1 + Pyx2X2 + ε1
Dimana:
Y1 = Akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif
Pyx1 = Pyx2 = Koefisien jalur
X1 = Desentralisasi
X2 =Adaptabilitas
ε1 =Error

2. Model persamaan Struktural 2, untuk menjawab hipotesis yang


dikemukan sebelumnya, berikut digambarkan model struktural 2 sebagai
berikut:

47
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Gambar 3.
Model Struktural 2

Akseptansi
SAM (Y1)

Kinerja (Z)

Kepuasan
Pengguna (Y2)

Adapun persamaan model struktural 1 adalah sbb:


Z = Pzy1Y1 + Pzy2Y2 + ε2
Dimana:
Z = Kinerja
Pzy1 = Pzy2 = Koefisien jalur
Y1 = Akseptansi Sistem akuntansi manajemen
Y2 = Kepuasan Pengguna
ε2 = error

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


1. Sampel.
Sasaran sampel penelitian ini adalah manajer bagian produksi perusahaan
manufaktur yang sehari hari berhubungan dengan sistem akuntansi manajemen.
Sebanyak 46 responden mengembalikan kuesioner dari 75 kuesioner telah
dikirim, ini menunjukkan respons rate (tingkat respons) sebesar 61,33%. Respons
rate ini cukup tinggi mengingat respons rate di Indonesia berkisar 10 – 20%.
Respons rate yang cukup tinggi ini karena peneliti berkomunikasi langsung
dengan responden via telepon atau melalui contact person setelah kuesioner
penelitian diterima oleh responden.

2. Statistik Diskriptif.
Statistik diskriptif data hasil penelitian ini disajikan dalam tabel berikut:

48
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

Tabel 2
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Variance Kurtosis


Statistic Statistic Statistic Statistic Dev iation
Statistic Statistic Statistic Std. Error
Umur 46 26.00 50.00 33.0870 5.83410 34.037 .420 .688
Jenis_Kelamin 46 1 2 1.22 .417 .174 .006 .688
Lama_Bekerja 46 1.30 27.00 6.6417 4.33705 18.810 9.835 .688
Jabatan 46 2.00 4.00 2.6304 .64494 .416 -.601 .688
DESENT 46 14 23 17.04 2.139 4.576 .834 .688
ADAPTABILITAS 46 9 16 12.09 2.031 4.126 -.585 .688
KINERJA 46 6 20 14.85 2.797 7.821 1.933 .688
AKSEPTANSI 46 7 12 9.20 1.392 1.939 -.335 .688
KEPUASAN 46 6 12 8.91 1.208 1.459 .814 .688
Valid N (listwise) 46

Data diatas menunjukkan bahwa rata rata desentralisasi penelitian ini


adalah 17,4 ini menunjukkan bahwa secara individual responden rata-rata
menjawab pada skor 2,8 yang berarti jawaban responden diatas mid-point pada
skala pengukuran 1 sampai 4. angka ini juga membuktikan bahwa onden
menyukai desentralisasi yang memberi ruang yang besar dalam melakukan
adaptabilitas di subunit responden.
Rata-rata total adaptabilitas 12,09 yang berarti secara individual setiap
item pertanyaan dari 5 pertanyaan rata-rata dijawab oleh responden pada 2,4
berada dibawah mid-point untuk rata-rata skala 1 sampai 4. fenomena ini
menunjukkan bahwa kemampuan adaptasi individu masih kurang baik ketika
sistem baru di implementasi dalam organisasi.
Rata-rata total kinerja adalah 14,85 yang berarti secara individual setiap
item pertanyaan dari 5 pertanyaan rata-rata dijawab oleh responden sebesar 2,97
berada diatas mid-point untuk rata-rata skala 1 sampai 4. fenomena ini
menunjukkan bahwa peran departemen terhadap perubahan sistem akuntansi
manajemen sangat menunjang.
Rata-rata total Akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif adalah
9,2 yang berarti secara individual setiap item pertanyaan dari pertanyaan rata-
rata dijawab oleh responden sebesar 3,07 berada diatas mid-point untuk rata-
rata skala 1 sampai 4. fenomena ini menunjukkan bahwa sistem akuntansi
manajemen dapat dimplementasi dan menunjang aktivitas departemen.
Rata-rata total kepuasan pengguna sistem akuntansi manajemen inovatif
adalah 8,91 yang berarti secara individual setiap item pertanyaan dari pertanyaan
rata-rata dijawab oleh responden sebesar 2,97 berada diatas mid-point untuk
rata-rata skala 1 sampai 4. fenomena ini menunjukkan bahwa sistem akuntansi
manajemen dapat dimplementasi dan memuaskan departemen responden.

49
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

3. Uji Hipotesis
Berikut output hasil regresi adaptabilitas dan desentralisasi
terhadap Akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif:
Tabel 3
Model Summaryb

Adjust ed Std. Error of Durbin-


Model R R Square R Square the Estimate Wat son
1 .426a .181 .143 1. 289 2. 323
a. Predic tors: (Cons tant ), AD APTABILITAS, DESENT
b. Dependent Variable: AKSEPTANSI

Hasil diatas menunjukkan pengaruh gabungan variabel Adaptabilitas sub-


unit dan Desentralisasi terhadap Akseptansi sistem akuntansi manajemen adalah
sebesar 18,10% sedangkan sisanya 91,90% adalah pengaruh variabel lain selain
Adaptabilitas dan akseptansi sistem akuntansi manajemen.
Adapun uji model struktural_1 yaitu: Y1 = Pyx1X1 + Pyx2X2 + ε1 dapat
dilihat dari tabel anova berikut:

Tabel 4
ANOVA(b)
Mode Sum of Mean
l Squares df Square F Sig.
1 Regressi
15.804 2 7.902 4.757 .014(a)
on
Residual 71.435 43 1.661
Total 87.239 45
a Predictors: (Constant), ADAPTABILITAS, DESENT
b Dependent Variable: AKSEPTANSI
Hasil regresi uji model diatas dengan Anova menunjukkan bahwa model
hipotesis menunjukkan bahwa model struktural_1 baik digunakan untuk prediksi,
dimana signifikansi hasil sebesar 0,014 < alpha 5%. Dengan demikian bahwa
adaptabilitas dan desentralisasi secara bersama sama (simultan) berpengaruh
terhadap akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif.
Uji hubungan antar variabel berikut memberikan gambaran awal pengaruh
variabel exogen terhadap variabel endogen, uji korelasi pearson digambarkan
sbb:

50
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

Tabel 5
Correlations

Jenis_ Lama_ ADAPTAB


Umur Kelamin Bekerja Jabatan DESENT ILITAS KINERJA AKSEPTANSI KEPUASAN
Umur Pears on C orrelation 1 -.282 .635** -.570** .112 .082 -.112 .014 -.125
Sig. (2-tailed) . .058 .000 .000 .459 .589 .458 .925 .408
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
Jenis_Kelamin Pears on C orrelation -.282 1 -.155 .057 .064 .056 .200 .155 .171
Sig. (2-tailed) .058 . .304 .704 .673 .712 .182 .304 .257
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
Lama_Bek erja Pears on C orrelation .635** -.155 1 -.472** -.037 .081 -.162 .081 .105
Sig. (2-tailed) .000 .304 . .001 .809 .591 .282 .594 .486
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
Jabatan Pears on C orrelation -.570** .057 -.472** 1 .173 .093 .264 -.041 .072
Sig. (2-tailed) .000 .704 .001 . .250 .539 .076 .785 .635
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
DESENT Pears on C orrelation .112 .064 -.037 .173 1 .352* -.025 .012 -.214
Sig. (2-tailed) .459 .673 .809 .250 . .016 .870 .937 .154
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
ADAPTABILITAS Pears on C orrelation .082 .056 .081 .093 .352* 1 .104 .402** .257
Sig. (2-tailed) .589 .712 .591 .539 .016 . .491 .006 .085
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
KINERJA Pears on C orrelation -.112 .200 -.162 .264 -.025 .104 1 .584** .496**
Sig. (2-tailed) .458 .182 .282 .076 .870 .491 . .000 .000
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
AKSEPTANSI Pears on C orrelation .014 .155 .081 -.041 .012 .402** .584** 1 .261
Sig. (2-tailed) .925 .304 .594 .785 .937 .006 .000 . .079
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
KEPUASAN Pears on C orrelation -.125 .171 .105 .072 -.214 .257 .496** .261 1
Sig. (2-tailed) .408 .257 .486 .635 .154 .085 .000 .079 .
N 46 46 46 46 46 46 46 46 46
**. Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed).
*. Correlation is signif icant at the 0.05 lev el (2-tailed).

Seperti yang diprediksi adaptabilitas sub unit berhubungan positif dengan


tingkat desentralisasi pada signifikansi 0,016 yang dibawah alpha 5% dengan
besaran hubungan kedua variabel itu 0,352. Hubungan antara akseptansi sistem
akuntansi manajemen inovatif dengan kepuasan pengguna sistem akuntansi
manajemen tidak signifikan pada alpha 5% namun signifikan pada 10% dimana
signifikansi hubungan tersebut adalah sebesar 0,79 dengan besarnya hubungan
keduanya 0,261.
Berikut digambarkan uji koefisien secara parsial variabel pada persamaan
struktural-1 sebagai berikut:
Tabel 6
Coefficients(a)
Model Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1. (Constant) 7.071 1.672 4.228 .000
DESENT -.096 .096 -.148 -1.004 .321
ADAPTABILITAS .312 .101 .455 3.083 .004

51
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

a Dependent Variable: AKSEPTANSI


Ekspektasi kemampuan sub unit untuk beradaptasi dalam merespons
informasi baru yang disediakan oleh sistem akuntansi akan signifikan
meningkatkan akseptansi perubahan sistem akuntansi manajemen juga didukung
oleh data, dimana signifikansi 0,004 < dari alpha 5%. Penelitian ini menemukan
bahwa desentralisasi tidak berpengaruh terhadap akseptansi sistem akuntansi
manajemen inovatif dimana signifikansi hitung 0,321 > alpha 5%. Fenomena ini
menunjukkan bahwa semakin besar pendelegasian wewenang tidak berarti
mendorong manajer sub unit untuk menerima informasi yang disediakan oleh
sistem akuntansi manajemen inovatif.
Dengan demikian maka desentralisai berdampak tidak langsung terhadap
akseptansi sistem akuntansi manajemen melalui variabel adaptabilitas, oleh
karena desentralisasi signifikan berpengaruh terhadap adaptabilitas pada
signifikansi 0,016 < 5% dengan koefisien 0,334 (lihat lampiran output). Ini dapat
dipahami bahwa perubahan sistem akuntansi manajemen inovatif memerlukan
adaptasi yang memadai untuk digunakan user setelah menyesuaikan banyak hal,
misal kebiasaan-kebiasaan menterjemahkan informasi finansial saja lantas
berubah harus mempertimbangkan informasi nonfinansial tentu memerlukan
waktu adaptasi.
Pengaruh tidak langsung desentralisasi terhadap akseptansi sistem
akuntansi manajemen inovatif melalui adaptabilitas adalah sebesar 0,152 (0,455
x 0,334). Sedangkan pengaruh total desentralisasi terhadap akseptansi sistem
akuntansi manajemen adalah sebesar 0,789 (0,455 + 0,334) (lihat Jonathan
Sarwono, 2007). Dengan demikian maka hipotesis 2 yang menyatakan pengaruh
desentralisasi terhadap akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif
dimediasi oleh adaptabilitas sub-unit.
Berikut output hasil regresi Akseptansi sistem akuntansi manajemen
inovatif dan Kepuasan pengguna terhadap kinerja:

Tabel 7
Model Summaryb

Adjust ed Std. Error of Durbin-


Model R R Square R Square the Estimate Wat son
1 .684a .468 .443 2. 087 2. 093
a. Predic tors: (Cons tant ), KEPUASAN, AKSEPTANSI
b. Dependent Variable: KINERJA

Hasil diatas menunjukkan pengaruh gabungan variabel Akseptansi dan


Kepuasan pengguna terhadap kinerja adalah sebesar 46,8% sedangkan sisanya

52
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

53,2% adalah pengaruh variabel lain selain akseptansi sistem akuntansi


manajemen inovatif dan kepuasan pengguna sistem akuntansi manajemen.
Adapun uji model struktural_2 : Z = Pzy1Y1 + Pzy2Y2 + ε2 dapat dilihat
dari tabel anova berikut:
Tabel 8
ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regress ion 164.634 2 82. 317 18. 898 .000a
Res idual 187.301 43 4. 356
Tot al 351.935 45
a. Predic tors: (Cons tant ), KEPUASAN, AKSEPTANSI
b. Dependent Variable: KINERJA

Hasil regresi uji model diatas dengan Anova menunjukkan bahwa model
hipotesis menunjukkan bahwa model struktural_2 baik (fit) digunakan untuk
prediksi, dimana signifikansi hasil sebesar 0,000 < alpha 5%. Hasil ini juga
menunjukkan bahwa akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif dan
kepuasan pengguna secara bersama sama (simultan) berdampak terhadap
kinerja dengan tingkat signifikansi 0,000 (signifikan pada alpha 5%).
Berikut diikhtisarkan output regresi model struktural-2 yang menunjukkan
uji secara parsial sbb:
Tabel 9
Coeffici entsa

Uns tandardized Standardized


Coef f icients Coef f icients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1.767 2. 763 -. 639 .526
AKSEPTANSI .980 .231 .488 4. 233 .000
KEPUASAN .853 .267 .368 3. 197 .003
a. Dependent Variable: KINERJA
Dugaan penelitian ini bahwa kenaikan akseptansi informasi yang
disediakan dalam sistem akuntansi manajemen inovatif berdampak terhadap
kinerja pada signifikansi 0,000 < alpha 5% dengan standardized coefficient
sebesar 0,488. koefisien yang positif menunjukkan bahwa semakin besar tingkat
akseptansi informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi manajemen inovatif
maka semakin tinggi kinerja departemennya.
Kepuasan pengguna sistem akuntansi manajemen inovatif signifikan
berdampak positif terhadap kinerja yaang ditunjukkan oleh signifikansi 0,003 <
dari 5%. Dimana standardized coefficient 0,368. koefisien positif ini menunjukkan
bahwa semakin besar kepuasan pengguna sistem akuntansi manajemen maka
semakin tinggi tingkat kinerja departemennya. Dengan demikian hipotesis 3 yang

53
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

menyatakan terdapat pengaruh positif akseptansi sistem akuntansi manajemen


inovatif dan kepuasan pengguna terhadap kinerja diterima.
Berdasarkan uji parsial pengaruh variabel akseptansi sistem akuntansi
manajemen inovatif terhadap kepuasan pengguna sistem akuntansi manajemen
inovatif menunjukkan bahwa signfikansi 0,079 > alpha 5% yang berarti bahwa
tidak terdapat pengaruh signifikan akseptansi sistem akuntansi manajemen
terhadap kepuasan pengguna dengan 0,261 koefisen. Dengan demikian mana
pengaruh akseptansi terhadap kinerja tidak dimediasi oleh kepuasan pengguna,
hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis 4 penelitian ini yang menyatakan bahwa
pengaruh akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif terhadap kinerja
dimediasi oleh kepuasan pengguna ditolak.

Berikut ikhtisar Model penelitian ini

ε1 ε3
Adaptabilitas 0,919 0,532
(X2)

0,455 Akseptansi
SAM (Y1) Kinerja (Z)
0,334
0,488

-0,148 0,261 0,368

Desentralisasi Kepuasan
Pengguna (Y2)
(X1)

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa :
1. Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa pengaruh desentralisasi terhadap
akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif dimediasi oleh
adaptabilitas sub-unit ditolak.

54
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN

2. Hipotesis 2 yang menyatakan terdapat pengaruh positif desentralisasi dan


adaptabilitas sub-unit terhadap akseptansi sistem akuntansi manajemen
inovatif diterima.
3. Hipoteisis 3 yang menyatakan terdapat Pengaruh positif akseptansi sistem
akuntansi manajemen inovatif dan kepuasan pengguna terhadap kinerja
diterima.
4. Hipotesis yang menyatakan pengaruh akseptansi sistem akuntansi
manajemen inovatif terhadap kinerja dimediasi oleh kepuasan pengguna
ditolak.
5. Akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif dijelaskan oleh variabel
desentralisasi dan adaptabilitas sebesar 1,81% sisanya sbesar 91,19%
dijelaskan oleh variabel lainnya.
6. Kinerja departemen dapat dijelaskan oleh variabel akseptansi sistem
akuntansi manajemen dan kepuasan pengguna adalah sebesar 46,80%
sisanya 53,20% dijelaskan oleh variabel lainnya.

5.2. Saran.
Penelitian menemukan bahwa pengaruh langsung desentralisasi terhadap
akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif ternyata tidak signifikan ini
menunjukkan desentralisasi tidak langsung mendorong akseptansi sistem
akuntansi manajemen inovatif, hal ini menunjukkan masih adanya resistensi sub
unit dalam menerima perubahan sistem akuntansi manajemen yang di set-up
oleh top manajemen. Dugaan ini dibuktikan dalam penelitian ini bahwa
desentralisasi berdampak tidak langsung melalui adaptabilitas, hal ini
menunjukkan bahwa perubahan sistem akuntansi manajemen inovatif yang
dimplementasi dapat membuat sub-unit menerima sistem baru setelah
melakukan adaptasi yang relatif memadai. Berdasarkan uraian diatas maka
implikasi praktis penelitian ini menyarankan kepada top manajemen bahwa ketika
suatu sistem akuntansi manajemen inovatif diaplikasi dalam organisasi maka
desain sistem akuntansi manajemen inovatif hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan sub-unit.
Bahkan ketika sistem akuntansi manajemen sudah diterima oleh sub-unit,
ternyata tidak meningkatkan kepuasan pengguna walaupun secara langsung
berdampak pada kinerja, implikasi hal ini adalah bahwa dalam mengaplikasi
suatu sistem akuntansi manajemen yang inovatif top manajemen hendaknya
tidak memaksakan sistem akuntansi manajemen yang didesainnya. Sehingga
untuk penelitian berikutnya variabel desain sistem akuntansi manajemen inovatif
menjadi variabel yang dapat diuji dampaknya terhadap variabel-variabel dalam
penelitian ini.

55
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA PENGAUDITAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:

 Mampu menggambarkan akuntansi keperilakuan dalam


pengauditan

 Mampu menggambarkan bagaimana akuntansi keperilakuan


berkembang di pengauditan.

57
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

BAB 4
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA PENGAUDITAN
1. Audit Laporan Keuangan
Menurut Boynton dan Kell (2003), terdapat tiga tipe audit, yaitu:
a. Audit laporan keuangan (financial statement audit), berkaitan dengan
kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan
entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-
laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
b. Audit kepatuhan (compliance audit), berkaitan dengan kegiatan memperoleh
dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan
atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan ketentuan, atau
peraturan tertentu.
c. Audit operasional (operational audit), berkaitan dengan kegiatan
memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas
kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan
tertentu.

59
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Yusuf (2001:6) menyatakan audit atas laporan keuangan adalah salah


satu bentuk jasa atestasi yang dilakukan auditor. Dalam pemberian jasa ini,
auditor menerbitkan laporan tertulis yang berisi pernyataan pendapat apakah
laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku
umum. Dalam PSA No. 02 (IAI,2001:110.1) dinyatakan bahwa tujuan audit umum
atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan
pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya,
atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan
pandapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan
standar auditing yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, audit atas laporan keuangan melalui beberapa
tahapan (Mulyadi dan Puradiredja,1997:117), yaitu:
1.1. Penerimaan Penugasan Audit.
Di dalam memutuskan apakah suatu penugasan audit dapat
diterima atau tidak, auditor menempuh suatu proses yang terdiri dari 6 tahap,
yaitu:
a. Mengevaluasi integritas manajemen.
b. Mengidentifikasi keadaan khusus dan resiko luar biasa.
c. Menentukan kompensasi untuk melaksanakan audit.
d. Menilai independensi.
e. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan dan
keseksamaan.
f. Membuat surat penugasan audit.

60
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

1.2. Perencanaan Audit.


Keberhasilan penyusunan penugasan audit sangat ditentukan oleh
kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Tujuh tahapan yang
harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya, yaitu:
a) Memahami bisnis dan industri klien
b) Melaksanakan prosedur analitik.
c) Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.
d) Mempertimbangkan risiko bawaan.
e) Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo
awal, jika penugasan klien berupa audit tahun pertama.
f) Mereview informasi yang berhubungan dengan kewajiban-kewajjiban legal
klien.
g) Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan.
h) Memahami struktur pengendalian intern klien.
1.3. Pelaksanaan Pengujian Audit
Tahap ini disebut juga tahap ”pekerjaan lapangan”. Tujuannya
adalah untuk memperoleh bukti auditing tentang efektivitas struktur
pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangan klien. Tahap ini
harus mengacu pada standar pekerjaan lapangan.
1.4. Pelaporan Audit.
Tahap ini harus mengacu pada standar pelaporan. Dua langkah
penting yang dilakukan adalah menyelesaikan audit dengan meringkas
semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan serta menerbitkan laporan
audit yang melampiri laporan keuangan yang diterbitkan klien.Dalam setiap
tahap audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen
harus ditetapkan standar auditing. Standar auditing merupakan suatu kaidah
agar mutu auditing dapat dicapai sebagaimana mestinya. Secara lengkap,

61
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

seperti yang tercantum di dalam Standar Profesional Akuntan Publik, PSA


No. 01 (IAI,2001:150.1) menyatakan bahwa standar auditing yang telah
ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai
berikut:
1.4.1. Standar Umum
a. Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusuna laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
1.4.2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat ataas laporan keuangan auditan.
1.4.3. Standar Pelaporan
a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b) Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip
akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip
akuntansi yang diterpkan dalam periode sebelumnya.

62
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

c) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang


memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
d) Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal
yang mana auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor
harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika
ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.
1.5. Tahap akhir dari audit laporan keuangan adalah tahap pelaporan audit.
Pada tahap ini seorang auditor akan memberikan pendapatnya atas
laporan keuangan yang telah diauditnya. Menurut Halim (2001:63) dalam
Sovie (2005), ada enam jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor,
yaitu:
1.5.1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat ini dapat diberikan auditor apabila audit telah
dilaksanakan atau diselesaikan dengan standar auditing, panyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan tidak
terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa
penjelasan.
1.5.2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa
penjelasan
Pendapat ini dapat diberikan apabila audit telah dilaksanakan
atau diselesaikan dengan standar auditing, panyajian laporan keuangan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat
kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.

63
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

1.5.3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)


Menurut SA 508 paragraf 20 (IAI, 2001: 508.11), jenis pendapat
ini diberikan apabila :
a. Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan
keuangan secara keseluruhan.
b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak
mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan
tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun
perubahan dalam prinsip akuntansi.
1.5.4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secar wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan
alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang
menyebabkan pendapat diberikan terhadap laporan keuangan.
1.5.5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no
opinion)
Pernyataan ini layak diberikan, apabila ada pembatasan lingkup
audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu
dan auditor tidak independen terhadap klien.
1.5.6. Pendapat tidak penuh (piecemeal opinion)
Pendapat ini sebenarnya bukan merupakan suatu jeni pendapat
tersendiri. Pendapat tidak penuh adalah pendapat atas unsur tertentu
dalam laporan keuangan. Pendapat ini tidak boleh dinyatakan jika auditor

64
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

menyatakan tidakmemberikan pendapat atau ia menyatakan pendapat tida


wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan.

2. Bentuk Kepemilikan Akuntan Publik


Arens dan Loebbecke (1996: 11) membagi bentuk kepemilikan kantor
akuntan publik ke dalam empat kategori, terdiri dari:
2.1. Kantor Akuntan Publik Internasional
Sebelum tahun 1989 terdapat delapan KAP yang lazim disebut ”The
Big Eight”. Di tahun 1989, terjadi dua merger antara dua perusahaan,
sehingga menjadi ”The Big six”. Tidak ada alasan untuk merger ini, tetapi
faktor utama adalah kebutuhan bagi kantor akuntan publik untuk melayani
bisnis internasional seiring dengan adanya globalisasi. Pada tahun 2001,
terdapat KAP yang bertaraf internasional yang menduduki lima besar dunia,
yang lazim disebut The Big Five. The Big Five ini adalah KAP Arthur
Andersen (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Prasetio Utomo & Co.), KAP
Delloit Thouch Tohmatsu (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Hans
Tuanakotta Mustofa), KAP Ernst and Young (di Indonesia berafiliasi dengan
KAP Hanadi, Sarwoko Dan Sandjaja), Kap Pricewaterhouse Coopers (di
Indonesia berafiliasi dengan KAP Drs. Hadi Susanto dan Rekan), dan KAP
Klynveld Peat Marwick Goerdeler/KPMG (di Indonesia berafiliasi dengan KAP
Sidharta, Sidharta dan Harsono). Namun sekitar tahun 2002, KAP Arthur
Andersen mengalami kasus dan membubarkan diri (tanpa nama, 2003). Di
Indonesia, partner KAP yang berafiliasi dengan KAP Arthur Andersen
kemudian bergabung dengan KAP Ernst and Young, sehingga berganti nama
menjadi KAP Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja (Tanpa Nama, 2002).

65
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

2.2. Kantor Akuntan Publik Nasional


Beberapa KAP lainnya di Amerika Serikat yang dianggap sebagai
kantor akuntan publik berukuran nasional karena memiliki cabang-cabang di
seluruh kota besar di Amerika Serikat. Mereka memiliki hubungan dengan
KAP di luar negeri sehingga memiliki juga potensi internasional. Pada masa
belakangan ini emakin banyak kantor akuntan publik jenis ini yang juga
diwakili di Indonesia.
2.3. Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional
Sebagian kantor akuntan publik di Indonesia merupakan kantor
akuntan publik lokal atau regional, dan terutama sekali di Pulau Jawa.
Banyak diantaranya yang berafiliasi dengan organisasi kantor akuntan publik
internasional dalam kelompok 30 besar untuk bertukar pandangan dan
pengalaman mengenai hal-hal seperti teknik informasi dan pendidikan
lanjutan.
2.4. Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil
Sebagian kantor akuntan publik di Indonesia mempunyai kurang
dari 25 orang tenaga profesional pada suatu KAP. Mereka memberikan jasa
audit dan pelayanan yang berhubungan dengan badan-badan usaha kecil
dan organisasi nirlaba, meskipun ada diantaranya yang melayani satu dua
perusahaan yang go public.

3. Pelaporan Keuangan Bagi Perusahaan Publik


Sebelum tahun 2003, berdasrkan lampiran keputusan ketua BAPEPAM
Nomor Keputusan 80/PM/1996 dalam Widiyanti (2003) tentang penyampaian
laporan keuangan berkala, maka setiap emiten dan perusahaan publik yang
pernyataan pendaftarannya telah efektif wajib menyampaikan laporan keuangan
berkala dan laporan auditor independen kepada BAPEPAM selambat-lambatnya

66
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

120 hari setelah tanggal laporan tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal 30
September 2003, BAPEPAM merevisi peraturan tersebut, dengan dikeluarkannya
lampiran surat keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Keputusan 36/PM/2003 yang
menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan
akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada BAPEPAM
selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan
keuangan tahunan (Sovie, 2005).
Setiap emiten dan perusahaan publik yang pernyataan pendaftarannya
telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan keuangan berkala kepada
BAPEPAM sebanyak 4 (empat) eksemplar, sekurang-kurangnya 1 (satu) dalam
bentuk asli. Laporan keuangan yang harus disampaikan ke BAPEPAM terdiri dari
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan
atas laporan keuangan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang
berwenang sesuai dengan jenis industrinya.
Laporan keuangan tahunan wajib diumumkan kepada publik dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Perusahaan wajib mengumumkan neraca, laporan laba rugi dan laporan
lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenangsesuai dengan jenis
industrinya dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian
berbahasa Indonesia yang satu diantaranya mempunyai peredaran
nasional dan lainnya yang terbit di tempat kedudukan emiten atau
perusahaan publik, selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah
tanggal laporan keuangan tahunan.
2. Bentuk dan isi neraca, laporan laba rugi, dan laporan lain yang
dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industri
yang diumumkan tersebut harus sama dengan yang disajikan dalam

67
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

laporan keuangan tahunan yang disajikan kepada BAPEPAM.


Pengumuman tersebut harus memuat opini dari akuntan.
Bukti pengumuman tersebut harus disampaikan kepada BAPEPAM
selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengumuman.
3. Jika emiten atau perusahaan publik yang laporan keuangannya
mendapatkan opini selain wajar tanpa pengecualian, maka ketika
mengumumkan laporan keuangan auditannya, perusahaan publik wajib
pula memuat hal-hal sebagai berikut:
Paragraf penjelasan akuntan atas opininya, antara lain menyangkut hal-hal
sebagai berikut:
 Pembatasan ruang lingkup pemeriksaan.
 Penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Penjelasan ketidakpastian menyangkut kelangsungan usaha perusahaan
dan kemungkinan adanya kerugian.
 Dampak utama penyimpangan terhadap laporan keuangan

Tanggapan manajemen terhadap opini akuntan tersebut


Dengan semakin diperketatnya peraturan BAPEPAM terbaru yang
menjadikan batas waktu penyampaian laporan keuangan auditan dari 120 hari
menjadi 90 hari akan menjadikan tugas dari akuntan publik semakin berat. Hal ini
disebabkan karena pekerjaan audit merupakan aktivitas yang membutuhkan
waktu dikarenakan audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan
ketelitian. Disamping itu, dalam standar pekerjaan lapangan disebutkan bahwa
audit harus dilaksanakan melalui pemahaman yang memadai dan pengumpulan
bukti-bukti yang cukup melalui pengamatan, pengajuan pertanyaan dan
konfirmasi.

68
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

4. Audit Delay
Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal
yang sangat penting khususnya untuk perusahan-perusahan publik yang
menggunakan pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan. Beaver
(1968) dalam Givoly dan Palmon (1982) memberikan bukti empiris berkaitan
dengan isi informasi keuangan yang berupa pengumuman laba, dimana investor
akan menunda pembelian atau penjualan sekuritasnya sampai dengan
diterbitkannya laporan keuangan auditan perusahaan. Manajer perusahaan akan
sangat menghargai jika auditor mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Namun auditor memerlukan waktu yang cukup untuk dapat megumpulkan bukti-
bukti kompeten yang dapat mendukung opininya. Lamanya waktu penyelesaian
audit diukur dari berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal
ditandatanganinya laporan audit (tanggal opini) selanjutnya disebut sebagai audit
delay.
Audit delay atau dalam beberapa penelitian sebagai audit reporting lag
didefinisikan sebagai selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal sampai
dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Definisi ini digunakan oleh Casrlaw
dan Kaplan (1991); Ansah (2000); Hossain dan Taylor (1998); Halim (2000); serta
Ahmad dan Kamarudin (2001). Dyer dan McHugh (1975) membagi keterlambatan
atau lag menjadi:
1. preliminary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai
dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar
modal.
2. auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal
sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.
3. total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan
tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal.

69
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Di Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Bursa


Efek Indonesia (BEI) menetapkan bahwa laporan keuangan tahunan harus
teraudit dalam waktu 90 hari serta harus diserahkan ke BAPEPAM dan BEI untuk
dipublikasikan. Hal ini dapat dijadikan pedoman oleh auditor dan pihak
manajemen perusahaan publik bahwa batas waktu minimal audit delay adalah 90
hari (3 bulan). Apabila ketetapan ini dilanggar, maka BAPEPAM akan
mengenakan sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhinya.

5. Hubungan antara akuntansi dengan pengauditan


Hubungan antara akuntansi dengan pengauditan Subyek suatu audit
biasanya berupa data akuntansi yang ada dalam buku,catatan,dan laporan
keuangan dari entitas yang diaudit. Kebanyakan bukti yang dikumpulkan dan
dievaluasi auditor terdiri dari data yang dihasilkan oleh sistem akuntansi .kriteria
yang ditetapkan untuk asersi akuntansi pada umumnya adalah kesesuaian
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu seorang akuntan
pada suatu perusahaan tidak harus mengerti tentang pengauditan,tetapi seorang
auditor harus memahami memahami tentang akuntansi.Akuntansi menghasilkan
laporan keuangan dan informasi penting lain nya,sedangkan pengauditan
biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan meningkatkan nilai
informasi yang dihasilkan proses akuntansi dengan cara melakukan penilaian
secara kritis atas informasi tersebut dan selanjutnya mengkomunikasikan hasil
penilaian kritis tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Fokus dari isu pengauditan adalah auditor, baik internal maupun
eksternal. Penelitian akuntansi keperilakuan untuk isu ini muncul 10 tahun lebih
lama daripada isu pengendalian manajerial . Penelitian isu pengauditan bara
secara sistematis dilakukan orang di tahun 1970-an. Hal inipun dipicu oleh
adanya dari the Peat Marwick Foundation sehingga lahirlah Reasearch

70
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

Opportunities in Auditing. Penelitian dengan menggunakan auditor sebagai


partisipan akan mengurangi masalah ketika mahasiswa yang digunakan sebagai
partisipan menjadi auditor. Namun disisi lain, penggunaan auditor sebagai
partisipan membutuhkan setting tugas yang lebih realistik karena keahlian
(expertise) mereka sangat sensitif terhadap variasi tugas dan settingnya.
Beberapa topik dalam penelitian di bidang ini berkaitan dengan
judgment auditor, yaitu diantaranya adalah topik konsensus dan pengalaman
auditor, penggunaan statistik dan judgment auditor dan judgment dengan
menggunakan alat bantu pengambilan keputusan. Topik mengenai konsensus
auditor sebagai cermin dari respon auditor dalam pengambilan keputusan
merupakan topik paling awal. Kemudian penelitian beralih kepaa pengalaman
auditor karena diproposisikan bahwa auditor yang lebih berpengalaman memiliki
judgment yang lebih baik. Contoh penelitian dengan topik ini adalah Kida (1980).
Topik penelitian berikutnya adalah manusia sebagai statistician dan
sebagai pembuat keputusan. Penggunaan teori probabilitas subyektif mewarnai
penelitian di bidang ini (lihat Corless 1972 dan Crosby 1980; 1981). Penelitian di
topik ini juga mengembangkan bagaimana auditor dapat mengatasi bias yang
muncul karena penggunaan probabilitas subyektif. Penelitian-penelitian
berikutnya lebih banyak meneliti judgment auditor dari sisi prosesnya sehingga
dapat dibuatkan expert system untuk pemecahaan masalah secara spesifik.
Penggunaan metode verbal protocol analysis menjadi andalan untuk mengetahui
proses seorang ahli dalam membuat keputusan

71
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

6. Contoh Penelitian
Pengaruh Identifikasi Auditor atas Klien Terhadap Objektivitas Auditor
dengan Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image sebagai
Variabel anteseden
(Penelitian terhadap Auditor Kantor Akuntan Publik yang Listed di BEI
dengan Pendekatan Partial Least Square)

EWING YUVISA I
Universitas Panca Marga-Probolinggo
H. Abdul Rohman
Universitas Diponegoro Semarang
Hj. Rr SRI HANDAYANI
Universitas Diponegoro Semarang
ABSTRACT

This study examines the influence of PAuditors’ Identification with Their


Client on Auditors’ Objectivity with Auditor Tenure, Client Importance and Client
Image as Antesedent Variable. Continuing research by Bamber and Iyer in 2005,
as for becoming object from this research is auditors at Accounting Firms which
listed in Bapepam and Indonesia Stock Exchange (BEI) in Indonesia.
This research represents the empirical test which used convinience
sampling technics in data collection. Data were collected using a survey of 104
auditors at Accounting Firms. Data analysis uses Structural Equation Model
(SEM) with the program SmartPLS (Partial Least Square).
Results of hypothesis examination indicate that to three factor in Social
Identity Theory is auditor tenure (AT), client importance (CI) dan client image
(CM) have positively influences on Client identification (CID). The conclusion that
auditors do identify with their client and that auditors who identify more with a
client are more likely to acquiecence to the client-preferred position. On the other
hand, more experienced auditors and auditors who exhibit higher level of
professional identification are less likely to acquiesce to the client’s position.

Keywords: Auditor Objectivity, Client Identification, Auditor Tenure, Client


Importance, Client Image, Professional Identification, Social Identity Theory,
Structural Equation Model (SEM), Partial Least Square.

72
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

1. PENDAHULUAN
Topik independensi akuntan publik telah banyak ditulis dalam berbagai
tulisan (Novianty, 2001; Johnstone dkk, 2001; Libby dkk. 2002; Maria &
Pinnarwan, 2003). Di satu pihak, topik ini menempati posisi sentral dalam literatur
pengauditan, namun di pihak lain, topik ini juga yang paling sering memicu
perdebatan mengenai regulasi auditor. Terutama mengenai permasalahan
independensi auditor dan sifat alamiah dari hubungan yang terjadi antara auditor
dengan kliennya (familiaritas). Familiaritas auditor dengan klien inilah yang
kemudian diidentifikasi oleh Dewan Standard Independensi (Independence
Standard Board / ISB) sebagai salah satu dari lima ancaman terhadap
independensi auditor (ISB, 2000).
Untuk menjaga independensi dan obyektivitas auditor, maka Sarbanes
Oxley Act 2002 melarang auditor untuk melakukan berbagai aktivitas konsultasi di
luar jasa audit dan semakin mengetatkan peraturan akan rotasi auditor (Bamber
& Iyer, 2005). Menurut Bamber dan Iyer (2005), terdapat asumsi yang belum diuji
terkait dengan peraturan baru tersebut, yaitu apakah tingkat kedekatan antara
auditor dengan klien menjadi tidak layak karena dapat merusak obyektivitas
auditor dalam melakukan pekerjaan audit yang pada akhirnya akan memberikan
kontribusi terhadap terjadinya kegagalan audit seperti yang terjadi pada sejumlah
skandal keuangan: Waste Management, WorlCom, Global Croossing,
MicroStrategy, dan Enron.
Namun, seorang auditor harus terbiasa (familiar) terhadap kliennya.
Dengan terbiasa maka auditor dapat memahami klien dengan cukup baik guna
perencanaan dan melakukan proses audit yang efektif dan efisien (AICPA
Professional Standards, AU 311). Konflik yang terjadi antara: (1) kebutuhan
auditor untuk menjadi lebih familiar dengan klien guna melakukan proses audit
yang tepat, dan (2) ancaman terhadap obyektivitas auditor dari familiaritasnya
terhadap klien, yang mengarahkan pada kritik yang menyatakan bahwa tidaklah
mungkin untuk mengharapkan auditor untuk melakukan penilaian yang bersifat
obyektif dan tidak bias (Bazerman dkk, 2002).
Ketika hubungan klien suatu KAP telah berlangsung bertahun-tahun,
klien dapat dipandang sebagai sumber pendapatan yang berlangsung terus, yang
secara potensial dapat mengurangi independensi KAP. Imhof (2003) menyatakan
satu penyelesaian pada masalah independensi KAP adalah dengan rotasi KAP
yang bersifat mandatory. Rotasi KAP setiap tiga tahun dapat menjadi satu-
satunya perubahan yang paling effektif untuk meningkatkan independensi (Imhof,
2003).
Di Indonesia, rotasi KAP bersifat mandatory dengan ditetapkannya
Keputusan Menteri Keuangan nomor: 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan
publik dan direvisi dengan keputusan menteri keuangan nomor 359/KMK.06/2003

73
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

tanggal 21 Agustus 2003 yang mewajibkan perusahaan untuk membatasi masa


penugasan KAP selama lima tahun dan akuntan publik selama tiga tahun.
Bapepam juga telah menerbitkan peraturan No.VIII.A.2 tentang
independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal. Peraturan
pelaksanaan ini merupakan penjabaran dari ketentuan yang telah diatur pada
Pasal 67 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal yaitu
mengenai independensi profesi penunjang pasar modal. Dalam pasal tersebut
dinyatakan bahwa “Dalam melakukan kegiatan usaha di bidang pasar modal,
profesi penunjang pasar modal wajib memberikan pendapat atau penilaian yang
independen”. Peraturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas laporan
keuangan emiten atau perusahaan publik agar lebih transparan dan terpercaya.
Bukti yang menjelaskan identifikasi auditor terhadap kliennya sangat
penting untuk dua alasan yang sekaligus akan menjawab pertanyaan mengapa
penelitian ini perlu untuk dilakukan. Alasan pertama, Bahwa independensi
auditor merupakan dasar masyarakat percaya pada profesi akuntan publik dan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit.
Independensi auditor dan kualitas audit inilah menjadi fokus usaha Pemerintah
melalui Badan Pengelola Pasar Modal untuk melindungi pihak investor
(Bapepam, 2006). Secara eksplisit ISB (2000), mengakui bahwa identifikasi klien
adalah merupakan potensi yang mengancaman independensi dan obyektivitas
auditor. Perhatian ISB ini didukung oleh sejumlah lembaga riset besar dari
penelitian di bidang psikologi sosial dan perilaku organisatoris yang menemukan
bahwa identitas sosial secara signifikan akan mempengaruhi sikap dan perilaku
dari masing-masing individu (Hogg dan Terry, 2000; Ellemers dkk, 2002; Riketta,
2005). Riset akuntansi pada periode sebelumnya tidak mengarah pada pengaruh
dari social incentives terhadap objektivitas auditor, tetapi berfokus pada acaman
dari independensi yang berasal dari financial incentives auditor (Libby dkk. 2002).
Sebagai contoh, hasil dari riset yang bersifat eksperimen menemukan bahwa
auditor cenderung untuk lebih menyukai perlakuan khusus klien ketika ada
financial incentive (Hackenbrack and Nelson 1996; Salterio 1996; Salterio and
Koonce 1997; Haynes et al. 1998; Mayhew et al. 2001; Kadous et al. 2003).
Beberapa peneliti lain dengan menggunakan fee audit memperlihatkan
sedikit dukungan mengenai provisi dari kompromisasi jasa nonaudit serta
obyektivitas auditor (DeFond et al. 2002; Frankel at al. 2002; Chung and Kallapur
2003; Ashbaugh et al. 2003; Reynolds et al. 2004). Penelitian lainnya (King.
2002) menguji pengaruh dari afiliasi tim audit terhadap objektivitas auditor.
Penelitian terdahulu mempunyai keterbatasan dimana tidak ditemukan adanya
bukti lain berupa hubungan pribadi yang berbasiskan kognitif dengan pihak klien.

74
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

Alasan kedua adalah perbedaan antara ancaman dari hubungan


pribadi yang berdasarkan pada paham kognitif berhadapan dengan ancaman
masalah keuangan terhadap obyektivitas auditor, adalah menjadi penting karena
adanya intervensi korektif untuk meminimalisir efek negatif dari adanya hubungan
personal kognitif (lebih umum dikenal sebagai social incentives) yang cenderung
berbeda dari intervensi korektif untuk meminimalisir ancaman dari financial
incentives. Misalkan dengan mengurangi kompensasi partner untuk memberikan
jasa tambahan yang mungkin dapat memperbaiki financial disincentives terhadap
obyektivitas (Bamber dan Iyer, 2005).
Berdasarkan hasil respon dari jawaban yang diberikan oleh 104 auditor
pada Kantor Akuntan Publik yang terdaftar (listed) di direktori Bapepam
menunjukkan bahwa tiga faktor dalam teori identitas sosial yaitu auditor tenure
(AT), client importance (CI) dan client image (CM) berpengaruh positif terhadap
Client identification (CID). Dapat disimpulkan, bahwa auditor memang melakukan
identifikasi terhadap kliennya dan auditor yang semakin tinggi mengidentifikasi
kliennya akan cenderung untuk menyetujui keinginan dari klien. Namun di lain sisi
pengalaman seorang auditor dan tingkatan identifikasi profesional seorang
auditor akan cenderung untuk tidak menyetujui perlakuan khusus yang diinginkan
oleh klien.
Penelitian ini memperkenalkan sebuah bentuk pengukuran berdasarkan
Teori Identitas Sosial tentang keberadaan auditor yang mengidentifikasi klien
sekaligus untuk membuktikan bahwa Teori Identitas Sosial dapat memberikan
kerangka kerja (frame work) yang menyajikan wawasan mendalam untuk
menelaah beragam permasalahan pengauditan dan akuntansi untuk perspektif
Indonesia. Dimana pengukuran ini yang kemudian digunakan sebagai alat ukur
langsung terhadap hubungan auditor dengan pihak klien untuk meneliti dan
menelaah ancaman yang terjadi terhadap obyektivitas auditor.
Teori Identitas Sosial memberikan sebuah sudut pandang yang lebih
relevan untuk memahami indetifikasi klien oleh auditor. Teori Identitas Sosial
menjelaskan bahwa identittas atau karakteristik ganda dapat tetap eksis dan
relatif bersifat independen satu sama lain. Dengan membentuk eksistensi akan
identifikasi klien oleh auditor, maka riset mendatang dapat melakukan penelitian
tentang intervensi yang akan menyebabkan identifikasi profesional oleh auditor
menjadi sama pentingnya dengan identifikasi klien. Akhirnya, hasil dari penelitian
ini menemukan bahwa identifikasi klien akan meningkat seriring dengan lamanya
waktu seorang auditor melakukan proses audit terhadap klien dan memberikan
dukungan terhadap pergantian (rotasi) seorang auditor.

75
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Rumusan Masalah
Berangkat dari fakta di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini dinyatakan sebagai berikut:
1. Apakah Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image berpengaruh
terhadap Identifikasi Klien oleh auditor?
2. Apakah Identifikasi Klien oleh auditor berpengaruh terhadap tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence)?
3. Apakah Indentifikasi secara Profesional berpengaruh terhadap tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence)?
4. Apakah lamanya keterikatan KAP bekerja untuk klien (Firm Tenure)
berpengaruh terhadap tingkat kemudahan auditor dalam menyetujui
permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence)?
5. Apakah pengalaman auditor (Auditor Experience) berpengaruh terhadap
tingkat kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s
Client Acquiescence)?
6. Apakah ukuran perusahaan klien (Client Size) berpengaruh terhadap tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence)?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris
pengaruh hubungan antara:
a. Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image berpengaruh
terhadap identifikasi klien oleh auditor;
b. Identifikasi klien oleh auditor dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence);
c. Identifikasi secara profesional dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence);
d. Pengalaman auditor dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence);
e. Lamanya keterikatan auditor bekerja untuk klien dengan tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence);
f. Ukuran perusahaan klien dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence).

76
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

2. TELAAH TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN


Penelitian tentang Pengaruh Identifikasi Auditor atas Klien terhadap
Objektivitas Auditor merupakan salah satu penelitian pada bidang auditing dan
etika profesi dengan menggunakan konstruk-konstruk ilmu perilaku yang berasal
dari disiplin ilmu psikologi sosial dan perilaku organisasi dalam konteks akuntansi.

Teori Identitas Sosial


Teori Identitas Sosial menyatakan bahwa identitas sosial dari seorang
individu berasal dari proses kategorisasi pribadi melalui individu yang secara
kognitif akan membentuk kelompoknya sendiri dengan pihak lainnya. Seperti
halnya Teori Identitas Sosial yang secara potensial memberikan penjelasan
berbasis kognitif, hal ini berlawanan dengan penjelasan akan ketergantungan
ekonomis (economic dependence), karena adanya alasan mengapa klien
memiliki pengaruh yang terlalu berlebihan pada auditor.
Menurut teori Teori Identitas Sosial, individu akan mengklasifikasikan
diri mereka sendiri kedalam kelompok sosial yang beragam, seperti kelompok
berdasarkan pekerjaan, umur, kelamin, suku bangsa, atau bahkan agama
(Turner, 1987; Ashforth dan Mael, 1989). Identitas yang sifatnya beragam ini
memiliki perbedaannya sendiri-sendiri dan mungkin juga sesuai atau saling
bersaing dan saling melengkapi satu sama lain (Wallace, 1995; Scott, 1997).
Kategorisasi pribadi ini berperan sebagai titik awal untuk berpikir dan
melakukan hubungan sosial. Teori identitas sosial akan cenderung meningkat
ketika individu melakukan internalisasi terhadap norma kelompok dan nilai-nilai
yang ada. Individu akan cenderung untuk mengidentifikasi kelompok yang
memiliki nilai yang bisa menarik perhatian individu tersebut (Alvesson, 2000).

Identifikasi Klien
Teori Identitas Sosial memprediksikan bahwa pegawai dalam sebuah
perusahan jasa yang memiliki identifikasi langsung dengan klien akan menjadi
bagian utama dalam pekerjaan mereka dan akan menjadi awal dari sebuah
proses identifikasi terhadap klien. Auditor mungkin akan bekerja dengan klien
untuk periode waktu yang sangat lama dan dilakukan berulang-ulang dengan
basis tahunan. Untuk melakukan proses auditing yang efektif dan efisien, maka
auditor harus memahami bisnis klien, sistem informasi akuntansi serta
mengetahui siapa yang menjadi karyawan inti atau karyawan kunci (AICPA
Professional Standards, AU 311). Auditor juga akan memandang kliennya
sebagai sebuah perusahan yang berpotensi besar di masa yang akan datang
yang akan terus mempekerjakan mereka. Oleh karena itulah auditor akan
cenderung melakukan identifikasi terhadap klien.

77
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Hipotesis Penelitian
Variabel Anteseden
Teori Identitas Sosial menjelaskan tentang pengaruh identifikasi auditor
terhadap klien dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, lamanya auditor berhubungan
dengan klien (auditor tenure), pentingnya klien (client importance) dan kesan klien
(client image).
a. Lamanya Auditor Berhubungan dengan Klien (Auditor Tenure)
Lamanya seorang auditor bekerja dan berhubungan dengan klien
(auditor tenure), yaitu lamanya waktu seorang auditor bekerja dalam kontrak.
Duton dkk (1994) menyatakan bahwa semakin lama seseorang berada dalam
organisasi atau perusahan maka dia akan semakin menjadi bagian dalam
perusahaan atau organisasi tersebut untuk kategorisasi pribadi. Sejumlah studi
yang ada menemukan adanya peningkatan waktu bekerja dengan identifikasi
organisatoris (O’Reilly dan Chatman, 1986; Mael dan Ashforth, 1992).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bamber dan Iyer (2005)
menunjukkan tiga variabel dalam Teori Identitas Sosial yang menjelaskan dan
meningkatkan identifikasi klien oleh auditor. Lama keterikatan auditor mengaudit
klien, pentingnya klien bagi auditor dan kesan atas klien. Semua variabel ini
berhubungan secara signifikan dengan semakin tingginya identifikasi klien oleh
auditor. Sehingga hipotesis pertama penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1a: Identifikasi auditor terhadap klien akan meningkat seiring dengan
makin lamanya hubungan auditor dengan pihak klien.

b. Pentingnya Klien Bagi Auditor (Client importance)


Klien utama seringkali merupakan klien terbesar yang dimiliki oleh
auditor (Reynolds dan Francis, 2000; Chung dan Kallapur, 2003) dan seringkali
auditor akan menghabiskan waktu yang lebih lama dengan pihak klien. Ketika
suatu klien dipandang sebagai sumber pendapatan yang berlangsung terus, hal
ini secara potensial dapat mengurangi independensi auditor. Teori Identitas
Sosial menjelaskan adanya pengaruh atau efek positif dari kesan pribadi seorang
auditor yang diberi tugas atau dipekerjakaan oleh klien secara signifikan akan
meningkatkan identifikasi klien. Maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai
berikut :

H1b: Identifikasi auditor dengan klien akan meningkat seiring dengan


pentingnya klien bagi auditor.

78
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

c. Kesan atas Klien (Client Image)


Teori Identitas Sosial menjelaskan bahwa client image merupakan faktor
penentu yang penting dari identitas sosial. Individu akan cenderung
mengidentifikasi kelompok yang memiliki kesan menarik sehingga hubungan
dengan kelompok tersebut akan meningkatkan kesan individu. Wan-Higgins dkk
(1988) menemukan bahwa kesan (image) eksternal yang dijelaskan (seperti
kepercayaan seorang pegawai bahwa konsumen dan pihak lainnya dalam industri
akan mempersepsikan perusahaannya sebagai sebuah tempat yang tepat dan
baik untuk bekerja) adalah menjadi faktor penentu yang penting dari identifikasi
pribadi seorang pegawai terhadap perusahaannnya. Oleh karena itu penelitian ini
mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H1c: Identifikasi auditor terhadap klien akan meningkat seiring dengan


kesan yang ditimbulkan oleh klien.

Hubungan Client Identification dengan Auditor’s Client Acquiescence


Jika seorang auditor menunjukkan identifikasi klien dengan tingkatan
yang signifikan, maka sangatlah perlu untuk mempertanyakan obyektivitas
auditor. Obyektivitas meminta seorang auditor untuk melakukan penilaian audit
yang tidak bersifat bias dari pada menyetujui keinginan klien (ISB, 2000).
Obyektivitas adalah jantung dari nilai seorang auditor terhadap kelompok sosial
untuk memberikan sebuah opini atau pendapat yang sifatnya tidak bias terhadap
keadilan dari sebuah laporan keuangan yang dikeluarkan oleh klien (Johnston
dkk, 2001).
Dengan adanya pelatihan profesional, maka seorang auditor mungkin
saja dapat mengendalikan keberadaan identifikasi auditor terhadap klien
sehingga tidak akan membahayakan profesionalisme dan obyektivitas yang
mereka miliki. Dewan Standard Independensi dalam A Conceptual Framework for
Auditor Independence (2000) membuat sebuah daftar tentang familiaritas:
“ancaman yang muncul dari auditor akan dipengaruhi oleh hubungan erat yang
terjadi dengan pihak klien atau pihak yang diaudit”, sebagai salah satu dari lima
ancaman terhadap independensi auditor. Johnstone dkk (2001) mengidentifikasi
hubungan interpersonal antara auditor dan klien sebagai suatu dorongan yang
akan menciptakan resiko independensi.
Berdasarkan teori, konsep, dan hasil penelitian di atas, maka penelitian
ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: Persetujuan auditor terhadap perlakukan yang diinginkan oleh klien
akan meningkat seiring dengan eksistensi mereka dalam mengidentifikasi
klien.

79
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Hubungan Profesional Identification dengan Auditor’s Client Acquiescence


Teori identitas Sosial menyatakan bahwa individu akan menggolongkan
diri mereka ke dalam berbagai kelompok sosial, seperti kelompok yang
berasarkan pada pekerjaan, usia, gender, agama atau bahkan anggota
organisasi profesi (Tajfel dan Turner 1985; Dutton dkk, 1994). Maka, auditor
mungkin juga akan mengidentifikasikan profesi dan perusahaan mereka.
Kemampuan dari perusahaan untuk memfasilitasi harapan profesional individu
dan kekuatan suatu identitas profesional akan meningkatkan identifikasi
profesional (Aranya dkk. 1981; Norris dan Niebuhr 1984; Meixner dan Bline
1989). Dalam penelitian mereka tentang profesionalisme auditor internal, Fogarty
dan Kalbers (1995) menemukan bahwa internal audit dengan tingkat
profesionalisme yang tinggi lebih memiliki komitmen terhadap organisasi mereka.
Ketika identifikasi klien memberikan ancaman terhadap rusaknya
obyektivitas seorang auditor, ada fitur lain dari auditor yang dapat mengimbangi
ancaman ini. Salah satunya adalah faktor dimana identifikasi profesional yang
dimiliki oleh auditor. Auditor yang melakukan identifikasi terhadap profesinya
akan cenderung melakukan internalisasi dengan nilai dan norma profesi. Sebagai
akibatnya, identifikasi profesional sebaiknya dapat meningkatkan dan mendorong
perilaku profesional dan obyektivitas seorang auditor (Johnstone dkk, 2001).
Hasil yang diperoleh dari penelitian Bamber dan Iyer (2005) bahwa
identifikasi profesional memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap
kecenderungan auditor dalam memecahkan konflik kepentingan dengan pihak
klien

H3: Persetujuan auditor terhadap perlakuan yang diinginkan oleh klien akan
menurun seiring dengan keberadaan mereka dalam mengidentifikasi klien.

Hubungan Audit Firm Tenure dengan Auditor’s Client Acquiescence


Salah satu usulan untuk mengurangi ancaman yang dapat merusak
obyektivitas auditor adalah dengan meminta mereka untuk melakukan rotasi
terhadap perusahan yang diaudit dalam suatu batasan waktu tertentu. Rotasi ini
bertujuan untuk mencegah auditor dan KAP yang mungkin bisa menjadi
tergantung pada klien tersebut sepanjang waktu. Metcalf Committe (US Senate,
1976, p. 21) untuk pertama kali menyatakan bahwa “Pergantian (rotasi) auditor
yang bersifat mandatory adalah cara untuk memperkuat independensi seorang
auditor”.

Riset terkini (Bamber dan Iyer, 2002; Imhoff, 2003; Moon, 2005)
menemukan bahwa lamanya keterikatan auditor bekerja pada perusahaan klien

80
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

berhubungan dengan makin tingginya kualitas audit, yang menjelaskan bahwa


rotasi kantor akuntan publik tidak akan dapat memberikan hal yang bersifat
produktif. Sama halnya seperti yang disimpulkan oleh Ghosh dan Moon (2005)
yang menyatakan bahwa investor dan mediator akan mempersepsikan lamanya
keterikatan KAP dengan klien dengan semakin meningkatkan kualitas audit.

Bamber dan Iyer (2005) menguji secara langsung hubungan keterikatan


KAP dengan klien mempengaruhi objektivitas dari penilaian audit. Jika memiliki
pengetahuan yang spesifik atas perusahaan klien maka ini adalah suatu
keuntungan bagi KAP melalui pengalamannya mengaudit klien. Hal ini
merupakan knowledge institutional yang mungkin dapat membantu auditor dalam
membuat penilaian yang lebih obyektif. Misalnya, pengetahuan ini sebagai dasar
bagi auditor untuk sedikit lebih percaya pada perkiraan-perkiraan manajemen
dalam pelaksanaan aktivitasnya (Solomon dkk. 1999). Memberikan pemikiran
kepada pihak regulator bahwa rotasi dapat meningkatkan obyektivitas auditor.
Sedangkan riset yang ada saat ini menjelaskan hal yang berlawanan, maka
peneliti mengemukakannya dengan sebuah hipotesa null sebagai berikut:

H4: Persetujuan auditor terhadap perlakuan yang diinginkan oleh klien


tidak dipengaruhi oleh lamanya periode keterikatan KAP bekerja untuk
klien.

Hubungan Varibel Kontekstual dengan Auditor’s Client Acquiescence


Bamber & Iyer (2002) menyertakan variabel yang spesifik dengan klien
(client-specific) dan variabel yang spesifik dengan auditor (auditor-specific) untuk
mengendalikan faktor–faktor lainnya (diluar identifikasi klien, identifikasi
professional, dan lamanya auditor bekerja untuk klien) yang mungkin akan
mempengaruhi obyektivitas dari penilaian auditor. Pertama Bamber & Iyer (2002)
mengendalikan ukuran klien (client size). Hal ini untuk mengendalikan dorongan
finansial yang diberikan oleh klien agar auditor menyetujui posisi yang diinginkan
oleh klien karena ketergantungan ekonomis auditor terhadap klien (Reynolds dan
Francis, 2000).
Kedua, Bamber & Iyer (2002) mengendalikan pengalaman kerja auditor
(auditor experience) karena pengalaman kerja auditor berhubungan dengan
makin baiknya kinerja mereka dalam tugas audit (Bonner dan Pennington, 1991),
semakin berpengalaman seorang auditor maka akan semakin baik mereka untuk
dapat bertahan terhadap tekanan-tekanan dari klien (Hackenbrack dan Nelson,
1996) misalkan tekanan waktu (Mc. Daniel, 1990), dan semakin berpengalaman
seorang auditor maka akan semakin besar keterampilan manajerial yang mereka
miliki untuk mengimbangi tuntutan yang dihadapi dalam proses audit (Tan dan

81
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Libby, 1997; Moreno dan Bhattacharjee, 2003). Ringkasnya, Bamber & Iyer
(2002) menjelaskan bahwa obyektivitas auditor akan rusak oleh ukuran
perusahaan klien, tetapi akan semakin membaik/meningkat seiring dengan
bertambahnya pengalaman auditor.

H5a: Persetujuan auditor terhadap perlakuan yang diinginkan oleh klien


akan meningkat seiring dengan ukuran atau besarnya perusahaan klien.

H5b: Persetujuan auditor terhadap perlakuan yang diinginkan oleh klien


akan menurun seiring dengan tingkat pengalaman auditor terhadap klien.

Gambar 2.1.i menunjukkan model penelitian sebagai panduan sekaligus


alur berfikir tentang Pengaruh Identifikasi Auditor atas Klien Terhadap
Objektivitas Auditor dengan Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image
sebagai Variabel Anteseden.

3. METODE PENELITIAN
Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilakukan secara
cross sectional untuk menguji hipotesis (hypothesis testing) dengan melakukan
pengujian hubungan terhadap semua variabel yang diteliti (casual research).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor pelaksana yang terdiri dari
auditor junior, senior, supervisor dan manajer pada seluruh di Kantor Akuntan
Publik (KAP) di Indonesia. Sedangkan sampelnya adalah auditor dari KAP yang
terdaftar di Direktori KAP dan juga terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM).
Jumlah auditor tiap kantor akuntan publik tidak diketahui, maka sesuai
saran (Sekaran, 2003), elemen dalam populasi tersebut tidak mempunyai
probabilita untuk dipilih sebagai subjek sampel, maka metode sampling yang
dipilih adalah non probabilitas. Oleh karena populasi sudah memenuhi kriteria
yang diharapkan yaitu auditor pelaksana dan tidak ada kriteria khusus sebagai
pertimbangan penentuan sampel, maka teknik sampling yang digunakan adalah
convinience sampling.
Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah auditor dari 199 KAP
yang diperoleh dari website bapepam (www.bapepam.go.id/neoakuntanpublik).
Data untuk penelitian ini adalah data primer dalam bentuk persepsi responden
dikumpulkan dengan metode mail survey. Response rate dalam penelitian ini

82
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

adalah 20,8% dari jumlah total kuesioner yang dikirimkan yaitu sebanyak 500
kuesioner.

Gambar 2.1.
Model Penelitian

Firm Tenure Client Size


(H4) (H5a)

Auditor
Tenure
(H1a) +
+

Client + Auditors
Client + Identificatio Client
Importance n Acquiescence
(H1b) (H2)

-
Client + -
Image
(H1c) Profesional Auditor
Identification Experience
(H3) (H5b)

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


Auditors Client Aquiescence
Auditor Client Aquiescence diartikan sebagai tingkat kemudahan auditor
dalam menyetujui keinginan klien. Untuk mengukur variabel Auditors Client
Aquiescence peneliti mengadaptasi satu kasus singkat dari riset tentang perilaku
auditor dalam sebuah situasi audit yang penuh dengan konflik (Knapp, 1985; Tsui
dan Gul, 1996). Responden mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa
mereka menerima perlakuan sesuai dengan keinginan dari klien dengan
memberikan nilai probabilitas yang terletak antara nilai 1 (cenderung sangat
rendah) hingga nilai 5 (cederung sangat tinggi). Artinya adalah bahwa semakin
tinggi skor yang diperoleh mencerminkan semakin besar kecenderungan dimana
auditor akan menyetujui keinginan klien sehingga auditor tidak bisa membuat
sebuah penilaian (judgement) yang bersifat obyektif.

83
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Identifikasi Klien (Client Identification)


Identifikasi klien diartikan sebagai tingkat dimana auditor semakin
terbiasa atau familiar terhadap kliennya. Dengan terbiasa maka auditor dapat
memahami klien dengan cukup baik guna perencanaan dan melakukan proses
audit yang efektif dan efisien (Standard Auditing, AU, 311).
Alat ukur untuk identifikasi klien berdasarkan pada skala identifikasi
organisatoris (Mael dan Ashforth 1992; Wan-Higgins dkk, 1998). Secara spesifik,
responden berpikir bahwa klien terbesar mereka akan menjawab sejumlah
pertanyaan yang berhubungan dengan masalah identifikasi, kesan dari klien
(client image) dan pentingnya klien (client important).

Auditor tenure
Auditor tenure diartikan sebagai periode keterikatan antara auditor
dengan klien, yaitu lamanya auditor mengaudit pada perusahaan klien.
Responden mengindikasikan lamanya mereka bekerja untuk klien dalam hitungan
jumlah tahun.

Pentingnya Klien (Client Importance)


Pentingnya klien bagi KAP yaitu bobot prioritas penugasan jasa
audit/jasa non-audit terhadap KAP yang mengaudit perusahaan. Untuk mengukur
variabel pentingnya klien (Client Importance) dengan menggunakan skala yang
berkisar dari nilai 1 (sama sekali tidak penting) hingga bernilai 5 (sangat penting).

Client Image
Kesan klien (client image) merupakan persepsi mengenai klien yang
akan mempengaruhi identifikasi klien, dimana dalam Teori Identitas Sosial
dijelaskan bahwa kesan yang ditimbulkan klien merupakan faktor penentu yang
penting dari identitas sosial. Individu akan cenderung mengidentifikasi kelompok
yang memiliki kesan menarik sehingga hubungan dengan kelompok tersebut
akan meningkatkan kesan individu dan harga diri (Wan-Higgins dkk, 1988).
Instrumen variabel Client Image terdiri dari 3 item pertanyaan yang
diadopsi dari skala organization image (Mael dan Ashforth, 1992; Iyer dkk, 1997)
untuk mengukur image dari klien dengan menggunakan skala likert poin lima dari
nilai satu jika sangat tidak setuju hingga nilai lima jika sangat setuju.

Identifikasi Profesional (Professional Identification)


Identifikasi profesional yang dimiliki oleh auditor dipercaya dapat
mengimbangi ancaman terhadap rusaknya obyektivitas ketika auditor melakukan
identifikasi atas klien.

84
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

Untuk mengukur variabel Professional Identification digunakan


instrumen berdasarkan pada skala identifikasi organisatoris yang diadopsi dari
penelitian (Mael dan Ashforth 1992; Wan-Higgins dkk, 1998). Russo (1998)
menggunakan teknik yang sama untuk mengukur identifikasi profesional yang
dimiliki oleh seorang jurnalis. Instrumen identifikasi profesional terdiri dari lima
item pertanyaan dengan lima poin skala Likert, nilai satu (1) berarti sangat tidak
setuju hingga nilai lima (5) yang berarti sangat setuju.

Audit Firm Tenure


Audit firm tenure diartikan sebagai periode keterikatan antara auditor
dengan klien. Untuk mengukur variabel periode keterikatan KAP dengan klien,
responden mengindikasikan lamanya KAP mereka bekerja untuk klien dalam
hitungan jumlah tahun.

Ukuran Klien (Client Size)


Karakteristik klien yang mempengaruhi persetujuan auditor untuk
menerima perlakuan yang diinginkan oleh klien dapat dikelompokkan ke arah
yang dapat mempengaruhi objektivitas dari penilaian auditor. Hal ini untuk
mengendalikan dorongan financial yang diberikan oleh klien agar auditor
menyetujui posisi yang diinginkan oleh klien karena adanya ketergantungan
ekonomis auditor terhadap klien (Reynolds dan Francis, 2000). Sesuai dengan
Bamber dan Iyer (2005) proksi untuk client size yang digunakan adalah total aset.

Pengalaman auditor (Auditor Experience)


Pengalaman auditor (auditor experience) yaitu pengalaman auditor
dibidang pengauditan. Pengalaman kerja auditor dapat mempengaruhi
obyektivitas dari penilaian auditor, karena pengalaman kerja auditor berhubungan
dengan makin baiknya kinerja mereka dalam tugas audit. Weber dan Croker
(1980) dalam Tubbs (1992) menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman
seseorang, maka hasil pekerjaan akan semakin akurat dan lebih banyak
mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit. Responden
mengindikasikan pengalaman mereka mengaudit dalam hitungan jumlah tahun.

Analisis Data
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan pendekatan Structural
Equation Model (SEM) dengan menggunakan software Partial Least Square
(PLS). PLS adalah model persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen
atau varian (variance). Menurut Ghozali (2006) PLS merupakan pendekatan
alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariance menjadi

85
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

berbasis varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas/teori


sedangkan PLS lebih bersifat predictive model.
PLS merupakan metode analisis yang powerfull (Wold, 1985 dalam
Ghozali, 2006) karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data
harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan
untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada
tidaknya hubungan antar variabel laten.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif yang merupakan tanggapan responden atas item-item
pertanyaan dalam kuesioner dapat dilihat pada tabel 1.
TABEL 1
STATISTIK DESKRIPTIF VARIABEL PENELITIAN
Teoritis Sesungguhnya
Variabel N
Kisaran Mean Kisaran Mean SD
1 5 1 2 3
Client Identification 04 - 25 5 13 - 25 0,65 ,017
1 5 1 2 2
Professional Identification 04 - 25 5 16 - 25 1,67 ,379
1 1 4 0
Client Importance 04 -5 3 3-5 ,52 ,623
1 3 1 1
Client Image 04 -9 6 8 - 15 2,35 ,874
1 2 1
Auditor Tenure 04 - - 1-5 ,38 ,054
1 3 1
Firm Tenure 04 - - 1-7 ,76 ,431
1 3 2
Auditor Experience (month) 04 - - 12 - 96 9,06 1,259
Client Size (dalam jutaan 1 3 7
rupiah) 04 - 9395-46205990
- 169100 121216
1 1 2 0
Auditor's Client Acquiescence 04 -5 3 1-5 ,92 ,932
Sumber: Data Primer diolah, 2007

Berdasarkan tabel 1 di atas, maka dapat dilihat bahwa semua variabel


mempunyai nilai rata-rata (mean) yang cukup tinggi yaitu mendekati nilai
maksimum, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden memberikan
penilaian yang cukup baik atau tinggi terhadap masing-masing instrumen variabel
penelitian.
Client Identification mempunyai bobot kisaran teoritis antara 5 sampai
dengan 25 dengan rata-rata sebesar 15. Pada kisaran sesungguhnya faktor

86
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

Client Identification mempunyai bobot jawaban antara 13 sampai dengan 25.


Bobot jawaban kisaran sesungguhnya berada di atas rata-rata kisaran teoritis,
maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel Client Identification terhadap
responden adalah tinggi.
Professional Identification mempunyai bobot kisaran teoritis antara 5
sampai dengan 25 dengan rata-rata sebesar 15. Pada kisaran sesungguhnya
faktor Professional Identification mempunyai bobot jawaban antara 16 sampai
dengan 25. Maka dapat dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel Professional
Identification terhadap responden adalah tinggi.
Demikian pula untuk faktor Client Importance dan Client Image yang
mempunyai bobot jawaban kisaran sesungguhnya berada di atas rata-rata
kisaran teoritis, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh faktor Client
Importance dan Client Image terhadap responden adalah tinggi. Namun untuk
faktor Auditors Client Acquiescence mempunyai bobot jawaban kisaran teoritis
antara 1 sampai dengan 5 dengan rata-rata sebesar 3. Pada kisaran
sesungguhnya faktor Auditors Client Acquiescence mempunyai bobot jawaban
antara 1 sampai dengan 5. Dapat dilihat bahwa nilai rata-rata jawaban faktor
Auditors Client Acquiescence bobot jawaban kisaran sesungguhnya berada di
bawah rata-rata kisaran teoritis yaitu 2,92 maka dapat disimpulkan bahwa
pengaruh variabel Auditors Client Acquiescence terhadap responden adalah
rendah.

Uji Kualitas Data


Uji kualitas data meliputi realibilitas dan uji validitas. Uji reliabitas
dilakukan dengan melihat nilai composite reliability yang dihasilkan dengan
perhitungan PLS untuk masing-masing konstruk. Nilai suatu konstruk dikatakan
reliabel jika memberikan nilai composite reliability >0,70 (Werts et al. 1974 dalam
Imam, 2006). Hasil uji reliabilitas disajikan pada tabel 2.

TABEL 2
HASIL UJI RELIABILITAS
Average
Composite
Konstruk Variance Ket
Reliability
Extracted

Client Identification (CID) 0.869 0.573 Reliabel


Professional Identification (PI) 0.849 0.531 Reliabel
Client Image (CM) 0.823 0.609 Reliabel
Sumber: Data Primer diolah, 2007

87
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Hasil pengujian pada table 2 menunjukkan bahwa semua konstruk atau


variabel penelitian ini sudah menunjukkan sebagai pengukur yang fit, hal ini
berarti bahwa semua item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur masing-
masing konstruk adalah reliabel. Nilai composite realibility masing-masing
konstruk sangat baik di atas 0.80. Cara lainnya adalah dengan melihat akar dari
Average Variance Extracted (AVE) suatu konstruk dibandingkan dengan nilai
korelasi antar konstruk lainnya. Jika nilai akar AVE lebih tinggi dari pada korelasi
antar konstruk yang lain, maka dapat disimpulkan konstruk memiliki tingkat
realibilitas yang baik.
Uji validitas dilakukan dengan menggunakan evaluasi measurement
(outer) model yaitu dengan menggunakan convergent validity (besarnya loading
factor untuk masing-masing konstruk). Convergent validity dari measurement
model dengan indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi antara masing-masing
skor indikator dengan skor konstruknya (Ghozali, 2006). Ukuran refleksif
individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang
ingin diukur.
Berdasarkan dari tabel 3 dapat disimpulkan seluruh pertanyaan dalam
kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel Client Identification (CID),
Professional Identification (PI) dan Client Image (CM) mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
TABEL 3
HASIL UJI VALIDITAS

Sumber : Data primer diolah 2007

88
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

Pengujian Model Struktural (Inner Model)


Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat
hubungan antara variabel, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian.
Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk variabel
dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t serta
signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.
Tabel berikut ini merupakan hasil estimasi R-square dengan
menggunakan SmartPLS.
TABEL 4
NILAI R-SQUARE
R-square
CID 0.661
ACA 0.509
Sumber : Output SmartPLS 2007
Tabel 4 ini menunjukkan nilai R-square konstruk CID sebesar 0,661 dan
konstruk ACA sebesar 0,509. Semakin tinggi nilai R-square, maka semakin besar
kemampuan variabel independen tersebut dapat menjelaskan variabel dependen
sehingga semakin baik persaman struktural.
Structural Equation Model (SEM)
Metode analisis utama dalam penelitian ini dilakukan dengan Structural
Equation Model (SEM). Pengujian dilakukan dengan bantuan program SmartPLS.
Hasil pengujian diperoleh pada gambar 1:
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang diajukan, dapat dilihat dari besarnya nilai
t-statistik. Signifikasi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang
sangat berguna mengenai hubungan antara variabel-variabel penelitian. Batas
untuk menolak dan menerima hipotesis yang diajukan adalah ±1,645 signifikan
pada p<0.05 (1-tailed) dan ±1,960 (2-tailed). Tabel 5 menyajikan output estimasi
untuk pengujian model struktural.
GAMBAR 1
FULL MODEL SEM

TABEL 5

89
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

RESULT FOR INNER WEIGHTS


original Standard
Hipotesis Variabel T-Statistic Kesimpulan
sample estimate deviation

H1a AT -> CID 0.395 0.104 3.790 Diterima


H1b CI -> CID 0.212 0.150 1.418 Ditolak
H1c CM -> CID 0.407 0.152 2,678 Diterima
H2 CID -> ACA 0.499 0.122 4,102 Diterima
H3 PI -> ACA -0.213 0.164 1,302 Ditolak
H41 FT -> ACA 0.178 0.121 1,471 Ditolak
H5a CS -> ACA 0.177 0.118 1,497 Ditolak
H5b AE -> ACA -0.377 0.157 2,393 Diterima
Keterangan: signifikan pada *p<0.10; **p<0.05; ***p<0.01 (1-tailed)
1= menggunakan 2-tailed
Sumber : Output SmartPLS 2007

Hipotesa awal dari studi ini mencoba untuk menelaah dan meneliti
variabel anteseden dari identifikasi klien. Dan sesuai dengan hasil sebelumnya
yang menemukan bukti adanya identifikasi auditor dengan klien, Gambar 1 (dan
Tabel 5) menunjukkan tiga faktor dalam Teori Identitas Sosial yang menjelaskan
dan meningkatkan identifikasi klien oleh auditor. Jumlah tahun dimana auditor
mengaudit klien menunjukkan ada pengaruh positif 0,395 dengan nilai T-Statistic
sebesar 3,790 dan signifikan pada 0,05. Nilai t-statistik tersebut berada jauh di
atas nilai kritis ± 1,645 (1-tailed), dengan demikian hipotesis pertama dapat
diterima. Pentingnya Klien (Client Importance-CI) terhadap Client Identification
(CID) menunjukkan ada pengaruh positif (0,212), dengan nilai t-statistik sebesar
1,418 tetapi tidak signifikan pada alpha 0,05. Nilai t-statistik tersebut berada di
bawah nilai kritis ± 1,645 (1-tailed) dengan tingkat signifikansi berada di atas nilai
signifikan 0,05, dengan demikian H1b tidak dapat diterima. Client Image (CM)
terhadap Client Identification (CID) menunjukkan pengaruh positif 0,407, nilai t-
statistik sebesar 2,678 < 1,645 (1-tailed) dan signifikan pada alpha 0,05. Dengan
demikian hipotesis 1c (H1c) dapat diterima. Semua variabel ini berhubungan
secara signifikan dengan semakin tingginya identifikasi klien oleh auditor. Hasil
akhir yang diperoleh memberikan dukungan terhadap H 1a, H 1b, dan H 1c.
Dengan adanya bukti yang menyatakan bahwa auditor akan
mengidentifikasi kliennya maka sangatlah penting untuk memastikan apakah
identifiaksi klien ini bisa berkompromi dengan obyektivitas auditor, seperti yang
diprediksi dalam Teori Identitas Sosial. Sebagaimana hipotesa (H2) yang
menyatakan bahwa identifikasi klien akan merusak obyektivitas auditor. Artinya
adalah bahwa persetujuan auditor sesuai dengan permintaan klien akan

90
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

meningkatkan keberadaan mereka dalam mengidentifikasi kliennya. Hasil akhir


yang diperoleh dilaporkan dalam Gambar 1 dan tabel 6 mendukung hipotesa ini,
bahwa identifikasi klien memberikan pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kecenderungan bahwa auditor akan mampu memecahkan konflik
kepentingan dengan pihak klien (H 2 : t = 4,102 > 1,645 (1-tailed). Oleh
karenanya dapat dikatakan Hipotesis 2 (H2) dapat diterima pada α 0,05.
Bila identifikasi klien memberikan ancaman bagi obyektivitas auditor
maka terdapat fitur lain dari auditor yang bisa digunakan untuk mengurangi an-
caman ini. Faktor pertama adalah identifikasi profesional, hipotesa (H3) yang
menyatakan bahwa identifikasi auditor sesuai dengan profesinya akan mening-
katkan obyektivitas. Artinya adalah bahwa auditor dengan tingkat identifikasi
profesional yang relatif lebih tinggi akan cenderung kurang menyetujui perlakukan
khusus (keinginan) klien. Gambar 1 menunjukan bahwa sesuai dengan hipotesis,
maka Identifikasi Profesional memberikan pengaruh negatif -0,213 dan nilai t-
satistik sebesar 1,302 berada di bawah 1,645 (1-tailed). Dengan demikian
hipotesis keempat tidak dapat diterima karena t-stastistik < t-hitung.
Faktor kedua menjelaskan dan mungkin mempengaruhi obyektivitas
auditor adalah lamanya auditor bekerja untuk klien (misalkan jumlah tahun
dimana auditor mengaudit perusahaan klien). Dalam model penelitian kami,
koefisien lamanya auditor bekerja untuk klien menjelaskan adanya efek
tambahan terhadap hubungan yang terjadi antara perusahaan audit dan klien
diluar lamanya auditor bekerja untuk klien sesuai dengan kesepakatan atau
perjanjian. Gambar 1 menunjukan bahwa H4 secara marginal dan secara statistik
bernilai signifikan sebesar 0,178 dan nilai t-satistik sebesar 1,471 berada pada
batas yang dianjurkan yaitu diatas 1,960 untuk p<0.05 (2-tailed). Dengan
demikian penelitian ini menerima hipotesis nol (H0) dan menolak hipotesis
alternatif (H4).
Hipotesis terakhir meneliti dua faktor kontekstual yaitu kecenderungan
yang akan mempengaruhi obyektivitas auditor: (1) ukuran klien (client size) dan
(2) pengalaman auditor bekerja untuk klien (auditor experience). Dari hasil
pengolahan data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh Ukuran
Perusahaan (Client Size) yang diproksikan dengan Total Aset terhadap Auditors
Client Acquiescence (ACA) menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai
t = 1,497 < 1,645 (1-tailed). Oleh karenanya dapat dikatakan Hipotesis 5a ditolak.
Hipotesis 5b menyatakan bahwa Pengalaman Auditor (Auditor
Experience-AE) berpengaruh negative terhadap Auditors Client Acquiescence
(ACA). Hasil pengolahan data menunjukkan Pengalaman Auditor (Auditor
Experience-AE) terhadap Auditors Client Acquiescence (ACA) sebesar -0,377
dengan nilai t = 2,393 > 1,645 (1-tailed). Oleh karenanya dapat dikatakan
Hipotesis 5b diterima.

91
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

5. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN


Kesimpulan
Penelitian ini berusaha menguji ancaman terhadap independensi auditor
yang berasal dari social incentives dan pengembangan literatur sebelumnya yang
hanya berfokus terhadap financial incentives auditor di Indonesia. Dengan
menggunakan Teori Identitas Sosial untuk mengembangkan sebuah model yang
komprehensif tentang pengaruh identifikasi auditor atas klien terhadap
objektivitas auditor dengan auditor tenure, pentingnya klien dan image atas klien
sebagai variabel anteseden. Dari hasil pengujian SEM (Structural Equation
Modeling) dengan menggunakan bantuan software statistik SmartPLS,
disimpulkan bahwa :
1. Hipotesis (H1a, H1c, H2 dan H5b) diterima. Hasil ini konsisten dengan
penelitian Bamber dan Iyer (2005) yang menjelaskan bahwa lama keterikatan
auditor dalam mengaudit klien dan kesan atas klien berhubungan secara
signifikan dengan semakin tingginya identifikasi klien oleh auditor. Alvesson
(2000) menyatakan, untuk melakukan proses auditing yang efektif dan efisien,
maka auditor harus memahami bisnis klien. Dengan kata lain seorang auditor
yang memiliki tingkat pengalaman yang lebih tinggi akan meningkatkan
identifikasi profesional dan cenderung untuk tidak menyetujui posisi yang
diinginkan klien.
2. Identifikasi Profesional (H3) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
kecenderungan auditor untuk menyetujui keinginan klien (auditors client
acquiescence). Hasil ini mengindikasikan bahwa Professional Identification
tidak cukup memberikan bukti yang dapat mempengaruhi tingkat kemudahan
auditor akan menyetujui keinginan klien.
3. Lama keterikatan hubungan KAP dengan klien (H4) berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap kecenderungan auditor untuk menyetujui keinginan
klien (auditors client acquiescence).
4. Ukuran Klien (H5a) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
kecenderungan auditor untuk menyetujui keinginan klien (auditors client
acquiescence).
5. Berdasarkan hasil pengujian SEM dengan menggunakan SmartPLS dapat
diketahui bahwa besarnya nilai R square dengan dependen variabel CID dan
ACA masing-masing sebesar 66,1% dan 50,9%.
6. Berdasarkan hasil temuan dan analisis menunjukkan bahwa auditor memang
mengidentifikasi kliennya, meskipun terdapat variabilitas yang signifikan antar
auditor yang mengidentifikasi klien. Identifikasi klien menjadi penyebab
kecemasan utama karena dari hasil penelitian menjelaskan bahwa hal ini
dapat merusak obyektivitas auditor. Ketika identifikasi klien memberikan
ancaman terhadap rusaknya obyektivitas seorang auditor, ada fitur lain dari

92
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN

auditor yang dapat mengimbangi ancaman ini. Salah satunya adalah faktor
dimana identifikasi profesional yang dimiliki oleh auditor. Identifikasi profesional
dapat meningkatkan dan mendorong perilaku profesional dan obyektivitas
seorang auditor.

Saran Untuk Penelitian Berikutnya


Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Penentuan responden yang akan menjadi sampel sebaiknya lebih
difokuskan pada level auditor yang memiliki fungsi pengambilan
keputusan (decision making) karena auditor yang memiliki fungsi
pengambilan keputusan erat kaitannya dengan obyektivitasnya.
2. Metode sampling yang digunakan adalah convenience sampling sehingga
hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasi. Untuk penelitian yang
mendatang disarankan untuk menggunakan metode sampling yang lain
seperti purposive sampling agar penelitiannya dapat digeneralisasi.
3. Penelitian selanjutnya dengan memperluas obyek penelitian, tidak hanya
terbatas pada auditor KAP yang terdaftar di Bapepam saja, tetapi pada
auditor KAP di seluruh Indonesia sehingga hasil dapat digeneralisasikan
dengan baik.
4. Perlu dilakukan pengembangan instrumen penelitian, yaitu disesuaikan
dengan kondisi dan lingkungan dari obyek yang akan diteliti. Selain itu
perlu dilakukan pilot study untuk menjamin bahwa item-item pertanyaan
dalam kuesioner dapat dipahami dengan baik oleh responden.

93
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:

 Mampu menggambarkan akuntansi keperilakuan dalam


pengauditan

 Mampu menggambarkan bagaimana akuntansi keperilakuan


berkembang di pengauditan.

95
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

BAB 5
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

1. Pendekatan Sistem dan Teknologi Informasi


1. 1. Pendekatan Sistem
A. Sistem Informasi Akuntansi dan Lingkungan Bisnis
Sistem informasi akuntansi (SIA) merupakan suatu rerangka
pengkordinasian sumber daya (data, meterials, equipment, suppliers, personal,
and funds) untuk mengkonversi input berupa data ekonomik menjadi keluaran
berupa informasi keuangan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan suatu
entitas dan menyediakan informasi akuntansi bagi pihak-pihak yang
berkepentingan (Wilkinson, 1991). Transaksi memungkinkan perusahaan
melakukan operasi, menyelenggarakan arsip dan catatan yang up to date, dan
mencerminkan aktivitas organisasi. Transaksi akuntansi merupakan transaksi
pertukaran yang mempunyai nilai ekonomis. Tipe transaksi dasar adalah:
(1) Penjualan produk atau jasa, (2) Pembelian bahan baku, barang dagangan,
jasa, dan aset tetap dari suplier, (3) Penerimaan kas, (4) Pengeluaran kas
kepada suplier, (5) Pengeluaran kas gaji karyawan. Sebagai pengolah transaksi,

97
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

sistem informasi akuntansi berperan mengatur dan mengoperasionalkan semua


aktivitas transaksi perusahaan.
Tujuan sistem informasi akuntansi adalah untuk menyediakan informasi
yang diperlukan dalam pengambilan keputusan yang dilaksanakan oleh aktivitas
yang disebut pemrosesan informasi. Sebagian dari keluaran yang diperlukan oleh
pemroses informasi disediakan oleh system pemrosesan transaksi, seperti
laporan keuangan dari sistem pemrosesan transaksi. Namun sebagian besar
diperoleh dari sumber lain, baik dari dalam maupun dari luar perusahaan.
Pengguna utama pemrosesan transaksi adalah manajer perusahaan. Mereka
mempunyai tanggung jawab pokok untuk mengambil keputusan yang berkenaan
dengan perencanaan dan pengendalian operasi perusahaan. Pengguna output
lainnya adalah para karyawan penting seperti akuntan, insinyur serta pihak luar
seperti investor dan kreditor. Konsep perancangan sistem seharusnya
mencerminkan prinsip-prinsip perusahaan.
Berikut ini dasar-dasar yang perlu diperhatikan dalam prioritas perancangan
sistem menurut Wilkinson (1993):
1. Tujuan dalam perencanaan sistem dan usulan proyek seharusnya dicapai
untuk menghasilkan kemajuan dan kemampuan sistem yang lebih besar.
2. Mempertimbangkan trade-off yang memadai antara manfaat dari tujuan
3. perancangan sistem dengan biaya yang dikeluarkan.
4. Berfokus pada permintaan fungsional dari sistem.
5. Melayani berbagai macam tujuan.
6. Perancangan sistem memperhatikan keberadaan dari pengguna sistem
(user).

Sedangkan Barry E. Cushing (1983) mengemukakan bahwa:


1. Kesesuaian desain sistem dengan tujuan sistem informasi dan organisasi.

98
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

2. Berdasarkan kelayakan ekonomis, berarti sistem memiliki net present val-


ue positif.
3. Kelayakan operasional, input dikumpulkan ke sistem dan output-nya dapat
digunakan.
4. Kelayakan perilaku, berarti sistem berdampak pada kehidupan kualitas
kerja users.
5. Kelayakan teknis, ketersediaan teknologi untuk mendukung sistem serta
teknologi mudah diperoleh atau dikembangkan.
6. Disesuaikan dengan kebutuhan informasi users.

B. Komponen Sistem Informasi


Sistem informasi merupakan sebuah susunan dari orang, aktivitas, data,
jaringan dan teknologi yang terintegrasi yang berfungsi untuk mendukung dan
meningkatkan operasi sehari-hari sebuah bisnis, juga menyediakan kebutuhan
informasi untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan oleh manajer.
Ada dua tipe sistem informasi, personal dan multiuser. Sistem informasi personal
adalah sistem informasi yang didesain untuk memenuhi kebutuhan informasi
personal dari seorang pengguna tunggal (single user). Sedangkan sistem
informasi multiuser didesain untuk memenuhi kebutuhan informasi dari kelompok
kerja (departemen, kantor, divisi, bagian) atau keseluruhan organisasi. Untuk
membangun sistem informasi, baik personal maupun multiuser, haruslah
mengkombinasikan secara efektif komponen-komponen sistem informasi, yaitu:
prosedur kerja, informasi (data), orang dan teknologi informasi (hardware dan
software).

99
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

C. Data dan Informasi Akuntansi


Setiap sistem informasi akuntansi melaksanakan lima fungsi utama, yaitu
pengumpulan data, pemrosesan data, manajemen data, pengendalian data
termasuk security), dan penghasil informasi.
1. Pengumpulan Data
Fungsi pengumpulan data terdiri atas memasukkan data transaski
melalui formulir, mensyahkan serta memeriksa data untuk memastikan
ketepatan dan kelengkapannya. Jika data bersifat kuantitatif, data dihitung

100
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

dahulu sebelum dicatat. Jika data jauh dari lokasi pemrosesan, maka data
harus ditransmisikan lebih dahulu.
2. Pemrosesan Data
Pemrosesan data terdiri atas proses pengubahan input menjadi
output. Fungsi pemrosesan data terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengklasifikasian atau menetapkan data berdasar kategori yang telah
ditetapkan.
2. Menyalin data ke dokumen atau media lain.
3. Mengurutkan, atau menysusn data menurut karaktersitiknya.
4. Mengelompokkan atau mengumpulkan transaski sejenis.
5. Menggabungkan atau mengkombinasikan dua atau lebih data atau arsip.
6. Melakukan penghitungan.
7. Peringkasan, atau penjumlahan data kuantitatif.
8. Membandingkan data untuk mendapatkan persamaan atau perbedaan yang
ada.
3. Manajemen Data
Fungsi manajemen data terdiri atas tiga tahap, yaitu: penyimpanan,
pemutakhiran dan pemunculan kembali (retrieving). Tahap penyimpanan
merupakan penempatan data dalam penyimpanan atau basis data yang
disebut arsip. Pada tahap pemutakhiran, data yang tersimpan diperbaharui
dan disesuaikan dengan peristiwa terbaru. Kemudian pada tahap retrieving,
data yang tersimpan diakses dan diringkas kembali untuk diproses lebih lanjut
atau untuk keperluan pembuatan laporan. Manajemen data dan pemrosesan
data mempunyai hubungan yang sangat erat. Tahap pengelompokkan data
dan pengurutan data dari fungsi pemrosesan data, misalnya sering dilakukan
sebagai pendahuluan sebelum dilakukan tahap pemutakhiran dalam fungsi
manajemen data. Manajemen data dapat dipandang sebagai bagian dari
pemrosesan data. Manajemen data akan menunjang pencapaian efisiensi

101
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

aktivitas dalam proses menghasilkan informasi dan mendorong dipatuhinya


kebijakan manajemen terutama mengenai informasi aktivitas dan informasi
kebijakan manajemen.
4. Pengendalian Data
Fungsi pengendalian data mempunyai dua tujuan dasar: (1) untuk
menjaga dan menjamin keamanan aset perusahaan, termasuk data, dan (2)
untuk menjamin bahwa data yang diperoleh akurat dan lengkap serta diproses
dengan benar. Berbagai teknik dan prosedur dapat dipakai untuk
menyelenggarakan pengendalian dan keamanan yang memadai.
5. Penghasil Informasi
Fungsi penghasil informasi ini terdiri atas tahapan pemrosesan
informasi seperti penginterprestasian, pelaporan dan pengkomunikasian
informasi.

D. Informasi Operasi, Informasi Akuntansi Manajemen dan Informasi


Akuntansi Keuangan
Informasi yang dihasilkan oleh SIA adalah informasi akuntansi yang
dapat berupa informasi operasi (IO), informasi akuntansi manajemen (IAM), dan
informasi akuntansi keuangan (IAK). IO disiapkan hampir mirip dengan IAM.
Bedanya adalah IO dikhususkan untuk membuat laporan yang memuat kegiatan
operasi perusahaan. Kegiatan operasi yang dimaksud adalah aktivitas utama dan
aktivitas lain yang timbul dalam peusahaan tersebut. Aktivitas utama biasanya
berasal dari aktivitas pembelian bahan mentah, pengolahan atau pemrosesan,
dan penjualan produk hasil dari pemrosesan sebelumnya. Aktivitas lain dapat
berupa aktivitas akuntansi, administrasi dan umum dan lain-lainnya.
Aktivitas operasi selain dapat menghasilkan informasi operasi, dapat
pula diolah untuk menghasilkan informasi akuntansi manajemen dan informasi
akuntansi. Informasi akuntansi manajemen disiapkan untuk kebutuhan pihak

102
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

internal untuk membantu manajemen dalam pembuatan keputusan. Informasi ini


tidak dibatasi oleh PABU, merupakan informasi inovatif yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan situasi perusahaan tertentu. Informasi akuntansi
keuangan adalah informasi bertujuan umum (general purposes) yang disajikan
sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Informasi ini
bertujuan umum sebab disiapkan untuk pihak internal dan eksternal. IAK
disajikan dengan asumsi bahwa informasi yang dibutuhkan investor, kreditor,
calon investor dan kreditor, manajemen, pemerintah, dan sebagainya dapat
mewakili kebutuhan informasi pihak lain selain investor dan kreditor. Dengan
demikian dibutuhkan satu informasi seragam untuk semua pihak yang
berkepentingan dengan bisnis perusahaan. Umumnya, IAK disusun dan
dilaporkan secara periodik, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
manajemen terhadap informasi yang tepat waktu. Selain itu, IAK disajikan dengan
format yang terlalu kaku, sehingga kurang mampu memenuhi informasi yang
dibutuhkan manajemen.

E. Teknologi Sistem Informasi Akuntansi


Teknologi informasi yang meliputi komputer dan telekomunikasi
memampukan (enable) suatu entitas mengumpulkan data, menyimpan,
mengolah, dan melaporkan serta mendistribusikan informasi kepada para
pemakai dengan kos yang relatif rendah. Teknologi informasi juga memampukan
suatu entitas menangkap dan menangapi informasi eksternal secara efektif
(effective sensing radar). Teknologi informasi (TI) digunakan untuk melaksanakan
bisnis perusahaan (Wilkinson, 1991) dan menjadi mata rantai yang
menghubungkan bisnis perusahaan dengan pemasok, bisnis perusahaan dengan
pelanggan, dan antara pemasok dan pelanggan. Pihak-pihak yang terkait
tersebut berhubungan karena adanya value chain. Dengan demikian, TI
merupakan penghubung value chain antara bisnis perusahaan, pemasok, dan

103
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

pelanggan. TI memicu adanya value system. Oleh karena itu, sistem informasi
suatu entitas dapat manjadi sistem informasi entitas lain, maka akan
menimbulkan share interest secara efisien.
EDI memberikan keuntungan efisiensi bagi pelanggan dan pemasok.
Jika pelanggan dapat melihat ke belakang melalui keseluruhan rantai sediaan
dan pemasok dapat melihat ke depan keseluruhan rantai pelanggan, maka
kondisi ini akan menimbulkan keseluruhan rantai hubungan.Bagi entitas,
informasi yang terintegrasi melalui seluruh rantai hubungan bisnis akan
menimbulkan keuntungan strategik untuk memaksimumkan value bagi
pelanggan. Rantai hubungan bisnis ini akan mengarahkan perhatian utama setiap
entitas pada kebutuhan pelanggan (customers focus), bukan pada kepentingan
individu related entities.
Entitas dimungkinkan memiliki informasi secara real-time, dan beberapa
bentuk pelaporan real-time kepada investor, kreditor, dan pemakai lainnya
menjadi suatu yang biasa. Teknologi informasi masa depan akan menyebabkan
model aliran informasi di atas menjadi ketinggalan jaman. Informasi masa depan
akan disajikan secara virtual atau merupakan information-dual (Elliot, 1994).
Manajemen membutuhkan sistem informasi yang bersifat strategik sampai yang
bersifat operasional. Penerapan teknologi informasi (seperti EDI) dalam SIA akan
menjadikan SIA sebagai
sistem informasi strategik (SIS) untuk menciptakan information-dual.
Information-dual akan dapat mempengaruhi semua organisasi yang
menghasilkan output secara virtual. Informasi ini dapat digunakan dalam
pengukuran pertanggungjawaban internal dan eksternal. Information-dual
menyebabkan perubahan besar lingkungan manajemen dan
pertanggungjawaban.
Sistem informasi ini dapat dianalogikan dengan sistem sensor pemanas,
kebakaran dan banjir yang ditempatkan di setiap rumah. Untuk merealisasi

104
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

information dual, alat sensor akan memonitor dan menangkap sinyal suatu
kejadian dan memrosesnya secara real-time. Dengan demikian, manajemen
dapat mencegah suatu proses menjadi semakin buruk dan mengubah
tindakannya secara cepat dengan memonitor proses-proses secara real-time.
Sistem informasi strategik akan didukung dengan terbentuknya sistem informasi
operasi, system informasi akuntansi manajemen, dan sistem informasi akuntansi
keuangan, bahkan system informasi tersebut menjadi sistem informasi strategik
itu sendiri.

F. Pencapaian Sistem Informasi Akuntansi yang Memadai


Sebelum melaksanakan metodologi pengembangan sistem, maka perlu
pemahaman terhadap kebijakan dan sekumpulan hal-hal mendasar yang menjadi
keyakinan manajemen suatu organisasi terhadap sistem informasi. Kebijakan ini
berkaitan denganb filosofi manajemen, dan sistem informasi yang proaktif.
Secara umum ada dua filosofi yang dapat digunakan dalam pengembangan
sistem informasi organisasi, yaitu dipandang sebagai senjata pertahanan taktik
dan senjata ofensif strategik. Pertama, sistem informasi dipandang sebagai
senjata pertahanan taktik dan operasional untuk menentukan basic data,
kebutuhan pemrosesan dan kewajiban pelaporan untuk membantu perusahaan
tetap pada jalur yang harus dilalui dan bertahan hidup. Kedua, sistem informasi
akuntansi dipandang sebagai senjata ofensif yang strategik untuk dapat
memenangkan persaingan. Kebijakan sistem informasi yang proaktif akan
menghilangkan pemisah antara departemen, personalia dan fungsi garis, serta
menghilangkan batas wilayah negara. Kebijakan sistem informasi proaktif
mengakui penerapan teknologi informasi, seperti telekomunikasi, komputer,
electronic mail, computer-integrated manufacturing, teleshopping, teleconference,
multifunctional workstations secara terintegrasi.

105
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Tujuan sistem informasi dan kebutuhan informasi yang didefinisikan


secara jelas adalah salah satu kunci untuk suksesnya sistem informasi.
Kesuksesan suatu sistem membutuhkan tujuan-tujuan yang terdefinisikan. Suatu
sistem dengan tujuan tertentu akan menyelesaikan lebih banyak untuk suatu
organisasi, daripada sistem tanpa tujuan, sedikit tujuan, atau tujuan yang
ambisius (Calliueot and Lapayre, 1992). Calliueot and Lapayre (1992)
menyatakan bahwa penciptaan suatu informasi efektif membutuhkan suatu
pengorganisasian untuk mengembangkan sejumlah sistem-sistem pendukung.
Penarikan staf yang kompeten dan layak adalah suatu tindakan yang sangat
penting. Investasi yang besar dalam perangkat keras, perangkat lunak dan
pendukung sistem yang lain adalah sesuatu yang penting, namun tanpa manusia
bersumber daya yang kompeten untuk mengkoordinasikan sistem akan
menghasilkan informasi yang tidak layak, tidak tepat waktu atau tidak akurat.

G. Aspek Pengendalian Intern Sistem Informasi Berbasis Komputer


Elemen pengendalian intern yang ada pada sistem informasi berbasis
komputer hampir sama dengan sistem manual. Beberapa hal berikut menjadikan
adanya penekanan yang berbeda pada pengendalian intern untuk kedua jenis
sistem itu;
1. Sistem informasi terkomputerisasi lebih luas lingkup pengendaliannya ka-
rena sebagian besar proses tidak terlihat secara nyata oleh indra manusia.
2. Sedikitnya bukti berupa dokumen. Diperlukan desain sistem yang mampu
meninggalkan jejak untuk keperluan pengauditan (audit trial).
3. Pengendalian harus diintegrasikan kedalam rancangan sistem sebagai sa-
lah satu elemen yang mendukung kekuatan desain sistem tersebut.
4. Diperlukan prosedur dokumentasi yang baik sehingga mampu merekam
seluruh proses sekaligus pengmbangan sistem itu sendiri. Prosedur back-
up termasuk dalam hal ini.

106
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

5. Perlu dilakukan sentralisasi informasi utnuk memudahkan pengendalian.


6. Memungkinkan pengendalian intern melalui program-program komputer.
7. Pengendalian pada salah satu fungsi mungkin dapat melemahkan pen-
gendalian pada fungsi yang lain.
Elemen-elemen pokok pengendalian intern sistem informasi berbasis komputer
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pengendalian Manajemen (Management Control) .Pengendalian
manajemen yang diperlukan oleh sebuah sistem informasi meliputi:
Pengendalian terhadap rencana induk sistem informasi, apakah de-
sain system informasi telah memenuhi garis besar dan spesifikasi yang dimak-
sud dalam rencana induk. Pemisahan fungsi, berbeda sedikit dengan sistem
manual. Fungsi yang perlu dipisahkan adalah:
● Perancangan dan penyusunan program sistem
● Operasi pengolahan data
● Dokumentasi program dan kepustakaan
● Seleksi dan pelatihan karyawan
● Perlu adanya buku petunjuk operasional sistem dan prosedur yang ada
dalam sistem tersebut
● Pengendalian anggaran
2. Pengendalian Terhadap Pengembangan Sistem
Penerapan sistem informasi akuntansi berbasis komputer merupakan
investasi yang besar, demikian pula untuk pengembangan selanjutnya.
Perusahaan perlu melakukan pengendalian intern dalam mengembangkan
sistem informasinya, jenis pengendalian yang diterapkan untuk hal ini adalah:
● Pengendalian siklus pengembangan sistem. Setiap usulan pengembangan
sistem sebaiknya melalui sebuah prosedur yang memerlukan otorisasi dari
manajer pengembangan sistem atau semacamnya.

107
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

● Pengendalian terhadap dokumentasi sistem. Pengendalian ini diperlukan


karena dokumentasi sistem merupakan alat komunikasi antara perancang
sistem dengan users. Sistem dan pengembangan sistem yang tidak
didokumentasikan dengan baik akan menambah biaya pengembangan
karena harus mencari informasi mengenai detail sistem ke pihak perancang
terdahulu.
● Pengendalian terhadap pengubahan program. Perlu otorisasi seperti halnya
pada pengendalian siklus pengembangan sistem.
3. Pengendalian Akses (Access Control)
Pengendalian akses merupakan kunci dari sistem informasi berbasis
komputer. Penerapan berbagai teknik password bertingkat untuk
mengendalikan akses setiap personil merupakan teknik yang paling banyak
digunakan. Pengendalian akses mencakup lingkup berikut:
● Pengendalian akses terhadap perangkat keras. Tidak setiap karyawan
memiliki wewenang untuk keruangan di mana computer induk dan media
penyimpanan diletakkan. Selain itu perlu pula prosedur pengamanan
perangkat keras dari berbagai bencana dan kecelakaan yang disebabkan
oleh hal lain.
● Pengendalian akses terhadap perangkat lunak.
● Pengendalian terhadap dokumentasi program. Akses terhadap program ini
hendaknya dilindungi melalui otorisasi dari pihak tertentu. Dengan memiliki
dokumentasi program maka sangat memungkinkan seseorang memodifikasi
program untuk kepentingan pribadi.
● Pengendalian terhadap program dan file-file data. Pengendalian ini mutlak
diperlukan karena sangat banyak data yang dihasilkan dari sebuah sistem
informasi yang bersifat rahasia yang perlu dilindungi dari pihak-pihak
tertentu.

108
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

H. Komputerisasi Proses Akuntansi


Melihat karakteristik komputer dan karakteristik proses akuntansi, dapat
disimpulkan bahwa ada bagian dari proses pencatatan yang fungsinya dapat
diganti dengan komputer. Bila dipelajari sifatnya, proses mulai dari penjurnalan
sampai ke pelaporan sebenarnya bersifat matematis (karena hubungan buku
besar dapat ditunjukkan dalam persamaan akuntansi, sistematis (karena urutan
mengerjakannya jelas) dan logis (karena unsur pertimbangan atau judgement
tidak terlibat lagi). Dengan kata lain, proses tersebut sifatnya adalah
penambahan, pembandingan, penyortiran, pereklasifikasian, dan peringkasan
dengan cara tertentu yang sudah jelas atau pasti. Pekerjaan atau tugas yang
demikian biasanya menjadi objek komputerisasi.
Dengan sistem komputer seperti di atas maka langkah yang paling kritis
adalah langkah analisis transaksi karena kalau langkah ini salah, hasil
pengolahan data oleh komputer juga ikut salah. Yang menjadi persoalan adalah
siapakah orang yang bertugas untuk melakukan pemasukan
data (data entry).Tentu saja tidak setiap orang dapat melakukan hal
tersebuut. Hanya orang/operator tertentu yang diotorisasi dapat melakukan
pemasukan data. Sistem akuntansi dengan komputer itu sendiri biasanya juga
dilengkapi dengan mekanisme pengamanan sehingga tidak setiap orang dapat
mengubah data walaupun orang tersebut masih tetap dapat menggunakan
komputer yang sama untuk tujuan lain. Untuk dapat menjalankan program dan
melakukan pemasukan data orang/operator yang diotorisasi untuk itu diberi kode
khusus (disebut password) agar dapat membuka file akuntansi dan melakukan
pencatatan transaksi tertentu.
Cara ini merupakan salah satu contoh pengaman dan merupakan salah
satu cara untuk menentukan orang yang bertanggung jawab bila terjadi
kesalahan atau penyalahgunaan informasi. Komunikasi dengan komputer
dilakukan melalui terminal yang terdiri atas keyboard, layar monitor dan printer.

109
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Dalam perusahaan yang besar yang mempunyai komputer berskala besar,


komputernya sendiri biasanya tidak tampak atau tidak terletak di dekat terminal
tersebut tetapi khusus terletak di tempat yang disebut pusat komputer. Dalam hal
mikrokomputer, semua perangkat komputer menjadi satu kesatuan dan berdiri
sendiri sebagi suatu sistem.
Walaupun dengan penggunaan komputer kegiatan-kegiatan dalam
siklus akuntansi manjadi tidak ada lagi, konsep yang dipelajari dalam sistem
akuntansi manual tetap diperlukan karena apa yang dikerjakan oleh komputer
tetap mengikuti konsep yang digunakan dalam system akuntansi manual.
Laporan seperti daftar piutang, daftar utang dan laporan interim dapat disusun
dan dicetak setiap saat dengan segera. Kalau data penyesuaian telah
dimasukkan dalam komputer maka laporan keuangan akhir dapat segera dicetak.
Oleh karena itu, dalam system komputer tidak diperlukan lagi kertas kerja seperti
pada sistem manual. Perlu dicatat bahwa konsep pelaporan keuangan tidak
dapat diganti oleh komputer, yang dapat diganti dengan komputer adalah proses
pengolahan datanya. Oleh karena itu, bagian akuntansi yang mengolah data
dengan komputer sering disebut dengan bagian Electronic Data Processing
(EDP) yang selain mengolah data akuntansi bagian ini juga mengolah data
perusahaan yang lain.

I. Mencatat Transaksi dalam Sistem Komputer


Program komputer untuk akuntansi biasanya dirancang dengan cermat
sehingga operator yang melakukan pencatatan transaksi dapat melaksanakannya
dengan mudah. Setiap langkah yang dikerjakan dalam siklus akuntansi
(penjurnalan, pengakunan dan penyusunan daftar saldo) dapat dilakukannya
dengan mengikuti instruksi yang langsung dapat dilihat pada layar monitor.
Instruksi yang sudah disiapkan pada waktu merancang sistem biasanya
ditampilkan di layar monitor dalam bentuk menu. Menu akan menyajikan daftar

110
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

operasi yang dapat diminta oleh operator dan operator tinggal memilih operasi
yang dikehendaki.

J. Pertimbangan Penggunaan Komputer


Pertimbangan utama penggunaan komputer adalah pertimbangan cost
and benefit. Penggunaan komputer merupakan sebuah investasi besar bagi
sebuah organisasi. Bukan hanya dalam hal biaya investasi tetapi waktu, tenaga
dan sumber daya yang dialokasikan untuk hal ini membutuhkan alokasi yang
tidak sedikit. Cost bukan hanya berarti biaya yang dikeluarkan. Waktu, tenaga,
sumber daya yang lain haruslah diperhitungkan dalam penggunaan komputer.
Permasalahan timbul ketika cost yang berbentuk selain biaya tersebut sukar
untuk diukur dalam ukuran kuantitatif. Tentu hal ini membutuhkan alat untuk
mengalokasikan dan menentukan ukuran yang tepat untuk
mengkuantifikasikannnya. Kalau dibandingkan dengan sistem manual, sistem
komputerisasian memang jelas mempunyai keunggulan (benefit) khususnya
dalam hal kecepatan (speed), ketelitian (accuracy) dan kapasitas (capacity)
pemrosesan. Kecepatan komputer dapat diandalkan karena computer
mengerjakan suatu perintah dalam hitungan mikrodetik (microsecond).
Perkembangan chip terakhir telah memungkinkan kecepatan dalam seperbilliun
detik (nanosecond) atau bahkan dalam sepertrilliun detik (picosecond). Dengan
kecepatan ini suatu transaksi dapat diproses dalam seketika.
Ketelitian jelas dapat diandalkan karena setelah data disiapkan dengan
benar, komputer akan memroses tanpa campur tangan manusia lagi dan kalau
komputer sudah diprogram dengan benar kemungkinan kesalahan perhitungan
dan klasifikasi menjadi kecil. Itulah sebabnya sebelum suatu komputer dan
programnya digunakan, suatu percobaan (trial run) dengan data percobaan perlu
dilakukan untuk memverifikasi program. Dalam sistem manual, karena tiap
langkah dikerjakan oleh manusia, kemungkinan kesalahan menjadi lebih besar.

111
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Kapasitas untuk menyimpan, mencatat dan mencetak data menjadi sangat besar
karena data disimpan dalam bentuk elektromagnetik. Oleh karena itu, di samping
laporan utama komputer dapat diprogram untuk menghasilkan laporan-laporan
tambahan lainnya termasuk rincian-rincian yang diperlukan. Namun demikian,
karena semua data tidak terekam dalam bentuk yang dapat dibaca oleh manusia,
kegagalan komputer (computer failure) dapat merunyamkan perusahaan karena
data dapat rusak atau hilang atau tidak dapat dibaca kembali. Itulah sebabnya
diperlukan suatu mekanisme backup. Manipulasi dengan komputer dan kejahatan
dengan komputer (computer crime) juga merupakan ancaman bagi perusahaan
yang mengandalkan operasi dan pencatatan keuangannya dengan komputer.
Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengendalian internal dan computer
security yang memadai. Penggunaan password merupakan salah satu cara
pengendalian agar tidak setiap orang dapat mengubah atau memasukkan angka
ke dalam sistem komputer.
Perusahaan harus tahu benar manfaat digunakannya komputer dan
harus yakin bahwa yang diproses dengan komputer adalah data-data yang benar-
benar diperlukan dalam rangka menghasilkan informasi untuk kepentingan
perusahaan. Yang lebih penting adalah informasi apa yang harus diproses bukan
bagaimana memprosesnya. Kalau yang dimasukkan dalam computer adalah data
yang tidak mempunyai kualitas informasi, keluaran komputer juga merupakan
data yang tidak bermanfaat betapapun rapi dan indah hasil cetakannya Pemeo
untuk mengatakan hal tersebut adalah garbage-in, garbage-out (GIGO).

2. PENDEKATAN TEKNOLOGI INFORMASI


Sistem Informasi Akuntansi dengan pendekatan teknologi informasi
seperti halnya siklus pengembangan sistem yang lainnya, dimana hal ini
mensyaratkan adanya suatu metode daur hidup pengembangan sistem. Pola

112
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

daur hidup pengembangan sistem dapat menggunakan beberapa model. Adapun


tahapan pengembangan sistem yang umum digunakan sebagai berikut :

Gambar 2. Tahapan Sistem

2.1. Tahapan Analisis Sistem


Dimulai karena adanya permintaan terhadap sistem baru. Proyek baru
ditangani dalam bentuk tim, yang melibatkan pemakai, analis sistem, dan para
spesialis sistem informasi yang lain, serta barangkali juga auditor internal. Tujuan
utama analisis sistem adalah untuk menentukan hal-hal detil tentang yang akan
dikerjakan oleh sistem yang diusulkan (dan bukan bagaimana caranya). Analisis
sistem mencakup studi kelayakan dan analisis kebutuhan. Analisis sistem
mencakup studi kelayakan dan analisis kebutuhan.
Studi Kelayakan
Menentukan kemungkinan keberhasilan solusi yang diusulkan. Berguna
untuk memastikan bahwa solusi yang diusulkan tersebut benar-benar dapat
dicapai dengan sumber daya dan dengan memperhatikan kendala yang terdapat
pada perusahaan serta dampak terhadap lingkungan sekeliling. Analis sistem

113
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

melaksanakan penyelidikan awal terhadap masalah dan peluang bisnis yang


disajikan dalam usulan proyek pengembangan sistem. Tugas-tugas yang
tercakup dalam studi kelayakan meliputi:
● Penentuan masalah dan peluang yang dituju sistem
● Pembentukan sasaran sistem baru secara keseluruhan
● Pengidentifikasian para pemakai sistem
● Pembentukan lingkup sistem
Ukuran yang dipakai dalam studi kelayakan:
Tabel 1. Ukuran Studi Kelayakan

114
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

2.2. Analisa Kebutuhan


Analisis kebutuhan dilakukan untuk menghasilkan spesifikasi kebutuhan (disebut
juga spesifikasi fungsional) . Spesifikasi kebutuhan adalah spesifikasi yang rinci
tentang hal-hal yang akan dilakukan sistem ketika diimplementasikan. Spesifikasi
ini sekaligus dipakai untuk membuat kesepahaman antara pengembang sistem,
pemakai yang kelak menggunakan sistem, manajemen, dan mitra kerja yang lain
(misalnya auditor internal).Analisis kebutuhan ini diperlukan untuk menentukan:
● keluaran yang akan dihasilkan sistem,
● masukan yang diperlukan sistem,
● lingkup proses yang digunakan untuk mengolah masukan menjadi keluaran,
● volume data yang akan ditangani sistem,
● jumlah pemakai dan kategori pemakai, serta
● kontrol terhadap sistem
2. 3.Tahapan Analisis Sistem
Gambar 3. Skema Perancangan

115
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

2.4. Perancangan Konseptual


Disebut juga perancangan logis . Pada perancangan ini, kebutuhan pemakai dan
pemecahan masalah yang teridentifikasi selama tahapan analisis sistem mulai
dibuat untuk diimplementasikan Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam
perancangan konseptual, yaitu: evaluasi alternatif rancangan, penyiapan
spesifikasi rancangan, dan penyiapan laporan rancangan sistem secara
konseptual. Evaluasi alternatif rancangan digunakan menentukan alternatif-
alternatif rancangan yang bisa digunakan dalam sistem.
Isu perancangan sistem informasi akuntansi adalah mengenai perilaku
dalam merancang sistem informasi suatu organisasi. Isu ini agak kabur dan
samar dengan isu mengenai pemrosesan informasi akuntansi. Ciri khas
penelitian dalam isu ini adalah pada fokus yang dapat mengeneralisir isu
perancangan sistem itu sendiri. Penelitian ini bukan menguji reaksi pengguna
atas suatu sistem informasi yang dihasilkkan, tetapi suatu sistem informasi yang
akan menghasilkan suatu informasi untuk pengguna.
Ada topik utama dalam isu ini, yaitu mengenai rancangan laporan dan
pemilihan kebijakan akuntansi. Topik yang pertama ingin melihat peran struktur
dan rancangan laporan akuntansi dalam pemahaman/ketepatan pengguna atas
informasi yang dihasilkan. Topik kedua ingin melihat peran sistem informasi
akuntansi dalam pengembangan struktur organisasi. Salah satu penelitian
tentang rancangan laporan adalah penelitian oleh Schroder, Driver dan Streufert
(1967) yang menguji bahwa muatan informasi yang lebih banyak, namun pada
suatu ketika, tambahan muatan informasi akan menurunkan kualitas keputusan
pada akhirnya. Contoh penelitian lain adalah Lindhe (1963) yang menguji alasan
apa yang menyebabkan banyak perusahaan memilih untuk menggunakan LIFO
sudah jelas akan memperbaiki arus kas yang dikarenakan pajak.

116
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

3. Contoh Penelitian
Model Komitmen Multidimensional atas Pilihan Adopsi Sistem dan
Perilaku Pemraktikan
(Studi Empiris di Jogyakarta)
Sumiyana
Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada

Abstrak:
Penelitian ini memvalidasi konstruk komitmen pemakai dengan fokus
sentral perilaku harapan pemilihan dan menguji pengaruhnya terhadap adopsi
sistem dan perilaku pemakaiannya. Demikian juga, penelitian ini membuktikan
secara empiris bahwa norma personal dan norma sosial memiliki peran dalam
pengaruh ke pemakaian sistem. Beserta rinciannya bahwa terdapat dua kutub,
yakni identifikasi dan internalisasi sebagai komitmen afeksi dan kepatuhan
sebagai komitmen berkelanjutan (Kelman‟s Social Influence Theory). Kedua
kutub ini juga mendorong atau memotivasi pemanfaatan pilihan penggunaan
sistem.
Kemanfaatan penelitian ini membuktikan bahwa sistem informasi tidak
pernah mampu meningkatkan kinerja organisasi atau kinerja manajerial, tetapi
mengisyaratkan bahwa kinerja organisasional hanya mampu terealisasi melalui
identifikasi, internalisasi, dan kepatuhan atas perilaku yang telah terbawa
(termaktub). Suksesnya sebuah sistem bergantung kepada harapan pilihan
pemakai selama adopsi sistem dan kepada harapan pemraktikan sistem
informasi yang lebih luas. Oleh karena itu, komitmen pemakai menjadi kunci
pokok untuk terimplementasinya sebuah sistem informasi.

Keyword : Kebermanfaatan Persepsian (Sikap Terhadap Penggunaan, Mudah


Penggunaan Persepsian, Internalisasi Intensi Keperilakuan

I. Pendahuluan
Sistem informasi akuntansi dan manajemen yang dipakai oleh
perusahaan tidak lain dimaksudkan untuk memaksa manajemen melakukan
aktivitas atau kerja tertentu. emakaian sistem informasi ditengarai dengan prinsip
yang mampu memotivasi pemakai sistem untuk bertindak sesuai dengan
(comply) dan sesuai (conform) keyakinannya atas pentingnya sistem informasi
tersebut. Terkait dengan konsep ini, penelitian-penelitian memfokuskan ke
bagaimanakah pemakai sistem memiliki keyakinan dalam pengaruhnya untuk
mengadopsi dan menggunakan sistem dan teknologi (Lewis W., et.al. (2003),
Vankatesh, V., & Davis, FD. (2000)
Lain halnya yang difungsikan untuk pelaksanaan pekerjaan, perusahaan
mengimplementasi sistem informasi dikaitkan dengan dasar pilihan tindakan

117
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

untuk berkomunikasi, berkolaborasi dan berkoordinasi (Grover V., & Davenport,


TH. (2001)). Dengan konsep ini diinferensikan bahwa pemakaian sistem paksaan
manajerial untuk mencapai kepatuhannya, dalam arti bukan lagi kelayakan dan
efisiensi (Alavi M., & Leidner DE., (2001), Grover V., & Davenport, TH. (2001)).
Penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa maksud pemakaian sistem
adalah untuk mendukung aktivitas pengetahuan yang telah terbentuk di dirinya
(self-determined knowledge activities), seperti berbagi, kreasi, dan pembaruan.
Akan tetapi, aktivitas ini banyak yang gagal, karena ada kesenjangan komitmen di
antara pemakai (Alavi M., & Leidner DE., (2001), Grover V., & Davenport, TH.
(2001), KPMG (2001)
Karakteristik yang berbeda yang membuat sistem bergantung terhadap
pilihan pemakaian juga membatasi efektivitas paksaan manajerial untuk
menggunakan kepatuhan normatif sosial. Berbasis kepatuhan normatif ini, sistem
menghendaki komitmen proaktif untuk seluruh pemakai untuk berbagi dan untuk
pembaruan pengetahuan melalui aktivitas komunikasi, kolaborasi, dan koordinasi.
Memahami terhadap kebutuhan kritis ini, pilihan perilaku pemraktikan sistem
menjadi lebih penting untuk dipahami (Alavi M., & Leidner DE., (2001), Grover V.,
& Davenport, TH. (2001), Malhotra, Y. (1998), Malhotra, Y., & Galleta, DF., (2004;
2003)). Oleh karena itu, studi ini mengembangkan kerangka teoritis, psikometrik,
dan empiris yang terkait dengan sifat pilihan dari komitmen pemakai sistem dan
bagaimana pengaruhnya terhadap perilaku pilihan pemraktikan sistem.
Pengembangan teori atas model ini membasiskan ke “Teori Pengaruh
Sosial Kelman (Kelman’s Social Influence Theory)” yang menyatakan bahwa
komitmen pemakai sistem dan bagaimana pengaruhnya terhadap pilihan perilaku
pemraktikan. Validitas psikometrik dan teoritis atas model ini dilengkapi dengan
penggunaan konstruk yang teliti dan mengukur secara substansi yang didukung
oleh penelitian perilaku sosio-psikologis atas komitmen (Kashima Y., & Kashima
ES. (1988), Kelman HC. (1958)). Di samping itu, studi ini juga meneliti, yang
meliputi, pemahaman teoritis, psikometrik, dan empiris, yakni dalam hal:
1. bagaimanakah komitmen pemakai mempengaruhi perilaku pilihan pemakaian
sistem,
2. bagaimanakah tipe komitmen yang berbeda berpengaruh secara berbeda
terhadap perilaku pilihan pemakaian sistem, dan
3. bagaimanakah tingkat dan tipe komitmen yang berbeda berpengaruh terhadap
adopsi awal dan perluasan penggunaan sistem (pemraktikan sistem)

II. Pengembangan Teori


Pertama kali, pengkaitan proaktif dan kontribusi harapan (pilihan) sangat
bergantung ke norma dan nilai seseorang (DeLone WH., & McLean, ER. (2003)).
Artinya bahwa keduanya membuat pemakai secara efektif untuk menggunakan
sistem dan berkontribusi secara proaktif untuk mendorong keberlangsungannya

118
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

(sustenance). Sustenansi ini berguna bukan hanya untuk menggunakan informasi


tetapi juga untuk berbagi, bercipta, dan berpembaharuan.
Teori pengaruh sosial Kelman membasiskan ke pembedaan variasi dan
tipe komitmen. Teori ini telah memotivasi banyak penelitian tentang komitmen
dalam arti perilaku kerja organisasional. Hanya saja, yang berkaitan dengan
keperilakuan di dalam sistem informasi masih sedikit (Davis, FD., et.al. (1989),
Lewis B. Argawal & Sambamurthy (2003), Venkatesh, V., & Davis, FD. (2000)).
Demikian juga yang terkait dengan perspektif kognitif yang berfokus utama
kepatuhan normatif sosial.
Studi yang telah dilakukan berfokus untuk mengetahui motivasi pemakai
sistem untuk menuruti (comply) dalam menentukan bagaimanakah kepatuhan
terhadap norma subyektif berpengaruh terhadap perilaku pemraktikan sistem
(Lewis B. Argawal & Sambamurthy (2003), Venkatesh, V., & Davis, FD. (2000)).
Tetapi, di dalam praktiknya penelitian-penelitian belum sepenuhnya terjadi
konvergensi, justru terjadi divergensi di dalam hasil penelitian atas penerapan
teori Kelman. Oleh karena itu, studi ini memfokuskan ke komitmen pemakai
sebagai akibat dari masih banyaknya kesenjangan sistematik konstruk penelitian
atas pengaruh kritis dalam perilaku pemakaian sistem informasi.

Teori Pengaruh Sosial Kelman


Interpretasi yang berbeda-beda atas komitmen merujuk ke anteseden dan
konsekuen dari perilaku, yang setara terhadap proses dan pernyataan pelekatan
terhadap perilaku spesifik (Buchanan, B. (1974), Mowday, RT., et.al. (1979),
Sheldon, M. (1971), Weyner, Y. & Vardi, Y. (1980)). Teori Kelman mensyaratkan
bahwa pelekatan psikologis (untuk perilaku tertentu) adalah konstruk dari
kepentingan. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini, komitmen pemakai
digunakan sebagai pelekatan psikologis pemakai untuk penggunaan sistem.
Studi (penelitian) ini memasalahkan tentang komitmen keperilakuan untuk
pemanfaatan sistem „melalui pandangan pemakai‟ (through the eyes of the
users). Sehingga, penelitian ini selanjutnya menekankan hasil tingkat pelekatan
psikologis dari pilihan aktif yang dibuat oleh pemakai dalam yang berdasar
keyakinan pemakai. Elemen-elemen perwujudannya berupa internalisasi
(internalization), identifikasi (identification), dan kepatuhan (compliance) yang
merujuk ke komitmen yang berbeda (Backer, TE. (1992), Reichers, AE. (1986)).
Ketiga di dalam kondisi dan situasi:
1. Internalisasi terjadi ketika perilaku adopsi pemakai sistem berkongruensi
antara kandungan sistem dan nilai personal yang dimiliki,
2. Identifikasi terjadi ketika sikap dan perilaku adopsi pemakai sistem men-
capai kepuasan, dalam bentuk terhubung dengan definisi-diri terhadap
orang atau grup lain,

119
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

3. Kepatuhan terjadi ketika perilaku adopsi sistem berperilaku khusus untuk


mendapatkan imbalan dan menjauhi hukuman

Identifikasi, Internalisasi, dan Kepatuhan


Kepatuhan mendenotasikan keberturutan tanpa diikuti dengan penerimaan
secara pribadi di dalam keperilakuannya, sedangkan identifikasi dan internalisasi
diikuti dengan peningkatan level atas penerimaan secara pribadi (Kelman, HC.
(1958)). Prediksi yang bermanfaat dari perilaku pemakaian sistem bergantung ke
perubahan perilaku yang direfleksikan ke dalam tindakan setelahnya. Dengan
mengetahui perubahan perilaku pelekatan psikologis pemakai, maka mampu
menyajikan hipotesis khusus tentang perubahan tersebut.

Norma Personal dan Norma Sosial


Kedua norma ini, norma personal dan norma sosial, dipakai secara
berbarengan untuk mengetahui komitmen individu yang berkaitan dengan
pengaruh sosial. Inferensi yang diperoleh atas pemakaian kedua norma tersebut
adalah fokus kognitif secara murni (Davis, FD. (1989), Hufnagel, EM. & Conca, C.
(1994), Lewis, W. et.al (2003), Melone, NP. (1990), Thompson, RL. et.al. (1991),
Venkatesh, V. & Davis, FD. (2000)). Oleh karena itu, penelitian menggunakan
kedua norma tersebut guna mempertajam komitmen berkelanjutannya. Yang
membedakan atas kedua konsep norma ini adalah bahwa norma personal
merepresentasikan konsep-diri secara individu. Perwujudan dari norma personal
ini terletak di identifikasi dan internalisasi. Sedangkan, norma sosial berkaitan dari
pengaruh orang atau grup lain. Dengan kata lain, norma sosial berasal dari
penyesuaian keyakinan individu terhadap keyakinan yang lain atau telah
terjadinya proses rekonsiliasi keyakinan individu. Oleh karena itu, dimensi
pelekatan psikologisnya di dalam penelitian ini, bagi norma sosial hanya berisi
tentang kepatuhan karena adanya rekonsiliasi keyakinan dengan pihak lain.

Afeksi (Affective) dan Konsepsualisasi Komitmen Berkelanjutan


Perilaku pemraktikan sistem merupakan fungsi dari afeksi dan kognitif.
Penelitian-penelitian juga merekomendasikan pemahaman terhadap proses
afeksi (afektif). Selanjutya, afeksi ini membentuk konseptualisasi komitmen yang
tercermin ke dalam sikap dan perilaku (Ajzen, I. (2001), Cooke, D. (1997), Mayer,
JP. & Allen, NJ. (1997), Porter, LW., et.al. (1974)). Demikian juga, teoritis yang
berpautan dengan afeksi pemakai sistem yang berproses untuk penggunaan
sistem adalah komitmen (Hellman, CM. & McMillin, WL. (1994)).
Proses berikutnya dari afeksi yang berproses ke tahap berikutnya untuk
menggunakan sistem, dalam arti komitmen, maka diperoleh dua dimensi
pelekatan psikologis. Pertama, konsepsualsasi komitmen afeksi merujuk ke
komitmen yang berbasiskan dari internaliasi dan identifikasi. Kedua,

120
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

keberlanjutan konsepsualisasi komitmen afeksi berbasis ke kepatuhan. Konsep


dimensi pelekatan tersebut telah dibuktikan secara empiris oleh penelitian-
penelitian terdahulunya (O‟Reilly, CAI., et.al. (1991), Sutton, CD. & Harrison, AW.
(1993), Vandenberg, RJ., et.al. (1994)). Konsep dan penelitian-penelitian
pendahulunya berakibat ke pemilahan antara internaliasi dan identifikasi yang
menjadi satu basis dan kepatuhan menjadi basis tersendiri dan tidak dapat
digabungkan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini memfokuskan untuk menguji:
1. Komitmen pemakai, yang berupa internalisasi dan identifikasi serta
kepatuhan, yang perlu diuji sebagai akibat dari masih banyaknya kesen-
jangan sistematik konstruk penelitian atas pengaruh kritis dalam perilaku
pemakaian sistem informasi
2. Penekanan hasil tingkat pelekatan psikologis (pam: psychological attach-
ment models) sebagai pilihan aktif yang dibuat oleh pemakai sistem dalam
hal yang berdasar keyakinan (beliefs) pemakai dan pengaruh sosial untuk
mempraktikan sistem

III. Model Penelitian dan Hipotesis


Model penelitian menguji pengaruh komitmen pemakai terhadap penerimaan
pilihan pemakaian dan perilaku pemraktikan sistem. Penelitian ini menekankan ke
pelekatan psikologis di dalam penentuan perilaku pemraktikan sistem. Model ini
dikenal dengan PAM (Psychological Attachment Model), dengan tiga unsur pokok
model yakni internalisasi, identifikasi, dan kepatuhan. Masing-masing unsur
pokok di dalam model ini dikaitkan dengan Kebermanfaatan Persepsian (KP),
Mudah Penggunaan Persepsian (MPP), Intensi Keperilakuan (IK), dan Sikap
terhadap Penggunaan (STP). Modelnya distrukturkan ke dalam gambar berikut.

121
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Gambar 1.a.:
Model Psikologis Lekatan untuk Setiap Variabel Faktor Komitmen

Kebermanfaatan Persepsian (KP)


Sikap Terhadap Penggunaan (STP)
Mudah Penggunaan Persepsian (MPP)
Internalisasi Intensi Keperilakuan (IK)

122
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Gambar 1.b.:
Model Psikologis Lekatan dalam Satu Sudut Pandang “Variabel Komitmen”

Kebermanfaatan Persepsian (KP)


Sikap Terhadap Penggunaan (STP)
Mudah Penggunaan Persepsian (MPP)
Komitmen untuk Menggunakan Sistem (KMS)
Intensi Keperilakuan (IK)

123
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Arah dan pengaruh sesuai dengan Teori Pengaruh Sosial Kelman, Model
Psikologis Lekatan dan rerangka pengembangan teoritis di dalam penelitian ini.
Arah dan pengaruhnya dihipotesiskan ke dalam tabel sebagai berikut ini.
Tabel 1:
Arah dan Pengaruh Adopsi Pilihan Sistem dan Model Komitmen Pemakai Sistem

Hubungan yang tergambar di atas beserta arah dan pengaruh adopsi pilihan
sistem dan model komitmen pemakai sistem dikonstruksikan ke dalam wujud
hipotesis, sebagai berikut:

H.1.a.: Kebermanfaatan Persepsian (KP) berpengaruh secara positif (ditentukan


terlebih dahulu) terhadap Sikap terhadap Penggunaan (STP)
H.1.b.: Mudah Penggunaan Persepsian (MPP) berpengaruh secara positif
(ditentukan terlebih dahulu) terhadap Sikap Terhadap Penggunaan (STP)
H.1.c.: Kebermanfaatan Persepsian (KP) berpengaruh secara positif (ditentukan
terlebih dahulu) terhadap Intensi Keperilakuan (IK)
H.1.d.: Sikap Terhadap Penggunaan (STP) berpengaruh secara positif
(ditentukan terlebih dahulu) terhadap Intensi Keperilakuan (IK)

124
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Hipotesis tentang Komitmen Afeksi


Hipotesis ini muncul karena adanya faktor perilaku yang terbawa atau
termakub (induced) dari norma sosial, seperti manajer atasan, faktor kejawaraan
sistem dan pemakai sistem lain. Untuk internalisasi, faktor yang muncul karena
telah adanya integrasian terhadap nilai yang berada di individu. Sehingga,
hipotesisnya:

H.02.: Internalisasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)


terhadap Intensi Keperilakuan (IK) untuk menggunakan sistem
H.05.: Internalisasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Sikap Terhadap Penggunaan (STP) sistem
H.08.: Internalisasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Mudah penggunaan Persepsian (MPP) sistem
H.11.: Internalisasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Kebermanfaatan Persepsian (KP) sistem
Untuk identfifikasi, faktor yang muncul juga karena telah adanya integrasian
terhadap nilai hubungan harapan dengan orang atau grup lain.
Hipotesisnya berupa:
H.03.: Identifikasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Intensi Keperilakuan (IK) untuk menggunakan sistem
H.06.: Identifikasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Sikap Terhadap Penggunaan (STP) sistem
H.09.: Identifikasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Mudah penggunaan Persepsian (MPP) sistem
H.12.: Identifikasi berpengaruh secara positif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Kebermanfaatan Persepsian (KP) sistem

Sedangkan untuk kepatuhan, faktor yang muncul bukan karena telah


adanya integrasian terhadap nilai individu (internalisasi), dan nilai hubungan
harapan dengan orang atau grup lain (identifikasi). Melainkan, karena adanya
fokus diri terhadap imbalan dan menjauhi hukuman. Hipotesisnya berupa:

H.04.: Kepatuhan berpengaruh secara negatif (ditentukan terlebih dahulu)


terhadap Intensi Keperilakuan (IK) untuk menggunakan sistem
H.07.: Kepatuhan berpengaruh secara negatif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Sikap Terhadap Penggunaan (STP) sistem
H.10.: Kepatuhan berpengaruh secara negatif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Mudah penggunaan Persepsian (MPP) sistem
H.13.: Kepatuhan berpengaruh secara negatif (ditentukan terlebih dahulu)
terhadap Kebermanfaatan Persepsian (KP) sistem

125
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

IV. Metoda Penelitian


Konteks organisasional yang harus dipahami di dalam penelitian ini adalah
pekerjaan dalam organisasi yang telah berjalan. Yakni adanya dua jenis tahap di
dalam implementasi sistem, yaitu saat inisialisasi adopsi dan penggunaan sistem
dan saat pemakaian yang telah cukup lanjut (lama). Kedua jenis tahap ini harus
diperhatikan secara cermat karena berpengaruh ke kepatuhan manajerial.
Demikian juga berpengaruh ke validitas pengumpulan data jika terjadi konsentrasi
di dalam salah satu jenis tahap.
Pengumpulan data dilakukan melalui survey. Survey disebar melalui
kuesioner dan dibagi untuk berbagai level di dalam organisasi. Luasan daerah
survey di seluruh provinsi Jogyakarta untuk seluruh perusahaan-perusahaan
yang berorientasi laba saja. Bentuk perusahaan yang di-sampling hanya yang
berupa bank, dalam bentuk Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat di seluruh
Provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta, dengan alasan bahwa bank secara pasti
telah menerapkan sistem, untuk kurun waktu yang telah cukup lama (lebih dari 1
tahun).

Skala Pengukuran
Skala pengukuran untuk Kebermanfaatan Persepsian (KP), Mudah
Penggunaan Persepsian (MPP), Sikap Terhadap Penggunaan (STP), dan Intensi
Keperilakuan (IK) diadapsi dari penelitian-penelitian sebagai berikut.

1. Davis, F. (1986), Technology Acceptance Model for Empirically Testing


New End-User Information Systems: Theory and Results, dan
2. Davis, FD. (1989), Percieved Usefulness, Percieved Ease of Use, and Us-
er Acceptance of Information Technology

Sedangkan untuk skala pengukuran komitmen, di dalam tiga aspek,


internaliasi, identifikasi, dan kepatuhan, menggunakan skala yang telah
dikembangkan oleh O‟Reilly, CA., dan Chatman, JA. (1991), Organizational
Commitment and Psychological Attachment: The Affective Compliance,
Identification and Internalization on Pro-Social Behavior.

Skala pengukuran O‟Reilly ini masih perlu divalidasi (disesuaikan) kembali


dengan skala-skala pengukuran sebagai berikut.
1. Backer, TE., et.al. (1995), The Multidimensional View of Commitment and
the Theory of Reasoned Action,
2. Vandenberg, RJ., et.al. (1994), A Critical-Examination of The Internaliza-
tion, Identification, and Compliance Commitment Measures.

126
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Properti Pengukuran
Properti pengukuran untuk reliabilitas konsistensi internal dan validitas konstruk
dilakukan dengan metoda-metoda sebagai berikut.
1. reliabilitas konsistensi internal dengan Conbrach Alpha dengan nilai pisah-
batas sebesar 0,70
2. validitas diskriminan dan konvergensi dengan korelasi “with-in construct”
dan “cross construct”
3. validitas konstruk diuji dengan rotasi varimax di dalam uji EFA (exploratory
factor analysis) atau CFA (confirmatory factor analysis) untuk menjadikan
faktor variabelnya dengan pisah-batas 0,35 sebagai titik terendah. Sisi se-
lanjutnya, untuk pengujian validitas konstruk korelasiannya dan validitas
nomological dilakukan dengan metoda-metoda sebagai berikut. : validitas
nomological membasiskan ke model dalam penelitian ini fit untuk diuji
dengan SEM (structural equation model), yakni:dengan � kesesuaian
model (model- fit) diuji dengan CFI (comparative fit index); GFI (goodness
fit index), RMSEA (root mean square error of approximation), dan CAIC
(consisten akaike information criterion)

V. Data Analisis dan Temuan


Statistik Deskriptif
Survey dilakukan dengan menyebar kuesioner sebanyak 400 untuk
seluruh bank umum dan bank perkreditan rakyat di Provinsi daerah istimewa
Jogyakarta. Kuesioner disitribusikan untuk berbagai level jabatan di setiap
banknya, baik untuk direktur, manajer, kepala bagian, dan kepala seksi. Dari
seluruh kuesioner yang telah disebar diperoleh 267 kuesioner yang kembali
(66,75%). Seluruh yang kembali memenuhi syarat untuk diuji dan dapat
digunakan untuk dianalisis selanjutnya.
Deskripsi atas data, hasil pengumpulan dari 267 responden,
menunjukkan uraian data tersaji di dalam Tabel 2. Hasil uji statistik deskriptif
menunjukkan bahwa nilai bervariasi penuh dari nilai terendah (1: Sangat Tidak
Setuju) dan nilai tertinggi (5: Sangat Setuju) untuk semua variabel kecuali variabel
komitmen. Variabel komitmen merupakan hasil rata-rata dari ketiga variabel
sebelumnya, yakni internalisasi, identifikasi, dan kepatuhan. Oleh sebab
direratakan, maka berakibat bahwa variabel komitmen hanya memiliki jarak
variasi sebesar tiga secara skala ordinal.

127
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Tabel 2: Statistik Deskriptif

Uji Reliabilitas dan Validitas


Skala pengukuran dikembangkan sesuai dengan konsep dan praktik yang
berterima umum, yakni dengan reliabilitas konsistensi internal dengan
menggunakan Conbrach’s Alpha. Reabilitas konsistensi internal berbatas 0,70
sebagai titik potong terrendah. Terbukti bahwa besaran Conbrach’s Alpha untuk
masing-masing variabel pengukur di atas 0,70 sebagaimana tersaji di tabel 2
sebagai berikut.
Tabel 3:
Reabilitas Conbrach’s Alpha

Di samping reliabilitas, uji validitas konstruk dilakukan guna memenuhi


kriteria konvergensi dan diskriminan. Ujinya dengan melakukan pengujian “within-
construct” dan “cross construct,” serta beberapa metoda dilakukan untuk
mengukur konstruk penelitian ini. Uji korelasi membuktikan bahwa variabel yang
dalam se-konstruksi-an lebih kuat berhubungan ketimbang variabel yang dalam
silang-konstruksi-an. Jelasnya adalah bahwa hasil uji korelasi untuk masing-
masing item penelitian yang dalam satu variabel berkorelasi secara signifikan
ketimbang dengan item-item lain yang dalam variabel lain. Demikian juga dapat

128
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

disimpulkan bahwa untuk masing-masing item di dalam satu variabel pasti


berkorelasi secara signifikan, dan tidak berkorelasi secara signifikan dengan item-
item di variabel konstruksian yang lain.Uji analisis faktor pengkonfirmasian (CFA:
confirmatory factor analysis) juga membuktikan bahwa telah tergumpal menjadi
satu konstruksi, dengan metoda varimax, yang sesuai dengan yang
diproposisikan di dalam penelitian ini. Terbukti bahwa, telah sesuai dengan
kriteria yang lazim, penggumpalan angka faktor di atas 0,40. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa validitas diskriminan dan kriteria validitasnya terbukti.
Pemaparan hasil pengujian didahului dengan uji korelasi dan dilanjutkan dengan
uji analisis faktor yang tersaji ke dalam dua tabel berturut-turut sebagai berikut.

Tabel 4:

129
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Tabel 5 : Hasil Analisa Faktor

Uji Nomological
Uji terhadap validitas nomological dilakukan untuk menguji kesesuaian
struktur model. Yang artinya, model yang disajikan valid (fit) strukturnya.
Sehingga, penelitian ini sah dilakukan karena modelnya telah sesuai dengan
kriteria yang ditentukan dalam validitas model (SEM: structural equation model).
Kriteria yang secara lazim digunakan adalah dalam ukuran-ukuran comparative
fitt index (CFI), goodness-of-fit index (GFI), root mean square error of
approximation (RMSEA), dan consistent Akaike information criterion (CAIC).
Kriteria di dalam model dinyatakan valid dan sah jika CFI > 0,95, GFI > 0,90, and
RMSEA < 0,06 (Bearden, et. al. (1993), Hu, and Bentler (1999)).
Penelitian ini menemukan bahwa, di dalam uji pertama yang memisahkan
untuk setiap faktor psikologis lekatan, CFI sebesar 0,830 (>0,95), GFI sebesar
0,968 (>0,90), RMSEA sebesar 0,149 (<0,06), dan CAIC sebesar 186.088, serta
Chi-Square sebesar 34.581 (0,000). Sedangkan, uji kedua dalam kondisi struktur
psikologis lekatan disatukan (menjadi satu variabel pengukur yakni “komitmen”)
menghasilkan temuan CFI sebesar 0,965 (>0,95), GFI sebesar 0,994 (>0,90),
RMSEA sebesar 0,063 (<0,06), dan CAIC sebesar 99.760, serta Chi-Square
sebesar 4.126 (0,027).

130
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Hasil Uji Pengaruh


Untuk selanjutnya, validitas nomological, yang berkaidah bahwa struktur
model memiliki determinasi pengaruh hubungan yang secara khusus
berpengaruh secara positif dan berpengaruh secara negatif, terbukti dari hasil uji
koefisien regresi untuk masing-masing pengujian. Pengaruh afeksi (internalisasi
dan identifikasi) berpengaruh secara positif terhadap Mudah Penggunaan
Persepsian (MPP), Kebermanfaatan Persepsian (KP), Sikap terhadap
Penggunaan (STP), dan Intensi Keperilakuan (IP). Sebaliknya, komitmen
keberlanjutan (kepatuhan) berpengaruh secara negatif terhadap Mudah
Penggunaan Persepsian (MPP), Kebermanfaatan Persepsian (KP), Sikap
terhadap Penggunaan (STP), dan Intensi Keperilakuan (IP). Secara ringkas dapat
disimpulkan bahwa Teori Sosial Kelman‟s berpengaruh terhadap seluruh variabel
yang dimodelkan di dalam penelitian ini. Hasil pengujiannya terbukti dan
terringkas dalam kedua tabel berturut-turut sebagai berikut:

Tabel 6
Hasil Uji Hipotesis

Hasil uji regresi menunjukkan bahwa secara keseluruhan


berpengaruh antar variabel yang independen terhadap variabel dependennya,
baik yang berpengaruh secara signifikan di bawah 5,00% sebanyak 12 dari 16
dan yang berpengaruh secara signifikan di bawah 10,00% sebanyak 3 dari 16.
Satu-satunya yang tidak memiliki pengaruh adalah Mudah Penggunaan
Persepsian (MPP) terhadap Sikap Terhadap Penggunaan (STP). Dari satu yang
tidak signifikan ini dapat disimpulkan bahwa internalisasi, identifikasi dan

131
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

kepatuhan berpengaruh secara tidak langsung melalui Kebermanfaatan


Persepsian (KP) terhadap Sikap Terhadap Penggunan (STP).
Mengakitkan atas hasil uji regresi dan arah prediksi pengaruh disajikan ke dalam
ringkasan tabel sebagai berikut:

Tabel 7:
Hasil Ringkasan Pengaruh dan Arah PrediksiKebermanfaatan Persepsian
Mudah Penggunaan PesepsianSikap Terhadap Penggunaan Sistem
Intensi Keperilakuan

VI. Hasil Penelitian


Sistem informasi tidak pernah mampu meningkatkan kinerja organisasi
atau kinerja manajerial, tetapi hanya mampu terrealisasi melalui identifikasi,
internalisasi, dan kepatuhan atas perilaku yang telah terbawa (termaktub). Hanya
saja, ketiga faktor tersebut di atas dalam dua kelompok yang berbeda. Untuk
identifikasi dan internalisasi berpengaruh positif terhadap Mudah Penggunaan
Persepsian (MPP), Kebermanfaatan Persepsian (KP), Sikap terhadap
Penggunaan (STP), dan Intensi Keperilakuan (IP). Sedangkan komitmen
keberlanjutan, yang disebut kepatuhan, berpengaruh sebaliknya yakni negatif.
Suksesnya sebuah sistem bergantung kepada harapan pilihan pemakai untuk
pemraktikan sistem informasi. Oleh karena itu, komitmen pemakai menjadi kunci
pokok untuk implementasi sistem.

132
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Penelitian ini mampu memvalidasi konstruk komitmen pemakai dengan


fokus sentral perilaku harapan pemilihan dan menguji pengaruhnya terhadap
adopsi sistem dan perilaku pemakaiannya. Demikian juga, penelitian ini
membuktikan secara empiris bahwa norma personal dan norma sosial memiliki
peran dalam pengaruh ke pemakaian sistem. Beserta rinciannya bahwa terdapat
dua kutub, yakni identifikasi dan internalisasi sebagai komitmen afeksi (affective)
dan kepatuhan sebagai komitmen berkelanjutan. Kedua kutub ini juga
mendorong atau memotivasi pemanfaatan pilihan pemraktikan sistem.
Temuan penelitian ini membuktikan juga bahwa secara Teori Pengaruh
Sosial Kelman‟s, dan secara psikologis lekatan adalah benar adanya. Demikian
juga, secara empiris terhadap pemraktikan sistem informasi bagi perilaku
manusia adalah valid. Lebih rinci membuktikan bahwa kristalisasi internalisasi,
identifikasi, dan kepatuhan membentuk perilaku komitmen yang selanjutnya
memberhasilkan pemraktikan sistem. Dampak selanjutnya terkait dengan
pengembangan sistem informasi yang menyarankan bahwa di dalam proses
pengembangan sistem informasi harus memperhatikan ketiga faktor psikologis
lekatan dan teori pengaruh sosial. Kesesuaian atas nilai-nilai individu dengan
sistem yang dikembangkan dan yang dipraktikan (intenalisasi), dan keyakinan
individu adanya imbalan atas pengembangan dan pemraktikan sistem
(identifikasi) menjadi titik utama perhatian. Sebaliknya, komitmen keberlanjutan
(kepatuhan) menjadi faktor kunci kedua setelah internalisasi dan identifikasi.
Faktor kepatuhan ini tetap menjadi kunci karena pengaruh sekelompok orang
(manajer) yang menjadikan sistem informasi dilakukan, sehingga tetap diperlukan
untuk mempengaruhi aspek keperilakuan.

Kontribusi Penelitian
Penelitian ini mengkonvergensi teori pengaruh sosial dan pelekatan
faktor psikologis (Teori Pengaruh Sosial Kelman‟s) terhadap keberhasilan
pemraktikan sistem. Dengan ketiga faktor internalisasi, identifikasi dan kepatuhan
yang berkristal menjadi satu faktor yang disebut komitmen. Dari sisi individu
dapat dinyatakan bahwa individu terpengaruh untuk melakukan pekerjaan dalam
pemraktikan sistem karena adanya nilai-nilai individu yang sesuai dengan sistem
dan harapan imbalan yang akan diterimanya (faktor psikologis diri individu), serta
komitmen keberlanjutan yang berasal dari individu lain atau manajer (faktor
pengaruh sosial dari luar individu) untuk memaksa mempraktikan sistem
informasi yang diadopsi.Kurang atau senjangnya faktor psikologis diri individu
berpengaruh terhadap tidak efektifnya proses terimplementasinya sistem
informasi. Guna mempertajam adopsi sistem dan implemntasiannya, perlu
dilengkapi dengan faktor pengaruh sosial dari individu lain yang difungsikan
sebagai komplemen keberhasilan penerapan sistem informasi. Oleh karena itu,
norma sosial yang mempengaruhi adopsi pemakaian sistem dan pemraktikan

133
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

sistem informasi perlu dikembangkan. Ketidakberturutan individu yang berasal


dari faktor diri individu terbentuk melalui norma sosial yang mempengaruhinya.
Prosesnya dapat melalui berbagi sumberdaya, penciptaan yang baru, dan
pembelajaran atau pendidikan pengetahuan baru.

Implikasi Praktis
Berhasil atau tidaknya pengadopsian sistem dan pemraktikan sistem
bergantung kepada individu. Wujud individu dipandang dari sisi psikologis lekatan
yang disebut komitmen keperilakuannya. Sifat dasar psikologis lekatan adalah
secara natural proses pembentukan ke individu, sehingga sulit dipengaruhi dan
memerlukan waktu yang cukup lama proses pembentukannya. Di samping itu,
wujud individu dapat dipengaruhi di dalam adopsi dan implementasi pemraktikan
sistem melalui katalisator dari sisi sosiologis. Wujud keperilakuannya dalam
bentuk kepatuhan (komitmen keberlanjutan) yang berasal dari manajer atau
orang lain. Sifat dasar kepatuhan ini adalah dapat seketika dibentuk untuk
berkomitmen di dalam adopsi sistem dan pemraktikan sistem informasi. Kedua
faktor, psikologis lekatan dan sosiologis, membentuk satu kesatuan konsep yang
disebut komitmen.
Tidak sepenuhnya berpengaruh atas imbalan yang diberikan kepada individu
apabila tidak dilengkapi dengan proses penyesuaian nilai-nilai individu dan
harapan atas hasil penerapan sistem. Berbasis terhadap sifat dasar, proses
perekayasaan komitmen untuk beradopsi dan berpraktik sistem informasi bagi
individu terletak hanya di faktor pengaruh sosial ini. Apabila berhasil
perekayasaannya, maka pengaruh sosial mempengaruhi perilaku individu untuk
berkomitmen dan selanjutnya untuk mengadopsi sistem dan mempraktikan
sistem. Oleh karena itu, satu-kesatuan konsep komitmen menghendaki adanya
sosio-psikologis, dalam tiga faktor internalisasi, identifikasi, dan kepatuhan. Hal
ini dapat dinyatakan bahwa sistem secara personal harus bermanfaat penuh dan
secara sosial harus memberikan nilai riil atas kebermanfaatan penerapan sistem.
Sebaliknya, apabila diperhatikan secara cermat, apabila komitmen
psikologis lekatan tidak mampu sepenuhnya mempengaruhi kinerja adopsi sistem
dan pemraktikan sistem, maka perlu didesain sistem imbalan yang mampu
mempengaruhi sepenuhnya bagi individu untuk berkinerja. Oleh karena itu,
pengaruh sosial dapat disebut sebagai perlu tetapi tidak sepenuhnya konsisten
dengan kinerja secara riil. Pandangan yang lain dapat disajikan bahwa psikologis
lekatan memmberikan kemanfaatan atas sistem yang dapat sepenuhnya
dipraktikan atau diadopsi, tetapi individu dapat menolaknya karena tidak
senyatanya mereka memperoleh imbalan yang memadai baik dalam bentuk
imbalan materi ataupun imbalan non materi yang memadai.

134
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Keterbatasan Penelitian
Model komitmen yang diteliti di dalam penelitian ini memiliki
keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatsan konsepsualiasi komitmen maupun
keterbatasan validasi konstruk komitmen pemakai untuk adopsi dan pemraktikan
sistem. Keterbatasan penelitian ini disajikan untuk para peneliti dan penelitian-
penelitian berikutnya yang memfokuskan penelitiannya di komitmen, khususnya
di bidang psikologis lekatan. Keterbatasannya adalah sebagai berikut.
1. Inferensi sampel yang mendasarkan ke teritorial untuk perbankan umum
dan perkreditan rakyat di daerah Jogyakarta. Seluruh bank, baik bank
umum maupun perkreditan di Jogyakarta telah sadar menerapkan sistem
informasi akuntansi dan lainnya yang cukup lama dan dapat dipandang te-
lah mapan. Kondisi ini menyebabkan internalisasi dan identifikasi yang te-
lah merasuk ke dalam individu cukup tajam dan lama.
2. Nilai-nilai individu, harapan kemanfaatan pemraktikan sistem dan kepatu-
han terhadap grup atau orang lain berkembang secara dinamis dan tidak
statis. Penelitian dengan model konstruk semacam ini tidak mampu
perkembangan dinamis keperilakuan individu, karena individu selalu ber-
gerak untuk penciptaan, berbagi sumberdaya dan pembaharuan sistem.
3. Tidak selalu benar bahwa komitmen berkelanjutan (kepatuhan) terhadap
Mudah Penggunaan Persepsian (MPP), Kebermanfaatan Persepsian
(KP),Sikap terhadap Penggunaan (STP), dan Intensi Keperilakuan (IP)
selalu dalam arah negatif. Keterbatasan penelitian ini disebabkan oleh
kemungkinan adanya sistem insentif atau imbalan dalam bentuk lain yang
mampu mempengaruhi seluruh variabel di atas menjadi berpengaruh
secara searah positif.

VII. Simpulan
Inti dari sebuah adopsi dan pemraktikan sistem bukan terletak di teori
ataupun di psikologi dan di penelitian empiris, tetapi lebih menekankan ke
terrealisasinya adopsi dan pemraktikan sistem informasi secara riil.
Terrealisasinya adopsi dan penerapan sistem sangat bergantung ke keperilakuan
manusia di dalam organisasi. Perilakunya sangat didominasi oleh keyakinan
(beliefs). Keyakinan ini tiada lain terdiri dari dua jenis keyakinan, yakni keyakinan
milikan diri sendiri dan keyakinan pengaruhan orang atau grup lain. Keyakinan
milikan diri sendiri terdiri dari dua jenis yaitu internalisasi dan identifikasi,
sedangkan keyakinan pengaruhan orang lain berwujud komitmen berkelanjutan
atau kepatuhan. Kedua keyakinan ini bersatu dalam aspek konsep psikologis
kognitif dan keperilakuan yang disebut komitmen. Dengan demikian, penelitian ini
mampu melengkapi konseptualisasi komitmen.
Komitmen memerankan pengaruh yang sangat vital terhadap seluruh
variabel yang dikonstruksikan di dalam penelitian ini. Artinya bahwa komitmen

135
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

memainkan peranan di dalam adopsi sistem dan pemraktikan sistem informasi.


Terbukti bahwa komitmen, untuk ketiga faktornya yaitu internalisasi, dan
identifikasi berpengaruh secara positif terhadap Mudah Penggunaan Persepsian
(MPP), Kebermanfaatan Persepsian (KP), Sikap terhadap Penggunaan (STP),
dan Intensi Keperilakuan (IP), dan sebaliknya kepatuhan berpengaruh secara
negatif. Model komitmen multi dimensi ini membuktikan bahwa Teori Pengaruh
Sosial Kelman‟s valid dan konsisten. Sehingga, konsepsualisasi teori pengaruh
sosial ini memberikan solusi atas keberterimaan adopsi sistem dan penggunaan
atau pemraktikan sistem informasi yang cukup mendasar. Secara sederhana
dapat dinyatakan bahwa teori ini memperjelas konsep teori pengaruh sosial, dan
konsistensi tentang konsep komitmen dari dua sudut pandang, secara psikologis
dan secara sosio-psikologis.

136
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:

 Mampu menggambarkan akuntansi keperilakuan dalam


Sistem Pengendalian Manajemen

 Mampu menggambarkan bagaimana akuntansi keperilakuan


berkembang di Sistem Pengendalian Manajemen

137
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

BAB 6
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN
1. Konsep Dasar Sistem Pengendalian Manajemen
1.1. Latar Belakang Pengendalian
1.1.1. Pengendalian dan Pengawasan
Pengendalian (control) merupakan bagian dari fungsi manajemen. Fungsi
manajemen meliputi: Planning, Organizing, Staffing, Leading, and Controlling
(Leslie W.Rue and Lloyd L. Byars, 2000). Fungsi controlling berperan untuk
mendeteksi deviasi atau kelemahan yang perbaikan terhadapnya menjadi umpan
balik dari suatu kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap
pelaksanaan. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi controlling adalah menciptakan
standar atau kriteria, membandingkan hasil monitoring dengan standar,
melakukan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, merevisi dan
menyesuaikan metode pengendalian sebagai respon atas hasil pengendalian dan
perubahan kondisi, serta mengkomunikasikan revisi dan penyesuaian tersebut ke
seluruh proses manajemen.

139
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Istilah pengendalian acapkali dipertukarkan dengan istilah pengawasan.


Pengawasan adalah proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin
bahwa tujuan dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik
sesuai dengan kebijaksanaan, instruksi, rencana dan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat pengawasan adalah mencegah sedini
mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan,
kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas
organisasi
1.1. 2. Sejarah Pengendalian
Pengendalian yang menjadi fokus pada modul ini adalah suatu
pengendalian yang melekat (built-in) dalam suatu sistem yang ada pada setiap
aktivitas atau organisasi. Namun demikian, pada dasarnya pengendalian
berkembang sesuai dengan kondisi-kondisi yang dijumpai oleh dunia usaha dari
waktu ke waktu. Pengendalian atau control pertama kali muncul dalam kamus
referensi Inggris sekitar tahun 1600, yang penekanannya adalah adanya salinan
dari suatu dokumen. Kemudian pengendalian intern dianggap sama dengan
pengujian internal (internal check), di mana suatu pekerjaan dimungkinkan untuk
dapat diperiksa atau diuji oleh orang lain. Tahun 1949 AICPA (American Institute
of Certified Public Accountant) memperkenalkan istilah pengendalian intern.
Perkembangan signifikan lainnya adalah pada tahun 1960, GAO (Government
Audit Office), yakni lembaga yang bertindak sebagai auditor pemerintah Amerika
Serikat memperkenalkan unsur-unsur pengendalian intern.
Tahun 1992 Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway
Commission (COSO) membuka wacana baru mengenai pengertian pengendalian
intern beserta komponen-komponennya. Setelah terjadi beberapa serangkaian
mega skandal keuangan di Amerika Serikat pada tahun 2000-an, baik pada
sektor swasta maupun publik, komisi khusus Sarbannes Oxley
merekomendasikan pengendalian intern versi COSO untuk digunakan sebagai

140
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

pengendalian intern yang digunakan di Amerika Serikat. Tahun 2004, INTOSAI


(International Organization of Supreme Audit Institution), Organisasi Internasional
Lembaga Tinggi Audit yang merupakan asosiasi institusi/lembaga tinggi audit
dunia yang memiliki anggota di banyak negara di dunia termasuk Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, resmi menggunakan modifikasi
pengendalian intern versi COSO sebagai dasar untuk memahami pengendalian
intern auditan.

2. Pengertian Sistem Pengendalian Manajemen


Definisi pengendalian pada awalnya adalah “copy of a roll (of account),
a parallel of the same quality and content with the original”. Adapun
terjemahannya adalah salinan dari suatu daftar (akun/rekening), yang kesejajaran
mutu dan isi yang sama dengan aslinya. Oleh Samuel Johnson (dalam Sawyer,
2003) definisi tersebut disimpulkan sebagai “a register or account kept by another
officer, that each may be examined by the other” (yang terjemahannya adalah
suatu register atau akun/rekening yang disimpan oleh petugas lain, sehingga
memungkinkan register atau akun tersebut diperiksa oleh orang lain).
Pengertian pengendalian di atas adalah pengertian dalam arti yang
sempit yang sering disebut sebagai pengecekan internal (internal check).
Maksudnya adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang diawasi
oleh orang lain, sehingga tercipta suatu pengendalian. George E. Bennett (1930)
dalam Sawyer (2003) mendefinisikan pengecekan internal sebagai berikut. “A
system of internal check may be defined as the coordination of a system of
accounts and related office procedures in such a manner that the work of one
employee independently performing his own prescribed duties continually checks
the work of another as to certain elements involving the possibility of fraud.”
Definisi di atas diterjemahkan sebagai berikut: suatu sistem pengecekan
intern dapat didefinisikan sebagai koordinasi suatu sistem akun dan prosedur

141
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

terkait sedemikian rupa sehingga seorang pegawai yang melaksanakan tugasnya


secara independen dan terus menerus tercek (teruji) oleh pekerjaan pegawai lain
untuk meyakinkan apakah elemen tertentu terkait dengan kemungkinan adanya
kecurangan. Laporan khusus dari Komite Prosedur Audit American Institute of
Certified Public Accountant (AICPA) pada tahun 1949 dengan judul “Internal
Control – Elements of a Coordinated System and Its Importance to Management
and The Independent Accountant" mendefinisikan Pengendalian Intern sebagai
berikut. Internal control comprises the plan of organization and all of the
coordinate methods and measures adopted within a business to safeguards its
assets, check the accuracy and realibility of its accounting data, promote
operational efficiency, and encourage adherence to prescribed managerial
policies. This definition (continued the Committee) possibly is broader than the
meaning sometimes attributed to the term. It recognizes that a system of internal
control extends beyond those matters which relate directly to the functions of the
accounting and financial departement.
(Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan seluruh metode
koordinasi dan upaya-upaya yang diadopsi dalam suatu usaha atau bisnis untuk
melindungi aset-asetnya, memeriksa akurasi dan keandalan data akuntansi,
mendorong efisiensi kegiatan dan kepatuhan pada kebijakan manajerial yang
telah ditetapkan. Definisi ini mungkin lebih luas dari arti yang acap kali diberikan
pada istilah tersebut. Definisi ini mengakui bahwa luas pengertian sistem
pengendalian intern melampaui hal-hal yang berkaitan langsung dengan fungsi
departemen atau bidang keuangan dan akuntansi). Perkembangan terkini, yakni
rumusan yang dikeluarkan oleh COSO dalam ”Internal Control – Integrated
Framework” (1992) mendefinisikan pengendalian intern sebagai berikut. Internal
control: a process, effected by an entity’s board of directors, management, and
other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the
achievement of objectives in the following categories:

142
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

• Effectiveness and efficiency of operations


• Reliability of financial reporting
• Compliance with applicable laws and regulations
Pengendalian intern: suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi
suatu entitas, manajemen, dan personel lain, dirancang untuk menyediakan
keyakinan yang memadai berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam beberapa
kategori:
• Efektivitas dan efisiensi kegiatan
• Keandalan pelaporan keuangan
• Ketaatan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Perkembangan defisini tersebut secara ringkas dapat digambarkan
sebagai berikut:

Gambar Perkembangan Definisi SPM


Istilah pengendalian intern merupakan istilah yang dapat dipertukarkan
dengan pengendalian manajemen. Standards for Internal Control in the Federal
Government yang dikeluarkan oleh General Accounting Office (GAO) November
1999 menyatakan bahwa: “In short, internal control, which is synonymous with
management control, helps government program managers achieve desired

143
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

results through effective stewardship of public resources” (singkatnya,


pengendalian intern yang disebut pula pengendalian manajemen membantu
manajer program pemerintah mencapai tujuan yang ditetapkan melalui
pengelolaan sumber daya public secara efektif).
Dari uraian berbagai pengertian tersebut di atas, bisa diambil konsep
dasar yang merupakan hakikat dari sistem pengendalian manajemen yaitu:
1. Sistem pengendalian manajemen merupakan komponen operasi atau
kegiatan yang terpasang secara terus menerus (A continuous built-in com-
ponent of operations);
2. Pengendalian manajemen dipengaruhi oleh manusia;
3. Pengendalian manajemen hanya memberikan keyakinan yang memadai,
bukan keyakinan yang mutlak.
Secara rinci ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Komponen operasi yang terpasang secara terus menerus
Pengendalian manajemen adalah suatu rangkaian tindakan dan
aktivitas yang terjadi pada seluruh kegiatan organisasi dan berjalan secara
terus menerus. Pengendalian manajemen bukanlah suatu sistem terpisah
dalam suatu organisasi, melainkan harus dianggap sebagai bagian integral
dari setiap sistem yang dipakai manajemen untuk mengatur dan mengarahkan
kegiatannya.
b. Pengendalian Manajemen dipengaruhi oleh manusia
Dalam kenyataan sering dijumpai bahwa suatu organisasi memiliki
pedoman (manual) sistem pengendalian manajemen yang baik, namun tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga pengendalian manajemen
yang telah dirancang tersebut tidak memberikan kontribusi positif bagi
organisasi. Sistem pengendalian manajemen dapat berjalan efektif jika
dilaksanakan benar-benar oleh manusia. Tanggung jawab berjalannya sistem
pengendalian manajemen sangat tergantung pada manajemen. Manajemen

144
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

menetapkan tujuan, merancang dan melaksanakan mekanisme pengendalian,


memantau serta mengevaluasi pengendalian. Dengan demikian, seluruh
pegawai dalam organisasi memegang peranan penting untuk melaksanakan
sistem pengendalian manajemen secara efektif.
c. Memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak
Perancangan suatu sistem pengendalian manajemen didasarkan pada
pertimbangan biaya – manfaat. Tidak peduli betapa baiknya perancangan dan
pengoperasian suatu pengendalian manajemen dalam suatu organisasi,
sistem itu tidak dapat memberikan jaminan keyakinan yang mutlak agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi
manajemen dapat mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mencapai
tujuannya. Kesalahan manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi
adalah contoh-contoh faktor yang dapat menghalangi pencapaian tujuan
organisasi sebagaimana yang diinginkan.

3. Jenis Pengendalian Manajemen


Sistem pengendalian manajemen dapat diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) jenis:
1. Pengendalian pencegahan (preventive controls);
2. Pengendalian deteksi (detective controls);
3. Pengendalian koreksi (corrective controls);
4. Pengendalian pengarahan/langsung (directive controls);
5. Pengendalian pengganti (compensating controls).
Kelima jenis pengendalian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengendalian Pencegahan (Preventive Controls)
Pengendalian pencegahan dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya suatu kesalahan. Pengendalian ini dirancang untuk mencegah
hasil yang tidak diinginkan sebelum kejadian itu terjadi. Pengendalian
pencegahan berjalan efektif apabila fungsi atau personel melaksanakan

145
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

perannya. Contoh pengendalian pencegahan meliputi: kejujuran, personel


yang kompeten, pemisahan fungsi, reviu pengawas dan pengendalian
ganda. Sebagaimana pepatah mengatakan: “lebih baik mencegah
daripada mengobati” demikian pula dengan pengendalian. Pengendalian
pencegahan jauh lebih murah biayanya dari pada pengendalian
pendeteksian. Ketika dirancang ke dalam sistem, pengendalian
pencegahan memperkirakan kesalahan yang mungkin terjadi sehingga
mengurangi biaya perbaikannya. Namun demikian, pengendalian
pencegahan tidak dapat menjamin tidak terjadinya kesalahan atau
kecurangan sehingga masih dibutuhkan pengendalian lain untuk
melengkapinya. Untuk itu, pengendalian pencegahan perlu dilengkapi
dengan pengendalian deteksi dan pengendalian koreksi.
2. Pengendalian Deteksi (Detective Controls)
Sesuai dengan namanya pengendalian deteksi dimaksudkan
untuk mendeteksi suatu kesalahan yang telah terjadi. Rekonsiliasi bank
atas pencocokan saldo pada buku bank dengan saldo kas pada buku
organisasi merupakan contoh pengendalian deteksi atas saldo kas.
Pengendalian deteksi biasanya lebih mahal daripada pengendalian
pencegahan, namun tetap dibutuhkan dengan alasan berikut.
Pertama, pengendalian deteksi dapat mengukur efektivitas pengendalian
pencegahan.
Kedua, beberapa kesalahan tidak dapat secara efektif
dikendalikan melalui sistem pengendalian pencegahan sehingga harus
ditangani dengan pengendalian deteksi ketika kesalahan tersebut terjadi.
Pengendalian deteksi meliputi reviu dan pembandingan seperti: catatan
kinerja dengan pengecekan independen atas kinerja, rekonsiliasi bank,
konfirmasi saldo bank, kas opname, penghitungan fisik persediaan,
konfirmasi atas piutang/utang dan sebagainya.

146
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

3. Pengendalian Koreksi (Corrective Controls)


Pengendalian koreksi melakukan koreksi masalah-masalah yang
teridentifikasi oleh pengendalian deteksi. Tujuannya adalah agar supaya
kesalahan yang telah terjadi tidak terulang kembali. Masalah atau
kesalahan dapat dideteksi oleh manajemen sendiri atau oleh auditor.
Apabila masalah atau kesalahan terdeteksi oleh auditor, maka wujud
pengendalian koreksinya adalah dalam bentuk pelaksanaan tindak lanjut
dari rekomendasi auditor.
4. Pengendalian Pengarahan (Directive Controls)
Pengendalian pengarahan adalah pengendalian yang dilakukan
pada saat kegiatan sedang berlangsung dengan tujuan agar kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan kebijakan atau ketentuan yang berlaku.
5. Pengendalian Pengganti (Compensating Controls)
Pengendalian kompensatif dimaksudkan untuk memperkuat
pengendalian karena terabaikannya suatu aktivitas pengendalian.
Pengawasan langsung pimpinan terhadap kegiatan pegawainya pada
suatu organisasi kecil karena ketidak-adanya pemisahan fungsi
merupakan contoh pengendalian pengganti.

4. Tujuan Perancangan Sistem Pengendalian Manajemen


Secara singkat fungsi pengendalian bertujuan untuk mengidentifikasi
terjadinya deviasi atau penyimpangan atas pelaksanaan kegiatan dibandingkan
dengan perencanaan sebagai umpan balik untuk melakukan tindakan koreksi
atau perbaikan bagi pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi. Secara luas
fungsi pengendalian juga mencakup usaha pencegahan kemungkinan terjadinya
suatu deviasi atau penyimpangan. Sistem pengendalian manajemen mencakup
pengendalian yang bersifat preventif berupa perancangan suatu sistem
pengendalian maupun pengendalian yang bersifat pendeteksian. Dari definisi

147
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

pengendalian intern menurut Committee of Sponsoring Organizations of the


Treadway Commission (COSO) sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh badan
pengawas organisasi, pimpinan utama (manajemen), dan pegawai lainnya yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian
tujuan dalam kategori berikut:
• Efektivitas dan efisiensi kegiatan;
• Keterandalan pelaporan keuangan;
• Ketaatan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan perancangan suatu
sistem pengendalian manajemen adalah:
1. Diperolehnya keandalan dan integritas informasi.
2. Kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan, dan ketentuan
yang berlaku.
3. Melindungi aset organisasi.
4. Pencapaian kegiatan yang ekonomis dan efisien.
Secara rinci keempat hal tersebut di atas dapat diuraikan berikut ini.
1. Diperolehnya keandalan dan integritas informasi
Di era globalisasi ini, informasi menjadi begitu penting bagi suatu
organisasi dalam rangka menyikapi perubahan yang serba cepat atas
kondisi dan lingkungan yang ada dan meningkatnya kecanggihan sarana
teknologi informasi. Umumnya, sistem informasi dibagi ke dalam 2 (dua)
aspek, yakni:
a. informasi akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan
organisasi dan berbagai laporan lainnya seperti penggunaan anggaran
atau budget; dan
b sistem informasi kegiatan yang menghimpun informasi terkait dengan
berbagai aspek kegiatan yang menghasilkan laporan tingkat keberhasilan

148
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

kinerja.Informasi lainnya disampaikan oleh organisasi sebagai upaya


memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta otoritas terkait. Tujuan
dari pengendalian manajemen adalah untuk mempertahankan
keterandalan dan integritas sistem informasi yang penting dalam
pengambilan keputusan. Selain itu, informasi yang akuntabel yang
dihasilkan juga akan meningkatkan trust (kepercayaan) dari para
pemangku kepentingan organisasi tersebut.
2. Kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan
ketentuan yang berlaku
Kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan
ketentuan yang berlaku memungkinkan suatu organisasi mencapai
tujuannya. Kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan
ketentuan yang berlaku dapat dicapai melalui sistem pengendalian
manajemen. Kegagalan menaati kebijakan dan ketentuan yang berlaku
dapat membahayakan usaha koordinasi yang dirancang dalam suatu sistem
pengendalian.
3. Melindungi aset organisasi
Pada umumnya pengendalian dirancang dan diimplementasikan
untuk melindungi aset organisasi. Contoh pengendalian tersebut adalah
dikuncinya pintu gudang penyimpanan barang, direkrutnya satpam,
digunakannya password komputer, dibangunnya pagar, ditempatkannya
aset berharga pada tempat yang tidak mudah diakses orang yang tidak
berhak/berwenang.
4. Pencapaian kegiatan yang ekonomis dan efisien
Realita bahwa sumber daya bersifat terbatas mendorong organisasi
menerapkan prinsip ekonomis dan efisiensi. Prinsip yang diterapkan bagi
manajemen organisasi adalah memperoleh keluaran atau hasil yang
maksimal dengan pengeluaran tertentu atau mencapai hasil tertentu dengan

149
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

biaya yang minimal. Contoh kegiatan yang efisien adalah apabila sebuah
tim audit menghasilkan laporan hasil audit dengan biaya pemeriksaan yang
lebih rendah dari standar biaya khusus untuk pemeriksaan tersebut.
Setiap organisasi seharusnya memiliki kriteria pengukuran untuk
menilai tingkat keekonomisan dan efisiensi operasinya. Dalam dunia bisnis,
kriteria penilaian kehematan dan efisiensi tercermin dalam laporan
keuangannya. Namun demikian, bagi organisasi nirlaba, termasuk
organisasi pemerintah, kriteria penilaian dituangkan dalam bentuk indikator
keberhasilan kinerja. Tujuan pengendalian dapat dikategorikan bagi
kepentingan pihak manajemen dan pegawai organisasi. Oleh karena
manajemen organisasi berusaha mencapai visi dan misi organisasinya dan
memberikan akuntabilitas atas kegiatan yang telah dilaksanakannya, maka
manajemen perlu secara terus menerus menilai dan mengevaluasi sistem
pengendalian manajemen untuk memastikan bahwa sistem pengendalian
telah dirancang dan beroperasi secara baik, dimutakhirkan secara tepat
untuk mengantisipasi perubahan kondisi dan lingkungan, dan pada akhirnya
untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. Secara spesifik,
manajemen perlu menguji sistem pengendalian manajemen guna
menentukan seberapa baik pengendalian itu beroperasi, bagaimana
pengendalian dapat ditingkatkan, dan pada tingkat mana pengendalian
dapat membantu mengidentifikasi risiko-risiko utama atas adanya
kecurangan, pemborosan, penyalahgunaan wewenang, dan salah
pengelolaan (mismanagement). Evaluasi pengelolaan sistem pengendalian
manajemen merupakan usaha manajemen untuk memastikan tercapainya
tujuan tersebut.

150
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

5. Keterbatasan Sistem Pengendalian Manajemen


Patut disadari bahwa sebaik apapun manajemen merancang suatu
sistem pengendalian manajemen dalam organisasi, kelemahan atau
keterbatasan dapat terjadi. Kunci utamanya ada pada manusia. Beberapa
keterbatasan yang dapat diidentifikasikan antara lain:
1. Kurang matangnya suatu pertimbangan (judgment)
Efektivitas pengendalian seringkali dibatasi oleh adanya
keterbatasan manusia dalam pengambilan keputusan. Suatu keputusan
diambil oleh manajemen umumnya didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan yang antara lain mencakup informasi yang tersedia, waktu
yang ada dan beberapa variabel lain baik internal maupun eksternal
(lingkungan). Dalam kenyataannya, sering dijumpai bahwa beberapa
keputusan yang diambil secara demikian akan memberikan hasil yang
kurang efektif dibandingkan dengan apa yang diharapkan.
2. Kegagalan menterjemahkan perintah
Pengendalian telah didesain dengan sebaik-baiknya, namun
kegagalan dapat terjadi yang disebabkan adanya pegawai (staf) yang salah
menterjemahkan suatu perintah. Kesalahan dalam menterjemahkan suatu
perintah dapat disebabkan dari ketidaktahuan atau kecerobohan pegawai
yang bersangkutan. Terjadinya kegagalan dapat lebih parah jika kegagalan
menterjemahkan perintah dilakukan oleh seorang pimpinan.
3. Pengabaian manajemen
Suatu pengendalian intern dapat berjalan efektif apabila semua
pihak atau unsur dalam organisasi mulai dari tingkat tertinggi hingga
terendah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan kewenangan
dan tanggung jawabnya. Meskipun suatu organisasi memiliki pengendalian
manajemen yang memadai sekalipun, pengendalian tersebut tidak akan
dapat mencapai tujuannya jika staf atau bahkan seorang pimpinan

151
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

mengabaikan pengendalian. Pengabaian tersebut terjadi karena adanya


kepentingan di luar kepentingan organisasi, seperti kepentingan pribadi
seorang pimpinan. Sebagai contoh, seorang pejabat pembuat komitmen
melakukan penunjukkan langsung atas sebuah pekerjaan yang seharusnya
dilakukan dengan pelelangan terbatas. Ia mengabaikan ketentuan dengan
tujuan memperoleh kick back (suap) yang besar dari rekanan yang ditunjuk
langsung tersebut.
4. Adanya kolusi
Kolusi adalah salah satu ancaman dari pengendalian yang efektif.
Pemisahan fungsi telah dilakukan namun jika manusianya melakukan suatu
persekongkolan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan tertentu selain
organisasi, maka pengendalian yang sebaik apapun tidak akan dapat
mendeteksi atau mencegah terjadinya suatu tindakan yang merugikan
organisasi. Sebagai contoh, konsultan pengawas atas suatu proyek
melakukan kolusi dengan pihak kontraktor yang melaksanakan
pembangunan suatu proyek dengan cara memberikan peluang terjadinya
penyimpangan dalam spesifikasi. Hal ini dapat terjadi jika pemimpin
proyeknya kurang aktif melakukan pengecekan.

6. Hubungan Sistem Pengendalian Manajemen Dengan Akuntansi


Keperilakuan
Pada awal perkembangannya, desain penelitian dalam bidang akuntansi
manajemen masih sangat sederhana, hanya memfokuskan pada masalah
penghitungan harga pokok produk. Seiring dengan perkembangan tehnologi
produksi, permasalahan penelitian diperluas dengan diangkatnya topik tentang
penganggaran, akuntansi pertanggung jawaban serta masalah transfer pricing.
Namun demikian berbagai penelitian tersebut masih bersifat normatif, yang hanya
mengangkat permasalahan desain pengendalian manajemen dengan berbagai

152
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

model-model seperti discounted cash flow, atau linier programming untuk


membantu manajer membuat keputusan ekonomik yang optimal tanpa
melibatkan pada faktor-faktor lain yang mempengaruhi efektivitas desain
pengendalian manajemen, seperti perilaku manusia, serta kondisi lingkungan
organisasi. Pada masa itu berbagi faktor-faktor tersebut dianggap sebagai “kotak
hitam” yang kurang diperhatikan (Ashton, D. et al.1984).
Sejak tahun 50an, tepatnya sejak C. Argyris menerbitkan penelitiannya
tahun 1952, desain penelitian akuntansi manajemen mengalami perkembangan
yang sangat berarti dengan dimulainya menghubungkan desain sistem
pengendalian manajemen suatu organisasi dengan perilaku manusia. Sejak saat
itu desain penelitian lebih bersifat diskriptif yang diharapkan lebih bisa
menggambarkan kondisi riil yang dihadapi pelaku-pelaku organisasi. Dari
penelitian Argyris yang berjudul “The Impact of Budget on People” sebuah studi
yang disponsori the Controllership Foundation Cornell University School of
Business and Public Administrati, sejarah penelitian akuntansi keperilakuan mulai
tumbuh. Mulai saat itu tumbuhlah kesadaran untuk mengintegrasikan ilmu
akuntansi dan ilmu-ilmu keperilakuan terutama ilmu psikologi dalam penelitian
akuntansi.
Penelitian Argyris tersebut menguji peranan informasi akuntansi
(reliance on accounting performance measures (RAPM) sebagai alat untuk
menilai kinerja manajer. Penelitian Argyris tersebut timbul untuk mencari jawaban
adanya dugaan bahwa informasi akuntansi yang dipergunakan suatu perusahaan
mempunyai pengaruh negatif pada karyawannya. Kesimpulan penelitiannya
menyebutkan bahwa RAPM tersebut memang menimbulkan dampak negatif yang
menyebabkan timbulnya (dysfunctional behavior) seperti ketegangan, demdam,
curiga, was-was dan kurang percaya diri.
Hasil penelitian Argyris selama dua dekade tidak direspon peneliti lain.
Baru pada 1972, Hopwood membuka kembali topik tersebut dengan mengajukan

153
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

sebuah pertanyaan “ apakah tingkah laku negatif para manajer tersebut


merupakan konsekuensi penggunaan informasi akuntansi dalam penilaian kinerja
atau paling tidak akibat ketidak sempurnaan sistem akuntansi atau hal tersebut
tergantung pada cara yang tepat informasi akuntansi tersebut dipergunakan.
Secara lebih spesifik, penelitiannya menguji pengaruh tipe penilaian kinerja (yang
meliputi: Budget Constrained Style, Profit Conscious Style dan Nonaccounting
Style) terhadap ketegangan kerja (job related tension), cost tension, persepsi
karyawan pada keadilan penilaian kinerja serta karyawan pada penyelianya.
Penelitian Hoopwood ini sangat monumental dan mendapat banyak perhatian
dari peneliti lainnya dan hingga saat ini berbagai variabel penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian tersebut banyak dipergunakan oleh peneliti lain.
Tahun 1978 penelitian Hopwood diulang oleh Otley, yang menemukan hasil yang
berbeda. Pertama, dia tidak dapat membuktikan penemuan Hopwood (1972)
bahwa ketegangan bawahan akan semakin meningkat di bawah Budget
Constrained Style Kedua, bertentang dengan penemuan Hoopwood, Otley
menemukan bahwa kinerja manajer lebih baik dibawah Budget Constrained Style.
Adanya temuan yang bertolak belakang tersebut mengundang banyak peneliti
untuk menyelidikinya hingga kemudian dipergunakanlah teori kemungkinan
(contingency theory) dalam penelitian akuntansi.
Isu Pengendalian Manajerial mengangkat peran akuntan dalam
menyusun anggaran dan menggunakan anggaran sebagai alat pengendalian.
Penelitian di bidang ini diawali dengan Penelitian Argyris (1952, 1953) tentang
perilaku yang berkaitan dengan penganggaran. Penelitian lain tentang anggaran
dibuat oleh Hofstede dengan judul The Game Of Budget Control (1967).
Beberapa perkembangan lanjutan isu yang menyangkut pengendalian manajerial
adalah isu mengenai partisipasi (Stedry, 1960), gaya kepemimpinan (Hopwood,
1972), perbedaan indivudu (Driver dan Mock, 1975), Kontinjensi (Otley, 1978),

154
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

pertimbangan ketidakpastian lingkungan (Ouchi, 1979), umpan balik (Shields,


1980) dan insentif (Chow, 1983).
Isu mengenai pengendalian manajerial termasuk isu yang sudah
mapan. Kebanyakan studi dengan eksperimen laboraori dengan menggunakan
mahasiswa sebagai partisipan sudah mengalami perubahan dengan
menggunakan survei lapangan dan alat ukur yang dikembangkan oleh psikolog-
kognitif. Perubahan yang paling penting adalah digunakannya model ekonomika
analitikal. Isu itu sendiri masih terus berlangsung dan masih akan terus
berlangsung.

7. Contoh Penelitian
7.1.Contoh Penelitian 1

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN DAN KETERLIBATAN KERJA


TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN
ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING
(Studi pada Pemerintah Kota Semarang)

ABSTRACT
The relationship between budgetary participation and budgetary slack and
relationship between job involvement and budgetary slack has been examined in
several accounting studies with conflicting results. The conflicting evidence may
reflect the influence of a contingent variable. This study examined influence of
organizational commitment job involvement as moderating variable in the
relationship between budgetary participation and budgetary slack.
This study provides empirical evidence that motivational factors of
organizational commitment, job involvement and budgetary participation might be
important factor in explaining managers propensities to create budgetary slack.
The results indicate that for highly committed managers, budgetary participation is
associated with decreased propensity to create budgetary slack. For managers
who have low levels of commitment to organization's goals and values, budgetary
participation is associated with increased propensity to create budgetary slack.
Likewise, for highly committed managers, job involvement is associated with
decreased propensity to create budgetary slack. For managers who have low

155
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

levels of commitment organization's goals and values, job involvement is


associated with increased propensity to create budgetary slack.

Key words: budgetary participation, job involvement, organizational commit-


ment, budgetary slack.
I.Latar Belakang
Penetapanan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah
daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah, membawa perubahan yang mendasar berkaitan dengan
hubungan Tata Pemerintah serta Hubungan Keuangan, sekaligus membawa
perubahan penting dalam pengelolaan Anggaran Daerah. Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 58 tahun 2005 menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak
dicapai dalam satu tahun anggaran, yaitu dengan mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja atau ouput dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
ditetapkan. Pendekatan ini berorientasi pada pendekatan kinerja, bukan
berorientasi pada pendekatan kebijakan. Kedua undang-undang tersebut telah
merubah akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dari
pertanggungjawaban vertikal (kepada pemerintah pusat) ke pertanggungjawaban
horisontal (kepada masyarakat melalui DPRD). Implikasinya adalah adanya
tuntutan otonomi yang lebih luas dan akuntabilitas publik yang nyata yang harus
diberikan kepada pemerintah daerah.
Penggunaan paradigma diatas menimbulkan beberapa konsekuensi bagi
pemerintah guna mendukung salah satu agenda reformasi di Indonesia yaitu
terciptanya good governance. Salah satu konsekuensi tersebut diantaranya
adalah reformasi anggaran (budgeting reform). Hal ini dikarenakan tuntutan
pengelolaan pemerintah daerah yang berakuntabilitas dan berorientasi pada
kepentingan publik (public oriented) tidak bisa lepas dari anggaran pemerintah
daerah. Wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah pemanfaatan
sumber daya yang dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata
untuk mencapai akuntabilitas publik (Mardiasmo, 2002a).
Akuntabilitas melalui anggaran meliputi penyusunan anggaran sampai
dengan pelaporan anggaran. Selain itu, anggaran merupakan elemen penting
dalam sistem pengendalian manajemen karena anggaran tidak saja sebagai alat
perencanaan keuangan, tetapi juga sebagai alat pengendalian, koordinasi,
komunikasi, evaluasi kinerja dan motivasi (Kenis, 1979; Chow et al, 1988; Antony
dan Govindarajan, 1998). Bentuk pengendalian ini sesuai dengan prinsip agency
theory yang mana pemerintah sebagai agent dan DPRD sebagai principal.
Selanjutnya, DPRD yang merupakan representasi dari rakyat (publik) akan
mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Anggaran publik merupakan
dokumen/kontrak politik antara pemerintah dan DPRD untuk masa yang akan

156
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

datang (Mardiasmo, 2002b). Hal inilah yang menyebabkan mengapa penelitian di


bidang anggaran pada pemerintah daerah menjadi penting dan relevan. Banyak
organisasi menganggap anggaran merupakan rencana aktivitas yang akan
menjadi pedoman untuk melaksanakan serangkaian aktivitas tertentu dimasa
yang akan datang. Untuk membuat anggaran efektif, maka manajer memerlukan
ramalan kondisi yang akan datang yang masuk akal (Nouri et all, 1996: 73).
Penyusunan anggaran melibatkan berbagai pihak, baik manajer atas maupun
bawah, yang secara umum memainkan peranan yang aktif dalam
mempersiapkan dan mengevaluasi berbagai alternatif dari tujuan anggaran
sehingga negosiasi ini merupakan komitmen manajer penyusun anggaran serta
pihak-pihak yang terkait di dalamnya, dan akibatnya anggaran senantiasa
digunakan sebagai tolok ukur terbaik kinerja manajer (Kren Leslie, 1992: 512).
Jumlah penelitian-penelitian mengenai hubungan partisipasi anggaran
dengan dampaknya, khususnya senjangan anggaran telah banyak dilakukan dan
hasil penelitian-penelitian tersebut tidaklah konsisten. Hasil penelitian yang
dilakukan Onsi (1973: 8), Camman (1976), Merchant K (1985), Dunk A (1983),
Brownel dan Mc Innes (1986) Mardiasmo (2002c) menunjukkan bahwa partisipasi
dalam proses penyusunan anggaran mengurangi jumlah senjangan anggaran.
Namun, terdapat beberapa penelitian lainnya yang sejenis dari Lowe dan rekan-
rekan ternyata memberi hasil yang berbeda yaitu adanya hubungan positif antara
partisipasi anggaran dan senjangan anggaran (Lowe, 1968; Young, 1985; Lukka,
1988). Sedangkan dipihak lain penelitian yang dilakukan Collins (1978: 324-335)
menunjukkan hasil yang tidak signifikan antara dua variabel tersebut.
Hasil penelitian yang tidak konsisten tersebut menunjukkan bahwa
kemungkinan terdapat variabel kontijensi yang belum dimasukkan ke dalam
variabel penelitian, maka oleh Nouri dalam dua penelitiannya mencoba
mengamati dua variabel lain yaitu komitmen organisasi dan keterlibatan kerja
dihubungkan dengan senjangan anggaran, serta komitmen organisasi sebagai
variabel moderating antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran (Nouri
H, 1994 : 289-295; 1996 : 75-90). Hasil penelitian Nouri yang pertama
menunjukkan komitmen organisasi dan keterlibatan kerja menunjukkan pengaruh
yang kecil terhadap senjangan anggaran, sedangkan penelitian kedua
menunjukkan adanya hubungan antara partisipasi dan senjangan anggaran
dengan komitmen organisasi sebagai moderating variabel. Oleh karena itu
mengacu pada penelitian Nouri, baik yang pertama maupun yang kedua,
penelitian ini mencoba menggabungkan kedua studi tersebut sebagai acuan
dalam penelitian ini.

II.Telaah Pustaka
Aspek perilaku dalam penyusunan anggaran bersangkutan dengan
perilaku yang dibawa dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku yang

157
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

timbul sebagai akibat orang mencoba hidup dengan anggaran. Tingkat partisipasi
manajer dalam penyusunan anggaran akan mendorong moral kerja yang tinggi
dan inisiatif para manajer dan ini dapat mengurangi terjadinya senjangan
anggaran (Camman, 1976; Merchant, 1985; Onsi, 1973). Moral kerja dapat
ditentukan oleh seberapa besar seseorang mengidentifikasi dirinya sebagai
bagian dari organisasi. Dengan demikian dalam proses penyusunan anggaran,
perlu ditanamkan sense of commitment dalam diri penyusunnya, dan apabila ini
dilalaikan, maka memungkinkan terjadinya penyimpangan dan tidak ada manajer
yang mau bertanggungjawab.
Akhir-akhir ini banyak penelitian yang dikaitkan dengan anggaran
cenderung dikaitkan dengan masalah behavioral dari penyusunan anggaran.
Hasilnya menunjukkan bahwa proses penyusunan anggaran tidak dapat terlepas
dari unsur manusia yang menyusunnya seperti faktor motivasi, keterlibatan dan
komitmen manajerial, sikap dan kinerja manajemen, task universallity dan lain-
lain (Kenis, 1979; Brownel, 1986; Nouri, 1994; Nouri dan Parker, 1996). Semakin
banyak faktor yang dipertimbangkan dalam proses penyusunan anggaran,
semakin sulit proses penyusunan anggaran tersebut. Artinya, proses penyusunan
anggaran tergantung pada moral penyusun anggaran tersebut. Beberapa aspek
perilaku dalam proses penganggaran adalah sebagai berikut.

Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran


Partisipasi merupakan salah satu aspek yang sering digunakan dalam
penelitian yang berkaitan dengan penganggaran. Beberapa penelitian
menunjukkan peran partisipasi sangat penting dalam penyusunan anggaran dan
berpengaruh menciptakan senjangan anggaran maupun meningkatkan kinerja
manajer (Chow et al, 1988; Merchant, 1985; Dunk, 1993; Young, 1985; Nouri dan
Parker, 1996). Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses
organisasional, dimana para anggota organisasi ikut serta dan mempunyai
pengaruh dalam suatu pembuatan keputusan yang berkepentingan dengan
mereka. Aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan
anggaran, sehingga lebih memungkinkan bagi bawahan melakukan negosiasi
dengan atasan mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai
(Brownell dan McInnes, 1986; Dunk 1990).
Brownel mengartikan partisipasi sebagai proses yang individu-individu di
dalamnya terlibat dan mempunyai pengaruh atas penyusunan target anggaran
yang kinerjanya akan dievaluasi dan mungkin akan dihargai atas dasar
pencapaian target anggaran mereka (Brownel, 1982). Dilain pihak Kenis (1979)
mempertegas pengertian partisipasi sebagai tingkat keikutsertaan manajer dalam
menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat
pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan. Partisipasi sebagai suatu
proses kerjasama dalam pembuatan keputusan oleh dua kelompok atau lebih

158
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

yang berpengaruh pada pembuatan keputusan itu sendiri di masa yang akan
datang (Siegel dan Marchoni, 1989 : 137). Sistem anggaran (partisipatif atau non-
partisipatif) yang selaras dengan sikap dan motivasi yang dimiliki anggota
organisasi dapat menentukan baik buruknya suatu organisasi (Mia, 1998). Dilain
pihak, terdapat juga beberapa keterbatasan yang berkaitan dengan partisipasi
yaitu kemungkinan manajer membentuk senjangan anggaran, partisipasi semu
serta status dan pengaruh seseorang dalam organisasi yang dapat mengurangi
efektivitas partisipasi.

Komitmen Organisasi
Pengertian komitmen organisasi saat ini dapat dilihat dari dua aspek yang
berbeda dan populer dalam berbagai studi empiris. Pengertian yang pertama
dikemukakan oleh Porter dan rekan-rekan, sedangkan pengertian yang lain
dikemukakan oleh Meyer dan Allen (1989). Porter et all (1974: 604) memberi
pengertian komitmen sebagai the strength of an individual identification with an
involvement in a particular organization.
Meyer dan Allen menggunakan istilah affective commitment and
continuance commitment untuk membedakan pandangan Porter dan Becker
(Meyer et all, 1989: 87). Walaupun affective and continuance memiliki hubungan
antara tenaga kerja dan organisasi, namun diantara keduanya memiliki
pemahaman yang berbeda. Tenaga kerja dengan affective commitment yang kuat
cenderung akan tetap tinggal dalam perusahaan karena mereka membutuhkan
organisasi tersebut untuk bekerja (Meyer et all, 1989 : 152). Mowday et all (1982)
melihat berbagai variasi antecedents dari affective commitment meliputi
karakteristik personal karakteristik struktural dan karakteristik yang dihubungkan
dengan pekerjaan dan pengalaman kerja. Dari gambaran diatas, Mowday
memberikan pengertian komitmen organisasi sebagai seseorang yang memiliki
nilai dan keinginan untuk tetap tinggal menjadi anggota organisasi seharusnya
memiliki kerelaan untuk mempertimbangkan kekuasaannya demi organisasi.
Berkaitan dengan penelitian mengenai komitmen organisasi, Nouri dan
Parker (1996) berpendapat bahwa naik atau turunnya senjangan anggaran
tergantung pada apakah individu memilih untuk mengejar kepentingan diri sendiri
atau justru bekerja untuk kepentingan organisasi. Komitmen yang tinggi
menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan
organisasi ke arah yang lebih baik dan partisipasi anggaran membuka peluang
bagi bawahan untuk menciptakan senjangan anggaran untuk kepentingan
mereka jika komitmen karyawan terhadap organisasi berada pada tingkat yang
rendah. Komitmen organisasi yang tinggi akan mengurangi individu untuk
melakukan senjangan anggaran. Sebaliknya, bila komitmen rendah, maka
kepentingan pribadinya lebih diutamakan, dan dia dapat melakukan senjangan
anggaran agar anggaran mudah dicapai dan pada akhirnya nanti keberhasilan

159
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

mencapai sasaran anggaran tersebut diharapkan dapat mempertinggi penilaian


kinerjanya karena berhasil dalam pencapaian tujuan.

Keterlibatan Kerja (Job Involvement)


Selain komitmen organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan juga merupakan
topik yang akhir-akhir ini banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena variabel ini
merupakan variabel yang sangat mempengaruhi perputaran tenaga kerja dalam
suatu organisasi. Lowler dan Hall mendefinisikan keterlibatan dalam pekerjaan
seseorang sebagai self image seorang terhadap derajat kepentingan pekerjaan
tersebut (Nouri, 1994 : 291). Keterlibatan kerja memiliki pengertian yang berbeda
dengan work involvement. Keterlibatan kerja dalam konteks specific job tidak
sama dengan keterlibatan kerja secara umum. Pemahaman yang pertama
memberikan kepuasan terhadap seseorang pada saat ini pula, sedangkan
pemahaman yang kedua lebih terarah pada nilai yang diberikan dari pekerjaan
tersebut terhadap kehidupannya. Konsep Keterlibatan kerja merupakan
keyakinan deskriptif yang bersifat kontemporer sedangkan work involvement
merupakan keyakinan normatif yang bersifat historis.
Sementara itu, Nouri (1994) menyimpulkan bahwa interaksi antara
keterlibatan kerja dengan komitmen organisasi akan mempengaruhi
kecenderungan para manajer untuk menciptakan senjangan anggaran. Bagi para
manajer yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang rendah kurang memiliki
kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran karena mereka tindak
mengidentifikasi kerja mereka dan mereka tidak peduli dengan pekerjaan
mereka. Manajer yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi, maka
keterlibatan kerja akan berhubungan dengan menurunnya kecenderungan untuk
menciptakan senjangan anggaran. Sedangkan bagi para manajer yang memiliki
tingkat komitmen organisasi yang rendah, maka keterlibatan kerja akan
berhubungan dengan meningkatnya kecenderungan untuk menciptakan
senjangan anggaran.

Senjangan Anggaran
Dalam anggaran ketidakpuasan seseorang dapat meningkatkan self
interest melalui partisipasi anggaran, dan ini dapat meningkatkan senjangan
anggaran (Dunk, 1993; Young, 1985). Young (1985: 830) mengartikan senjangan
anggaran sebagai jumlah dengan sengaja dibuat manajer dengan melebihkan
sumber-sumber yang diperlukan ke dalam anggaran atau dengan sengaja
merendahkan kemampuan produktivitas perusahaan. Nouri (1994)
mendefinisikan senjangan anggaran sebagai jumlah yang diminta sering
berakibat penting terhadap jumlah yang diterima, dan dari sinilah kemudian
muncul kontrol yang berlebihan terhadap sumber-sumber organisasi, proses
tawar menawar merupakan isu dari strategi mereka (partisipan) dikaitkan dengan

160
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

kedudukan mereka dimasa yang akan datang dalam menetapkan jumlah yang
diminta terhadap ekonomi organisasi termasuk motivasi personal yang berkaitan
dengan status penghargaan dan kemajuannya.
Menerima sumber-sumber yang melebihi yang diperlukan bagaimanapun
dapat mengakibatkan disfungsional terhadap organisasi. Merchant (1985)
mengungkapkan bahwa terjadinya disfungsional merupakan suatu usaha yang
mengarah pada terjadinya senjangan anggaran, sehingga senjangan anggaran
dapat diartikan sebagai upaya seseorang untuk menerima sumber-sumber
ekonomi melebihi yang diperlukan atau mengurangi kemampuan produktivitas
perusahaan dari yang seharusnya.

Review Penelitian Terdahulu


Chow dan rekan-rekan mengungkapkan bahwa senjangan anggaran perlu
dikontrol karena dapat menurunkan kinerja perusahaan (Chow et al, 1988 : 111-
122; Waller et all, 1985: 458-476). Young (1985 : 832) menggunakan agency
model dan faktor perilaku mendesain penelitiannya untuk menguji berbagai
determinant senjangan anggaran. Hasilnya menunjukkan bahwa, karena adanya
keinginan untuk menghindari risiko, bawahan yang berpatisipasi dalam
penyusunan anggaran cenderung untuk melakukan senjangan anggaran.
Merchant (1985: 203) menekankan bahwa sumber yang lebih dari seharusnya
yang dilakukan dapat mengakibatkan tidak berfungsinya organisasi dan
pengaruhnya mengakibatkan terjadinya senjangan anggaran, dan tidak
berfungsinya organisasi ini dapat menjadikan alasan mengapa terdapat banyak
usaha untuk melakukan senjangan anggaran (Onsi, 1973: 537; Young, 1985 :
830).
Dunk (1993) memfokuskan penelitiannya terhadap pengaruh dari dasar
anggaran dan asimetri informasi dari sudut pandang antara partisipasi anggaran
dan senjangan anggaran. Disamping itu Dunk juga melihat hubungan antara
partisipasi anggaran dan senjangan anggaran dengan budget emphasis dan
information asimetry sebagai penghubung. Hasilnya menunjukkan adanya “true
participation” dalam proses penyusunan anggaran sehingga dapat mengurangi
tekanan serta kegelisahan sehubungan dengan anggaran, dan ini memotivasi
anggota organisasi untuk mengurangi kecenderungan terjadinya senjangan
anggaran.
Mardiasmo (2002c) menemukan bahwa budaya institusi yang terdiri dari
variabel partisipasi, budget emphasis, information asymetry, kinerja,
organizational commitment dan locus of control berpengaruh secara negatif
terhadap senjangan anggaran. Aspek budaya yang mempengaruhi senjangan
anggaran adalah budaya secara umum, organizational commitment dan locus of
control.

161
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Penelitian yang berkaitan dengan senjangan anggaran selain berkaitan


dengan aspek-aspek penganggaran juga berkaitan dengan perilaku partisipan
dalam proses penyusunan anggaran. Morrow (1983 : 488) yang mengungkapkan
bahwa pada saat komitmen organisasi dan keterlibatan kerja dihubungkan, maka
tipe-tipe dari sikap pekerjaan menjadi lebih jelas, karena keduanya memiliki
referensi yang berbeda. Nouri H (1994) mencoba mengukur 2 faktor
multifungsional komitmen organisasi dan keterlibatan kerja dihubungkan dengan
senjangan anggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi kedua
variabel diatas memberi indikasi yang bertolak belakang dalam menciptakan
senjangan anggaran, yaitu pada komitmen organisasi tinggi dan keterlibatan kerja
rendah cenderung mengurangi senjangan anggaran, begitu juga sebaliknya.
Kemudian pada tahun 1996, bersama Parker, Nouri melakukan studi yang
melihat efek komitmen organisasi pada hubungan partisipasi anggaran dan
senjangan anggaran. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kedua variabel diatas
saling berhubungan dalam menghasilkan senjangan anggaran, yaitu pada saat
partisipasi tinggi dan komitmen organisasi tinggi pula cenderung mengurangi
senjangan anggaran, begitu juga sebaliknya.

Hipotesis
Berdasar pertimbangan diatas, yaitu penelitian yang dilakukan Nouri, baik
yang pertama maupun yang kedua, yaitu komitmen organisasi dan keterlibatan
kerja, maka penelitian ini mencoba memberikan model penelitian dengan
rumusan hipotesis sebagai berikut:
Ha1 = Patisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan berpengaruh
secara positif terhadap kemungkinan terjadinya senjangan anggaran
Ha2 = Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap hubungan antara partisipasi
anggaran dan senjangan anggaran. Partisipasi anggaran akan
menimbulkan senjangan anggaran apabila aparat memiliki komitmen
organisasi rendah, dan akan menurunkan senjangan anggaran apabila
aparat memiliki komitmen organisasi yang tinggi
Ha2 = Komitmen organisasi mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara
keterlibatan kerja dengan senjangan anggaran Keterlibatan kerja akan
menimbulkan senjangan anggaran apabila manajer memiliki komitmen
organisasi yang rendah dan akan menurunkan senjangan anggaran
apabila manajer memiliki komitmen organisasi yang tinggi.

III.Metodologi
3.1 Variabel dan Pengukuran Variabel
a. Senjangan anggaran didefinisikan sebagai jumlah yang oleh manajer sengaja
dibuat melebihi kebutuhan bagi sumber-sumber yang dibutuhkan dalam
anggaran atau merendahkan kemampuan produktivitas perusahaan (Young,

162
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

1985: 830). Variabel Senjangan anggaran diukur dengan menggunakan enam


instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993).
b. Partisipasi Anggaran didefinisikan sebagai keikutsertaan seseorang melalui
kerjasama dengan partisipan lain dalam menghasilkan anggaran (Brownell,
1982: 849). Variabel partisipasi anggaran diukur dengan menggunakan enam
instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Milani (1975).
c. Keterlibatan Kerja diartikan sebagai self image seseorang terhadap derajat
kepentingan orang tersebut (Lawler dan Hall, 1970). Variabel keterlibatan
kerja diukur dengan menggunakan sepuluh instrumen pertanyaan yang
dikembangkan oleh Kanungo (1982).
d. Komitmen Organisasi didefinisikan sebagai kuatnya kepercayaan serta
penerimaan nilai dan tujuan organisasi, serta kerelaan untuk mengemukakan
berbagai pertimbangan usaha guna kepentingan organisasi dan keinginan
kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Angle dan Perry,
1981). Variabel komitmen organisasi diukur dengan menggunakan tujuh
instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Mowday et al (1979).
Format respon untuk ke empat instrumen dibentuk melalui 5 (lima) poin
skala likert dari sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5).

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah seluruh aparat instansi (Dinas/Badan/Kantor)
di bawah Pemerintah Kota Semarang. Mengingat besar populasi dan jumlah tidak
diketahui secara pasti, maka di dalam penelitian ini ditetapkan sampel adalah
pejabat setingkat kepala, kepala bagian/bidang/subdinas, kepala
subbagian/subbidang/seksi dan aparat bagian perencanaan dari badan, dinas
dan kantor (Abdullah, 2004) pada Pemerintah Kota Semarang. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

3.3 Uji Hipotesis


Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
pengujian kualitas data, normalitas data, serta uji asumsi klasik. Pengujian
hipotesis menggunakan alat analisa regresi berganda Moderated Regression
Analysis (MRA) yaitu regresi berganda (multiple regress) dengan menggunakan
model interksi (interaction). Untuk persamaan regresi pada studi ini merupakan
modifikasi dari persamaan regresi yang pernah digunakan penelitian terdahulu
(Dunk, 1993; Nouri, 1994; Nouri dan Parker, 1996). Di dalam penelitian ini,
formula yang dikembangkan guna menjawab hipotesis adalah:
Hipotesis Model Persamaan
H1 Y = b0 + b1 PA + e (1)
H2 Y = b0 + b1 PA + b2 KO + b3 PA * KO + e (2)
H3 Y = b0 + b1 KK + b2 KO + b3 KP * KO + e (3)

163
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Y : Senjangan Anggaran, KO : Komitmen Organisasi


PA : Partisipasi Anggaran, b0 : Konstan
KK : Keterlibatan Kerja, b1, b2, b3 : Koefisien Regresi
e : Error

Penggunaan pendekatan interaksi bertujuan untuk menjelaskan bahwa


senjangan anggaran dipengaruhi oleh interaksi antara partisipasi anggaran
dengan varibel moderating komitmen organisasi dan interaksi antara keterlibatan
kerja dengan variabel moderating komitmen organisasi. Fokus utama persamaan
regresi pada penelitian ini adalah pada signifikan indeks koefisien dan sifat
pengaruh interaksi variabel independen (komitmen organisasi) terhadap
hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran serta
hubungan antara keterlibatan kerja dengan senjangan anggaran.
Sedangkan untuk mengetahui adanya nonmonotonic dari independen
variabel (XPA, XKK) terhadap variabel dependen (Y), diuji dengan meneliti partial
derivative dari persamaan (2) dan persamaan (3) (Schoonhoven, 1981). Jika hasil
turunan parsial (partial derivative) dari senjangan terhadap partisipasi dan
keterlibatan (Y/XPA dan (Y/XKK) memberikan nilai positif dan negatif yang
berada pada kisaran nilai variabel moderating, maka hal ini menunjukkan bahwa
partisipasi anggaran (Y/XPA) dan keterlibatan kerja (Y/XKO) akan memiliki
pengaruh non-monotonic terhadap senjangan anggaran (Y). Dengan kata lain,
variabel moderating mempengaruhi hubungan variabel tersebut. Sedangkan
apabila hasil (Y/XPA dan (Y/XKO) tidak memotong atau tidak mengubah arah
kisaran variabel moderating, maka hubungan antara partisipasi anggaran dengan
senjangan anggaran memiliki efek monotonic. Dengan kata lain, hubungan antara
partisipasi anggaran dan komitmen organisasi serta hubungan antara keterlibatan
kerja dan komitmen organisasi dengan senjangan anggaran tidak dipengaruhi
oleh variabel moderating. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Membuat turunan parsial persamaan regresi (2) :
Y/XPA = b1 + b2XKO …………………………………………… (4)
Turunan parsial dari persamaan regresi (3):
Y/XKK = b1 + b2XKO …….....................................................……. (5)
2. Menentukan nilai titik infleksi (infelction point).
Pada sumbu Y : nilai inflection point : b1, Pada sumbu X : nilai inflection point : -
b1/b3
3. Menghubungkan titik-titik yang ada di sumbu Y dan sumbu X dalam bentuk
garis lurus.

164
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

VI. Hasil Dan Pembahasan


Deskripsi Data
Data penelitian dikumpulkan dengan mengirimkan 209 kuesioner secara
langsung kepada seluruh instansi (Badan, Kantor dan Dinas) di bawah
Pemerintah Kota Semarang yang menjadi objek penelitian. Pengumpulan kembali
dilakukan 2 minggu setelah kuesioner diantar. Dari 101 responden yang
berpartisipasi dalam penelitian ini 19 diantaranya tidak dapat diikutsertakan
karena pengisian yang tidak lengkap, sehingga jumlah kuesioner yang layak
dianalisis sebanyak 82 kuesioner (lihat lampiran).

Uji Kualitas Data


Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengukur konsistensi
dan akurasi data yang dikumpulkan dari instrumen, adalah (1) uji konsistensi
internal dengan uji statistik Cronbach's Alpha, (2) uji homogenitas data dengan uji
korelasional antara skor masing-masing item dengan skor total (lihat juga
Ghozali, 2005). Hasil pengujian menunjukkan tingkat konsistensi dan akurasi
yang cukup baik. Pada uji konsistensi internal koefisien Cronbach's Alpha
menunjukkan tidak ada koefisien yang kurang dari nilai batas minimal 0,60 (Hair
et al. 1998). Sedangkan pada pengujian validitas dengan uji homogenitas data
dengan uji korelasional antara skor masing-masing item dengan skor total
(Pearson Correlations) menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada
tingkat 0,01.

Uji Asumsi Klasik


Hasil pengujian multikolinieritas, menunjukkan hasil perhitungan tolerance
tidak ada variabel yang memiliki nilai tolerance kurang dari 10%, yang berarti
tidak terjadi multikolinieritas di antara variabel-variabel tersebut. Hasil perhitungan
variance inflation factor (VIF) menunjukkan hal yang sama, yaitu tidak satu pun
variabel yang menunjukkan nilai VIF di atas 10 yang berarti tidak terjadi
multikolinieritas di antara variabel-variabel tersebut (Ghozali, 2005).
Pengujian heterokedastisitas berdasarkan grafik scatterplot (lihat lampiran)
memperlihatkan titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola
tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada
sumbu Y, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model
regresi. Sedangkan pengujian normalitas yang dilakukan dengan menggunakan
uji kolmogorov-smirnov menunjukkan nilai signifikansi masing-masing variabel
diatas 0.05, artinya masing-masing variabel terdistribusi secara normal (lihat
lampiran).

165
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa koefisien
partisipasi anggaran signifikan dengan nilai signifikansinya sebesar 0,000. Hal ini
berarti bahwa partisipasi anggaran secara signifikan mempengaruhi terjadinya
senjangan anggaran dengan koefisien regresi sebesar -0,0583 pada tingkat
signifikasi p sebesar 0,000 (p<0,05). Nilai F sebesar 59,716 dengan signifikansi
sebesar p = 0,000. Dengan demikian hipotesis pertama (H1) yang menyatakan
bahwa partisipasi anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap senjangan
anggaran tidak dapat ditolak atau diterima.
Hasil pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa partisipasi
anggaran secara signifikan berpengaruh positif terhadap terjadinya senjangan
anggaran, artinya semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran akan
meningkatkan terjadinya senjangan anggaran. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Lowe (1968), Young (1985), Lukka (1988), Nouri dan Parker (1996) yang
menyatakan bahwa partisipasi anggaran berhubungan positif dengan senjangan
anggaran. Hal ini bisa dipahami karena adanya keinginan untuk menghindari
risiko. Semakin tinggi risiko, maka aparat yang berpartisipasi dalam penyusunan
anggaran akan melakukan senjangan anggaran agar dapat meminimalkan
risikonya (Young, 1985; Waller, 1987).
Schiff dan Lewin (1970) menyatakan bahwa aparat menciptakan budgetary
slack karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan
memudahkan pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian prestasi
manajer ditentukan berdasarkan pencapaian anggaran. Upaya ini dilakukan
dengan menentukan pendapatan yang terlalu rendah (understated) dan biaya
yang terlalu tinggi (overstated). Semakin tinggi partisipasi yang diberikan kepada
aparat, mereka cenderung berusaha agar anggaran yang mereka susun mudah
dicapai, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melonggarkan anggaran
atau menciptakan senjangan. Pada kondisi ini partisipasi yang dilakukan bukan
partisipasi yang sebenarnya karena digunakan secara negatif (untuk tujuan
pribadi) sehingga menimbulkan konsekuensi disfungsional bagi organisasi yang
berakibat timbulnya senjangan anggaran.
Hasil analisis regresi pada hipotesis kedua menunjukkan bahwa koefisien
interaksi b3 yaitu interaksi antara komitmen organisasi dengan partisipasi
anggaran signifikan. Hal ini berarti interaksi antara komitmen organisasi dengan
partisipasi anggaran secara signifikan mempengaruhi terjadinya senjangan
anggaran dengan koefisien regresi sebesar -0,0583 pada tingkat signifikasi p
sebesar 0,001 (p<0,05). Nilai F sebesar 29,483 dengan signifikansi sebesar p =
0,000.
Selanjutnya untuk memperjelas sifat dan arah masing-masing variabel,
dilakukan perhitungan matematis derivasi parsialnya yang hasilnya disajikan
dalam bentuk grafik. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pengaruh

166
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran akan konstan sepanjang garis


komitmen organisasi. Apabila konstan, maka akan memperlihatkan hubungan
monotonic, sebaliknya apabila tidak konstan, maka akan memperlihatkan
hubungan nonmonotinic. Persamaan regresi dari hasil pengujian kedua adalah Y
= - 15,889 + 2,477XPA + 0,808XKO - 0,058XPAXKO + e
Persamaan derivasi parsialnya adalah Y/XPA = 2,477 - 0,058XKO, untuk
XKO = 0, maka Y/XPA = 2,477; untuk Y/XPA = 0; XKO = 42,707. Selanjutnya
dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar pada lampiran. Dari perhitungan
di atas diketahui bahwa titik yang memotong sumbu Y (Y/XPA) adalah 2,477,
sedangkan titik yang memotong sumbu X (XKO) adalah 42,707 yang selanjutnya
disebut titik infleksi (inflection point). Sumbu vertikal (Y/XPA) menunjukkan
pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran (Y) dan sumbu
horizontal menunjukkan kisaran dari komitmen organisasi. Kurva (slop) garis
menunjukkan perubahan senjangan anggaran yang disebabkan oleh adanya
perubahan dalam komitmen organisasi melalui kisaran yang ada pada variabel
partisipasi anggaran. Dari hasil gambar dapat diartikan bahwa peningkatan
komitmen organisasi akan menyebabkan penurunan terjadinya senjangan
anggaran bagi individu yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran.
Sebaliknya penurunan komitmen organisasi dapat berakibat pada terjadinya
kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran. Dengan demikian
hipotesis kedua yang menyatakan bahwa komitmen organisasi mempunyai
pengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan
anggaran, partisipasi anggaran akan menimbulkan senjangan anggaran apabila
aparat mempunyai komitmen organisasi yang rendah dan akan menurunkan
senjangan anggaran apabila aparat memiliki komitmen organisasi yang tinggi
diterima.
Hasil pengujian hipotesis kedua, menunjukkan bahwa interaksi antara
komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran signifikan. Hal ini berarti
interaksi antara komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran secara
signifikan mempengaruhi terjadinya senjangan anggaran. Selanjutnya berdasar
perhitungan matematis derivasi parsial, arah titik inflection point adalah negatif,
artinya bahwa peningkatan komitmen organisasi akan menyebabkan penurunan
terjadinya senjangan anggaran bagi aparat yang berpartisipasi dalam
penyusunan anggaran, begitu juga sebaliknya, penurunan komitmen organisasi
akan berakibat pada terjadinya kecenderungan peningkatan senjangan anggaran
bagi aparat yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Semakin tinggi
partisipasi aparat pemerintah daerah dalam menyusun anggaran, melaksanakan
anggaran, dan mempertanggungjawabkan anggaran dengan berkomitmen pada
Kebijakan Umum Anggaran (KUA), prioritas program dan kegiatan APBD
(RKPD), strategi, visi, misi, tujuan pokok dan fungsi instansi (RPJMD), serta

167
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

sasaran dan tujuan dari masing-masing instansi akan menurunkan kemungkinan


terjadinya senjangan anggaran.
Sesuai dengan prinsip anggaran berbasis kinerja, partisipasi aparat dalam
proses penyusunan anggaran dimulai dari pembahasan prioritas program dan
kegiatan per unit kerja melalui penjaringan aspirasi musyawarah rencana
pembangunan tingkat dusun, desa, kecamatan dan tingkat kabupaten. Hasil
Musrenbangkab dijadikan sebagai dasar penyusunan rencana anggaran satuan
kerja (RASK). RASK yang telah disetujui oleh Kepala Daerah, akan dipersiapkan
menjadi draft RAPBD, dan dimusyawarahkan dengan DPRD untuk disyahkan
menjadi APBD serta dijadikan sebagai dokumen anggaran satuan kerja (DASK).
Dengan melalui tahapan-tahapan mekanisme penyusunan anggaran
diatas menunjukkan adanya keterlibatan langsung dari aparat dalam proses
penyusunan anggaran dengan berkomitmen pada peraturan perundangan yang
berlaku, yang pada akhirnya akan menghasilkan APBD yang lebih transparan dan
tepat sasaran. Implikasinya, dengan adanya transparansi akan meningkatkan
kinerja aparat serta menurunkan kecenderungan terjadinya senjangan anggaran.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nouri &
Parker (1996) serta Rahman (2002) yang menyatakan bahwa interaksi antara
variabel komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran akan menurunkan
kecenderungan aparat dalam menciptakan senjangan anggaran. Hal ini mungkin
disebabkan karena aparat yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi
memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk berbuat sesuatu agar dapat
menunjang keberhasilan organisasi. Komitmen yang tinggi menjadikan aparat
peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan organisasi ke arah
yang lebih baik. Partisipasi anggaran membuka peluang bagi aparat untuk
menciptakan senjangan anggaran bagi kepentingan mereka jika komitmen aparat
terhadap organisasi berada pada tingkat yang rendah.
Hasil analisis regresi pada hipotesis ketiga ini menunjukkan bahwa
koefisien interaksi b3 yaitu interaksi antara keterlibatan kerja dengan komitmen
organisasi signifikan. Hal ini berarti interaksi antar keterlibatan kerja dengan
komitmen organisasi secara signifikan mempengaruhi terjadinya senjangan
anggaran dengan koefisien regresi sebesar -0,027 pada tingkat signifikasi p
sebesar 0,001 (p<0,05). Nilai F sebesar 130,537 dengan signifikansi sebesar p =
0,000. Persamaan regresi dari hasil pengujian ketiga adalah Y = - 15,533 +
1,414XKK + 0,545XKO - 0,027XKKXKO + e
Persamaan derivasi parsialnya adalah Y/XKK = 1,414 - 0,027XKO, untuk
XKO = 0, maka Y/XKK = 1,414; untuk Y/XKK = 0; XKO = 52,370. Dari
perhitungan tersebut diketahui bahwa titik yang memotong sumbu Y (Y/XKK)
adalah 1,414, sedangkan titik yang memotong sumbu X (XKK) adalah 52,370 yang
selanjutnya disebut titik infleksi (inflection point). Sumbu vertikal (Y/XKK)
menunjukkan pengaruh keterlibatan kerja terhadap senjangan anggaran (Y) dan

168
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

sumbu horizontal menunjukkan kisaran dari komitmen organisasi. Kurva (slope)


garis menunjukkan perubahan senjangan anggaran yang disebabkan oleh
adanya perubahan dalam komitmen organisasi melalui kisaran yang ada pada
variabel keterlibatan kerja, artinya bahwa peningkatan komitmen organisasi akan
menyebabkan penurunan terjadinya senjangan anggaran bagi aparat yang
memiliki keterlibatan kerja tinggi. Dengan demikian hipotesis ketiga yang
menyatakan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh terhadap
hubungan antara keterlibatan kerja dengan senjangan anggaran, keterlibatan
kerja akan menimbulkan senjangan anggaran apabila aparat memiliki komitmen
organiasi yang rendah dan akan menurunkan senjangan anggaran apabila aparat
memiliki komitmen organiasi yang dapat diterima.
Hasil pengujian hipotesis ketiga, menunjukkan bahwa interaksi antara
komitmen organisasi dan keterlibatan kerja signifikan. Artinya interaksi antara
keterlibatan kerja dengan komitmen organisasi secara signifikan mempengaruhi
terjadinya senjangan anggaran. Arah titik inflection point adalah negatif. Hal ini
dapat dikatakan bahwa peningkatan komitmen organisasi akan menyebabkan
penurunan terjadinya senjangan anggaran bagi aparat yang memiliki keterlibatan
kerja tinggi dalam penyusunan anggaran, dan penurunan komitmen organisasi
akan berakibat pada terjadinya kecenderungan peningkatan senjangan anggaran
bagi aparat yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi. Penelitian ini mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nouri dan Parker (1996), Sri Anik dan
Arifuddin (2003), Rahman (2002). Adanya keterlibatan kerja akan mendorong ke
arah peningkatan komitmen. Artinya bahwa dengan melibatkan pekerja para
pekerja dalam keputusan mengenai mereka dan dengan meningkatkan otonomi
dan kendali mengenai kehidupan kerja mereka, lebih produktif, dan lebih puas
dengan pekerjaan mereka.
Mekanisme pertanggungjawaban bulanan, akan secara otomatis menuntut
seluruh aparat untuk terlibat langsung atas pelaksanaan program kerja serta
membutuhkan keterlibatan kerja yang tinggi dalam rangka mencapai tujuan
anggaran. Dengan adanya mekanisme monitoring dan evaluasi (monev) dari
eksekutif, legislatif dan masyarakat, keterlibatan kerja yang tinggi justru akan
meningkatkan kinerja karena aparat dengan keterlibatan kerja yang tinggi, akan
mengidentifikasi dan peduli terhadap pekerjaan mereka (Kanungo, 1982) dan
akhirnya akan menurunkan kecenderungan aparat untuk menciptakan senjangan
anggaran.
Hasil penelitian ini menolak pertimbangan yang dikemukan oleh Cyert &
March (1963), bahwa manajer yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang tinggi
akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menciptakan senjangan
anggaran, yaitu untuk melindungi pekerjaan mereka dan untuk melindungi image
mereka karena sebagai individu yang ekonomis secara rasional, prilaku tersebut
merupakan cerminan untuk lebih mementingkan pribadi mereka. Pertimbangan

169
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

ini sangat bertolak belakang dengan apa yang telah dikemukakan oleh Randall
dan Cote (1991) dalam Sri Anik dan Arifuddin (2003) yang menyatakan bahwa
keterlibatan kerja mempengaruhi komitmen organisasi secara langsung dan kuat.
Keterlibatan kerja dipengaruhi oleh etika kerja yang mempengaruhi peran kunci
dalam respon organisasi.
Secara keseluruhan, temuan penelitian ini juga mendukung hasil penelitian
Mowday et.al, (1979) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi
menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan tujuan
organisasi yang ingin dicapai. Komitmen yang kuat dalam diri individu akan
menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai
dengan tujuan dan kepentingan organisasi (Angle dan Perry, 1981). Aparat yang
memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki pandangan positif
dan lebih berusaha berbuat yang terbaik demi kepentingan organisasi (Porter et
al, 1974), yang dalam hal ini kepentingan organisasi adalah tidak dilakukannya
tindakan-tindakan yang merugikan organisasi dalam bentuk terjadinya senjangan
anggaran.

V.Kesimpulan
Penelitian ini menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara
hubungan partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Pengujian hipotesis
kedua menemukan adanya pengaruh yang signifikan pada interaksi antara
komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran.
Dari grafik yang diperoleh dari pengujian nonmonotonic, dapat menunjukkan arah
yang sesuai dengan hipotesis penelitian, yaitu semakin besar komitmen
organisasi akan menyebabkan semakin menurunnya kecenderungan individu
yang berpatisipasi dalam penyusunan anggaran untuk melakukan senjangan
anggaran. Pengujian hipotesis ketiga menemukan adanya pengaruh yang
signifikan pada interaksi antara komitmen organisasi dengan keterlibatan kerja
terhadap senjangan anggaran. Dari grafik yang diperoleh dari pengujian
nonmonotonic, dapat menunjukkan arah yang sesuai dengan hipotesis penelitian,
yaitu semakin besar keterlibatan kerja akan menyebabkan semakin menurunnya
kecenderungan individu yang memiliki partisipasi yang tinggi untuk melakukan
senjangan anggaran.

Keterbatasan
Keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, yaitu
penelitian ini hanya mendasarkan pada sudut pandang persepsi aparat
pemerintah daerah. Padahal proses penyusunan anggaran sesuai dengan
Permendagri Nomor 13 tahun 2006 bukan hanya melibatkan aparat pemerintah,
namun juga melibatkan komponen masyarakat yang direpresentasikan oleh
legislatif serta eksekutif sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan.

170
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

Keterbatasan lainnya adalah penelitian ini hanya mengambil variabel konteks


komitmen organisasi dan keterlibatan kerja. Diduga masih banyak faktor-faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya senjangan anggaran. Penelitian ini
menerapkan metode survei yang dilaksanakan dengan pertanyaan tertulis. Hal ini
menimbulkan persepsi yang berbeda dari responden dengan keadaan
sesungguhnya.

Saran
Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada, penelitian selanjutnya
diharapkan dapat mengembangkan variabel kontijensi lain yang mempengaruhi
hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Penelitian
selanjutnya diharapkan juga dapat memperluas obyek penelitian maupun wilayah
yang diamati. Agar memberikan tambahan informasi dan menimbulkan inisiatif
untuk melakukan penelitian pada masa akan datang yang menjadi salah satu
sumber dalam pengembangan Ilmu Akuntansi khususnya Akuntansi Sektor
Publik dan difokuskan pada bidang anggaran, maka pada saat pengambilan data
sebaiknya di saat pemerintah daerah sedang menyusun anggaran sehingga
informan yang diperoleh bukan hanya pada aparat pemerintah daerah dan DPRD
saja tetapi dapat diperoleh dari masyarakat yang ada di dusun, desa, maupun di
kecamatan di saat penjaringan aspirasi masyarakat. Sampel penelitian tidak
hanya terbatas pada aparat pemerintah daerah, namun juga melibatkan
eksekutif, legislatif dan masyarakat.

7.2. Contoh Penelitian 2 :

PENGARUH MODERASI SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN DAN


INOVASI TERHADAP KINERJA
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia)
Dwi Cahyono
Universitas Muhammadiyah Jember

ABSTRACT
Study to investigated effect innovation on performance with Management
Control System (MCS) : budgets and balance scorecard : Customer Perspektif as
moderating variable. The study used data collected through mail survey to several
managers. The responses of 45 managers drawn from a cross department of
Indonesian manufacturing componies to a quetionare survey designed to
measure the variable were analyzed using MSEM (Moderated Struktural Equation
Model (MSEM) with LISREL (Linear Structural Relationships) 8.54 program.
Futhermore analysis found positive effect Innovation on Performance with
Management Control System (MCS) with budgets and balance scorecard :

171
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Customer Perspektif as moderating variable. These result of this study were


generally consistent with those from prior research.
Keywords : innovation, performance, customer, LISREL, MSEM

I.Pendahuluan
Pengendalian manajemen merupakan salah satu dari beberapa tipe aktivitas
perencanaan dan pengendalian yang terjadi dalam suatu organisasi. Beberapa
aktivitas yang termasuk dalam pengendalian manajemen seperti perencanaan
aktivitas yang akan dilakukan, pengkoordinasian aktivitas, pengkomunikasian
informasi, pengevaluasian informasi, pembuatan keputusan yang menyangkut
apakah suatu aktivitas akan dilakukan atau tidak dan bagaimana mempengaruhi
orang-orang dalam organisasi untuk merubah perilakunya.
Anthony dan Govindarajan (1995), mendifinisikan sistem pengendalian
manajemen sebagai sebuah proses seorang manajer memastikan bahwa
sumberdaya diperoleh dan dipergunakan secara efektif dan efisien dalam usaha
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam penelitian-penelitian tentang sistem
pengendalian manajemen sebelumnya, konsep pengendalian manajemen
dirasakan sebagai proses yang dirancang untuk menanggulangi aktivitas-aktivitas
yang terjadi dalam organisasi. Sebagai konsekuensinya pemahaman tentang
sistem pengendalian hanya didasarkan pada mekanisme penginvestigasian yang
diimplementasikan oleh manajemen untuk mengendalikan pekerjaan melalui
pengamatan dan pemantauan perilaku dan output (Merchant, 1989). Menurut
Giglioni dan Bedein (1974) dalam J.G. Fisher (1998) salah satu tipe sistem
pengendalian dalam organisasi yang kompleks adalah pengendalian Cybernetic.
Pengendalian Cybernetic didefinisikan sebagai suatu sistem pengukuran standar
dan kinerja yang sesungguhnya serta menyediakan informasi feedback atas
selisih yang terjadi. Sistem pengendalian ini dibatasi dalam hal memonitoring
aktivitas produksi, mereview informasi feedback dan kalau perlu dilakukan
tindakan koreksi (Reeves, T. et al. 1970. dalam J.G. Fisher 1998)
Dalam Literatur management salah satunya merpertimbangan adanya
inovasi jangka panjang pada kinerja organisasi dalam lingkungan yang
kontemporer.(Clark & Fujimoto,1991). Kebanyakan penelitian empiris (Capon,
Farley, Lehman & Hulbert, 1992) menunjukkan hubungan positif antara inovation
dan kinerja. Dapat dipahami bagaimana organisasi dapat menggunakan sistem
pengendalian untuk mendukung diantaranya inovasi dan kinerja (Shield, 1997).
Simons (1991,1995) mendefinisikan dua gaya perbedaan yang
digunakan dalam sistem pengendalian manajemen (sistem anggaran, balance
scorecard, project management system): Suatu diagnostik dan gaya interaksi
yang digunakan. Jika menggunakan diagnosa, sistem pengendalian manajemen
yang digunakan sebagai ketetapan dibuat dulu pra standard dan monitoring
dengan adanya koreksi penyimpangan dan menjadi perhatian para manajer

172
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

meskipun pengujiannya menggunakan interaksi. Focus sistem pengendalian


manajemen adalah pada ketidakpastian strategi yang dijadikan kajian yang terus
menerus. Suatu misal kerangka dari Simon’s framework, dapat diharapkan
bahwa orientasi content dan kecukupan inisiatif inovasi (Simons, 1991, 1995). Hal
ini masuk akal bahwa pengaruh interaksi yang menggunakan sistem
pengendalian manajemen pada pengaruh inovasi terhadap kinerja dapat dicapai
dengan lebih fokus Peningkatan hubungan inovasi dengan kinerja menyebabkan
kehadiran interaksi yang digunakan sistem pengendalian manajemen akan lebih
kuat jika inovasi tinggi. Begitu juga hubungan antara inovasi dengan kinerja akan
efektif bila sistem pengendalian manajemen digunakan sebagai interaksi (Bisbe &
Outley,2002)
Bisbe (2002) dan Bisbe dan Outley, menggambarkan framework dari
Simon (Simons, 1990,1991,1995) estimasi dan model yang diuji meliputi
pengaruh interaksi antara sistem pengendalian manajemen dan inovasi pada
Kinerja (Arrow C). Disamping itu dalam model tersebut terdapat pengaruh utama
antara inovasi dan interaksi yang digunakan sistem pengendalian manajemen
terhadap kinerja. Hartman dan Moe (1999) dan Irwin dan McClelland (2001)
mengatakan bahwa ketika pengaruh interaksi include dalam model, semua
pengaruh utama dari variabel yang digunakan dalam interaksi dijelaskan secara
baik (seperti pada kasus ini dimana secara teori tidak relevan) dalam rangka
mendapatkan pengertian mengenai pengaruh interaksi.
Dalam kaitan dengan sistem pengendalian manajemen dengan anggaran
sebagian besar penelitian akuntansi atas sistem pengendalian difokuskan pada
sistem cybernetic dimana pengendalian anggaran merupakan sasaran utama dari
sistem pengendalian manajemen. Didalam beberapa perusahaan, sistem
kompensasi insentif adalah bagian dari proses cybernetic yang merupakan
komponen kunci dalam proses feedback. Merchant (1985) mencatat bahwa
tujuan utama atas anggaran adalah sebagai informasi yang bermanfaat untuk
monitoring dan motivasi personel. Atribut kompensasi insentif diteliti dalam
rerangka kerja kontinjensi dan merupakan kriteria kinerja (seperti gaji, bonus),
frekuensi pembayaran, dan tingkat subjektivitas dalam menentukan kompensasi
insentif.Tiga komponen penting sistem pengendalian berdasarkan kinerja adalah
proses setting standar, keketatan standar dan insentif berdasarkan standar. Tiga
komponen ini saling berkaitan (Demski & Feltham 1978, dalam Michael D.Shields
et al. 2000). Proses yang digunakan untuk menetapkan standar kinerja,
mempengaruhi keketatannya dan pada gilirannya, mempengaruhi penghargaan
yang diterima untuk kinerja yang melampaui standar kinerja.
Sedangkan sistem pengendalian manajemen yang menggunakan balance
scorecard penelitian belum banyak dijumpai, dalam penelitian ini mencoba untuk
menguji penggunaan balance scorecard yang terdiri ukuran kinerja menyeluruh
seperti (kinerja keuangan, kinerja operasional, kinerja pertumbuhan dan

173
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

pembelajaan serta kinerja yang berkaitan dengan pelanggan )sesuai dengan


rekomendasi Simons (1991,1995). Dalam penelitin ini hanya mengukur kinerja
yang berkaitan dengan Customer saja dikarenakan variabel outcomenya adalah
kinerja keuangan.
Berdasarkan uraian dimuka, disamping untuk menguji kembali pengaruh
inovasi terhadap kinerja juga menguji sistem pengendalian manajemen yaitu
anggaran dan balance scorecard sebagai moderating variabel terhadap inovasi
dan kinerja. Masalah yang diteliti, selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:apakah inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja
dan apakah sistem pengendalian manajemen (anggaran dan balance scorecard
perpektif customer) dapat menjadi variabel moderating hubungan antara inovasi
dan kinerja.
Sedangkan tujuan penelitian adalah menemukan bukti empiris untuk
menguji pengaruh inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja.Menemukan bukti
empiris untuk menguji sistem pengendalian manajemen (anggaran dan balance
scorecard perpektif customer) menjadi variabel moderating hubungan antara
inovasi dan kinerja. Sedangkan manfaat penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang berkaitan
dengan akuntansi keprilakuan dalam akuntansi manajemen. Temuan ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis untuk organisasi yang
menerapkan sistem pengendalian manajemen.

II.Telaah Literatur Dan Pengembangan Hipotesa


2.1.Sistem Pengendalian Manajemen, Inovasi Produk dan Kinerja
Semua organisasi yang beroperasi secara pribadi atau sektor publik selalu
mempunyai berbagai tujuan dan dalam mencapai tujuan itu perlu dibuat suatu
perencanaan. Secara sederhana perencanaan dapat berupa apa, bagaimana
dan kapan sesuatu dikerjakan itu apa sesuai dengan rencana. Proses
perencanaan dan pengendalian adalah sesuatu tugas yang sangat penting yang
dilakukan oleh manager dalam organisasi. Menurut Chatered Institute of
Management Accounting (1994) secara integrar manajemen dapat difokuskan
pada identifikasi, presentasi dan interprestasi informasi yang dapat digunakan
untuk: Formulating strategy, Planning and controlling activities, Decision Making,
Optimizing the use of resources, Disclosure to shareholders and other external to
the entity, Disclosure to employee, Safe guarding assets. Sistem pengendalian
organisasi digunakan untuk memberi motivasi anggota organisasi agar bertindak
dan dapat membuat keputusan secara konsisten dengan tujuan organisasi (Leslie
Kren,1997). Dua konsep yang mendominasi penelitian akuntansi dalam
pengendalian organisasi adalah teori perilaku dan teori agensi. Penelitian teori
perilaku karyawan menggunakan rerangka dengan menyesuaikan pada perilaku
organisasi dan psychology (Parker at al. 1989; Welsch et al, 1988 dalam Leslie

174
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

Kren, 1997). Penelitian tentang akuntansi keprilakuan (behavior accounting)


sebelumnya hanya menguji hubungan karekteristik sistem pengendalian dan
beberapa variabel (misalnya prestasi kerja atau perilaku disfungsional).
Penelitian akuntansi keprilakuan telah berkembang dengan cepat, dan itu
ditandai dengan berkembangnya model kontinjensi organisasi pada perilaku
organisasi dan perilaku individu (Fama, 1980 dalam Leslie Kren, 1997). Dalam
kenyataannya Copley (1973) dalam J.G. Fisher (1998), menyatakan bahwa
pengendalian merupakan hal yang utama pada ilmu manajemen. Perlunya prinsip
operasional pada sistem pengendalian manajemen memberikan implikasi bahwa
sistem pengendalian yang terbaik dapat memaksimalkan efektivitas manajemen
dan merupakan bagian dari kontinjensi.
Menurut Gaspersz (2002) inovasi mengindentifikasi kebutuhan pelanggan
masa kini dan masa mendatag serta mengembangkan solusi baru untuk
kebutuhan pelanggan. Misalnya, solusi yang dilakukan adalah meluncurkan
produk baru, menambah features baru produk yang telah ada, memberikan solusi
yang unik, mempercepat penyerahan produk ke pasar dan lain-lain. Proses
inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengindentifikasi ukuran pasar
dan preferensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik, sehingga perusahaan
mampu menciptakan dan menawarkan produk sesuai kebutuhan pelanggan dan
pasar.
Sedangkan menurut Girona (2003) inovasi produk dipahami sebagai
perspektif output dan kebutuhan yang didefinisikan sebagai pengembangan dan
peluncuran produk yang baru dan beda dari produk yang sudah ada. Pengukuran
dari inovasi produk menggunakan Bisbe (2002) dan Bisbe dan Outley yang
digambarkan dari instrument yang digunakan Capon et. Al (1992), Thomson dan
Abernethy (1998) dan Scoot dan Tiesen (1999).
Kinerja perusahaan (KP) adalah kinerja perusahaan secara keseluruhan
(overall) sehingga dihasilkan ukuran kinerja yang objektif. Penelitian terdahulu
Seperti (Gupta & Govindarajan, 1984; Venkattramen & Ramajunjam, 1986;
Kaplan & Norton, 1996; Chengall & Langfield – Smith, 1998, Otley, 1999),
konstruk kinerja didefinisikan sebagai derajat tingkat tujuan yang dicapai pada
semua dimensi, yang meliputi aspek financial dan non financial. Pengukurannya
dengan menggunakan instrumen self rating yang dibangun untuk mengevaluasi
efektivitas strategi unit bisnis. (Govindarajan, 1988, Chong, &Chong, 1997,
Chenhall & Langfield Smith, 1988) yang telah digunakan. Instrumen yang
diajukan oleh Bisbe dan Otley mencakup delapan pertanyaan yang berhubungan
tentang financial (pertumbuhan penjualan, ROI, rasio profit dan penjualan dan
Perpektif konsumen (Customer satisfaction, Customer retention, Customer
Acquisition dan peningkatan pangsa pasar).
Berdasarkan pemikiran diatas maka hipotesa yang dibangun adalah

175
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Hipotesa 1. Semakin tinggi inovasi produk yang dimiliki oleh perusahaan


semakin tinggi kinerja perusahaan.
2.2.Inovasi, sistem anggaran dan kinerja
Anggaran adalah suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen
tentang rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan datang
dalam suatu periode tertentu, yang akan digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut (Hanson, 1966) Schiff dan Lewin
(1970), mengemukakan anggaran yang telah disusun mempunyai peranan.
Pertama, anggaran berperan sebagai perencanaan, yaitu bahwa anggaran
tersebut berisi ringkasan rencana-rencana keuangan organisasi di masa yang
akan datang, kedua, anggaran berperan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran
dipakai sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Oleh
karena itu manajer membutuhkan estimasi yang dapat dipercaya terhadap
kondisi perusahaan di masa mendatang. Manajer puncak perlu melibatkan
berbagai pihak internal organisasi dalam membuat suatu keputusan apabila
dirasakan ada persepsi yang berbeda dalam menilai ketidakpastian, apalagi
dalam persaingan bisnis yang semakin ketat memerlukan keputusan yang cepat
dan akurat (Kirby et al., 1991).
Fungsi anggaran, sebagai alat pengendalian dalam arti yang lebih luas,
mencakup kegiatan pengaturan orang-orang dalam organisasi (Hanson, 1966).
Proses penyusunan anggaran, merupakan kegiatan yang penting dan kompleks,
karena kemungkinan terjadi dampak fungsional atau disfungsional sikap dan
perilaku anggota organisasi yang ditimbulkannya (Milani, 1975). Untuk mencegah
dampak disfungsional anggaran, Argyris (1952) menyarankan perlunya
melibatkan manajemen pada level yang lebih rendah dalam proses
penyusunannya. Para bawahan yang merasa aspirasinya dihargai dan
mempunyai pengaruh pada proses penyusunan anggaran akan lebih mempunyai
tanggung jawab dan konsekuensi moral untuk meningkatkan kinerja, sesuai
dengan yang ditargetkan dalam anggaran.
Brownell (1982), Brownell dan McInnes (1986) dan Indriantoro (1993),
menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara anggaran paritisipatif
dengan kinerja manajerial. Tetapi, hasil penelitian Milani (1975) dan Brownell dan
Hirst (1986) menyatakan hubungan yang tidak signifikan, bahkan Stedry (1960)
dan Bryan dan Locke (1967) menemukan hubungan yang negatif.
Penelitian yang menguji partisipasi penetapan standar dan kinerja
manajerial dilakukan oleh Michael D. Shield et al (2000). Dengan menggunakan
instrumen Mahoney (1963) yang telah dimodifikasi menjadi 3 instrumen,
menemukan bukti hubungan positif antara partisipasi penetapan standar dan
prestasi kerja.
Menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer
akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan

176
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan
bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan
juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta
terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975). Kesungguhan dalam mencapai
tujuan organisasi oleh para bawahan akan meningkatkan efektifitas organisasi,
karena konflik potensial antara tujuan individu dengan tujuan organisasi dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan (Rahayu, 1997).
Anggaran partisipatif terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah
yang memegang pusat-pusat pertanggungjawaban dengan menekankan pada
keikutsertaan manajer setiap pusat pertanggungjawaban dalam proses
penyusunan dan penentuan sasaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan
dilibatkannya manajer dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi
bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta
membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anggaran (Siegel dan
Marconi, 1989). Mereka juga berpendapat, dengan terlibatnya manajer dalam
penyusunan anggaran, akan menimbulkan inisiatif bagi mereka untuk
menyumbangkan ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan, dan merasa
memiliki, sehingga kerjasama diantara anggota dalam mencapai tujuan juga ikut
meningkat.
Partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan, standar, atau anggaran
adalah salah satu dari topik yang paling banyak diteliti dalam manajemen dan
akuntansi (Locke & Latham, 1990; Shields & Shields, 1998 dalam Michael D
Shields et al. 2000). Hal itu dapat digunakan oleh atasan dan bawahan untuk
menentukan tingkat atau keketatan standar dan penghargaan untuk kinerja
dibandingkan standar.
Hipotesa 2 : Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara inovasi dengan
sistem pengendalian manajemen dalam bentuk anggaran,
semakin tinggi kinerja perusahaan

2.3. Inovasi, Balance Scorecard (BSC) : Perpektif Customer, Kinerja


Balanced Scorecard adalah suatu pelaporan informasi yang dapat
membantu manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Balanced
Scorecard merupakan suatu metode penilaian dengan empat perspektif
pengukuran yaitu customer, perspektif proses bisnis internal, perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran yang berasal dari perwujudan strategi organisasi
ke dalam tujuan dan ukuran.
Robert S Kaplan dari Harvard Business School dan David C. Norton,
President of Renaissance Solution, Inc, mencoba melakukan pendekatan
mengukur kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat aspek atau
perspektif yaitu : perspektif keuangan, perspektif Customer, proses bisnis
internal, dan proses belajar dan berkembang. Keempat perspektif tersebut

177
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

merupakan uraian dan upaya penerjemahan visi dan strategi organisasi dalam
terminologi operasional, dapat mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan
strategik dan pengukurannya, dapat merencanakan, menetapkan target dan
menyelaraskan inisiatif strategik juga dengan Balanced scorecard dapat
meningkatkan umpan balik strategik dan pembelajaran.
Perpektif Customer,kinerja ini dianggap penting mengingat ada keterkaitan
antara perspektif pelanggan dengan kepuasan pelanggan. Dalam bisnis
konvensional pertarungan mempertahankan para pelanggan lama dan merebut
para pelanggan baru merupakan suatu proses yang wajar. Sebelum tolok ukur
diterapkan, Kaplan dan Norton (1996) menyarankan agar perusahaan
menetapkan dan menentukan terlebih dahulu segmen pasar yang akan menjadi
target/sasaran serta mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para calon
pelanggan yang berada dalam segmen tersebut sehingga tolok ukur dapat lebih
terfokus.Perbaikan orientasi nonfinancial dalam bentuk kepuasan pelanggan
diukur dengan melihat ekspektasi hasil peningkatan pendapatan (Fornell 1992;
Hauser,et. al, 1994). Beberpa klaim dari garansi dapat menurun bahan baku dan
tenaga kerja untuk memperbaik produk yang ada dan biaya produksi rendah
dapat digunakan untuk biaya lanjutan dalam meningkatkan profit margin atau
dapat menurun harga dan meningkatkan penjualan (Shetty, 1988). Meningkatnya
kepuasan pelanggan berimplikasi pada peningkatan loyalitas pelanggan,
menurunkan elastisitas harga serta meningkatkan pendapatan yang pontensial
(Fornell, 1992; Hauser et al. 1994). Penelitian yang menemukan hubungan
positif mengenai kepuasan pelanggan dengan kineja keuangan adalah Nagar
dan Rajan (2001), Banker dan Reley (1999) dan Ittner dan Lareker (1998a).
Sedangkan penelitian mengenai pengukuran kinerja customer sebagai variabel
moderating antara inovasi dengan kinerja belum banyak bukti yangditemukan,
hanya rekomendasi Simons (1991,1995) yang menganjurkan penggunaan
balance scorecard untuk digunakan sebagai sistem pengendalian manajemen
selain anggaran. Oleh karena itu maka hipotesa berikutnya yang dibangun adalah
:Hipotesa 3 : Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara inovasi dengan
balance scorecard perpektif customer, semakin tinggi kinerja
perusahaan

2.4.Model Penelitian
Gambar 1
Pengaruh Moderasi Sistem Pengendalian Manajemen Dan Inovasi Terhadap
Kinerja
(Studi Empiris Pada Perusahan Manufaktur di Indonesia)
SISTEM ANGGARAN CUSTOMER

INOVASI KINERJA PERUSAHAAN

178
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

III.Metode Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai latarbelakang masalah
penelitian dan telaah literatur yang digunakan untuk mengembangkan hipotesa ,
terdapat 2 (dua) masalah pokok yang akan diuji dalam penelitian ini : (1) apakan
inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja dan (2) apakah sistem pengendalian
manajemen (anggaran dan balance scorecard perpektif customer) dapat menjadi
variabel moderating hubungan antara inovasi dan kinerja. Untu menjawab
pertanyaan tersebut, peneliti melakukan studi lapangan untuk memperoleh data
dengan menggunakan kuesioner untuk mengukur keempat variabel pokok
penelitian yaitu : inovasi produk, anggaran, balance scorecard perspektif
customer, dan kinerja yang di wakili oleh kinerja keuangan.

3.1.Pengumpulan data dan pemilihan sampel


Pengumpulan data dan pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah
para manajer tingkat menengah atau manajerial dengan pertimbangan bahwa
manajer level manajerial (1) merupakan pelaksana keputusan manajemen
puncak yang mampu berinteraksi dengan karyawan dan manajemen puncak. (2)
biasanya terlibat langsung dalam kebijakan yang dilaksanakan dengan
manajemen puncak. Untuk menentukan sampel peneliti menggunakan
perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
yang dimuat dalam Indonesian Capital Market Directory 2004 sebagai rerangka
sampling. Data penelitian ini dikumpulkan dengan mengirimkan kuesioner melalui
pos kepada manajer yang memipin departemen fungsional dalam perusahaan
manufaktur. Dengan mempertimbangkan tingkat respons kuesioner di Indonesia
yang berkisar antara 10%-20%, maka kuesioner yang dikirim adalah 300
kuesioner yang mencakup sebagian besar departemen fungsional dan setiap
perusahaan diberi 5 (lima) kuesioner.
Dari jumlah kuesioner yang dikirim, terdapat 51 (17%) orang manajer
yang mengirimkan, 6 tidak dapat diolah karena data yang ada didalamnya tidak
memenuhi kreteria. Dengan demikian jumlah kuesioner yang digunakan untuk
diolah dan dianalisis lebih lanjut berjumlah 45, terdiri para manajer dari berbagai
departemen antara lain manajer produksi/operasi (31.37%), keuangan/akuntansi
(23.52%), pemasaran (35.29%) dan lain-lain (9.8 %).

3.2.Pengukuran
Sedangkan untuk pengukuran variabel yang diukur ada 4 variabel yang
pertama adalah inovasi produk. Inovasi produk dipahami sebagai perspektif
output dan didefinisikan sebagai pengembangan dan peluncuran produk yang
baru dan beda dari produk yang sudah ada. Pengukuran dari inovasi produk
menggunakan Bisbe (2002) dan Bisbe dan Outley yang digambarkan dari
instrument yang digunakan Capon et. Al (1992), Thomson dan Abernethy (1998)

179
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

dan Scoot dan Tiesen (1999). Terdapat 3 (tiga) item dengan menggunakan skala
likert 5 point. Item pertama berkaitan dengan rata-rata pengenalan produk baru,
item kedua berkaitan dengan tendensi perusahaan sebagai pioneer dalam
produknya, item ketiga berkaitan dengan tanggapan portofolio produk yang baru
dilaunching.
Kedua variabel anggaran Berdasarkan pada Framework Simon (Simon,
1990, 1995, 2000) gaya yang digunakan adalah didefinisikan dengan istilah pola
teladan bagi top manajemen. Penggunaan Simon framework dan pengembangan
instrumen ini didukung Abernethy dan Brownell (1999) dan Davila (2000), Bisbe
(2002) dan Bisbe dan Outley yang dibangun dengan 3 item instrumen yang berisi:
Item 1) Derajat informasi dari sistem pengendalian yang didiskusikan secara face
to face itu saja tanpa ada pengecualian. Item 2) seberapa luas mengenai
frekwensi permintaan dan antensi peraturan dari top manajer (3) seberapa luas
mengenai frekwensi permintaan dan antensi peraturan dari manajer operasi pada
semua level di perusahaan.
Variabel yang ketiga adalah balance scorecard perspektif customer.
Menggunakan instrument yang pernah digunakan Ahire dan Dreyfus, 2000; Sim
dan Killough, 1998). Perpektif customer diukur dengan menggunakan 3 item, item
pertama adalah jumlah klaim produk yang bergaransi (2) jumlah produk ligitasi (3)
jumlah komplain pelanggan. Sedangkan variabel yang kempat adalah kinerja
yang wakili kinerja keuangan, menggunakan instrument yang pernah digunakan
Chenhall (1997) diadaptasi dari Swamidass dan Newell (1987) dengan
menggunakan skala likert 5 point. Responden diminta menjawab 3 item
pertanyaan berkaitan dengan seputar kinerja keuangan selama 3 tahun berturut-
turut antara lain (1) annual rate of growth in sales (2) Profitability dan (3) return on
assets.

3.3. Uji Kualitas Instrumen


Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan instrumen. Validitas juga berkenaan dengan seberapa baik suatu
konsep dapat didefinisikan oleh suatu ukuran (Hair et. al.,1998). Suatu instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dalam penelitian
ini pengujian validitas dilakukan dengan Kaser’s MSA yang disyaratkan agar data
yang terkumpul dapat dilakukan analisa faktor nilainya harus diatas 0,50.
Sedangkan pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi hasil
pengukuran variabel-variabel. Pengukuran yang reliabel akan menunjukkan
instrumen yang sudah dipercaya dan dapat menghasilkan data yang dapat
dipercaya pula bila memiliki cronbach alpha  0,6. Berdasarkan hasil pengujian
realibilitas dan validitas tabel 3.1 menunjukkan keempat instrument yang
digunakan cukup andal (realible) dan sahih (valid)

180
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

Tabel 3.1
Variabel Cronbach Alpha Kaiser’s MSA
INOVASI .742 .608
ANGGARAN .667 .686
CUSTOMER .724 .786
KINERJA 6.24 .709

3.4. Uji Hipotesa


Pengujian hipotesa dalam penelitian ini menggunakan Moderated
Struktural Equation Model (MSEM) sebagai teknik analisisnya dan LISREL
(Linear Structural Relationships) 8.54 sebagai program SEM yang
digunakan.Pada dasarnya SEM adalah merupakan kombinasi dari multiple
regression dengan faktor analisis. Kelebihan SEM terletak pada kemampuannya
menganalisis hubungan yang rumit secara simultan dan tetap efisien.Apalagi
LISREL baru-baru ini mengembangkan suatu pendekatan yang memungkinkan
hubungan antara suatu variabel independent terhadap variabel dependen yang
dipengaruhi variabel laten independent dan variabel laten dependen yang disebut
MSEM (Ghozali dan Fuad, 2005), apalagi menurut Cortina et al (2002), Kenny
dan Judd (1984) metode yang paling akurat dan paling popular saat ini adalah
bentuk interaksi. Penggunaan MSEM ini untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan
interaksi yaitu multicollinearty pada variabel-variabel independennya., maka salah
satu solusinya terbaik adalah dengan mengubah data menjadi mean centered
sebelum dianalisis. Menurut Ghozali dan Fuad (2005) mean centered
merupakan transformasi data mentah menjadi selisih nilai dengan mean variabel
tersebut.Untuk menguji moderating dalam SEM terdapat beberapa metode yang
dapat menilai pengaruh moderating. Dalam penelitian ini menggunakan metode
Ping (1995). Ping menyatakan bahwa indikator tunggal seharusnya digunakan
sebagai indikator dari suatu variabel laten moderating, dengan persamaan
sebagai berikut :
Hubungan dalam gambar 1 secara formal dalam persaman berikut
secara singkat tidak dapat digunakan suatu notasi yang berbeda untuk endogen
dan eksogen variabel :
Hubungan dalam gambar 1 secara formal dalam persaman 3. secara
singkat tidak dapat digunakan suatu notasi yang berbeda untuk endogen dan
eksogen variabel
4 =4 1 + 422+433+4

Dimana :
 1 adalah interaksi yang digunakan sebagai measurement error pengukuran
dari (anggaran atau perpektif customer) centred with zero mean

181
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

 2 adalah inovasi yang dikoreksi untuk measurement error, centred with zero
mean
 3=12 adalah bagian interaksi yang dikoreksi sebagai measurement error,
centred with zero mean
 4 = kinerja yang dikoreksi untuk measurement error, centred with zero mean
 4 = error
Dalam metode Ping (1995) menganjurkan indicator tunggal pada variabel
interaksi dimana dalam penelitian ini indikator tunggal persamaan adalah sebagai
berikut :
DKTR = (X1 + X2 + X3) X ( X4 + X5 + X6) untuk interaksi inovasi dengan
anggaran
DKTR = (X1 + X2 + X3) X ( X7 + X8 + X9) untuk interaksi inovasi dengan
perpektif customer
Setelah indikator tunggal dari variabel laten interaksi dibentuk, maka
langkah selanjutnya adalah menggunakan informasi tahap pertama untuk
digunakan dalam mengestimasi MSEM. Informasi tersebut terutama pada loading
dan error variance indikator-indikator variabel laten yang berinteraksi untuk
melakukan “adjustment” atas dibentuknya indikator tunggal dari variabel laten
interaksi tersebut. Untuk tingkat penerimaan hipotesis penelitian menggunakan
parameter yang terdapat pada LISREL, yaitu pada setiap estimasi pada LISREL
terdapat tiga informasi yang berguna : yaitu koefisien regresi, standar error dan
nilait t.
IV. Pembahasan Hasil Penelitian
Analisa dilakukan pada 45 jawaban responden yang memenuhi kreteria
untuk diolah lebih lanjut. Hasil pengolahan dekriptif variable dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Statistik Deskriptif Variabel
Variabel Kisaran Kisaran Rata-rata Standar
teoritis sesungguhnya deviasi
INOVASI 3-15 3-14 8.9556 2,64537
ANGGARAN 3-15 3-14 8.6667 2.64575
CUSTOMER 3-15 3-15 7.8889 2.48836
KINERJA 3-15 3-14 7.9556 2.33506

Sebelum melakukan pengujian data dalam LISREL terlebih dahulu


melakukan pengujian normalitas, hasil pengujian dengan LISREL asumsi
normalitas terpenuhi, hasil ini bisa lihat pada lampiran output normalitas, bahwa
tidak ada nilai P-value yang kurang dari 0.05 pada kolom Skweness dan Kurtosis.

182
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

4.1. Pengujian hipotesis.


Berdasarkan input tahap kedua dalam metode Ping (1995) untuk MSEM
maka dapat diketahui hasil pengujian hipotesa dengan memperhatikan
Structural Equations dan hasil gambar model yang dihasilkan berikut ini :
1. Untuk Pengujian Interaksi Inovasi dengan Anggaran terhadap Kinerja
KIN = 0.34*INO + 0.25*ANG + 0.34*INT, Errorvar.= 0.80 , R² = 0.20
(0.20) (0.22) (0.53) (0.46)
1.70 1.14 1.96 1.73

2. Untuk Pengujian Interaksi Inovasi dengan Customer terhadap Kinerja


KIN = 0.29*INO - 0.19*CUS + 1.24*INT, Errorvar.= 1.67 , R² = 0.67
(0.18) (0.18) (2.70) (4.28)
1.58 -1.08 1.46 4.73

Pada hasil Structural Equations yang pertama dapat diketahui bahwa nilai t
untuk variabel Inovosi adalah 1.70 sedangkan interaksi Inovasi dengan Anggaran
adalah sebesar 1.96. Pengaruh Inovasi terhadap Kinerja adalah signifikan karena
nilai t jauh lebih besar dibandingkan dengan t tabel pada skala 0.20 dengan
jumlah sampel lebih dari 40. Hasil ini mendukukung hipotesa yang dibangun
bahwa semakin tinggi inovasi produk yang dimiliki oleh perusahaan semakin
tinggi kinerja perusahaan. Temuan ini mendukukung hasil penelitian Capon,
Farley, Lehman & Hulbert, (1992) yang menunjukkan hubungan positif antara
inovasi dan kinerja.

Gambar 4.1
Hasil model untuk Pengujian Interaksi Inovasi dengan
Anggaran terhadap Kinerja

Gambar 4.2

183
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Hasil model untuk Pengujian Interaksi Inovasi dengan


Customer terhadap Kinerja

Sedangkan pengaruh interaksi antara inovasi dengan anggaran sebagai


sistem pengendalian manajemen terhadap kinerja adalah signifikan karena nilai t
jauh lebih besar dibandingkan dengan t tabel pada 0.20 dengan jumlah sampel
lebih dari 40. Hasil ini mendukung hipotesa 2 yang dibangun Semakin tinggi
tingkat kesesuaian antara inovasi dengan sistem pengendalian manajemen
dalam bentuk anggaran, semakin tinggi kinerja perusahaan. Temuan ini
mendukung penelitian terdahulu sistem pengendalian untuk mendukung
diantaranya inovasi dan kinerja (Shield, 1997). Selain itu hasil ini konsisten
dengan Simons (1990, 1995, 2000) yang menggunakan anggaran sebagai sistem
pengendalian manajemen dan digunakan sebagai pemoderasi hubungan antara
inovasi dengan kinerja.
Untuk pengujian hipotesa 3 yang menyatakan semakin tinggi tingkat
kesesuaian antara inovasi dengan balance scorecard perpektif customer,
semakin tinggi kinerja perusahaan, dapat dilihat pada Structural Equations
yang kedua. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t dari interaksi inovasi
dengan customer sebesar 1,46, nilai ini melebihi dari nilai t tabel dengan tingkat
level signifikansi 0.20 dengan jumlah sample 40. Temuan ini dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi tingkat kesesuaian antara inovasi dengan balance
scorecard perpektif customer, semakin tinggi kinerja perusahaan dapat
diterima, hasil ini konsisten dengan rekomendasi Simons (1991,1995) yang
menyatakan balance score dapat dijadikan variabel moderasi antara inovasi
dengan kinerja.

184
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

4.1.Penilaian Model Fit


Menilai model fit adalah sesuatu yang kompleks dan memerlukan
perhatian besar. Suatu indeks yang menunjukkan bahwa model adalah fit tidak
memberikan jaminan bahwa model memang benar- benar fit. Sebaliknya, suatu
indeks yang menyimpulkan bahwa model adalah sangat buruk, tidak memberikan
jaminan bahwa model tersebut benar-benar tidak Ghozali dan Fuad (2005).

Adapun hasil Goodness Fit Statistics dalam penelitian ini diambil dari
pengujian hipotesa pertama dan kedua seperti dalam tabel 4.1 sebagai berikut :

No Goodnees of Fit Statistics


1 Degrees of Freedom = 32
2 Minimum Fit Function Chi-Square = 38.54 (P = 0.20)
3 Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 40.07 (P = 0.15)
4 Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 8.07
5 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 28.38)
6 Minimum Fit Function Value = 0.88
7 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.18
8 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.64)
9 Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.076
10 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.14)
11 P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.28
12 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.96
13 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.77 ; 2.42)
14 ECVI for Saturated Model = 2.50
15 ECVI for Independence Model = 4.55
16 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 180.20
17 Independence AIC = 200.20
18 Model AIC = 86.07
19 Saturated AIC = 110.00
20 Independence CAIC = 228.26
21 Model CAIC = 150.62
22 Saturated CAIC = 264.37

Model pada kasus ini memiliki chi-square sebesar 38.54 dengan Degrees
of Freedom 32. Probabilitas chi-square adalah tidak signifikan sebesar 0.20 yang
berarti bahwa model fit. Begitu juga dengan Normal Theory Weighted Least
Squares Chi-Square = 40.07 (P = 0.15) tidak signifikan berarti model adalah fit.
Indikator goodness of fit berikutnya adalah rasio perbandingan antara nilai chi-
square dengan degree of freedom. Dalam kasus ini adalah 38.54/32= 1.20. Hasil

185
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

tersebut lebih rendah dari cuu-off model fit yang disarankan oleh Carmines dan
Melver (1981), yaitu. 2. jadi dapat dikatakan model memiliki yang kurang baik.
Untuk Non-centrality Parameter (NCP) = 8.07. Nilai ini untuk mengukur tingkat
penyimpangan antara sample covariance matrix dan fitted (model) covariance
matrix. Dalam kasus ini model baik karena memiliki NCP kecil. Sedangkan
Confidence Interval for NCP = (0.0;28.38) berarti bahwa 90% dari nilai NCP akan
jatuh pada range tersebut.RMSEA.Root Mean Square Error of Approximation
(RMSEA) dalam kasus ini adalah 0.076 Hal tersebut mengindikasikan bahwa
model tidak terlalu fit, tetapi cukup reasonable dan tidak masuk kategori
penolakan. Browne dan Cudeck (1993). Sedangkan 90 Percent Confidence
Interval for RMSEA = (0.0;014) juga mengindikasikan bahwa nilai RMSEA
tersebut memilki ketepatan cukup baik. Dimana nilai confidence interval tersebut
adalah kecil, sehingga nilai RMSEA model memiliki ketepatan yang baik dalam
menilai model fit.
Namun P-Value for Test of Close Fit (RMSEA<0.05) = 0.28 yang lebih
kecil dari 0,5 sebagaimana disarankan Joreskog dan Sorbom (1996).Berarti
dengan kata lain, untuk menerima hipotesiss null yang menyatakan RMSEA
model lebih dari 0.05.ECVI Expected Cross-Validation Index (ECVI) =1.96.
Sedangakan ECVI for Saturated Model = 2.50 dan ECVI for Independence Model
= 4.55. Nilai ECVI model lebih rendah dari pada ECVI for Saturated Model dan
ECVI for Independence Model. Hal ini dapat dikatakan bahwa model baik untuk
direplikasi untuk penelitian berikutnya.AIC dan CAIC.Berdasarkan nilai AIC dan
CAIC, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa model adalah fit. Karena baik
nilai AIC dan CAIC lebih kecil dari pada Saturated (C) AIC dan Independence (C)
AIC.
V. Kesimpulan, Keterbatasan Dan Implikasi
Berdasarkan hasil analisis, mendukung ekspektasi peneliti mengenai
pengaruh inovasi dalam peningkatan kinerja perusahaan yang dimoderasi oleh
sistem pengendalian manajemen yaitu anggaran dan balance scorecard dengan
perspektif customer. interaksi antara inovasi dengan anggaran sebagai sistem
pengendalian manajemen terhadap kinerja adalah signifikan karena nilai t jauh
lebih besar dibandingkan dengan t tabel pada 0.20 dengan jumlah sampel lebih
dari 40 dan interaksi inovasi dengan customer sebesar 1,46, nilai ini melebihi dari
nilai t tabel dengan tingkat level signifikansi 0.20. Dasar pemikiran yang
mendukung temuan tersebut bahwa perusahaan yang mampu meningkatkan
inovasi produknya dengan diimbangi jumlah dan sistem anggaran yang ada serta
memperhatikan aspek yang berkaitan dengan customer akan berimplikasi
meningkatkan kinerja keungan perusahaan. Temuan ini konsisten dengan
rekomendasi Simons (1991,1995) yang menyatakan balance score dapat
dijadikan variabel moderasi antara inovasi dengan kinerja dan penelitian
Capon, Farley, Lehman & Hulbert, (1992) yang menunjukkan hubungan positif

186
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

antara inovasi dan kinerja. Dengan demikian penelitian ini memberikan bukti
empiris mengenai pentingnya sistem pengendalian manajemen sebagai moderasi
antara inovasi dengan kinerja.
Peneliti mengakui sejumlah keterbatasan yang ada dalam penelitian ini.
Berikut keterbatasan-keterbatasan yang kemungkinan dapat menimbulkan
gangguan pada hasil penelitian ini. Peneliti tidak dapa mengakui kemungkinan
pengaruh nonn respon bias terhadap hasil penelitian ini karena indentitas individu
responden yang tidak mengirimkan jawabanya tidak diketahui oleh peneliti.
Pemilihan sampel yang tidak acak, kemungkinan juga dapat mengurangi
kemampuan generalisasi temuan yang dihasilkan. Responden penelitian ini
terbatas pada manajer yang bekerja pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
pada BEJ. Penelitian ini kemungkinan akan menunjukkan hasil yang berbedar
jika diterapkan pada manajer perusahaan jasa atau perdagangan.
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasa yang dimiliki, diharapkan
dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam praktik akuntansi
manajemen dan dalam kaitan metodologi penelitian sebagai alternatif
pengolahan data dengan mengunakan MSEM dengan program LISREL.

187
TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI
KEPERILAKUAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:

 Mampu menggambarkan teori-teori dalam akuntansi


keperilakuan

 Mampu menggambarkan bagaimana teori-teori yang sering


digunakan dalam menjelaskan akuntansi keperilakuan

189
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

BAB 7
TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI
KEPERILAKUAN

1. Pengantar
Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi
yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi
(Siegel, G. et al. 1989). Istilah sistem akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti
yang luas yang meliputi seluruh desain alat pengendalian manajemen yang meli-
puti sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain akuntansi pertangungja-
waban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain
pengumpulan biaya, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan. Secara
lebih terinci ruang lingkup akuntansi keperilakuan meliputi: 1) mempelajari
pengaruh antara perilaku manusia terhadap desain, konstruksi, dan penggunaan
sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti bagaimana si-
kap dan gaya kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat pengendalian
akuntansi dan desain organisasi; 2) mempelajari pengaruh sistem akuntansi ter-
hadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana sistem akuntansi
mempengaruhi motivasi, produktivitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja

191
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

dan kerja sama; 3)metode untuk memprediksi perilaku manusia dan strategi un-
tuk mengubahnya, yang berarti bagaimana sistem akuntansi dapat dipergunakan
untuk mempengaruhi perilaku.
Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavioral science), teori-teori
akuntansi keperilakuan dikembangkan dari penelitian empiris atas perilaku manu-
sia di organisasi. Dengan demikian, peranan penelitian dalam pengembangan
ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup penelitian di bidang
akuntansi keperilakuan sangat luas sekali, tidak hanya meliputi bidang akuntansi
manajemen saja, tetapi juga menyangkut penelitian dalam bidang etika, auditing
(pemeriksaan akuntan),

2. Sikap
Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi
tindakan, baik yang menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan,
tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan
untuk memasukkan semua objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Penting
untuk dicatat bahwa definisi sikap adalah suatu tendensi atau kecenderungan
dalam menjawab atau merespons, dan bukan dalam menanggapi dirinya sendiri.
Sikap bukanlah perilaku, namun sikap menghadirkan suatu kesiapsiagaan untuk
tindakan yang mengarah pada perilaku. Oleh karena itu, sikap merupakan
wahana dalam membimbing perilaku. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi
keduanya saling berhubungan. Anda dapat mengetahui hal ini dengan
memandang pada ketiga komponen sikap: pengertian (cognition), pengaruh
(affect), dan perilaku (behavior). Keyakinan bahwa "diskriminasi adalah salah"
merupakan suatu pernyataan nilai. Pendapat semacam itu merupakan komponen
kognitif dari suatu sikap. Komponen tersebut menentukan tahapan dari bagian
yang lebih kritis atas komponen Sikap afektif. Afektif adalah segmen emosional
atau perasaan dari suatu sikap yang dicerminkan dalam pernyataan "saya tidak

192
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

menyukai George Bush karena ia melakukan diskriminasi atas kaum minoritas."


Komponen perilaku dari suatu sikap merujuk pada suatu maksud untuk
berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
Susunan sikap yang dipandang berdasarkan ketiga komponen tersebut, yaitu
kognitif, afektif, dan perilaku, membantu untuk memahami kerumitan sikap dan
hubungan potensial antara sikap dan perilaku. Tetapi, untuk lebih jelasnya,
jangan lupa bahwa istilah sikap (attitude) pada hakikatnya merujuk pada bagian
afektif dari ketiga komponen tersebut.
Sikap telah dipelajari, dikembangkan dengan baik, dan sukar untuk diubah.
Orang-orang memperoleh sika'p dari pengalaman pribadi, orang tua, panutan,
dan kelompok sosial. Ketika pertama sekah seseorang mempelajarinya, sikap
menjadi suatu bentuk bagian dari pribadi individu apat mernbantu konsistensi
perilaku. Para akuntan perilaku harus memahami isi dalam rangka memahami
dan memprediksikan perilaku. Terdapat banya para akuntan perilaku untuk
menggunakan sikap guna melakukan riset-riset dal bidang ini.
Terdapat begitu banyak tulisan mengenai pengaruh kepercayaan dan nfl
terhadap sikap dan perilaku. Contoh klasik yang terkenal adalah karya Max We
(1985), Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. Sedangkan contoh lainn
yyangg ddaa disebutkan antara lain adalah karya Rosser (1993), "Belief. Its Role
in Economic Throu and Action." Keyakinan mempengaruhi pemikiran ekonomi
dan tindakan. Masih banyak lagi literatur yang menulis semcamitu. Kepercayaan
dan nilai-nilai tersebut penting juga disebut dengan budaya. Oleh karena itu, pa-
radigma peneliti (pakar) justru sangat dipengaruhi budaya tempatnya berada.

3. Komponen Sikap
Sebagairnana telah diketahui, sikap seperti nilai diperoleh dari orang
dan anggota kelompok rekan sekerja. Manusia dilahirkan dengan kecenderung
(predisposisi) genetik tertentu. Dalarn organisasi, sikap adalah penting karena

193
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

mempengaruhi perilaku kerja. Sikap disusun oleh komponen teori, emosional,


dan perilaku. Kornponen teori terdiri atas gagasan, persepsi, dan kepercayaan
seseorong mengenai penolakan sikap. Informasi yang dimiliki oleh seseorang
mengenai penolakan sikap terhadap stereotip atau generalisasi, baik yang akurat
maupun yang tidak akurat, telah menciptakan satu kekuatan. Misalnya saja,
komponen-komponen dari teori sikap yang menolak kornputerisasi dapat
mengatakan perusahaan tidaklah cukup besar untuk mengambil keuntungan atas
komputer."
Kornponen emosional atau afektif mengacu pada perasaan seseorang
yan mengarah pada objek sikap. Hal positif yang dirasakan meliputi kegernaran
hormat, atau pengenalan terhadap jiwa orang lain. Perasaan negatif meliputi tidak
suka, rasa takut, atau rasa jijik. Misalnya saja, seseorang dapat menikmati
bekerja dengan komputer atau komputer membuat orang tersebut merasa gelisah
dan komponen perilaku mengacu pada bagaimana satu kekuatan bereaksi
terhadap objek sikap. Sebagai contoh: seseorang bisa mengatakan pada dirinya
sendiri bahwa jika perusahaan ini menyimpan data komputer, maka ia akan
meninggalkannya dengan segera atau orang tersebut bisa juga mengatakan
bahwa ketika paket software yan baru sudah tersedia, ia ingin belajar mengenai
cara menggunakannya.
3.1. Fungsi Sikap
Sikap memiliki empat fungsi utama : pemahaman, kebutuhan akan
kepuasan, defensif ego, dan ungkapan nilai. Pernahaman atau pengetahuan
berfungsi seseorang dalam memberikan maksud atau memahami situasi atau
peristiwa baru sikap mengizinkan seseorang untuk menilai suatu situasi baru
dengan cepat tanpa perlu mengumpulkan semua informasi yang relevan
mengenai situasi tersebut.
Sikap juga melayani suatu hal yang bermanfaat atau fungsi kebutuhan
yang memuaskan. Misalnya saja, manusia cenderung untuk membentuk sikap

194
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

positif terhadap objek dalam menemukan sikap negatif. Selain itu, kebutuhan
mereka juga mengarah pada objek tujuan yang mereka butuhkan. Seorang
karyawan mungkin membentuk sikap positif atau negatif terhadap usulan
kebijakan perusahaan, bergantung pada apakah kebijakan tersebut dilihat
sebagai sesuatu yang baik oleh karyawan itu. Sikap juga melayani fungsi defensif
ego (ego defensive function) dengan melakukan pengembangan atau
pengubahan guna melindungi manusia dari pengetahuan yang berlandaskan
kebenaran mengenai dasar manusia itu sendiri atau dunianya. Akhirnya, sikap
juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia memperoleh kepuasan melalui
pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
3.2. Sikap dan Konsistensi
Pernahkah Anda memerhatikan bagaimana seseorang mengubah apa
yang dikatakannya sehingga tidak kontradiktif dengan apa yang dilakukannya?
Benarkahkah seorang teman Anda pernah mengatakan dengan konsisten bahwa
kualitas mobil Jepang tidak setinggi kualitas mobil lain dan bahwa ia hanya
pernah memiliki mobil asing yang diimpor. Tetapi ketika ia berulang tahun, orang
tuanya menghadiahinya sebuah mobil buatan Jepang model terbaru, dan dengan
mendadak ia mengatakan bahwa mobil Jepang tidaklah begitu buruk. Contoh
lainnya, ketika memerhatikan sekelompok mahasiswi pencinta alam, terdapat
seorang mahasiswi baru yang meyakini bahwa kelompok itu baik dan ikrar
kelompok itu penting. Akan tetapi, jika ia gagal menjadi anggota kelompok
tersebut, kemungkinan besar mahasiswi itu akan mengatakan, "Ternyata,
kelompok mahasiswi pencinta alam tidaklah sehebat seperti yang digambarkan."
Umumnya riset telah menyimpulkan bahwa orang-orang mengusahakan
konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan perilakunya. Ini berarti
bahwa individu-individu berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka
yang terpisah dan menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga
niereka kelihatan rasional dan konsisten. Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan

195
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

untuk mengembalikan individu itu ke keadaan seimbang terus digunakan agar


sikap dan perilakunya menjadi konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah sikap maupun perilaku atau dengan mengembangkan suatu
rasionalisasi mengenai penyimpangan tersebut.
3.3. Formasi Sikap dan Perubahan
Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang
mengarah pada suatu objek yang tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap
mengacu pada substitusi sikap baru untuk seseorang yang telah ditangani
sebelurrinya. Sikap dibentuk berdasarkan karakter faktor psikologis, faktor
pribadi, dan faktor sosial. Faktor psikologis dan faktor genetik dapat menciptakan
suatu kecenderungan yang mengarah pada pengembangan sikap tertentu.
Hal pokok yang paling fundamental mengenai cara sikap dibentuk
sepenuhnya berhubungan langsung dengan pengalaman pribadi terhadap suatu
objek, yaitu pengalaman yang tidak menyenangkan maupun yang menyenangkan
dengan objek tersebut, pengalaman yang traumatis, frekuensi atau berulangnya
kejadian pada objek-objek tertentu, dan pengembangan sikap tertentu yang
mengarah pada gambaran hidup baru, seperti memiliki kendaraan roda dua, atau
mobil.
Sering kali, para manajer tertarik untuk mengubah sikap orang-orang
guna menimbulkan perilaku yang diinginkan. Penguatan atas suatu sikap dapat
dilakukan dengan melihat bagaimana orang-orang bereaksi terhadap rangsangan
tertentu. Tanggapan atas suatu objek tampaknya akan diulangi jika mereka
memperoleh hadiah (rewards) berulang kali. Kondisi ini menempatkan lebih
banyak penekanan pada rangsangan komponen dibandingkan pada tanggapan.
Seorang komunikator harus mampu menyadari pesan yang mungkin lebih efektif,
karena targetnya adalah menarik perhatian pendengar, dapat dipahami serta
diterima oleh penerima. Demikian pula halnya dengan rangsangan yang diberikan
oleh pimpinan suatu organisasi. Pimpinan akan secara terus-menerus

196
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

memberikan rangsangan agar tercipta kecenderungan sikap dari karyawan yang


dipimpinnya ke arah yang diharapkan. Singkatnya, rangsangan diperlukan untuk
mengubah sikap.

4. Beberapa Teori Terkait dengan Sikap


4.1. Teori Perubahan Sikap
Tiap hari manusia dipaksa untuk mengubah sikap dan perilaku melalui
pesan yang dirancang khusus untuk hal tersebut. Radio, televisi, dan surat kabar
selalu menghimbau manusia untuk memilih suatu cara tertentu, membeli suatu
produk tertentu, menjadi lebih simpatik ke arah tertentu, dan berbuat sesuatu
yang diarahkan oleh pesan tersebut. Teori perubahan sikap dapat membantu
untuk memprediksikan pendekatan yang paling efektif. Sikap, mungkin dapat
berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan.
Perlu diingat bahwa sikap dapat berubah tanpa dibentuk. Misalnya saja,
jika seseorang terpapar informasi baru mengenai suatu objek, perubahan sikap
dapat saja dihasilkan. Sebagai contoh, seorang karyawan setia yang bertugas di
bagian keuangan perusahaan pernah melakukan penggelapan dana beberapa
tahun yang lalu. Kejadian tersebut mengubah untuk cenderung bekerja di
perusahaan, berusaha untuk menjadi eksekutif umum perusahaan, dan bekerja
untuk dirinya sendiri.
4.2. Teori Pertimbangan Sosial
Teori pertimbangan. sosial terhadap perubahan sikap mengambil
pendekatan yang persepsual. Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu
hasil perubahan. mengenai bagaimana orang-orang merasa menjadi suatu objek
dan bukannya hasil perubahan. dalam memercayai suatu objek. Teori ini
menjelaskan bahwa manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu
jika mau memahami struktur yang menyangkut sikap orang lain dan membuat
pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang

197
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

mendasari teori ini adalah bahwa usaha untuk menyebabkan suatu perubahan
utama di dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan tersebut akan
menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek. Tetapi, sedikit perubahan dalam
sikap adalah masih mungkin, jika orang mengetahui batasan dari perubahan
yang dapat diterima. Misalnya saja, seorang anggota dari suatu asosiasi
profesional akan menolak untuk menghadiri rapat Komite Tindakan Politik (KTP)
karena adanya kecenderungan keterlibatan. tujuan dalam politik. Begitu pula
dengan anggota yang lainnya yang akan memberikan kontribusi kecil terhadap
asosiasi KTP tersebut. Pertimbangan-pertimbangan yang demikian akan
menentukan pernilihan suatu sikap yang pada gilirannya akan berdampak
terhadap tindakan yang ditunjukkan oleh orang tersebut.
Faktor utama yang memengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan
menengahi dua posisi bertentangan yang masing-masing didukung oleh
komunikator. Jika komunikator memosisikan terlalu jauh dari jangkar internal
(internal anchor), hasil yang dicapai mungkin bertentangan dan sikap tidak akan
berubah. Jika komunikasi semakin dekat dengan jangkar internal, maka asimilasi
dapat dihasilkan karena subjek tidak memersepsikan komunikasi persuasif
tersebut sebagai ancaman yang ekstrem, sehingga orang tersebut akan
mengevaluasi pesan itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah
sikapnya.
4.3. Konsistensi dan Teori Perselisihan
Beberapa teori perubahan sikap berasurnsi bahwa orang-orang
mencoba untuk memelihara konsistensi atau kesesuaian antara sikap dan
perilaku mereka. Teori ini menekankan pada pentingnya kepercayaan dan
gagasan masyarakat. Teori ini memandang perubahan sikap sebagai hal yang
masuk akal dan. merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang
dibuat untuk menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga
mereka termotivasi untuk mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah

198
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

sikap maupun perilakunya ke arah yang lebih baik. Perlu digarisbawahi asumsi
dari beberapa teori yang ada, di mana orang-orang tidak dapat memahami akan
inkonsistensi tersebut.
Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam
ketidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisi-
han adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini mempunyai kaitan den-
gan hubungan antara unsur-unsur teori. Teori disonansi ada ketika seseorang
mengamal dua hal yang berlawanan. Teori ini menganggap bahwa perselisihan
memotivae orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan, ka-
rena perselisihai secara psikologis merupakan hal yang tidak menyenangkan se-
hingga orang-orang akan mencari cara untuk menghindari itu.
4.4. Teori Disonansi Kognitif
Leon Festinger pada tahun 1950-an mengernukakan teori Disonansi
Kognitif. Teoi ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi da-
lam hal ini berarti adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada
setiap inkonsistens yang dipersepsikan oleh seseorang terhadap dua atau lebih
sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya. Festinger mengatakan bahwa
setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak nyaman, dan sebagai akibat-
nya seseorang akan mencoba untuk menguranginya.
Disonansi tidak bisa dilepaskan dari lingkungan kerja organisasi. Oleh
karen, itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini. Festinger mengatakan
bahwa hasra untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh penting unsur-
unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki
oleh individi terhadap unsur-unsur itu, dan ganjaran yang mungkin terlibat dalam
disonansi.
Jika unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu relatif tidak penting,
maka tekanan untuk mengoreksi ketidakseimbangan ini akan rendah. Tingkatan
pengaruh yang diyakini dimiliki individu terhadap unsur-unsur itu berdampak pada

199
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

bagaiman mereka bereaksi terhadap disonansi tersebut. Jika mereka memer-


sepsikan disonansi sebagai suatu akibat yang tidak dapat dikendalikan, maka
mereka tidak mempunya pilihan. Hal ini akan membuat mereka menjadi reseptif
terhadap perubahan sikap Ganjaran juga memengaruhi tingkat sampai sejauh
mana seseorang termotivasi untuk mengurangi disonansi. Ganjaran tinggi yang
menyertai disonansi tinggi cenderung mengurangi ketegangan yang tertanam da-
lam disonansi itu. Ganjaran itu berfungsi untuk mengurangi disonansi dengan
meningkatkan sisi konsistensi dari individi tersebut.
Apakah implikasi teori disonansi kognitif bagi organisasi? Teori ini dapat
membantu memprediksikan kecenderungan untuk mengambil bagian dalam
perubahan sikap dan perilaku. Jika, misalnya, seseorang diisyaratkan oleh
tuntutai pekerjaannya untuk mengatakan atau melakukan hal-hal yang
berlawanan dengai sikap pribadinya, maka orang tersebut akan cenderung
memodifikasi sikapnya aga sesuai dengan kondisi dari apa yang telah dikatakan
atau dilakukan olehnya.
4.5. Teori Persepsi Diri
Teori persepsi diri menganggap bahwa orang-orang mengepbangkan
sikal berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan
perilaku merek sendiri. Dengan kata lain, teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap
tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk setelah perilaku terjadi guna
menawarkan sikap yang konsisten dengan perilaku. Menurut teori ini, sikap hanya
akan berubah setelah perilaku berubah. Pertama, para akuntan perilaku harus
mengubah perilaku mereka: kernudian baru perubahan sikap akan terjadi. Teori
fungsional terhadap perubahan sikap mempercayai bahwa sikap melayani
kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap, manusia harus
menemukan rangsangan terhadap apa yang akan dikembangkan berdasarkan
pada kebutuhannya.

200
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

4.6. Teori Motivasi dan Aplikasinya


Mengarahkan dan memotivasi orang lain adalah pekerjaan para
manajer. Hal ini Sangat penting karena arti manajer, sebagaimana sering
didefinisikan oleh banyak buku manajemen, adalah menyelesaikan sesuatu
melalui orang lain (getting things done through other people). Manajer akan selalu
berusaha agar bawahannya selalu rajin bekerja, dan mau bekerja dengan giat.
Oleh karena itu, adalah tidak mengherankan jika masalah motivasi menjadi salah
satu pokok pernbahasan yang penting dalam manajemen (Mas'ud, 2002).
Lebih lanjut lagi, Mas'ud menjelaskan bahwa dalam buku-buku
manajemen banyak diuraikan mengenai teori motivasi. Terdapat keyakinan
bahwa perilaku manusia ditimbulkan oleh adanya motivasi. Dengan demikian,
ada sesuatu yang mendorong (memotivasi) seseorang untuk berbuat sesuatu.
Dalam memberikan motivasi, kadang kala terdapat banyak kendala yang
dihadapi oleh seorang manajer.
Ikhsan dan Wahyudin (2002) menuliskan bahwa sistem pengendalian
akuntansi mensyaratkan adanya suatu pernahaman tentang bagaimana individu-
individu dapat termotivasi oleh teori akuntansi. Kebanyakan dari teori-teori ini
telah dibenarkan secara empiris dan berperan penting dalam mengakhiri
pernyataan bahwa motivasi adalah masalah lengkap yang tidak dapat di atasi
oleh satu teori pun. Terdapat beberapa teori umum yang digunakan dalam
kelompok-kelompok teori yang ada pada saat ini. Kelompok-kelompok teori
tersebut masing-masing telah banyak ditulis dalam literatur, tetapi pada dasarnya
masih bersifat umum dan masing-masing unit dimasukkan ke dalam sebuah
kelompok.
4.7. Teori Motivasi Awal
Tahun 1950-an merupakan kurun waktu yang berhasil dalam
mengembangkan konsep-konsep motivasi. Tiga teori spesifik dirumuskan selarna
kurun waktu ini, meskipun diserang dengan keras dan saat ini validitasnya

201
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

dipertanyakan. Ketiga teori ini adalah teori hierarki (anak tangga) kebutuhan, teori
X dan Y, dan teori motivasi higiene. Anda mengetahui bahwa teori-teori ini
bersifat awal setidaknya karena dua alasan: 1) teori-teori ini mewakili suatu dasar
dari mana teori-teori kontemporer berkembang, dan 2) para manajer
mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini untuk menjelaskan
motivasi karyawan secara teratur.
4.8. Teori Kebutuhan dan Kepuasan
Maslow mengembangkan suatu bentuk teori kelas. Teorinya
menjelaskan bahwa masing-masing individu mempunyai beraneka ragam
kebutuhan yang dapat mempengaruhi perilaku mereka. Maslow membagi
kebutuhan-kebutuhan ini ke dalarn beberapa pengaruh yang kurang sebanding.
Pada kenyataannya, terdapat suatu hierarki kebutuhan yang didominasi oleh
kebutuhan lain yang menggambarkan satu di antaranya tidak mempunyai
pengaruh motivasi yang lebih. Teori kebutuhan ini pada praktiknya merupakan
bagian-bagian dari teori kebutuhan psikologis yang akan didorninasi oleh
kebutuhan-kebutuhan lain jika tidak dijurnpai. Secara psikologis, kebutuhan
merupakan syarat dasar untuk memenuhi kebutuhan fisik, seperti makan, minum,
perlindungan, dan sebagainya, yang disebut sebagai kebutuhan dasar utarna
(primary basic need). Secara ringkas, kelima hierarki kebutuhan manusia oleh
Maslow, dijabarkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan fisik, seperti rasa
lapar, rasa haus, kebutuhan akan perurnahan, pakaian, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan akan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan
keselarnatan dan perlindungan dari bahaya, ancarnan, perampasan, atau
pernecatan.
3. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan
kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kebutuhan akan

202
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelornpok, rasa
kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status
atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu kebutuhan
pernenuhan diri untuk mempergunakan potensi ekspresi diri dan melakukan
apa yang paling sesuai dengan dirinya.
Teori tentang kebutuhan dan kepuasan ini mempunyai banyak pengaruh
terhadap. pengendalian akuntansi, yang meliputi:
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep motivasi urnumnya yang
digunakan dalam buku-buku teks.
2. Seringnya istilah motivasi menjadi catatan mendasar yang menjadi bahan
perhitungan dalarn pernbayaran bonus akibat kernungkinan adanya motivasi.
Teori kebutuhan dan kepuasan telah menjadi subjek yang banyak
dikritik. Beberapa orang telah mengkritik bahwa hal itu adalah sesuatu yang logis
dan mendasar dari suatu alat ukur, yaitu berupa variabel. Percobaan-percobaan
terhadap teori lainnya telah diuji secara empiris dengan tingkat keberhasilan yang
dibatasi, sekalipun hal itu tidak menjelaskan apakah hasilnya merupakan
cerminan dari suatu teori atau pengujian. Meskipun demikian, teori ini masih
umum penggunaannya jika dihubungkan secara perlahan dengan pengajaran
akuntansi.
4.9. Teori Prestasi
Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang
berhubungan dengan teori kebutuhan dan kepuasan, yang pada awalnya
dikembangkan oleh McClelland di awal tahun 1990. Teori McClelland juga
mempunyai suatu faktor hierarki yang mernotivasi perilaku. Dalam kasus ini, ter-
dapat ada tiga faktor: prestasi, kekuatan, dan afiliasi. Dalam teori prestasi ter-
dapat banyak kekakuan. Orang-orang yang berbeda dan orang-orang yang sama

203
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

pada waktu yang berbeda mempunyai perbedaan perintah dalam suatu hierarki.
Riset yang dilakukan oleh McClelland memberikan hasil bahwa terdapat tiga ka-
rakteristik dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi, yaitu:
1. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi
atas suatu permasalahan. Akibatnya, mereka lebih suka bekerja sendiri dari-
pada dengan orang lain. Apabila suatu pekerjaan membutuhkan orang lain,
mereka lebih suka memilih orang yang kompeten dibanding sahabatnya.
2. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan
tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
3. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang
kuat untuk memperoleh umpan balik (feedback) atau tanggapan atas
pelaksanaan tugasnya.
Dalam riset tersebut McClelland menemukan bahwa uang tidak begitu
penting peranannya dalam meningkatkan prestasi kerj a bagi mereka yang
memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi
yang rendah tidak akan berprestasi baik dengan maupun tanpa insentif
keuangan.
4.10. Teori Motivasi
Pada pertengahan tahun 1960-an, Herzberg mengajukan suatu teori
motivasi yang dibagi ke dalarn beberapa faktor. Teori ini memiliki pengaruh
terhadap kedua perilaku. Asumsi terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah
faktor yang mempunvai pengaruh positif dalam motivasi dan menjadi bahan
perbedaan yang menyenangkan dari seluruh pengaruh negatif. Herzberg
mengusulkan bahwa signifikansi hubungan antara kepuasan kerja dan motivasi
adalah tinggi. Faktor-faktor ini meliputi: kebijakan perusahaan, kondisi pekerjaan,
hubungan perseorangan, keamanan kerja, dan gaji Faktor motivasi meliputi:
prestasi, pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab.

204
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Semuanya ini bertujuan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan


motivasi. Bagian teori ini bergerak ke arah negatif jika terdapat keterbatasan
pengaruh terhadap motivasi sebagai pengaruh kekuatan yang dibangun dari
faktor motivasi itu sendiri. Bagaimanapun juga, keamanan yang dipaksakan
merupakan ketidakleluasaan pekelaan yang ditunjukkan dari tindakan yang tidak
efektif dari faktor-faktor motivasi tersebut.
Selain itu, Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang
dilakukannya terhadap 200 responden yang terdiri atas akuntan dan insinyur
menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait dengan kepuasan dan
motivasi. Kedua faktor tersebut meliputi:
1. Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik (extrinsic job conditions), yang apabila tid
adamenyebabkanteladinyaketidakpuasandiantaraparakaryawan.Kondisi ini
disebut dengan faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfiers factor) ata faktor
higiene (hygiene factors), karena kondisi atau faktor-faktor terse minimal
dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak terjadi.
2. Sejumlah kondisi kerja instrinsik (intrinsic job conditions), yang apabila
berfungsi sebagai motivator dan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik.
Tetapi jika kondisi atau faktor tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak akan
menyebabkan terjadinya ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut berkaitan
dengan isi pekerjaan, yang disebut dengan istilah faktor pemuas (satisfiers
factor).
4.11. Teori Keadilan
Teori keadilan pertama sekali dipublikasikan oleh Adam pada tahun
1963. Dalam teori keadilan, kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang individu adalah jika orang tersebut membandingkannya
dengan lingkungan lainnya. Teori keadilan secara umum merupakan bentuk
dasar dari konsep hubungan pertukaran sosial. Para individu mempertimbangkan
input dan output menjadi suatu nilai yang tidak sebanding.

205
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Ketidakadilan dibagi menjadi dua bentuk dan keduanya diakibatkan dari


peran motivasi yang merugikan satu sama lain. Jika para individu merasa bahwa
kualitas dari suatu kejadian adalah tidak layak, maka ketidakpuasan akan
menimbulkan kemarahan dan frustrasi atas kejadian tersebut. jika mereka
merasa kualitas dari suatu kejadian adalah tidak baik dan tidak menguntungkan,
maka hal tersebut akan menimbulkan perasaan bersalah. Apabila ketidakadilan
dapat mempengaruhi motivasi, para individu akan termotivasi untuk mengurangi
ketegangan yang disebabkan karena merasakan seseatu yang tidak adil. Dengan
kata lain, besarnya ketidakpuasan akan mempengaruhi motivasi. Teori ini
menggambarkan kenyataan bahwa pembayaran-pembayaran relatif tidak mutlak
menjadi perhitungan yang mempunyai pengaruh kuat.
4.12. Teori ERG
Teori dari Clayton Alderfer ini juga menganggap bahwa kebutuhan
manusia tersusun dalam suatu hierarki. Maslow mengatakan bahwa orang
cenderung meningkat hierarki kebutuhannya sejalan dengan terpuaskannya
kebutuhan sebelumnya. Tetapi Alderfer tidak sependapat dengan Maslow.
Alderfer menegaskan bahwa suatu kebutuhan tidak harus terpuaskan terlebih
dahulu sebelum kebutuhan pada tingkat di atasnya muncul.
Teori ERG (existence, relatedness, growth) menganggap bahwa
kebutuhan manusia memiliki tiga hierarki kebutuhan, yaitu kebutuhan akan
eksistensi (existence needs), kebutuhan akan keterikatan (relatedness needs),
dan kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs). Teori ERG mengandung
suatu dimensi frustrasi-regresi. Ingat kembali bahwa Maslow berargumen bahwa
seorang individu akan tetap pada suatu tingkat kebutuhan tertentu sampai
kebutuhan tersebut dipenuhi. Teori ERG menyangkalnya dengan mengatakan
bahwa bila suatu tingkat kebutuhan dari urutan yang lebih tinggi terhalang, maka
timbul hasrat dalam individu itu untuk meningkatkan kebutuhannya di tingkat yang
lebih rendah. Ketidakmampuan untuk mernuaskan suatu kebutuhan akan

206
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

interaksi sosial, misalnya, mungkin meningkatkan hasrat untuk memiliki lebih


banyak uang atau kondisi kerja yang lebih baik. Jadi, frustrasi (halangan) dapat
mendorong ke suatu kemunduran yang lebih rendah.
Ringkasnya, teori ERG berargumen seperti Maslow, bahwa kebutuhan
tingkat rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi
kebutuhan dengan tingkatan yang lebih tinggi. Tetapi kebutuhan ganda dapat
beroperasi sebagai motivator dan halangan sekaligus, di mana dalam mencoba
untuk mernuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dihasilkan pengaruh terhadap
pernuasan akan kebutuhan dengan tingkat yang lebih rendah.
Teori ERG lebih konsisten dengan pengetahuan kita mengenai
perbedaan individual di antara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar
belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah arti penting atau
kekuatan dorong yang dimiliki sekelompok kebutuhan terhadap seorang individu
tertentu. Bukti memperlihatkan bahwa orang-orang dalam budaya-budaya lain
merneringkatkan kategori kebutuhan secara berbeda. Tetapi, secara keseluruhan
teori ERG menyatakan suatu versi yang lebih valid dibandingkan dengan hierarki
kebutuhan.
4.13. Teori Harapan
Teori harapan mungkin telah banyak digunakan oleh para peneliti-peneliti
akuntansi. Teori ini dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan
Edward Tolman. Dasar teori ini mempunyai sejarah yang panjang tetapi menjadi
dikenal dalam akuntansi setelah diperkenalkan oleh Ronen dan Livingstone
(1975), dan kemudian secara komprehensif dan sistematik dirumuskan oleh
Victor Vroom. Teori harapan disebut juga teori valensi atau teori instrumentalis.
Ide dasar dari teori ini adalah bahwa motivasi ditentukan oleh hasil yang
diharapkan akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel-
variabel kunci dalam teori harapan adalah: usaha (effort), hasil (income), harapan
(expectancy), instrumen-instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara hasil

207
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan
imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar
kekuatan dan keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.
4.14. Teori Penguatan
Teori ini mengemukakan, bahwa perilaku merupakan fungsi dari akibat
yang berkaitan dengan perilaku tersebut. Teori penguatan memiliki konsep dasar,
yaitu:
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang
dapat diproduksi, kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi,
dan sebagainya.
2. Kontinjensi penguatan (contingencies of reinforcement), yaitu berkaitan den-
gan urutan-urutan antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari perilaku
yang ditimbulkan. Suatu kondisi kerja tertentu dibentuk oleh organisasi (stimu-
lus), kemudian karyawan bertindak sebagaimana diinginkan oleh organisasi
(tanggapan), selanjutnya organisasi memberikan imbalan yang sesuai dengan
tindakan atau perilaku karyawan tersebut (konsekuensi dari perilaku). Dari su-
dut pandang motivasi, melalui penggunaan stimulus dan konsekuensi atau
imbalan karyawan termotivasi untuk melakukan perilaku yang diinginkan oleh
organisasi. Dalam hal ini, perilaku termotivasi melalui proses belajar.
Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respons karyawan
(misalnya prestasi kerja) dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin
besar pengaruhnya terhadap perilaku. Terdapat tiga jenis penguatan yang dapat
digunakan oleh manajer untuk memodifikasi motivasi karyawan, yaitu penguatan
positif, penguatan negatif, dan hukuman.
4.15. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikembangkan oleh Edwin Locke (1986). Teori ini menguraikan
hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan prestasi kerja. Konsep dasar dari

208
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

teori ini adalah bahwa karyawan yang memahami tujuan (apa yang diharapkan
organisasi terhadapnya) akan terpengaruh perilaku kerjanya.
Terdapat beberapa pernyataan yang berkaitan dengan konsep teori
penetapan tujuan. Tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang mudah. Demikian pula halnya tujuan yang
spesifik dan menantang akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang bersifat abstrak.
4.16. Teori Atribusi
Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpreta-
sikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan
oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh
kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri seseorang, seperti kernampuan atau usaha, dan kekuatan
eksternal (external forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, seperti kesu-
litan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Berdasarkan hal tersebut, seseorang
akan termotivasi untuk memahami lingkungannya dan sebab-sebab kejadian
tertentu. Dalam riset keperilakuan, teori ini diterapkan dengan menggunakan
variabel ternpat pengendalian (locus of control). Variabel tersebut terdiri atas dua
komponen, yaitu tempat pengendalian internal (internal locus of control) dan
tempat pengendalian eksternal (external locus of control). Tempat pengendalian
internal adalah perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu secara
personal memengaruhi kinerja serta perilakunya melalui kemampuan, keahlian,
dan usahanya. Sementara tempat pengendalian eksternal adalah perasaan yang
dialami oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar
kendalinya.
Sesuai dengan tindakan atau perilaku karyawan tersebut (konsekuensi
dari perilaku). Dari sudut pandang motivasi, melalui penggunaan stimulus dan
konsekuensi atau imbalan karyawan termotivasi untuk melakukan perilaku yang

209
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

diinginkan oleh organisasi. Dalarn hal ini, lperilaku termotivasi melalui proses
belajar.
Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respons karyawan
(misalnya prestasi kerja) dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin
besar pengaruhnya terhadap perilaku. Terdapat tiga jenis penguatan yang dapat
digunakan oleh manajer untuk memodifikasi motivasi karyawan, yaitu penguatan
positif, penguatan negatif, dan hukuman.
4.17. Teori Agensi
Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori agensi
mendasarkan pemikirannya atas adanya perbedaan informasi antara atasan dan
bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau adanya asimetri informasi
yang memengaruhi penggunaan sistem akuntansi. Teori ini mendasarkan pada
teori ekonomi. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik atau
manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih
rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan
kinerja yang efisien clan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan
pengaruh kondisi lingkungan. Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa
prinsipal bersikap netral terhadap risiko sementara agen bersikap menolak usaha
dan risiko. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi oleh kepentingannya
sendiri, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut
pandangan prinsipal, kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut
diclasarkan pada hasil, sementara menurut pandangan agen, dia lebih suka jika
sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil tetapi juga tingkat
usahanya.
Berbagai riset yang berhubungan dengan teori ini memfokuskan
perhatian pada bagaimana agar sistem perjanjian kontrak kompensasi bisa
mencapai keseimbangan. Alokasi kinerja perusahaan antara prinsipal dan agen
didasarkan pada kontrak tersebut, baik tertulis maupun tidak. Sistem kompensasi

210
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

dalam kondisi yang ideal (first best) langsung dihubungkan dengan perilaku.
Lebih lanjut lagi, karena faktorfaktor lingkungan dan keahlian agenlah yang akan
menentukan output, sistem pembayaran insentif berdasar output menjadi ticlak
efisien karena agenlah yang menanggung risiko jika ada faktor lingkungan yang
mengakibatkan penurunan output.
Jika prinsipal bisa mengawasi usaha agen, suatu kontrak ideal (first best
contract) yang mendasarkan pembayaran gaji atas usaha yang telah dilakukan,
bisa dibuat. Namun kondisi ideal tersebut sangat sulit dicapai. Berbagai riset yang
berhubungan dengan sistem kompensasi biasanya dilakukan dalam konteks tidak
adanya kontrak ideal. Hal ini yang lebih banyak terjadi karena agen yang lebih
memahami perusahaan sehingga menimbulkan kesenjangan informasi atau
asimetri informasi (information asymmetry) yang menyebabkan prinsipal tak
mampu menentukan apakah usaha yang dilakukan agen memang benar-benar
optimal.
4.18. Pendekatan Dyadic
Pendekatan tersebut menyatakan bahwa ada dua pihak, yaitu atasan
(superior) dan bawahan (subordinate), yang berperan dalam proses evaluasi
kinerja. Pendekatan tersebut juga mengakui bahwa atasan kemungkinan tidak
memperlakukan seluruh bawahannya secara sama. Pendekatan
ini.dikembangkan oleh Danserau et al. pada tahun 1975. Danserau menyatakan
bahwa pendekatan ini tepat untuk menganalisis hubungan antara atasan dan
bawahan karena mencerminkan proses yang menghubungkan keduanya.
Tetapi, pendekatan ini sangat jarang digunakan. Riset akuntansi
keperilakuan yang menggunakan pendekatan ini antara lain adalah yang ditulis
oleh Chenhall R. (1986) berjudul "Authoritarianism and Participative Budgeting -A
Dyadic Analysis" yang dimuat dalam Accounting Review pada bulan April 1986.
Riset selanjutnya dilakukan oleh Choo dan Tan, yang menggunakan pendekatan
ini untuk melihat adanya kesenjangan persepsi antara atasan dan bawahan

211
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

terhadap sistem penilaian kinerja. Jika kesenjangan tersebut timbul, maka akan
muncul suatu variabel yang dalam riset ini dinamakan ketidaksepakatan dalam
gaya evaluasi kinerja anggaran (disagreement in budgetary performance
evaluation style - BPES).
Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau
menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas
dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan
kenyataan yang sebenarnya. Pada kenyataannya, masing-masing orang memiliki
persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Uraian kenyataan seseorang mungkin
jauh berbeda dengan uraian orang lain. Definisi persepsi yang formal adalah
proses dengan mana seseorang memilih, berusaha, dan menginterpretasikan
rangsangan ke dalarn suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mendefinisikan persepsi
sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sedangkan dalarn lingkup yang
lebih luas, persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan-
pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus
yang ditunjukkan oleh panca indra. Dengan kata lain, persepsi merupakan
kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu
sendiri (pengetahuan-pengetahuan sebelumnya).
Persepsi memberikan makna pada stimuli (sensor stimuli). Persepsi
juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Meskipun
demikian, karena persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut bergantung pada
suatu. kerangka ruang dan waktu, maka persepsi akan bersifat sangat subjektif
dan situasional. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional.
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal
lain yang termasuk dalam apa yang disebut sebagai faktor fungsional. Oleh

212
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

karena itu, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik orang yang memberikan respons terhadap stimuli tersebut.
Sementara itu, faktor struktural berasal dari sifat fisik dan dampak saraf yang
ditimbulkan pada sistern saraf individu.
Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun persepsi
merupakan perternuan antara proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih
banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh
kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa. Dengan demikian persepsi bukanlah
cerminan yang tepat dari realitas.
Dari beberapa definisi persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa
persepsi setiap individu mengenai suatu kata atau peristiwa sangat tergantung
pada ruang dan waktu yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor dalam diri seseorang (aspek kognitif) dan faktor dunia luar
(aspek stimulus visual). Robins (1996) secara implisit mengatakan bahwa
persepsi suatu individu terhadap objek sangat mungkin memiliki perbedaan
dengan persepsi individu lain terhadap objek yang sama. Fenomena ini
menurutnya disebabkan oleh beberapa faktor yang para manajer dan akuntan
perilaku harus mengembangkan persepsi yang akurat dari orang-orang dengan
siapa mereka berhadapan. Perbedaannya adalah bahwa mereka merasa-menjadi
kunci kelompok dalam menghasilkan suatu keberhasilan atau kegagalan operasi.
Akuntan perilaku harus memahami persepsi karena format persepsi orang-orang
dikembangkan ke dalam gagasan dan sikap yang memengaruhi perilaku. Jika
seorang karyawan potensial merasa bahwa kebijakan mengenai ganti rugi dan
promosi dari perusahaan adalah tidak adil, maka karyawan tersebut mungkin
bekerja hanya dengan memberikan tenaga yang seadanya. Jika kebijakan
tersebut dirasakan tidak wajar, maka calon karyawan akan bergabung dengan
perusahaan lain atau para pekerja secara keseluruhan akan menjadi kurang
produktif.

213
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

4.19. Rangsangan Fisik vs Kecenderungan Individu


Orang-orang merasakan dunia ini dengan cara yang berbecla karena
persepsi bergantung pada rangsangan fisik dan kecenderungan individu tersebut.
Rangsangan fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan, seperti
penglihatan dan sentuhan. Kecenderungan individu meliputi alasan, kebutuhan,
sikap, pelajaran dari masa lalu, dan harapan. Perbedaan persepsi antara orang-
orang disebabkan karena. perasaan individu yang menerimanya berbeda fungsi
dan hal ini terutama sekali disebabkan oleh kecenderungan perbedaan. Oleh
karena itu, kebijakan perusahaan yang sama bisa saja dirasakan berbeda oleh
para pekerja produksi, para manajer tingkat menengah, dan manajer tingkat
puncak.
Empat faktor lain yang berhubungan dengan kecenderungan individu
adalah keakraban, perasaan, arti penting, dan emosi. Orang-orang biasanya
merasa objek umum lebih cepat dikenal dibandingkan dengan orang-orang atau
objek yang tidak familiar. Kecenderungan perasaan masyarakat terhadap suatu
objek atau orang juga memengaruhi persepsi. Terdapat kecenderungan orang-
orang untuk mencari informasi lebih tentang objek yang tujuannya adalah untuk
menjaga agar mereka tidak merasakan hal-hal yang negatif. Demikian pula
halnya, semakin penting seseorang atau objek informasi, maka orang atau objek
informasi tersebut akan semakin dicari. Dalam banyak kasus, semakin
tersedianya irdormasi di sekitar suatu objek maka persepsi tentang objek tersebut
semakin lengkap. Akhirnya, status emosional seseorang dapat memengaruhi
persepsi. Persepsi dapat berbeda tergantung pada apakah orang tersebut
merasakan kenikmatan dan keselamatan setiap hari atau justru merasa bahwa
hari-hari yang tidak baik, apakah orang tersebut merasa tertekan atau gembira,
dan seterusnya.

214
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

4.20. Pilihan, Organisasi, dan Penafsiran Rangsangan


Persepsi sebagaimana tersebut di atas, adalah proses dal.am pemilihan,
pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsangan. Manusia hanya mampu
merasakan sesuatu yang kecil dan membagi semua rangsangan tersebut ke arah
yang diarahkan olehnya. Dengan demikian, manusia bisa merasa bimbang atau
tidak bimbang dalam memilih apa yang dipresepsikan. Oleh karena itu, manusia
terkonsentrasi pada sesuatu yang dipilih dan menolak yang lain. Biasanya
manusia memilih berbagai hal yang menarik dan penting dari apa yang
ditemukannya.
Apa yang dipilih untuk merasakan sesuatu secara khas tergantung pada
rangsangan yang dialami, harapan, dan alasan dari individu yang bersangkutan.
Sifat dasar rangsangan meliputi hal-hal, seperti faktor atribut fisik dan desam,
serta bertentangan dengan rangsangan lainnya. Harapan didasarkan pada
pengaruh keadaan dan pengalaman sebelumnya. Manusia sering melihat apa
yang diharapkan, sehingga memotivasi mereka untuk merasakan apa yang
diperlukan atau diinginkan.
Orang-orang pada umumnya mencari kesenangan atau rangsangan
simpatik dan menghindari hal-hal yang bersifat menyakitkan maupun
mengancam. Mereka dapat menyaring sesuatu di luar yang tidak penting, dapat
menyimpangkan informasi yang tidak konsisten dengan kepercayaan yang ada,
atau hanya melindungi diri mereka sendiri dari besarnya tekanan rangsangan.
Orang-orang mengorganisasi rangsangan ke dalam kelompok-kelompok dan
merasakan hal itu sebagai suatu kesatuan. Jika informasi yang diberikan tidak
sempurna, maka orang-orang akan mengisi kesenjangan itu. dan kemudian
bertindak seolah-olah mereka telah melengkapi atau menyudahi situasi informasi
tersebut. Ketika rangsangan merupakan suatu yang membingungkan, maka
orang-orang akan menginterpretasikan rangsangan tersebut ke dalam sesuatu.

215
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

yang konsisten dengan kebutuhan, sikap, dan kondisi internal mereka


(penafsiran).
Persepsi telah disimpangkan dengan cara menerima stereotip,
memercayai informasi dari sumber yang diterima, bersandar pada kesan
pertarna, kernudian melompat ke kesimpulan. Persepsi dapat juga disimpangkan
dari suatu kesalahan logis di mana kesan awal tentang seseorang dibentuk
hanya berdasarkan pada pengetahuan atas satu. karakteristik. Persepsi ini,
bagaimanapun, mungkin tidak akurat. Adalah logis untuk berasurnsi bahwa
karakteristik tentunya harus dilihat secara bersama-sama. Tetapi ketika tidak,
persepsi orang tersebut mungkin telah menyimpang.
Terkait dengan kesalahan logis di dalam persepsi adalah masalah efek
halo (hallo effect). Manusia dapat menyarnaratakan dalam satu kesatuan kualitas
terhadap kualitas-kualitas yang tidak relevan. Pertahanan akan persepsi muncul
karena orangorang tidak ingin terbukti salah persepsi. Dengan demikian, orang-
orang dapat mengabaikan, melewatkan, atau menyimpangkan informasi, yang
disebut dengan keberadaan persepsi dalam pertanyaan.
5. Keterkaitan Persepsi bagi Para Akuntan
Para akuntan perilaku dapat menerapkan pengetahuan persepsi terha-
dap banyak aktivitas organisasi. Misalnya saja, dalam evaluasi kinerja, cara peni-
laian atas seseorang mungkin dipengaruhi oleh ketelitian persepsi si penyelia.
Kesalahan atau bias penilaian mungkin diakibatkan oleh sandiwara yang menco-
ba untuk menakutnakuti, sehingga karyawan merasa tidak puas dan pada ak-
hirnya meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, para penyelia perlu mengenali
perasaan mereka terhadap para bawahannya. Bawahan tertentu dapat
mempengaruhi evaluasi mereka dan mereka harus waspada terhadap sumber
penyimpangan persepsi ini. Dalam pengambilan keputusan karyawan, para ma-
najer harus sensitif terhadap kernungkinan bahwa keputusan mereka menjadi
bias dalam hubungannya dengan kesan pertama. Kesan tersebut mungkin

216
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN

adalah baik atau kurang baik terhadap faktor-faktor yang tidak relevan dalam
situasi kerja, seperti penampilan, latar belakang kesukuan, atau
ketidaksempurnaan informasi.
Risiko selalu ada dalam mengambil keputusan bisnis. Para manajer
dalam membuat keputusan dipengaruhi oleh risiko yang mereka rasakan dan
tingkat toleransi mereka terhadap risiko. Orang-orang yang mempersepsikan
risiko tinggi cenderung untuk "membatasi kategori." Mereka membatasi altematif
untuk keamanan dari alternatif itu sendiri. Mereka yang memersepsikan risiko
yang rendah cenderung menjadi orang yang berkarakter luas dalam memilih
rentang alternatif yang lebih luas. Sering kali kesalahan persepsi disebabkan oleh
permasalahan komunikasi dalam suatu organisasi. Penerima merasakan hal lain
berdasarkan kerangka acuan mereka daripada yang dimaksudkan oleh si
pengirim. Kesalahan persepsi dapat juga mendorong ke arah ketegangan
hubungan antar-pribadi karyawan. Ketika interaksi dilihat sebagai sesuatu yang
menegangkan, seorang penyelia perlu menentukan penyebab terjadinya peristiwa
bisnis yang dipandang secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda.

217
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
Alavi, M. and Leidner, DE. Review: Knowledge Management and Kowledge
Management Systems: Conceptual Foundations and Research Issues.
MIS Quarterly, 25, I (March 2001), 107-136.
Argyris. 1952. The Impact of Budget on People. New York: The Controllership
Foundation.
Arnold, Vicky dan Sutton, Steve G. Behavioral Accounting Research, Foundations
and Frontiers. University of Massachusetts Dartmouth.
Ashton, Robert H. 1982. Human Information Processing in Accounting. New York
University.
Ashton, D.; T. Hopper; dan R.W. Scapens. The Changing Nature of Issues in
Management Accounting. Current Issues in Management Accounting,
1984.
Ataina Hudayati, Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan: Berbagai
Teori …96 JAAI VOLUME 6 NO. 2, DESEMBER 2002
Ajzen, I. Nature and Operation of Attitudes. Annual Review of Psychology, 52
(2001), 27-58.
Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht, (2003), Fraud Examination, South
Western, a division Thomson Learning, United States of America
Arifin, Johan, (2000), Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi
Auditing: Audit Forensik, Media Akuntansi, No.13 Th VII, September,
hlm II-IX
Anthony, R.N. dan V.Govindarajan. 1995. Management Control System. Eight
Edition International Student Edition. Richard D. Irwin Inc. U.S,A.
Baiman. S. 1982 “Agency research in manageerial accounting : a survey”,
Jorunal of Accounting Literature, 1, 154
Baiman S & Evans 1983. “Pre-decision information and participative management
control systems”, Journal of Accounting Research, 21, 371-395
Beehr, T. 1985. Organizational stress and employee effectiveness, In Beehr, T &
Bhagat. R. Human stress and cognition in organizations, New York :
John Wiley and Sons.
Binberg. J., Shields, M. & Young. S. M. 1990. “The case for multiple methods in
empirical management accounting research ( with an illustration from
budget setting )”, Jornal of Management Accounting Research, 2, 33-
66.
Bisbe, J & Otley DT.2002 The effect of interactive use management control
system on product inovation. Accounting, Organizations and Society, 16,
Bollen, K.A. 1989. Structural equation with latent variabel , Wiley, New York

219
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Brownell, P., & Hirst, M. 1986. “Reliance on accounting information, budgetery


participation, and task uncertainty : test of three-way interaction”.
Journal of Accounting Research, 24, 241-249
Baiman. S. Agency Research in Managerial Accounting: A Second Look.
Accounting Organizations and Society. 1990. 241 – 371
Brownell, P. dan M. McInnes. Budgetary Participation, Motivation and Managerial
Performance. The Accounting Review 61 (October). 1986. 587 – 600
Balakrishnam dkk. 1996. “Financial from JIT Adoption: Effects of Customer
Concentration and Cost Structure”. The Accounting Review. Vol 71.
No.2
Birnberg, Jacob G. dkk. 2000. “The Role of Behavioral Research in Management
st
Accounting Education in the 21 Century”. Issues in Accounting
Education . Vol 15. No.4
Bjornenak, T. 1997. “Diffusion and Accounting: The Case of ABC in Norway”.
Management Accounting Research. 8. pp. 3-17.
Brownell, P. 1981. “Participation in Budgeting Locus of Control and Organizational
Effectiveness”. The Accounting Review.
Bearden, W. O., R. G. Netemeyer, M. F. Mobley. Handbook of Marketing
Scales: Multi-item Measures for Marketing and Consumer Behavior
Research. Sage Publications, Newbury Park, CA. Marketing 12(1),
(1993), 106–119.
Becker, TE. and Foci. Bases of Commitment – Are They Distinctions worth
Making. Academy of Management Journal, 35, I (March 1992), 232-
244.
Becker, TE., Randall, DM., and Riegel, CD., The Multidimensional View of
commitment and The Theory of Reasoned Action – A Comparative
Evaluation. Journal of Management, 21, 4 (1995), 617-638.
Buchanan, B. Building Organzational Commitment: The Socialization of Managers
in Work Conditiion. Administrative Science Quartely. 19 (1974)544-
546.
Chazawi, Adami. 2006. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. PT. Alumni,
Bandung
Chenhall. R.H. dan D. Morris. The Impact of Structure, Environment, and
Interdependence on the Perceived Usefulness of Management
Accounting System. The Accounting Review. January. 1996. 18–35
Cooke, D. Affective, Continuance, and Normative Commitment to the
Organization: An Examination of Construct Validity. Journal of
Vocational Behavior. 49, 3 (December 1997), 252-276.

220
DAFTAR PUSTAKA

Choo, F. dan Kim B.Tan. A Study of the Relation Among Disagreement in


Budgetary Performance Evaluation Style, Job Related Tension and
Performance. Behavioral Research in Accounting.
Capon. N. Farley , J.U Lehmann. D.R & Hurbert, J,M.1992, Profile product
inovators among large US manufaturer, Management Science 38
Chenhall, R.H & Langfield Smith K.1998. The relationship between strategic
priorities, management techniques and management accounting :an
empirical investigation using a system approach. Accounting,
Organizations and Society 23,243-264.
Chon, V.K. & Chong. KM
Chow, C. Cooper. J, & Waller, W. 1988. “Participative budgeting : effect of a truth-
inducing pay scheme and information asymetry on slack and
performance.” The Accounting Review, 63, 111-122
Chow, C., Cooper. J, & Haddad. K. 1991. “The effects of pay schemes and
ratchets on budgetary slack and performance : a multiperiod
experiment”. Accounting, Organizations and Society, 16, 47-60.
Davila A.2000,An empirical study on driver of management control system s
design in new product development, Accounting, Organizations and
Society 25, 383-410.
Demski, J., & Feltham, G. 1978 . “Economic incentives in budgetery control
systems”. The Accounting Review, 53, 336-359.
Dunk, A. 1993. “The Effects of job-related tension on managerial performance in
participative budgetery settings”, Accounting, Organizations and Society,
18, 575-585.
Daniel, (1995), IQ, EQ, dan SQ, artikel, (http://www.kecerdasanindividu.htm,
diakses tanggal 2 Februari 2008)
Davis, F. (1986), Technology Acceptance Model for Empirically Testing New End-
User Information Systems: Theory and Results. Massachuset Institute of
Technology, Boston, MA. (1986).
Davis, FD. (1989), Percieved Usefulness, Percieved Ease of Use, and User
Acceptance of Information Technology. MIS Quartely, 13, 3 (1989),
319-340.
Davis, FD., Bagozzi, RP., and Warshaw, PR. User Acceptance of Computer-
Technology: A Comparison of Two Theoritical Models. Management
Science. 35, 8 (1989), 982-1003.
Ferdinand Agusty. 2000. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian
Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Fisher, J.G. Contingency Theory, Management Control System and Firm
Outcome: Past Results and Future Directions. Behavioral Research in
Accounting.

221
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Gordon, L.A. dan V.K. Narayanan. Management Accounting System, Perceived


Environmental Uncertainty and Organization Structure: An Empirical
Investigation. Accounting Organizations and Society. Hirst, M.K. The
Effect of Setting Budget Goals and Task Uncertainty on Performance: A
theoretical Analysis. The Accounting Review, October 1987. 774 – 784
Grover, V. and Davenport, TH. General Perspectives on Knowledge Management
Fostering A Research Agenda. Journal of Management Information
Systems. 18, I (2001), 5-21.
Giddens, A, (2003), The Constitution of Society; Teori Strukturasi untuk Analisis
Sosial, Penerbit PT Pedati, Pasuruan. Diterjemahkan dari judul asli “The
Consequences of Modernity”, Stanford University Press – UK, 1995
Grahani, Irma, (2006), Pengaruh Independensi, Locus Of Control, dan
Pengembangan Moral Auditor Terhadap Fraud Auditing, Skripsi,
Malang: Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya
Ghozali, Imam 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Ghozali, Imam dan Fuad 2005. Structural Equation Modeling, Teori , Konsep &
Aplikasi dengan Program LISREL 8.54. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Gibson, JL, J.M. Ivancevich, J.H. Donnely,Jr. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur,
Proses. Jilid 1. Edisi 8. Edisi Indonesia. Binarupa Aksara Jakarta.
Girona, 2003. Moderating Effect of Management Control System and Innovation
on Performance. Simple Method for Correcting the Effect of Measuring
Error for Interaction Effect in Small Samples
Hair, J. F, Anderson, R.E, Tatham, R.L. & Black, W.C. 1995 Multivariate Data
Analysis, New Jersey: Prentice Hall
Hansen, Don R. dan M.M. Mowen 2000. Management Accounting, 5th Edition.
South-Western College Publishing.
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Sistem Pengendalian Manajemen, Quantum, 4,
29-30
Hu, L., P. M. Bentler. (1999). Cutoff Criteria For .T Indexes In Covariance
Structure Analysis: Conventional Criteria Versus New Alternatives.
Structural Equation Model 6(1), 1–55.
Hellman, CM., And McMillin, WL. Newcomer Socialization and Affective
Commitment. Journal of Psychology, 134, 2 (1994), 261-262.
Hufnagel, EM. And Conca, C. User Response Data: The Potential of Errors and
Biases. Information Systems Research. 5, 1 (1994), 48-73.
Hoopwood, A.G. An Empirical Study of the Role of Accounting Data in
Performance Evaluation. Journal of Accounting Research. 1972. 156 –
182.
Hartanti, Evi, (2006), Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta

222
DAFTAR PUSTAKA

Hardjapamekas, E.R, (1999), Audit Forensik Skandal Bank Bali, Majalah Tempo,
No.28/XXVIII/13-19 September hlm 1-3
Hardjapamekas, E.R, (2001), Skandal Akuntan: Kecelakaan Atau Keserakahan,
Majalah Tempo, N0.20/XXXI/15-21 Juli hlm 1-3
IAI, (2001), Standar Profesional Akuntan Publik Per Januari 2001, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta; 20000.1-20000.6
Irianto, Gugus, (2003), Skandal Korporasi Dan Akuntan, Lintasan Ekonomi,
Volume XX, Nomor 2, Juli, hlm 104-114
Indonesia Corruption Watch, Investigasi Korupsi, artikel, (http://www.icw.go.id
diakses pada tanggal 6 Mei 2007)
Indriantoro, N. The Effect of Participative Budgeting on Job Performance and Job
Satisfaction with Locus of Control and Cultural Dimensions as
Moderating Variables Dissertation. 1993.
Junaedi, Fajar, (2005), Teori tentang Interaksi Simbolik, dan Strukturasi, artikel,
(http://www.teorikomunikasi.htm, diakses pada tanggal 26 Juli 2007)
Josept G. Fisher, 1998. “Contingency Theory, Management Control Systems and
Firm Outcomes : Past Results and Future Directions”. Behavioral
Research in Accounting, 10, 47-64.
Joreskog , K.G & Young.F. 1996. Non Linear structural equation models : the
Kenny Jud model with interaction effect, in Marcoulides, GA &
Schumaker, RE. (eds)
Kaplan, R.S. & Norton D.P .1996. The Balance Scorecard, Havard Business
School Press. Boston.
Kenis. I, 1979. “Effects of budgetery goal charactics on management attitudes
and performance”, The Accounting Review, 54, 707-721.
Karni, Soejono, (2000), Auditing Khusus dan Audit Forensik Dalam Praktik.
Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta
Kashima, Y. and Kashima, ES. Individual differences in The Prediction of
Behavioral Intention. Journal of Social Psychology. 128, 6 (1988),
711-728.
Kelman, HC. Compliance, Identification, and Internalization: Three Processes of
Attitude Change? Journal of Conflict Resolution, 2 (1958), 51-60.
Keniz, I. Effect of Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitudes and
Performance. The Accounting Review, 1979.
Kren, L. The Role of Accounting Information in Organizational Control: The State
of The Art. Behavioral Accounting Research: Foundations and Frontiers.
1997. 2 – 48
Kren, L. dan W.M. Liao. The Role of Accounting Information in the Control of
Organizations: A Review of the Evidence. Journal of Accounting
Literature. 1988. 280 – 309 ISSN: 1410 – 2420

223
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Luthans, F. Organizational Behavior. Mc. Graw-Hill. 8th ed. 1998 Murray, D. the
Performance Effect of Participative Budgeting: An Integration of
Intervening and Moderating Variables. Behavioral Research in
Accounting. 1990 104 –123.
Ludigdo, Unti, (2005), Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Etika di Sebuah
Kantor Akuntan Publik, Disertasi, Malang: Program Pasca Sarjana
Universitas Brawijaya
Lewis, W., Agarwal, R., and Sambamurthy, V. Sources of Influence on Belief
About Information Technology Use: An empirical Study of Knowledge
Workers. MIS Quartely, 27, 4 (2003), 657-678.
Lawrence P. Kalbers & Timothy J. Forgarty 1995 “ Profesionalism and Its
Consequences: A study of Internal auditors”, Auditing: Journal of
Practice, 14, 64-85.
Leslie Kren, 1997. “The Role of Accounting Information in Organizational Control:
The State of the Art”, American Accounting Association
Mardiko, dan Albert Kurniawan, (2006), Elements of the Sociology or Corporate
Life, Artikel, Ringkasan Karya Gibson Burrel and Gareth Morgan; Social
Paradigms and Organizational Analysis, Hainemann, London, Chapter
1-3
Melone, NP. A Theoritical Assesment of The User Satisfaction construct in
Information Systems Research. Management Science. 36, 1 (1990),
76-91.
Meyer, JP. And Allen, NJ. Commitment in The Workplace Theory Research and
Application. Sage Publication, Calif. (1997).
Mowday, RT., Porter, LW., and Steers, RM. The Measurement of Organization
Commitment. Journal of Vocational Behavior. 14 (1979), 224-247.
Merchant, K. 1985. “Budgeting and the propensity to create budgetery slack”.
Accounting , Organizations and Society, 10, 201-210.
Merchant. K., & Manzoni, J. F. 1989. “The achievability of budget targets in profit
centers : a field study” , The Accounting Review, 64, 539-558.
Michael. D, F, Jhonny Deng, Yutaka Kato. 2000. “The design and affect of control
system : test of direct and indirect – effect models”, Accounting,
Organizations and Society, 23, 467-483
Milani, K, 1975. “Budget setting, performance and attitudes”, The Accounting
Review, 50, 274-284.
Moleong, Lexy, (2006), Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya,
Bandung
Mulyana, Dedy, (2003), Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Penerbit Rosdakarya, Bandung
Murtanto dan Gudono, (1999), Identifikasi Karakteristik Keahlian Audit: Profesi
Akuntan Publik di Indonesia, JRAI. Volume2, No.1, hlm 38-52

224
DAFTAR PUSTAKA

Nouri, H. dan R. J. Parker. The Effect of Organizational Commitment on the


Relation Between Budgetary Participation and Budgetary Slack.
Behavioral Research in Accounting, Vol. 8, 1996.
Nouri, H. & Parker. R. 1998. “The relationship between budget participation and
job performance: the roles of budget adequacy and organizational
commitment”, Accounting, Organizations and Society, 23, 467-483.
O’Reilly, CAI. Chatman, JA., And Caldwell, DF. People and Organizational
Culture: A Profile Comparison Approach to Assesing Person
environment-Fit. Academy of Management Journal. 34 (1991), 487-
516.
Otley, D. T. Budget Use and Managerial Performance. Journal of Accounting
Research1978. 122- 149
Peraturan BPK-RI Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Kode Etik BPK RI,
(http://bpk_ri.go.id diakses pada tanggal 12 September 2007)
Ping.R.A.1995.A Parsimonious estimating technique for interaction and quadratic
latent variable. Journal of Marketing Research, 32. 336-347
Ping R.A. 1996. Latent variabel interaction and quadratic effect estimation A two
step technigue using structural equation analysis. Psychological Bulletin,
1999 : 166 -175
Priyono, B.H, (2002), Anthony Giddens; Suatu Pengantar, KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia), Jakarta
Porter, LW. Steers, R., Mowday, RT., and Boulian, PV. Unit Performance,
Situational Factors, and Employee Attitude in Spatially Separated Work
Units. Organizational Behavior and Human Performance, 15 (1974),
87-98.
Reicher, AE. A Review and Reconceptualization of Organizational Commitment.
Ournal of Applied Psychology. 71 (1986), 508-514.
Rasuli, M. 2000. Mengungkap Tindak Kecurangan (Korupsi) dengan Bantuan
Forensik Akuntan. Media Akuntansi, No. 15 Tahun VII, hlm vi-xii
Ritzer, G dan D.J Goodman, (2003), Teori Sosiologi Modern, Penerbit Prenada
Media, Jakarta. Diterjemahkan dari Modern Sociological Theory, Sixth
Edition
Ronen. J, 1971. “Some effect of sequential aggregation in accounting on decision
making”, Journal of Accounting Research, 9, 307-332.
Shields, J., & Shields. M. 1998. “Antecedents of participative budgeting”,
Accounting, Organizations and Society, 23, 49-76.
Shields, M. & Waller, W. 1988. “A behavioral study of accounting variables in
performance incentive contracts”, Accounting Organizations and
Society, 13, 581-594.

225
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Simons,R 1990. The role of management control system in creating competitive


advantage : new perspectives, Accounting, Organizations and Society
15, 127 -143
Simons,R .1991 Strategic orientation and top management attention to control
systems, Strategic Management Journal 12.48-62
Simons,.R.1995 Lever of Control . Havard Bussines School Press. Boston
Simons. R,2000, Performance measurement and control system for implementing
strategies. Prentice Hall, Upper Saddle River.
Shields, M., & Young, S.M. 1993. “Antecedents and consequences of
participative budgeting: evidence on the effects of asymetrical
information”, Journal of Management Accounting Research, 5, 265-280
Supomo, B. 1998. “Pengaruh Struktur dan Kultur Organisasional terhadap
Keefektifan Anggaran Partisipatif dalam Peningkatan Kinerja Manajerial:
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Indonesia”. Kelola No
18/VII. 61-84.
Shields, M.D. dan S.M.Young. Antecedents and Consequences of Participative
Budgeting: Evidence on the Effect of Asymmetrical Information. Journal
of Management Accounting Research. Fall. 1993. 265 – 280
Siegel, G.; Marconi, dan Helena R. Behavioral Accounting. South- Western
Publishing Co. 1989.
Steers, R.M. Introduction to Organizational Behavior. Scott Foresman and
Company. 3rd. Ed. 1988.
Sheldon, M. Investment and Involvements as Mechanisms Producing
Commitment to The Organization. Administrative Science Quartely.
16, (1971), 143-150.
Sutton, CD. And Harrison, AW. Validity Assesment of Compliance , Identification,
and Internalization as Dimensions of Organizational Commitment.
Educational and Psychological Measurement. 53, 1 (1993), 217-223.
Salim, M, Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Artikel,
(http://www.transparansi.or.id, diakses 21 Desember 2006)
Salman, Chairiansyah, (2005), Audit Investigatif: Metode Efektif dalam
Pengungkapan Kecurangan, Economics Business Accounting Review,
Edisi I, November, hlm 5-17
Soemardjan, Selo, (1998), Membasmi Tindak Pidana Korupsi, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta
Soesilo, (2005), Kejawen: Philosofi dan Perilaku, Yayasan Yasula, Malang
Subana dan Sudrajat, (2001), Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Penerbit CV.
Pustaka Setia, Bandung
Sudrajat, Akhmat, (2008), IQ, EQ, dan SQ dari Kecerdasan Tunggal Ke
Kecerdasan Majemuk, artikel, (http://www.akhmat_sudrajat.htm, diakses
tanggal 2 Februari 2008)

226
DAFTAR PUSTAKA

Supelli, Karlina, (2004), Carpe Diem; Modernitas, Artikel, (http://www.cdc-ftui.htm,


diakses pada tanggal 18 Agustus 2007)
Suryono, Agus, (2002), Pentingnya Manajemen Birokrasi Profesional untuk
Mengatasi Kemunduran Birokrasi dalam Pelayanan Publik, Artikel,
(diakses pada tanggal 12 Agustus 2007)
Thompson, RL., Higgins, CA., and Howell, JM. Personal Computing: Toward A
Conceptual Model of Utilization. MIS Quartelly. 12 (1991), 125-142.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Vandenberg, RJ., Self, RM., and Seo, JH. A Critical Examination of The
Internalization, Identification, and Compliance Commitment Measures.
Journal of Management, 20, 1 (1994), 123-140.
Vankatesh, V., and Davis, FD. A Theoritical Extension of The Technology
Acceptance Model Four Longitudinal Field Studies. Management
Science. 46, 2 (2000), 186-204.
Vankatesh, V., Morris, MG., Davis, FD., and Davis, GB. User Acceptance of
Information Technology: Toward a Unified View. MIS Quartelly. 27
(2003), 425-478.
Weiner, Y., and Vardi, Y. Relationships between Job, Organization, and Career
Commitments and Work Outcomes. Organizational Behavior and
Human Performance. 26 (1980), 81-96.
Widayanti Dan Subekti, (2001), Analisis Keahlian Auditor BPK-RI Menuju
Pelaksanaan Fraud Auditing, Tema, Volume II, No.2, hlm 97-115
Widjayanti, dkk, (2004), Membangun Teori dari Studi Kasus, Artikel,
(http://www.bebas.vlsm.org, diakses pada tanggal 3 September 2007)
Widoyoko, (2005), Premi Bagi Pelapor Perbuatan Korupsi, Artikel,
(http://www.sinarharapan.co.id, diakses pada tanggal 3 September
2007)
Yin, Robert K, (2006), Studi Kasus; Desain dan Metode, Penerbit PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Young, S. M., & Lewis. B. 1995. Experimental incentive contracting research in
management accounting , In Ashton, R & Ashton, A. Judgement and
decion making research in accounting and auditing, Cambridge, UK:
Cambridge University Press.
Thomson, G. & Arbernethy, MA.1998. Product innovation and management
control system design : the concept of fit, Paper presented at the 4 th
International Management Control System Research Confereece,
Reading (UK)
Va de Ven. A 1986. Central problems in the management of innovation.
Management Science 32. 590-607

227
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Vicky Arnold & Steve G. Sutton. 1997. Behavioral Accounting Research,


foundations and frontiers. American Accounting Association
Waller, W. 1988. “Slack in participative budgeting : the joint effect of a truth-
inducing pay scheme and risk preferences”, Accounting, Organizations
and Society, 13, 87-98.
Waller. W., & Chow. C. 1985. “The self-selection and effort effects of standard-
based employment contracts : a framework and some empirical
evidence” . The Accounting Review, 60, 458-476.

228

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai