Taman Kampus Pressindo Pengantar Akuntansi Keperilakuan: June 2019
Taman Kampus Pressindo Pengantar Akuntansi Keperilakuan: June 2019
net/publication/333557474
CITATIONS READS
2 8,956
7 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Dwi cahyono Cahyono on 02 June 2019.
PENGANTAR
AKUNTANSI
KEPERILAKUAN
Sebuah Eksplorasi Model Konseptual Bagi Pemula
Oleh:
[i]
Hak cipta dilindungi undang-undang, Dilarang memperbanyak buku ini
sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apapun juga,
baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotocopi, rekaman, dan
lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit.
[ii]
KATA PENGANTAR
[iii]
peminat akuntansi keperilakuan di Indonesia yang tercinta, teruskan perjuangan
kita, yakin usaha sampai.
Akhirnya, demi proses penyempurnaan buku ini di masa akan datang,
dengan segala kerendahan hati dan kemurahan hati, saya senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga buku ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca, Terima kasih.
Wassalam
Hormat saya,
[iv]
DAFTAR ISI
BAB 1 Pengantar Akuntansi Keperilakuan 1
1. Pendahuluan 3
2. Akuntansi Keperilakuan 5
3. Akuntansi Konvensional 7
4. Akuntansi Adalah Sistem 11
5. Akuntansi Adalah Informasi 12
6. Akuntansi Sebagai Suatu Sistem Informasi 13
7.Perkembangan Sejarah Akuntansi Keperilakuan 14
8.Landasan Teori Dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan 16
8.1. Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif 16
8.2. Dari Pendekatan Universal ke Pendekatan Kontijensi. 17
[v]
1.4.3. Standar Pelaporan 62
1.5. Tahap Pelaporan Audit 63
1.5.1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian 63
1.5.2. Pendapat Wajar Tapa Pengecualian dengan Tambahan
bahasa penjelesan 63
1.5.3. Pendapat wajar dengan Pengecualian 64
1.5.4. Pendapat tidak wajar 64
1.5.5. Pernyataan tidak memberikan pendapat 64
1.5.6. Pendapat tidak Penuh 64
2. Bentuk Kepemilikan Akuntan Publik 65
2.1. Kantor Akuntan Publik Internasional 65
2.2. Kantor Akuntan Publik Nasional 66
2.3. Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional 66
2.4. Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil 66
3. Pelaporan Keuangan Bagi Perusahaan Publik 66
4. Audit Delay 69
5. Hubungan antara akuntansi dengan pengauditan 70
6. Contoh Penelitian “Pengaruh Identifikasi Auditor atas Klien Terhadap
Objektivitas Auditor dengan Auditor Tenure, Client Importance dan
Client Image sebagai Variabel anteseden (Penelitian terhadap
Auditor Kantor Akuntan Publik yang Listed di BEI dengan
Pendekatan Partial Least Square) Oleh : Ewing Yuvisa I, H. Abdul
Rohman dan Hj. Rr Sri Handayani 72
[vi]
2. Pendekatan Teknologi Informasi 112
2.1 Tahapan Analisis Sistem 113
2.2 Analisa Kebutuhan 115
2.3 Tahapan Analisis Sistem 115
2.4 Perancangan Konseptual 116
3. Contoh Penelitian “Model Komitmen Multidimensional atas Pilihan
Adopsi Sistem dan Perilaku Pemraktikan (Studi Empiris di
Jogyakarta)”” Oleh S u m i y a n a 117
[vii]
7.1. Contoh Penelitian 1 “Pengaruh partisipasi anggaran dan
keterlibatan kerja terhadap senjangan anggaran dengan
komitmen organisasi sebagai variabel moderating studi pada
pemerintah kota semarang) 155
7.2. Pengaruh Moderasi Sistem Pengendalian Manajemen Dan
Inovasi Terhadap Kinerja (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Di Indonesia) Oleh Dwi Cahyono 171
[viii]
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:
1
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
BAB 1
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
1. Pendahuluan
Perkembangan akuntansi dari sistem buku berpasangan. Pada awalnya,
pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu
dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil
ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada
3600 sebelum masehi. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani
kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap.
Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka-
angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu.
Perkembangan akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem
pembukuan berpasangan (double entry system) oleh pedagang- pedagang
Venesia yang merupakan kota dagang yang terkenal di Italia pada masa itu.
Dengan dikenalnya sistem pembukuan berpasangan tersebut, pada tahun 1494
telah diterbitkan sebuah buku tentang pelajaran pembukuan berpasangan yang
ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli matematika bernama Luca Pacioli
dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita
yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Namun, di dalam buku itu terdapat
3
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
4
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
2. Akuntansi Keperilakuan
Sebagian orang akan membayangkan bahwa akuntansi keperilakuan
merupakan salah satu cabang dari akuntansi manajemen. Hal ini disebabkan
penelitian Argyris di tahun 1952 menulis mengenai proses penganggaran yang
merupakan bagian dari pengendalian manajemen. Yang tidak banyak disadari
orang adalah bahwa penelitian di pasar modal juga merupakan penelitian di
bidang keperilakuan. Perbedaan antara penelitian dengan penelitian akuntansi
lainnya yang dianggap sebagai penelitian akuntansi keperilakuan adalah level
objek. Pada akuntansi keperilakuan, objek studinya adalah pada level individu
atau kelompok, sedangkan pada penelitian pasar modal objeknya adalah pada
level agregat (pasar) secara keseluruhan. Sebagai contoh penelitian pasar modal
ingin meneliti reaksi para investor secara keseluruhan terhadap peristiwa (event
study) atau terhadap suatu laba.
Perbedaan antara penelitian akuntansi keperilakuan dengan penelitian di
pasar modal menjadi sangat tipis. Bahkan sekarang sudah banyak juga ahli di
bidang finance sehingga sekarang sudah banyak penelitian pasar modal yang
5
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
6
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
3. Akuntansi Konvensional
Mulai dari zaman prasejarah telah menunjukan bahwa manusia di zaman
itu telah mengenal adanya hitung-menghitung meskipun dalam bentuk yang
sangat sederhana. Dengan semakin majunya peradapan manusia menyebabkan
pentingnya pencatatan, pengihktisaran dan pelaporan sebagai bagian dari proses
transaksi. Sehingga akuntansi sebagai hasil dari proses transaksi telah
mengalami metamorfosis yang panjang untuk menjadi bentuk yang modern
seperti saat ini. Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi
keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam pengambilan keputusan.
Keterampilan matematis sekarang ini telah berperan dalam menganalisis
permasalahan keuangan yang kompleks. Begitu pula dengan kemajuan dalam
tehnologi komputer akuntansi yang memungkinkan informasi dapat tersedia
dengan cepat. Tetapi, seberapa canggihpun prosedur akuntansi yang ada,
informasi yang dapat disediakan pada dasarnya bukanlah merupakan tujuan
7
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
8
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
9
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
10
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
tentang jumlah utang perusahaan kepada kreditur dan jumlah investasi pemilik
yang ada didalam perusahaan tersebut.
Laporan laba rugi, adalah ikhtisar mengenai pendapatan dan beban suatu
perusahaan untuk periode tertentu, sehingga dapat diketahu laba yang diperoleh
dan rugi yang dialami. Laporan perubahan modal, adalah laporan yang
menunjukkan perubahan modal untuk periode tertentu, mungkin satu bulan atau
satu tahun. Melalui laporan perubahan modal dapat diketahui sebab-sebab
perubahan modal selama periode tertentu. Laporan arus kas, dengan adanya
laporan ini pemakai laporan keuangan dapat mengevaluasi perubahan aktiva
bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan
kemampuan perusahaan didalam menghasilkan kas dimasa mendatang.
11
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
12
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
13
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
14
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
terutama yang berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Studi
terhadap perilaku akuntan atau perilaku dari non akuntan telah banyak
dipengaruhi oleh fungsi akuntan dan laporan (Hofstede dan Kinerd, 1970). Riset
akuntansi keperilakuan meliputi masalah yang berhubungan dengan:
Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor.
a. Pengaruh dari fungsi akuntansi seperti partisipasi dalam penyusunan
anggaran, karakteristik sistem informasi, dan fungsi audit terhadap perilaku
baik karyawan, manajer, investor, maupun Wajib Pajak.
b. Pengaruh dari hasil fungsi tersebut, seperti informasi akuntansi dan
pengunaan pertimbangan dalam pembuatan keputusan
Pada bulan Juni 1951, Controllership Foundation of America
mensponsori suatu riset untuk menyelidiki dampak anggaran terhadap manusia.
Sejumlah penjelasan dan kesimpulan dari hasil riset mengenai perangkap
keperilakuan pada anggaran dan pembuatan anggaran dalam banyak pemikiran
masih bersifat sementara, dan oleh karena itu masih perlu disempurnakan.
Mulai dari tahun 1960 sampai 1980-an, jumlah artikel mengenai
akuntansi keperilakuan semakin meningkat. Artikel pertama menggambarkan
mengenai akuntansi keperilakuan, sementara artikel selanjutnya membahas
mengenai teori dan konsep ilmu pengetahuan keperilakuan dalam kaitannya
dengan akuntansi serta implikasinya bagi prinsip-prinsip akuntansi dan
praktisnya. Pertumbuhan studi akuntansi keperilakuan mulai muncul dan
berkembang, terutama diprakarsai oleh akademisi profesi akuntan.
Penggabungan aspek-aspek perilaku pada akuntansi menunjukkan adanya
pertumbuhan minat akan bidang riset ini.
Jurnal yang secara khusus memuat mengenai akuntansi keperilauan
masih belum ada sampai dengan tahun 1976 ketika munculnya jurnal baru
dengan judul “Accounting, Organization, and Society”. Jurnal ini menjadi
penyelamat karena seringkali peneliti akuntansi keperilakuan tidak mendapat
15
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
16
BAB 1: PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
17
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
18
ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN
AKUNTANSI KEPERILAKUAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:
19
BAB 2: ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN
BAB 2
ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN
AKUNTANSI KEPERILAKUAN
1. Pengantar
Akuntansi keprilakuan merupakan suatu bidang yang relatif baru
dibandingkan dengan bidang lainnya, seperti akuntansi keuangan, akuntansi
manajemen, dan auditing. Namun, sebenarnya pembahasan mengenai akuntansi
keprilakuan secara implisit sudah dibahas dalam bidang-bidang lain seperti
akuntansi keuangan, akuntansi manajemen dan auditing.
Sebagai suatu bidang yang relatif baru, perkembangan bidang ini tidak
lepas dari minat (fokus dan perkembangan jamannya) Bahasan mengenai
akuntansi keprilakuan muncul disekitar tahun 1950-an. Pada awal
perkembangannya, penekanan (stressing) dari akuntansi keprilakuan ini paling
banyak digambarkan dalam bidang akuntansi manajemen (dalam hal budgeting).
Namun, domain dari akuntansi keprilakuan ini terus bergeser dari yang fokus
akuntansi manajemen menuju ke fokus akuntansi lainnya seperti auditing,
keuangan dan sistem informasi.
Untuk memahami arah dan perkembangan penelitian akuntansi
keprilakuan, ada baiknya dibahas terlebih dahulu sejarah perkembangan
21
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
22
BAB 2: ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN
23
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
24
BAB 2: ARAH DAN PERKEMBANGAN PENELITIAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN
25
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:
27
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
BAB 3
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
1. Pengantar
Akuntansi Manajemen atau Akuntansi Manajerial adalah sistem
akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi
untuk manajer atau manajemen dalam suatu organisasi dan untuk memberikan
dasar kepada manajemen untuk membuat keputusan bisnis yang akan memung-
kinkan manajemen akan lebih siap dalam pengelolaan dan melakukan fungsi
kontrol.
Berbeda dengan Informasi Akuntansi keuangan, Informasi Akuntansi
manajemen adalah:
Dirancang dan dimaksukan untuk digunakan oleh pihak manajemen dalam
organisasi sedangkan informasi Akuntansi keuangan dimaksudkan dan
dirancang untuk pihak eksternal seperti kreditur dan para pemegang sa-
ham;
Biasanya rahasia dan digunakan oleh pihak manajemen dan bukan untuk
laporan publik;
29
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
30
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
31
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
32
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
33
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
34
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
35
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
36
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
37
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
38
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
4. Contoh Penelitian
Yudhi Herliansyah
Nurlis
Universitas Mercubuana Jakarta
Meifida Ilyas
Universitas Satya Negara Indonesia Jakarta
39
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
1. PENDAHULUAN.
1.1. Latar Belakang Masalah.
Di Indonesia fenomena persaingan perusahaan yang demikian tajam
dapat dilihat dari perkembangan jumlah perusahaan manufaktur di Indonesia
yang terus menurun pasca berlakunya berbagai perdagangan bebas sebagai
berikut:
Tabel-1
Jumlah dan Perkembangan Perusahaan Manufaktur
TAHUN JUMLAH PERKEMBANGAN
PERUSAHAAN
MANUFAKTUR
1998 21.423
1999 21.051 (1,77%)
2000 20.597 (2,16%)
2001 20.186 (2,00%)
2002 20.023 (0,81%)
Sumber : BPS (2005)
Tabel diatas menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah
perusahaan manufaktur yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 1998 sampai
2002. dengan demikian banyak perusahaan yang tidak mampu meneruskan
persaingan dan menghentikan operasinya. Fenomena ini ditengarai antara lain
oleh ketidakmampuan manajemen didalam mengantisipasi perubahan-perubahan
yang terjadi dalam lingkungan internal maupun eksternal organisasi.
Ketidakmampuan manajemen didalam mengantisipasi perubahan-perubahan ini
dapat disebabkan antara lain oleh sedikitnya informasi yang tersedia untuk
digunakan didalam pengambilan keputusan yang tepat. Sistem akuntansi
manajemen (Management Accounting System = MAS) sebagai instrumen penting
yang mendukung manajemen, harus pula mengikuti perubahan perubahan
(updating) agar informasi yang disajikan relevan dan berjangka panjang (future)
untuk kepentingan manajemen.
Implementasi sistem akuntansi manajemen yang baru oleh top manajemen
diyakini akan meningkatkan kinerja perusahaan. Sesungguhnya mereka salah,
karena banyak bukti yang menunjukkan bahwa akuntansi manajemen inovatif
tidak meningkatkan kinerja perusahaan (Kaplan, 1986; Brun, 1987; Innes and
Mitchell, 1991; Cooper et al, 1992; Scapen and Roberts, 1993; Scapens and
Burn, 2000; Abernethy and Lilis, 2001; Cavalluzzo and Ittner, 2004). Penelitian
mereka mencoba membuktikan alasan kegagalan tersebut, tetapi banyak dari
riset tersebut memfokuskan pada masalah-masalah level organisasi yang
berhubungan dengan implementasi sistem akuntansi manajemen inovatif.
Sebagai contoh, riset empiric yang menguji mengapa strategy perusahaan,
40
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
41
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
2. LANDASAN TEORI
Sistem akuntansi manajemen yang diimplementasi memiliki dua fungsi :
pertama, memfasilitasi pengambilan keputusan manajerial (mendukung
keputusan-keputusan manajer sub-unit). Kedua, mengontrol prilaku manajer sub-
unit. Penelitian ini terfokus terhadap kondisi-kondisi yang mendorong sistem
akuntansi manajemen inovatif diterima oleh manajer sub-unit (manajer produksi).
Untuk tujuan penelitian ini sistem akuntansi manajemen inovatif dikonsep sebagai
sistem baru (seperti, sistem biaya berbasis aktivitas = ABC, balance scoredcard)
atau desain ulang suatu sistem yang telah ada (seperti sistem pengukuran kinerja
yang komprehensif dan integratif, sistem pengendalian produksi). Pilihan
desentralisasi merupakan determinan penting akseptansi manajer terhadap
akuntansi inovatif (Abernety, 2005) oleh karenanya penelitian ini
mengembangkan model dua jalur intervening (two intervening path model). Jalur
pertama, menguji hubungan antara desentralisasi, kemampuan adaptabilitas dan
akseptansi sub-unit terhadap sistem akuntansi manajemen (MAS). Jalur kedua,
menguji hubungan antara desentralisasi, dampak pengguna dan akseptansi
MAS. Penelitian ini juga menguji hubugan antara akseptansi akuntansi inovatif
dengan dua variabel hasil (performance dan kepuasan pengguna). Berikut
bahasan konsep hubungan antar variabel dalam penelitian ini.
2.1. Desentralisasi, Adaptabilitas Sub-unit dan Akseptansi Akuntansi
Inovatif.
Desentralisasi menyediakan manajer sub-unit otoritas untuk melakukan
tindakan yang akan mempengaruhi adaptabilitas sub-unit. Contoh, jika manajer
sub-unit diberikan hak keputusan untuk mengatasi kondisi-kondisi yang
berhubungan dengan pekerja dan manajemen pekerja, maka mereka akan
mampu menciptakan budaya sub-unit yang kondusif. Namun, jika hak keputusan
tidak didelegasikan kepada manajer sub-unit maka sub-unit akan kesulitan
menciptakan atau membawa budaya kondusif tersebut. Ketidakmampuan
membawa budaya kondusif dalam sub-unit dapat menyebabkan penolakan
(resistensi) terhadap sistem akuntansi manajemen inovatif.
Perubahan sistem akuntansi membawa informasi-informasi baru baik bagi
atasan maupun bawahan. Oleh karena itu atasan sering menggunakan informasi
dari sistem akuntansi manajemen untuk menilai dan me-reward (memberikan
imbalanan) atas kinerja bawahan (Zimmerman, 2003). Sebaliknya, manajer sub-
unit diekspektasi mengakui nilai dari informasi baru, mengasimilasinya dan
mengaplikasikan dalam sub-unit tersebut (Cohen dan Levinthal, 1990). Jika
mereka mampu menggunakan informasi untuk mencapai kinerjanya maka akan
seimbang dengan kompensasi dan atau prospek promosi yang akan
diterimanya. Kemampuan menggunakan informasi baru tergantung kapasitas
serapan (absortive capacity) (Cohen dan Lavinthal, 1990) yang dipengaruhi
42
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
43
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
44
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
Adaptabilitas
(X2)
Akseptansi SAM
(Y1) Kinerja (Z)
Desentralisasi Kepuasan
(X1) Pengguna (Y2)
Berdasar model teoritis diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1: Pengaruh desentralisasi terhadap akseptansi sistem akuntansi manajemen
inovatif dimediasi oleh adaptabilitas sub-unit.
H2: Terdapat pengaruh positif desentralisasi dan adaptabilitas sub-unit terhadap
akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif.
H3: Terdapat Pengaruh positif akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif
dan kepuasan pengguna terhadap kinerja.
H4: Pengaruh akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif terhadap kinerja
dimediasi oleh kepuasan pengguna.
45
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan metode sampling.
Penelitian ini adalah penelitian survey terhadap perusahaan yang terdaftar
di BEJ tahun 2006 dengan populasi sasaran perusahaan manufaktur. Adapun
sampel penelitian ini adalah manajer produksi perusahaan manufaktur dengan
metode random.
3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.
a. Akseptansi Sistem Akuntansi Manajemen Inovatif.
Penelitian ini fokus pada bagaimana manajer produksi merespons
perubahan yang timbul dalam sistem akuntansi manajemen inovatif (serti;
ABC, Balance scoredcard, atau sistem pengukuran kinerja yang
komprehensive dan integratif) yang dimplementasi. Akseptansi Sistem
Akuntansi Manajemen menggunakan 3 item yang mengembangkan instrumrn
dari Lau (1990) untuk menangkap sikap manajer produksi terhadap
perubahan sistem akuntansi manajemen inovatif. Lau (1990) melaporkan
bahwa instrument ini memiliki cronbach alpha 0,88. instrument ini juga sudah
divalidasi oleh Lau dan Woodman (1995).
b. Desentralisasi.
Yang dimaksud desntralisasi dalam penelitian ini adalah
pendelegasian pengambilan keputusan (decision right) oleh manajer
menengah kepada manajer tingkat bawah (manajer produksi). Instrument
penelitian ini menggunakan dan memodifikasi 6 item instrument Abernethy
dan Bouwens (2005).
c. Adaptabilitas.
Adalah keinginan manajer produksi untuk menerima informasi baru,
mengasimilasinya dan mengaplikasi pada sub-unitnya. Instrument ini
menggunakan 4 item instrument Abernethy dan Bouwens (2005).
d. Kinerja (Performance)
Menggunakan 5 item instrumen Govindarajandan Gupta (1985) yang
menanyakan ada tidaknya manajer sub-unit mencapai tingkat kinerja yang
diekspektasi atasan.
e. Kepuasan Pengguna
Penelitian ini mengadaptasi 2 item kepuasan pengguna dari Ives
dan Olson (1984) untukmengukur kepuasan pengguna, yang menyakan
persepsi mereka mengenai akurasi, relevansi dan kualitas yang disediakan
oleh SAM.
46
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
Gambar 2.
Model Struktural 1
Adaptabilitas
(X2)
Akseptansi
SAM (Y1)
Desentralisasi
(X1)
47
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Gambar 3.
Model Struktural 2
Akseptansi
SAM (Y1)
Kinerja (Z)
Kepuasan
Pengguna (Y2)
2. Statistik Diskriptif.
Statistik diskriptif data hasil penelitian ini disajikan dalam tabel berikut:
48
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
Tabel 2
Descriptive Statistics
49
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
3. Uji Hipotesis
Berikut output hasil regresi adaptabilitas dan desentralisasi
terhadap Akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif:
Tabel 3
Model Summaryb
Tabel 4
ANOVA(b)
Mode Sum of Mean
l Squares df Square F Sig.
1 Regressi
15.804 2 7.902 4.757 .014(a)
on
Residual 71.435 43 1.661
Total 87.239 45
a Predictors: (Constant), ADAPTABILITAS, DESENT
b Dependent Variable: AKSEPTANSI
Hasil regresi uji model diatas dengan Anova menunjukkan bahwa model
hipotesis menunjukkan bahwa model struktural_1 baik digunakan untuk prediksi,
dimana signifikansi hasil sebesar 0,014 < alpha 5%. Dengan demikian bahwa
adaptabilitas dan desentralisasi secara bersama sama (simultan) berpengaruh
terhadap akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif.
Uji hubungan antar variabel berikut memberikan gambaran awal pengaruh
variabel exogen terhadap variabel endogen, uji korelasi pearson digambarkan
sbb:
50
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
Tabel 5
Correlations
51
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Tabel 7
Model Summaryb
52
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regress ion 164.634 2 82. 317 18. 898 .000a
Res idual 187.301 43 4. 356
Tot al 351.935 45
a. Predic tors: (Cons tant ), KEPUASAN, AKSEPTANSI
b. Dependent Variable: KINERJA
Hasil regresi uji model diatas dengan Anova menunjukkan bahwa model
hipotesis menunjukkan bahwa model struktural_2 baik (fit) digunakan untuk
prediksi, dimana signifikansi hasil sebesar 0,000 < alpha 5%. Hasil ini juga
menunjukkan bahwa akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif dan
kepuasan pengguna secara bersama sama (simultan) berdampak terhadap
kinerja dengan tingkat signifikansi 0,000 (signifikan pada alpha 5%).
Berikut diikhtisarkan output regresi model struktural-2 yang menunjukkan
uji secara parsial sbb:
Tabel 9
Coeffici entsa
53
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
ε1 ε3
Adaptabilitas 0,919 0,532
(X2)
0,455 Akseptansi
SAM (Y1) Kinerja (Z)
0,334
0,488
Desentralisasi Kepuasan
Pengguna (Y2)
(X1)
54
BAB 3: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN
5.2. Saran.
Penelitian menemukan bahwa pengaruh langsung desentralisasi terhadap
akseptansi sistem akuntansi manajemen inovatif ternyata tidak signifikan ini
menunjukkan desentralisasi tidak langsung mendorong akseptansi sistem
akuntansi manajemen inovatif, hal ini menunjukkan masih adanya resistensi sub
unit dalam menerima perubahan sistem akuntansi manajemen yang di set-up
oleh top manajemen. Dugaan ini dibuktikan dalam penelitian ini bahwa
desentralisasi berdampak tidak langsung melalui adaptabilitas, hal ini
menunjukkan bahwa perubahan sistem akuntansi manajemen inovatif yang
dimplementasi dapat membuat sub-unit menerima sistem baru setelah
melakukan adaptasi yang relatif memadai. Berdasarkan uraian diatas maka
implikasi praktis penelitian ini menyarankan kepada top manajemen bahwa ketika
suatu sistem akuntansi manajemen inovatif diaplikasi dalam organisasi maka
desain sistem akuntansi manajemen inovatif hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan sub-unit.
Bahkan ketika sistem akuntansi manajemen sudah diterima oleh sub-unit,
ternyata tidak meningkatkan kepuasan pengguna walaupun secara langsung
berdampak pada kinerja, implikasi hal ini adalah bahwa dalam mengaplikasi
suatu sistem akuntansi manajemen yang inovatif top manajemen hendaknya
tidak memaksakan sistem akuntansi manajemen yang didesainnya. Sehingga
untuk penelitian berikutnya variabel desain sistem akuntansi manajemen inovatif
menjadi variabel yang dapat diuji dampaknya terhadap variabel-variabel dalam
penelitian ini.
55
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA PENGAUDITAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:
57
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
BAB 4
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA PENGAUDITAN
1. Audit Laporan Keuangan
Menurut Boynton dan Kell (2003), terdapat tiga tipe audit, yaitu:
a. Audit laporan keuangan (financial statement audit), berkaitan dengan
kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan
entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-
laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
b. Audit kepatuhan (compliance audit), berkaitan dengan kegiatan memperoleh
dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan
atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan ketentuan, atau
peraturan tertentu.
c. Audit operasional (operational audit), berkaitan dengan kegiatan
memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas
kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan
tertentu.
59
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
60
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
61
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
62
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
63
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
64
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
65
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
66
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
120 hari setelah tanggal laporan tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal 30
September 2003, BAPEPAM merevisi peraturan tersebut, dengan dikeluarkannya
lampiran surat keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Keputusan 36/PM/2003 yang
menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan
akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada BAPEPAM
selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan
keuangan tahunan (Sovie, 2005).
Setiap emiten dan perusahaan publik yang pernyataan pendaftarannya
telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan keuangan berkala kepada
BAPEPAM sebanyak 4 (empat) eksemplar, sekurang-kurangnya 1 (satu) dalam
bentuk asli. Laporan keuangan yang harus disampaikan ke BAPEPAM terdiri dari
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan
atas laporan keuangan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang
berwenang sesuai dengan jenis industrinya.
Laporan keuangan tahunan wajib diumumkan kepada publik dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Perusahaan wajib mengumumkan neraca, laporan laba rugi dan laporan
lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenangsesuai dengan jenis
industrinya dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian
berbahasa Indonesia yang satu diantaranya mempunyai peredaran
nasional dan lainnya yang terbit di tempat kedudukan emiten atau
perusahaan publik, selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah
tanggal laporan keuangan tahunan.
2. Bentuk dan isi neraca, laporan laba rugi, dan laporan lain yang
dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industri
yang diumumkan tersebut harus sama dengan yang disajikan dalam
67
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
68
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
4. Audit Delay
Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal
yang sangat penting khususnya untuk perusahan-perusahan publik yang
menggunakan pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan. Beaver
(1968) dalam Givoly dan Palmon (1982) memberikan bukti empiris berkaitan
dengan isi informasi keuangan yang berupa pengumuman laba, dimana investor
akan menunda pembelian atau penjualan sekuritasnya sampai dengan
diterbitkannya laporan keuangan auditan perusahaan. Manajer perusahaan akan
sangat menghargai jika auditor mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Namun auditor memerlukan waktu yang cukup untuk dapat megumpulkan bukti-
bukti kompeten yang dapat mendukung opininya. Lamanya waktu penyelesaian
audit diukur dari berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal
ditandatanganinya laporan audit (tanggal opini) selanjutnya disebut sebagai audit
delay.
Audit delay atau dalam beberapa penelitian sebagai audit reporting lag
didefinisikan sebagai selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal sampai
dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Definisi ini digunakan oleh Casrlaw
dan Kaplan (1991); Ansah (2000); Hossain dan Taylor (1998); Halim (2000); serta
Ahmad dan Kamarudin (2001). Dyer dan McHugh (1975) membagi keterlambatan
atau lag menjadi:
1. preliminary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai
dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar
modal.
2. auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal
sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.
3. total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan
tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal.
69
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
70
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
71
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
6. Contoh Penelitian
Pengaruh Identifikasi Auditor atas Klien Terhadap Objektivitas Auditor
dengan Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image sebagai
Variabel anteseden
(Penelitian terhadap Auditor Kantor Akuntan Publik yang Listed di BEI
dengan Pendekatan Partial Least Square)
EWING YUVISA I
Universitas Panca Marga-Probolinggo
H. Abdul Rohman
Universitas Diponegoro Semarang
Hj. Rr SRI HANDAYANI
Universitas Diponegoro Semarang
ABSTRACT
72
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
1. PENDAHULUAN
Topik independensi akuntan publik telah banyak ditulis dalam berbagai
tulisan (Novianty, 2001; Johnstone dkk, 2001; Libby dkk. 2002; Maria &
Pinnarwan, 2003). Di satu pihak, topik ini menempati posisi sentral dalam literatur
pengauditan, namun di pihak lain, topik ini juga yang paling sering memicu
perdebatan mengenai regulasi auditor. Terutama mengenai permasalahan
independensi auditor dan sifat alamiah dari hubungan yang terjadi antara auditor
dengan kliennya (familiaritas). Familiaritas auditor dengan klien inilah yang
kemudian diidentifikasi oleh Dewan Standard Independensi (Independence
Standard Board / ISB) sebagai salah satu dari lima ancaman terhadap
independensi auditor (ISB, 2000).
Untuk menjaga independensi dan obyektivitas auditor, maka Sarbanes
Oxley Act 2002 melarang auditor untuk melakukan berbagai aktivitas konsultasi di
luar jasa audit dan semakin mengetatkan peraturan akan rotasi auditor (Bamber
& Iyer, 2005). Menurut Bamber dan Iyer (2005), terdapat asumsi yang belum diuji
terkait dengan peraturan baru tersebut, yaitu apakah tingkat kedekatan antara
auditor dengan klien menjadi tidak layak karena dapat merusak obyektivitas
auditor dalam melakukan pekerjaan audit yang pada akhirnya akan memberikan
kontribusi terhadap terjadinya kegagalan audit seperti yang terjadi pada sejumlah
skandal keuangan: Waste Management, WorlCom, Global Croossing,
MicroStrategy, dan Enron.
Namun, seorang auditor harus terbiasa (familiar) terhadap kliennya.
Dengan terbiasa maka auditor dapat memahami klien dengan cukup baik guna
perencanaan dan melakukan proses audit yang efektif dan efisien (AICPA
Professional Standards, AU 311). Konflik yang terjadi antara: (1) kebutuhan
auditor untuk menjadi lebih familiar dengan klien guna melakukan proses audit
yang tepat, dan (2) ancaman terhadap obyektivitas auditor dari familiaritasnya
terhadap klien, yang mengarahkan pada kritik yang menyatakan bahwa tidaklah
mungkin untuk mengharapkan auditor untuk melakukan penilaian yang bersifat
obyektif dan tidak bias (Bazerman dkk, 2002).
Ketika hubungan klien suatu KAP telah berlangsung bertahun-tahun,
klien dapat dipandang sebagai sumber pendapatan yang berlangsung terus, yang
secara potensial dapat mengurangi independensi KAP. Imhof (2003) menyatakan
satu penyelesaian pada masalah independensi KAP adalah dengan rotasi KAP
yang bersifat mandatory. Rotasi KAP setiap tiga tahun dapat menjadi satu-
satunya perubahan yang paling effektif untuk meningkatkan independensi (Imhof,
2003).
Di Indonesia, rotasi KAP bersifat mandatory dengan ditetapkannya
Keputusan Menteri Keuangan nomor: 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan
publik dan direvisi dengan keputusan menteri keuangan nomor 359/KMK.06/2003
73
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
74
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
75
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Rumusan Masalah
Berangkat dari fakta di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini dinyatakan sebagai berikut:
1. Apakah Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image berpengaruh
terhadap Identifikasi Klien oleh auditor?
2. Apakah Identifikasi Klien oleh auditor berpengaruh terhadap tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence)?
3. Apakah Indentifikasi secara Profesional berpengaruh terhadap tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence)?
4. Apakah lamanya keterikatan KAP bekerja untuk klien (Firm Tenure)
berpengaruh terhadap tingkat kemudahan auditor dalam menyetujui
permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence)?
5. Apakah pengalaman auditor (Auditor Experience) berpengaruh terhadap
tingkat kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s
Client Acquiescence)?
6. Apakah ukuran perusahaan klien (Client Size) berpengaruh terhadap tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence)?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris
pengaruh hubungan antara:
a. Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image berpengaruh
terhadap identifikasi klien oleh auditor;
b. Identifikasi klien oleh auditor dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence);
c. Identifikasi secara profesional dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence);
d. Pengalaman auditor dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence);
e. Lamanya keterikatan auditor bekerja untuk klien dengan tingkat
kemudahan auditor dalam menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client
Acquiescence);
f. Ukuran perusahaan klien dengan tingkat kemudahan auditor dalam
menyetujui permintaan klien (Auditor’s Client Acquiescence).
76
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
Identifikasi Klien
Teori Identitas Sosial memprediksikan bahwa pegawai dalam sebuah
perusahan jasa yang memiliki identifikasi langsung dengan klien akan menjadi
bagian utama dalam pekerjaan mereka dan akan menjadi awal dari sebuah
proses identifikasi terhadap klien. Auditor mungkin akan bekerja dengan klien
untuk periode waktu yang sangat lama dan dilakukan berulang-ulang dengan
basis tahunan. Untuk melakukan proses auditing yang efektif dan efisien, maka
auditor harus memahami bisnis klien, sistem informasi akuntansi serta
mengetahui siapa yang menjadi karyawan inti atau karyawan kunci (AICPA
Professional Standards, AU 311). Auditor juga akan memandang kliennya
sebagai sebuah perusahan yang berpotensi besar di masa yang akan datang
yang akan terus mempekerjakan mereka. Oleh karena itulah auditor akan
cenderung melakukan identifikasi terhadap klien.
77
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Hipotesis Penelitian
Variabel Anteseden
Teori Identitas Sosial menjelaskan tentang pengaruh identifikasi auditor
terhadap klien dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, lamanya auditor berhubungan
dengan klien (auditor tenure), pentingnya klien (client importance) dan kesan klien
(client image).
a. Lamanya Auditor Berhubungan dengan Klien (Auditor Tenure)
Lamanya seorang auditor bekerja dan berhubungan dengan klien
(auditor tenure), yaitu lamanya waktu seorang auditor bekerja dalam kontrak.
Duton dkk (1994) menyatakan bahwa semakin lama seseorang berada dalam
organisasi atau perusahan maka dia akan semakin menjadi bagian dalam
perusahaan atau organisasi tersebut untuk kategorisasi pribadi. Sejumlah studi
yang ada menemukan adanya peningkatan waktu bekerja dengan identifikasi
organisatoris (O’Reilly dan Chatman, 1986; Mael dan Ashforth, 1992).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bamber dan Iyer (2005)
menunjukkan tiga variabel dalam Teori Identitas Sosial yang menjelaskan dan
meningkatkan identifikasi klien oleh auditor. Lama keterikatan auditor mengaudit
klien, pentingnya klien bagi auditor dan kesan atas klien. Semua variabel ini
berhubungan secara signifikan dengan semakin tingginya identifikasi klien oleh
auditor. Sehingga hipotesis pertama penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1a: Identifikasi auditor terhadap klien akan meningkat seiring dengan
makin lamanya hubungan auditor dengan pihak klien.
78
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
79
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
H3: Persetujuan auditor terhadap perlakuan yang diinginkan oleh klien akan
menurun seiring dengan keberadaan mereka dalam mengidentifikasi klien.
Riset terkini (Bamber dan Iyer, 2002; Imhoff, 2003; Moon, 2005)
menemukan bahwa lamanya keterikatan auditor bekerja pada perusahaan klien
80
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
81
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Libby, 1997; Moreno dan Bhattacharjee, 2003). Ringkasnya, Bamber & Iyer
(2002) menjelaskan bahwa obyektivitas auditor akan rusak oleh ukuran
perusahaan klien, tetapi akan semakin membaik/meningkat seiring dengan
bertambahnya pengalaman auditor.
3. METODE PENELITIAN
Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilakukan secara
cross sectional untuk menguji hipotesis (hypothesis testing) dengan melakukan
pengujian hubungan terhadap semua variabel yang diteliti (casual research).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor pelaksana yang terdiri dari
auditor junior, senior, supervisor dan manajer pada seluruh di Kantor Akuntan
Publik (KAP) di Indonesia. Sedangkan sampelnya adalah auditor dari KAP yang
terdaftar di Direktori KAP dan juga terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM).
Jumlah auditor tiap kantor akuntan publik tidak diketahui, maka sesuai
saran (Sekaran, 2003), elemen dalam populasi tersebut tidak mempunyai
probabilita untuk dipilih sebagai subjek sampel, maka metode sampling yang
dipilih adalah non probabilitas. Oleh karena populasi sudah memenuhi kriteria
yang diharapkan yaitu auditor pelaksana dan tidak ada kriteria khusus sebagai
pertimbangan penentuan sampel, maka teknik sampling yang digunakan adalah
convinience sampling.
Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah auditor dari 199 KAP
yang diperoleh dari website bapepam (www.bapepam.go.id/neoakuntanpublik).
Data untuk penelitian ini adalah data primer dalam bentuk persepsi responden
dikumpulkan dengan metode mail survey. Response rate dalam penelitian ini
82
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
adalah 20,8% dari jumlah total kuesioner yang dikirimkan yaitu sebanyak 500
kuesioner.
Gambar 2.1.
Model Penelitian
Auditor
Tenure
(H1a) +
+
Client + Auditors
Client + Identificatio Client
Importance n Acquiescence
(H1b) (H2)
-
Client + -
Image
(H1c) Profesional Auditor
Identification Experience
(H3) (H5b)
83
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Auditor tenure
Auditor tenure diartikan sebagai periode keterikatan antara auditor
dengan klien, yaitu lamanya auditor mengaudit pada perusahaan klien.
Responden mengindikasikan lamanya mereka bekerja untuk klien dalam hitungan
jumlah tahun.
Client Image
Kesan klien (client image) merupakan persepsi mengenai klien yang
akan mempengaruhi identifikasi klien, dimana dalam Teori Identitas Sosial
dijelaskan bahwa kesan yang ditimbulkan klien merupakan faktor penentu yang
penting dari identitas sosial. Individu akan cenderung mengidentifikasi kelompok
yang memiliki kesan menarik sehingga hubungan dengan kelompok tersebut
akan meningkatkan kesan individu dan harga diri (Wan-Higgins dkk, 1988).
Instrumen variabel Client Image terdiri dari 3 item pertanyaan yang
diadopsi dari skala organization image (Mael dan Ashforth, 1992; Iyer dkk, 1997)
untuk mengukur image dari klien dengan menggunakan skala likert poin lima dari
nilai satu jika sangat tidak setuju hingga nilai lima jika sangat setuju.
84
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
Analisis Data
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan pendekatan Structural
Equation Model (SEM) dengan menggunakan software Partial Least Square
(PLS). PLS adalah model persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen
atau varian (variance). Menurut Ghozali (2006) PLS merupakan pendekatan
alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariance menjadi
85
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
86
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
TABEL 2
HASIL UJI RELIABILITAS
Average
Composite
Konstruk Variance Ket
Reliability
Extracted
87
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
88
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
TABEL 5
89
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Hipotesa awal dari studi ini mencoba untuk menelaah dan meneliti
variabel anteseden dari identifikasi klien. Dan sesuai dengan hasil sebelumnya
yang menemukan bukti adanya identifikasi auditor dengan klien, Gambar 1 (dan
Tabel 5) menunjukkan tiga faktor dalam Teori Identitas Sosial yang menjelaskan
dan meningkatkan identifikasi klien oleh auditor. Jumlah tahun dimana auditor
mengaudit klien menunjukkan ada pengaruh positif 0,395 dengan nilai T-Statistic
sebesar 3,790 dan signifikan pada 0,05. Nilai t-statistik tersebut berada jauh di
atas nilai kritis ± 1,645 (1-tailed), dengan demikian hipotesis pertama dapat
diterima. Pentingnya Klien (Client Importance-CI) terhadap Client Identification
(CID) menunjukkan ada pengaruh positif (0,212), dengan nilai t-statistik sebesar
1,418 tetapi tidak signifikan pada alpha 0,05. Nilai t-statistik tersebut berada di
bawah nilai kritis ± 1,645 (1-tailed) dengan tingkat signifikansi berada di atas nilai
signifikan 0,05, dengan demikian H1b tidak dapat diterima. Client Image (CM)
terhadap Client Identification (CID) menunjukkan pengaruh positif 0,407, nilai t-
statistik sebesar 2,678 < 1,645 (1-tailed) dan signifikan pada alpha 0,05. Dengan
demikian hipotesis 1c (H1c) dapat diterima. Semua variabel ini berhubungan
secara signifikan dengan semakin tingginya identifikasi klien oleh auditor. Hasil
akhir yang diperoleh memberikan dukungan terhadap H 1a, H 1b, dan H 1c.
Dengan adanya bukti yang menyatakan bahwa auditor akan
mengidentifikasi kliennya maka sangatlah penting untuk memastikan apakah
identifiaksi klien ini bisa berkompromi dengan obyektivitas auditor, seperti yang
diprediksi dalam Teori Identitas Sosial. Sebagaimana hipotesa (H2) yang
menyatakan bahwa identifikasi klien akan merusak obyektivitas auditor. Artinya
adalah bahwa persetujuan auditor sesuai dengan permintaan klien akan
90
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
91
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
92
BAB 4: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PENGAUDITAN
auditor yang dapat mengimbangi ancaman ini. Salah satunya adalah faktor
dimana identifikasi profesional yang dimiliki oleh auditor. Identifikasi profesional
dapat meningkatkan dan mendorong perilaku profesional dan obyektivitas
seorang auditor.
93
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:
95
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
BAB 5
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
97
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
98
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
99
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
100
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
dahulu sebelum dicatat. Jika data jauh dari lokasi pemrosesan, maka data
harus ditransmisikan lebih dahulu.
2. Pemrosesan Data
Pemrosesan data terdiri atas proses pengubahan input menjadi
output. Fungsi pemrosesan data terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengklasifikasian atau menetapkan data berdasar kategori yang telah
ditetapkan.
2. Menyalin data ke dokumen atau media lain.
3. Mengurutkan, atau menysusn data menurut karaktersitiknya.
4. Mengelompokkan atau mengumpulkan transaski sejenis.
5. Menggabungkan atau mengkombinasikan dua atau lebih data atau arsip.
6. Melakukan penghitungan.
7. Peringkasan, atau penjumlahan data kuantitatif.
8. Membandingkan data untuk mendapatkan persamaan atau perbedaan yang
ada.
3. Manajemen Data
Fungsi manajemen data terdiri atas tiga tahap, yaitu: penyimpanan,
pemutakhiran dan pemunculan kembali (retrieving). Tahap penyimpanan
merupakan penempatan data dalam penyimpanan atau basis data yang
disebut arsip. Pada tahap pemutakhiran, data yang tersimpan diperbaharui
dan disesuaikan dengan peristiwa terbaru. Kemudian pada tahap retrieving,
data yang tersimpan diakses dan diringkas kembali untuk diproses lebih lanjut
atau untuk keperluan pembuatan laporan. Manajemen data dan pemrosesan
data mempunyai hubungan yang sangat erat. Tahap pengelompokkan data
dan pengurutan data dari fungsi pemrosesan data, misalnya sering dilakukan
sebagai pendahuluan sebelum dilakukan tahap pemutakhiran dalam fungsi
manajemen data. Manajemen data dapat dipandang sebagai bagian dari
pemrosesan data. Manajemen data akan menunjang pencapaian efisiensi
101
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
102
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
103
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
pelanggan. TI memicu adanya value system. Oleh karena itu, sistem informasi
suatu entitas dapat manjadi sistem informasi entitas lain, maka akan
menimbulkan share interest secara efisien.
EDI memberikan keuntungan efisiensi bagi pelanggan dan pemasok.
Jika pelanggan dapat melihat ke belakang melalui keseluruhan rantai sediaan
dan pemasok dapat melihat ke depan keseluruhan rantai pelanggan, maka
kondisi ini akan menimbulkan keseluruhan rantai hubungan.Bagi entitas,
informasi yang terintegrasi melalui seluruh rantai hubungan bisnis akan
menimbulkan keuntungan strategik untuk memaksimumkan value bagi
pelanggan. Rantai hubungan bisnis ini akan mengarahkan perhatian utama setiap
entitas pada kebutuhan pelanggan (customers focus), bukan pada kepentingan
individu related entities.
Entitas dimungkinkan memiliki informasi secara real-time, dan beberapa
bentuk pelaporan real-time kepada investor, kreditor, dan pemakai lainnya
menjadi suatu yang biasa. Teknologi informasi masa depan akan menyebabkan
model aliran informasi di atas menjadi ketinggalan jaman. Informasi masa depan
akan disajikan secara virtual atau merupakan information-dual (Elliot, 1994).
Manajemen membutuhkan sistem informasi yang bersifat strategik sampai yang
bersifat operasional. Penerapan teknologi informasi (seperti EDI) dalam SIA akan
menjadikan SIA sebagai
sistem informasi strategik (SIS) untuk menciptakan information-dual.
Information-dual akan dapat mempengaruhi semua organisasi yang
menghasilkan output secara virtual. Informasi ini dapat digunakan dalam
pengukuran pertanggungjawaban internal dan eksternal. Information-dual
menyebabkan perubahan besar lingkungan manajemen dan
pertanggungjawaban.
Sistem informasi ini dapat dianalogikan dengan sistem sensor pemanas,
kebakaran dan banjir yang ditempatkan di setiap rumah. Untuk merealisasi
104
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
information dual, alat sensor akan memonitor dan menangkap sinyal suatu
kejadian dan memrosesnya secara real-time. Dengan demikian, manajemen
dapat mencegah suatu proses menjadi semakin buruk dan mengubah
tindakannya secara cepat dengan memonitor proses-proses secara real-time.
Sistem informasi strategik akan didukung dengan terbentuknya sistem informasi
operasi, system informasi akuntansi manajemen, dan sistem informasi akuntansi
keuangan, bahkan system informasi tersebut menjadi sistem informasi strategik
itu sendiri.
105
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
106
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
107
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
108
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
109
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
110
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
operasi yang dapat diminta oleh operator dan operator tinggal memilih operasi
yang dikehendaki.
111
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Kapasitas untuk menyimpan, mencatat dan mencetak data menjadi sangat besar
karena data disimpan dalam bentuk elektromagnetik. Oleh karena itu, di samping
laporan utama komputer dapat diprogram untuk menghasilkan laporan-laporan
tambahan lainnya termasuk rincian-rincian yang diperlukan. Namun demikian,
karena semua data tidak terekam dalam bentuk yang dapat dibaca oleh manusia,
kegagalan komputer (computer failure) dapat merunyamkan perusahaan karena
data dapat rusak atau hilang atau tidak dapat dibaca kembali. Itulah sebabnya
diperlukan suatu mekanisme backup. Manipulasi dengan komputer dan kejahatan
dengan komputer (computer crime) juga merupakan ancaman bagi perusahaan
yang mengandalkan operasi dan pencatatan keuangannya dengan komputer.
Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengendalian internal dan computer
security yang memadai. Penggunaan password merupakan salah satu cara
pengendalian agar tidak setiap orang dapat mengubah atau memasukkan angka
ke dalam sistem komputer.
Perusahaan harus tahu benar manfaat digunakannya komputer dan
harus yakin bahwa yang diproses dengan komputer adalah data-data yang benar-
benar diperlukan dalam rangka menghasilkan informasi untuk kepentingan
perusahaan. Yang lebih penting adalah informasi apa yang harus diproses bukan
bagaimana memprosesnya. Kalau yang dimasukkan dalam computer adalah data
yang tidak mempunyai kualitas informasi, keluaran komputer juga merupakan
data yang tidak bermanfaat betapapun rapi dan indah hasil cetakannya Pemeo
untuk mengatakan hal tersebut adalah garbage-in, garbage-out (GIGO).
112
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
113
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
114
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
115
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
116
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
3. Contoh Penelitian
Model Komitmen Multidimensional atas Pilihan Adopsi Sistem dan
Perilaku Pemraktikan
(Studi Empiris di Jogyakarta)
Sumiyana
Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada
Abstrak:
Penelitian ini memvalidasi konstruk komitmen pemakai dengan fokus
sentral perilaku harapan pemilihan dan menguji pengaruhnya terhadap adopsi
sistem dan perilaku pemakaiannya. Demikian juga, penelitian ini membuktikan
secara empiris bahwa norma personal dan norma sosial memiliki peran dalam
pengaruh ke pemakaian sistem. Beserta rinciannya bahwa terdapat dua kutub,
yakni identifikasi dan internalisasi sebagai komitmen afeksi dan kepatuhan
sebagai komitmen berkelanjutan (Kelman‟s Social Influence Theory). Kedua
kutub ini juga mendorong atau memotivasi pemanfaatan pilihan penggunaan
sistem.
Kemanfaatan penelitian ini membuktikan bahwa sistem informasi tidak
pernah mampu meningkatkan kinerja organisasi atau kinerja manajerial, tetapi
mengisyaratkan bahwa kinerja organisasional hanya mampu terealisasi melalui
identifikasi, internalisasi, dan kepatuhan atas perilaku yang telah terbawa
(termaktub). Suksesnya sebuah sistem bergantung kepada harapan pilihan
pemakai selama adopsi sistem dan kepada harapan pemraktikan sistem
informasi yang lebih luas. Oleh karena itu, komitmen pemakai menjadi kunci
pokok untuk terimplementasinya sebuah sistem informasi.
I. Pendahuluan
Sistem informasi akuntansi dan manajemen yang dipakai oleh
perusahaan tidak lain dimaksudkan untuk memaksa manajemen melakukan
aktivitas atau kerja tertentu. emakaian sistem informasi ditengarai dengan prinsip
yang mampu memotivasi pemakai sistem untuk bertindak sesuai dengan
(comply) dan sesuai (conform) keyakinannya atas pentingnya sistem informasi
tersebut. Terkait dengan konsep ini, penelitian-penelitian memfokuskan ke
bagaimanakah pemakai sistem memiliki keyakinan dalam pengaruhnya untuk
mengadopsi dan menggunakan sistem dan teknologi (Lewis W., et.al. (2003),
Vankatesh, V., & Davis, FD. (2000)
Lain halnya yang difungsikan untuk pelaksanaan pekerjaan, perusahaan
mengimplementasi sistem informasi dikaitkan dengan dasar pilihan tindakan
117
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
118
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
119
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
120
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memfokuskan untuk menguji:
1. Komitmen pemakai, yang berupa internalisasi dan identifikasi serta
kepatuhan, yang perlu diuji sebagai akibat dari masih banyaknya kesen-
jangan sistematik konstruk penelitian atas pengaruh kritis dalam perilaku
pemakaian sistem informasi
2. Penekanan hasil tingkat pelekatan psikologis (pam: psychological attach-
ment models) sebagai pilihan aktif yang dibuat oleh pemakai sistem dalam
hal yang berdasar keyakinan (beliefs) pemakai dan pengaruh sosial untuk
mempraktikan sistem
121
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Gambar 1.a.:
Model Psikologis Lekatan untuk Setiap Variabel Faktor Komitmen
122
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
Gambar 1.b.:
Model Psikologis Lekatan dalam Satu Sudut Pandang “Variabel Komitmen”
123
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Arah dan pengaruh sesuai dengan Teori Pengaruh Sosial Kelman, Model
Psikologis Lekatan dan rerangka pengembangan teoritis di dalam penelitian ini.
Arah dan pengaruhnya dihipotesiskan ke dalam tabel sebagai berikut ini.
Tabel 1:
Arah dan Pengaruh Adopsi Pilihan Sistem dan Model Komitmen Pemakai Sistem
Hubungan yang tergambar di atas beserta arah dan pengaruh adopsi pilihan
sistem dan model komitmen pemakai sistem dikonstruksikan ke dalam wujud
hipotesis, sebagai berikut:
124
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
125
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Skala Pengukuran
Skala pengukuran untuk Kebermanfaatan Persepsian (KP), Mudah
Penggunaan Persepsian (MPP), Sikap Terhadap Penggunaan (STP), dan Intensi
Keperilakuan (IK) diadapsi dari penelitian-penelitian sebagai berikut.
126
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
Properti Pengukuran
Properti pengukuran untuk reliabilitas konsistensi internal dan validitas konstruk
dilakukan dengan metoda-metoda sebagai berikut.
1. reliabilitas konsistensi internal dengan Conbrach Alpha dengan nilai pisah-
batas sebesar 0,70
2. validitas diskriminan dan konvergensi dengan korelasi “with-in construct”
dan “cross construct”
3. validitas konstruk diuji dengan rotasi varimax di dalam uji EFA (exploratory
factor analysis) atau CFA (confirmatory factor analysis) untuk menjadikan
faktor variabelnya dengan pisah-batas 0,35 sebagai titik terendah. Sisi se-
lanjutnya, untuk pengujian validitas konstruk korelasiannya dan validitas
nomological dilakukan dengan metoda-metoda sebagai berikut. : validitas
nomological membasiskan ke model dalam penelitian ini fit untuk diuji
dengan SEM (structural equation model), yakni:dengan � kesesuaian
model (model- fit) diuji dengan CFI (comparative fit index); GFI (goodness
fit index), RMSEA (root mean square error of approximation), dan CAIC
(consisten akaike information criterion)
127
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
128
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
Tabel 4:
129
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Uji Nomological
Uji terhadap validitas nomological dilakukan untuk menguji kesesuaian
struktur model. Yang artinya, model yang disajikan valid (fit) strukturnya.
Sehingga, penelitian ini sah dilakukan karena modelnya telah sesuai dengan
kriteria yang ditentukan dalam validitas model (SEM: structural equation model).
Kriteria yang secara lazim digunakan adalah dalam ukuran-ukuran comparative
fitt index (CFI), goodness-of-fit index (GFI), root mean square error of
approximation (RMSEA), dan consistent Akaike information criterion (CAIC).
Kriteria di dalam model dinyatakan valid dan sah jika CFI > 0,95, GFI > 0,90, and
RMSEA < 0,06 (Bearden, et. al. (1993), Hu, and Bentler (1999)).
Penelitian ini menemukan bahwa, di dalam uji pertama yang memisahkan
untuk setiap faktor psikologis lekatan, CFI sebesar 0,830 (>0,95), GFI sebesar
0,968 (>0,90), RMSEA sebesar 0,149 (<0,06), dan CAIC sebesar 186.088, serta
Chi-Square sebesar 34.581 (0,000). Sedangkan, uji kedua dalam kondisi struktur
psikologis lekatan disatukan (menjadi satu variabel pengukur yakni “komitmen”)
menghasilkan temuan CFI sebesar 0,965 (>0,95), GFI sebesar 0,994 (>0,90),
RMSEA sebesar 0,063 (<0,06), dan CAIC sebesar 99.760, serta Chi-Square
sebesar 4.126 (0,027).
130
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
Tabel 6
Hasil Uji Hipotesis
131
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Tabel 7:
Hasil Ringkasan Pengaruh dan Arah PrediksiKebermanfaatan Persepsian
Mudah Penggunaan PesepsianSikap Terhadap Penggunaan Sistem
Intensi Keperilakuan
132
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
Kontribusi Penelitian
Penelitian ini mengkonvergensi teori pengaruh sosial dan pelekatan
faktor psikologis (Teori Pengaruh Sosial Kelman‟s) terhadap keberhasilan
pemraktikan sistem. Dengan ketiga faktor internalisasi, identifikasi dan kepatuhan
yang berkristal menjadi satu faktor yang disebut komitmen. Dari sisi individu
dapat dinyatakan bahwa individu terpengaruh untuk melakukan pekerjaan dalam
pemraktikan sistem karena adanya nilai-nilai individu yang sesuai dengan sistem
dan harapan imbalan yang akan diterimanya (faktor psikologis diri individu), serta
komitmen keberlanjutan yang berasal dari individu lain atau manajer (faktor
pengaruh sosial dari luar individu) untuk memaksa mempraktikan sistem
informasi yang diadopsi.Kurang atau senjangnya faktor psikologis diri individu
berpengaruh terhadap tidak efektifnya proses terimplementasinya sistem
informasi. Guna mempertajam adopsi sistem dan implemntasiannya, perlu
dilengkapi dengan faktor pengaruh sosial dari individu lain yang difungsikan
sebagai komplemen keberhasilan penerapan sistem informasi. Oleh karena itu,
norma sosial yang mempengaruhi adopsi pemakaian sistem dan pemraktikan
133
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Implikasi Praktis
Berhasil atau tidaknya pengadopsian sistem dan pemraktikan sistem
bergantung kepada individu. Wujud individu dipandang dari sisi psikologis lekatan
yang disebut komitmen keperilakuannya. Sifat dasar psikologis lekatan adalah
secara natural proses pembentukan ke individu, sehingga sulit dipengaruhi dan
memerlukan waktu yang cukup lama proses pembentukannya. Di samping itu,
wujud individu dapat dipengaruhi di dalam adopsi dan implementasi pemraktikan
sistem melalui katalisator dari sisi sosiologis. Wujud keperilakuannya dalam
bentuk kepatuhan (komitmen keberlanjutan) yang berasal dari manajer atau
orang lain. Sifat dasar kepatuhan ini adalah dapat seketika dibentuk untuk
berkomitmen di dalam adopsi sistem dan pemraktikan sistem informasi. Kedua
faktor, psikologis lekatan dan sosiologis, membentuk satu kesatuan konsep yang
disebut komitmen.
Tidak sepenuhnya berpengaruh atas imbalan yang diberikan kepada individu
apabila tidak dilengkapi dengan proses penyesuaian nilai-nilai individu dan
harapan atas hasil penerapan sistem. Berbasis terhadap sifat dasar, proses
perekayasaan komitmen untuk beradopsi dan berpraktik sistem informasi bagi
individu terletak hanya di faktor pengaruh sosial ini. Apabila berhasil
perekayasaannya, maka pengaruh sosial mempengaruhi perilaku individu untuk
berkomitmen dan selanjutnya untuk mengadopsi sistem dan mempraktikan
sistem. Oleh karena itu, satu-kesatuan konsep komitmen menghendaki adanya
sosio-psikologis, dalam tiga faktor internalisasi, identifikasi, dan kepatuhan. Hal
ini dapat dinyatakan bahwa sistem secara personal harus bermanfaat penuh dan
secara sosial harus memberikan nilai riil atas kebermanfaatan penerapan sistem.
Sebaliknya, apabila diperhatikan secara cermat, apabila komitmen
psikologis lekatan tidak mampu sepenuhnya mempengaruhi kinerja adopsi sistem
dan pemraktikan sistem, maka perlu didesain sistem imbalan yang mampu
mempengaruhi sepenuhnya bagi individu untuk berkinerja. Oleh karena itu,
pengaruh sosial dapat disebut sebagai perlu tetapi tidak sepenuhnya konsisten
dengan kinerja secara riil. Pandangan yang lain dapat disajikan bahwa psikologis
lekatan memmberikan kemanfaatan atas sistem yang dapat sepenuhnya
dipraktikan atau diadopsi, tetapi individu dapat menolaknya karena tidak
senyatanya mereka memperoleh imbalan yang memadai baik dalam bentuk
imbalan materi ataupun imbalan non materi yang memadai.
134
BAB 5: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
Keterbatasan Penelitian
Model komitmen yang diteliti di dalam penelitian ini memiliki
keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatsan konsepsualiasi komitmen maupun
keterbatasan validasi konstruk komitmen pemakai untuk adopsi dan pemraktikan
sistem. Keterbatasan penelitian ini disajikan untuk para peneliti dan penelitian-
penelitian berikutnya yang memfokuskan penelitiannya di komitmen, khususnya
di bidang psikologis lekatan. Keterbatasannya adalah sebagai berikut.
1. Inferensi sampel yang mendasarkan ke teritorial untuk perbankan umum
dan perkreditan rakyat di daerah Jogyakarta. Seluruh bank, baik bank
umum maupun perkreditan di Jogyakarta telah sadar menerapkan sistem
informasi akuntansi dan lainnya yang cukup lama dan dapat dipandang te-
lah mapan. Kondisi ini menyebabkan internalisasi dan identifikasi yang te-
lah merasuk ke dalam individu cukup tajam dan lama.
2. Nilai-nilai individu, harapan kemanfaatan pemraktikan sistem dan kepatu-
han terhadap grup atau orang lain berkembang secara dinamis dan tidak
statis. Penelitian dengan model konstruk semacam ini tidak mampu
perkembangan dinamis keperilakuan individu, karena individu selalu ber-
gerak untuk penciptaan, berbagi sumberdaya dan pembaharuan sistem.
3. Tidak selalu benar bahwa komitmen berkelanjutan (kepatuhan) terhadap
Mudah Penggunaan Persepsian (MPP), Kebermanfaatan Persepsian
(KP),Sikap terhadap Penggunaan (STP), dan Intensi Keperilakuan (IP)
selalu dalam arah negatif. Keterbatasan penelitian ini disebabkan oleh
kemungkinan adanya sistem insentif atau imbalan dalam bentuk lain yang
mampu mempengaruhi seluruh variabel di atas menjadi berpengaruh
secara searah positif.
VII. Simpulan
Inti dari sebuah adopsi dan pemraktikan sistem bukan terletak di teori
ataupun di psikologi dan di penelitian empiris, tetapi lebih menekankan ke
terrealisasinya adopsi dan pemraktikan sistem informasi secara riil.
Terrealisasinya adopsi dan penerapan sistem sangat bergantung ke keperilakuan
manusia di dalam organisasi. Perilakunya sangat didominasi oleh keyakinan
(beliefs). Keyakinan ini tiada lain terdiri dari dua jenis keyakinan, yakni keyakinan
milikan diri sendiri dan keyakinan pengaruhan orang atau grup lain. Keyakinan
milikan diri sendiri terdiri dari dua jenis yaitu internalisasi dan identifikasi,
sedangkan keyakinan pengaruhan orang lain berwujud komitmen berkelanjutan
atau kepatuhan. Kedua keyakinan ini bersatu dalam aspek konsep psikologis
kognitif dan keperilakuan yang disebut komitmen. Dengan demikian, penelitian ini
mampu melengkapi konseptualisasi komitmen.
Komitmen memerankan pengaruh yang sangat vital terhadap seluruh
variabel yang dikonstruksikan di dalam penelitian ini. Artinya bahwa komitmen
135
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
136
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:
137
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
BAB 6
DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN
PADA SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN
1. Konsep Dasar Sistem Pengendalian Manajemen
1.1. Latar Belakang Pengendalian
1.1.1. Pengendalian dan Pengawasan
Pengendalian (control) merupakan bagian dari fungsi manajemen. Fungsi
manajemen meliputi: Planning, Organizing, Staffing, Leading, and Controlling
(Leslie W.Rue and Lloyd L. Byars, 2000). Fungsi controlling berperan untuk
mendeteksi deviasi atau kelemahan yang perbaikan terhadapnya menjadi umpan
balik dari suatu kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap
pelaksanaan. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi controlling adalah menciptakan
standar atau kriteria, membandingkan hasil monitoring dengan standar,
melakukan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, merevisi dan
menyesuaikan metode pengendalian sebagai respon atas hasil pengendalian dan
perubahan kondisi, serta mengkomunikasikan revisi dan penyesuaian tersebut ke
seluruh proses manajemen.
139
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
140
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
141
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
142
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
143
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
144
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
145
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
146
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
147
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
148
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
149
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
biaya yang minimal. Contoh kegiatan yang efisien adalah apabila sebuah
tim audit menghasilkan laporan hasil audit dengan biaya pemeriksaan yang
lebih rendah dari standar biaya khusus untuk pemeriksaan tersebut.
Setiap organisasi seharusnya memiliki kriteria pengukuran untuk
menilai tingkat keekonomisan dan efisiensi operasinya. Dalam dunia bisnis,
kriteria penilaian kehematan dan efisiensi tercermin dalam laporan
keuangannya. Namun demikian, bagi organisasi nirlaba, termasuk
organisasi pemerintah, kriteria penilaian dituangkan dalam bentuk indikator
keberhasilan kinerja. Tujuan pengendalian dapat dikategorikan bagi
kepentingan pihak manajemen dan pegawai organisasi. Oleh karena
manajemen organisasi berusaha mencapai visi dan misi organisasinya dan
memberikan akuntabilitas atas kegiatan yang telah dilaksanakannya, maka
manajemen perlu secara terus menerus menilai dan mengevaluasi sistem
pengendalian manajemen untuk memastikan bahwa sistem pengendalian
telah dirancang dan beroperasi secara baik, dimutakhirkan secara tepat
untuk mengantisipasi perubahan kondisi dan lingkungan, dan pada akhirnya
untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. Secara spesifik,
manajemen perlu menguji sistem pengendalian manajemen guna
menentukan seberapa baik pengendalian itu beroperasi, bagaimana
pengendalian dapat ditingkatkan, dan pada tingkat mana pengendalian
dapat membantu mengidentifikasi risiko-risiko utama atas adanya
kecurangan, pemborosan, penyalahgunaan wewenang, dan salah
pengelolaan (mismanagement). Evaluasi pengelolaan sistem pengendalian
manajemen merupakan usaha manajemen untuk memastikan tercapainya
tujuan tersebut.
150
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
151
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
152
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
153
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
154
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
7. Contoh Penelitian
7.1.Contoh Penelitian 1
ABSTRACT
The relationship between budgetary participation and budgetary slack and
relationship between job involvement and budgetary slack has been examined in
several accounting studies with conflicting results. The conflicting evidence may
reflect the influence of a contingent variable. This study examined influence of
organizational commitment job involvement as moderating variable in the
relationship between budgetary participation and budgetary slack.
This study provides empirical evidence that motivational factors of
organizational commitment, job involvement and budgetary participation might be
important factor in explaining managers propensities to create budgetary slack.
The results indicate that for highly committed managers, budgetary participation is
associated with decreased propensity to create budgetary slack. For managers
who have low levels of commitment to organization's goals and values, budgetary
participation is associated with increased propensity to create budgetary slack.
Likewise, for highly committed managers, job involvement is associated with
decreased propensity to create budgetary slack. For managers who have low
155
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
156
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
II.Telaah Pustaka
Aspek perilaku dalam penyusunan anggaran bersangkutan dengan
perilaku yang dibawa dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku yang
157
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
timbul sebagai akibat orang mencoba hidup dengan anggaran. Tingkat partisipasi
manajer dalam penyusunan anggaran akan mendorong moral kerja yang tinggi
dan inisiatif para manajer dan ini dapat mengurangi terjadinya senjangan
anggaran (Camman, 1976; Merchant, 1985; Onsi, 1973). Moral kerja dapat
ditentukan oleh seberapa besar seseorang mengidentifikasi dirinya sebagai
bagian dari organisasi. Dengan demikian dalam proses penyusunan anggaran,
perlu ditanamkan sense of commitment dalam diri penyusunnya, dan apabila ini
dilalaikan, maka memungkinkan terjadinya penyimpangan dan tidak ada manajer
yang mau bertanggungjawab.
Akhir-akhir ini banyak penelitian yang dikaitkan dengan anggaran
cenderung dikaitkan dengan masalah behavioral dari penyusunan anggaran.
Hasilnya menunjukkan bahwa proses penyusunan anggaran tidak dapat terlepas
dari unsur manusia yang menyusunnya seperti faktor motivasi, keterlibatan dan
komitmen manajerial, sikap dan kinerja manajemen, task universallity dan lain-
lain (Kenis, 1979; Brownel, 1986; Nouri, 1994; Nouri dan Parker, 1996). Semakin
banyak faktor yang dipertimbangkan dalam proses penyusunan anggaran,
semakin sulit proses penyusunan anggaran tersebut. Artinya, proses penyusunan
anggaran tergantung pada moral penyusun anggaran tersebut. Beberapa aspek
perilaku dalam proses penganggaran adalah sebagai berikut.
158
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
yang berpengaruh pada pembuatan keputusan itu sendiri di masa yang akan
datang (Siegel dan Marchoni, 1989 : 137). Sistem anggaran (partisipatif atau non-
partisipatif) yang selaras dengan sikap dan motivasi yang dimiliki anggota
organisasi dapat menentukan baik buruknya suatu organisasi (Mia, 1998). Dilain
pihak, terdapat juga beberapa keterbatasan yang berkaitan dengan partisipasi
yaitu kemungkinan manajer membentuk senjangan anggaran, partisipasi semu
serta status dan pengaruh seseorang dalam organisasi yang dapat mengurangi
efektivitas partisipasi.
Komitmen Organisasi
Pengertian komitmen organisasi saat ini dapat dilihat dari dua aspek yang
berbeda dan populer dalam berbagai studi empiris. Pengertian yang pertama
dikemukakan oleh Porter dan rekan-rekan, sedangkan pengertian yang lain
dikemukakan oleh Meyer dan Allen (1989). Porter et all (1974: 604) memberi
pengertian komitmen sebagai the strength of an individual identification with an
involvement in a particular organization.
Meyer dan Allen menggunakan istilah affective commitment and
continuance commitment untuk membedakan pandangan Porter dan Becker
(Meyer et all, 1989: 87). Walaupun affective and continuance memiliki hubungan
antara tenaga kerja dan organisasi, namun diantara keduanya memiliki
pemahaman yang berbeda. Tenaga kerja dengan affective commitment yang kuat
cenderung akan tetap tinggal dalam perusahaan karena mereka membutuhkan
organisasi tersebut untuk bekerja (Meyer et all, 1989 : 152). Mowday et all (1982)
melihat berbagai variasi antecedents dari affective commitment meliputi
karakteristik personal karakteristik struktural dan karakteristik yang dihubungkan
dengan pekerjaan dan pengalaman kerja. Dari gambaran diatas, Mowday
memberikan pengertian komitmen organisasi sebagai seseorang yang memiliki
nilai dan keinginan untuk tetap tinggal menjadi anggota organisasi seharusnya
memiliki kerelaan untuk mempertimbangkan kekuasaannya demi organisasi.
Berkaitan dengan penelitian mengenai komitmen organisasi, Nouri dan
Parker (1996) berpendapat bahwa naik atau turunnya senjangan anggaran
tergantung pada apakah individu memilih untuk mengejar kepentingan diri sendiri
atau justru bekerja untuk kepentingan organisasi. Komitmen yang tinggi
menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan
organisasi ke arah yang lebih baik dan partisipasi anggaran membuka peluang
bagi bawahan untuk menciptakan senjangan anggaran untuk kepentingan
mereka jika komitmen karyawan terhadap organisasi berada pada tingkat yang
rendah. Komitmen organisasi yang tinggi akan mengurangi individu untuk
melakukan senjangan anggaran. Sebaliknya, bila komitmen rendah, maka
kepentingan pribadinya lebih diutamakan, dan dia dapat melakukan senjangan
anggaran agar anggaran mudah dicapai dan pada akhirnya nanti keberhasilan
159
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Senjangan Anggaran
Dalam anggaran ketidakpuasan seseorang dapat meningkatkan self
interest melalui partisipasi anggaran, dan ini dapat meningkatkan senjangan
anggaran (Dunk, 1993; Young, 1985). Young (1985: 830) mengartikan senjangan
anggaran sebagai jumlah dengan sengaja dibuat manajer dengan melebihkan
sumber-sumber yang diperlukan ke dalam anggaran atau dengan sengaja
merendahkan kemampuan produktivitas perusahaan. Nouri (1994)
mendefinisikan senjangan anggaran sebagai jumlah yang diminta sering
berakibat penting terhadap jumlah yang diterima, dan dari sinilah kemudian
muncul kontrol yang berlebihan terhadap sumber-sumber organisasi, proses
tawar menawar merupakan isu dari strategi mereka (partisipan) dikaitkan dengan
160
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
kedudukan mereka dimasa yang akan datang dalam menetapkan jumlah yang
diminta terhadap ekonomi organisasi termasuk motivasi personal yang berkaitan
dengan status penghargaan dan kemajuannya.
Menerima sumber-sumber yang melebihi yang diperlukan bagaimanapun
dapat mengakibatkan disfungsional terhadap organisasi. Merchant (1985)
mengungkapkan bahwa terjadinya disfungsional merupakan suatu usaha yang
mengarah pada terjadinya senjangan anggaran, sehingga senjangan anggaran
dapat diartikan sebagai upaya seseorang untuk menerima sumber-sumber
ekonomi melebihi yang diperlukan atau mengurangi kemampuan produktivitas
perusahaan dari yang seharusnya.
161
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Hipotesis
Berdasar pertimbangan diatas, yaitu penelitian yang dilakukan Nouri, baik
yang pertama maupun yang kedua, yaitu komitmen organisasi dan keterlibatan
kerja, maka penelitian ini mencoba memberikan model penelitian dengan
rumusan hipotesis sebagai berikut:
Ha1 = Patisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan berpengaruh
secara positif terhadap kemungkinan terjadinya senjangan anggaran
Ha2 = Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap hubungan antara partisipasi
anggaran dan senjangan anggaran. Partisipasi anggaran akan
menimbulkan senjangan anggaran apabila aparat memiliki komitmen
organisasi rendah, dan akan menurunkan senjangan anggaran apabila
aparat memiliki komitmen organisasi yang tinggi
Ha2 = Komitmen organisasi mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara
keterlibatan kerja dengan senjangan anggaran Keterlibatan kerja akan
menimbulkan senjangan anggaran apabila manajer memiliki komitmen
organisasi yang rendah dan akan menurunkan senjangan anggaran
apabila manajer memiliki komitmen organisasi yang tinggi.
III.Metodologi
3.1 Variabel dan Pengukuran Variabel
a. Senjangan anggaran didefinisikan sebagai jumlah yang oleh manajer sengaja
dibuat melebihi kebutuhan bagi sumber-sumber yang dibutuhkan dalam
anggaran atau merendahkan kemampuan produktivitas perusahaan (Young,
162
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
163
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
164
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
165
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa koefisien
partisipasi anggaran signifikan dengan nilai signifikansinya sebesar 0,000. Hal ini
berarti bahwa partisipasi anggaran secara signifikan mempengaruhi terjadinya
senjangan anggaran dengan koefisien regresi sebesar -0,0583 pada tingkat
signifikasi p sebesar 0,000 (p<0,05). Nilai F sebesar 59,716 dengan signifikansi
sebesar p = 0,000. Dengan demikian hipotesis pertama (H1) yang menyatakan
bahwa partisipasi anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap senjangan
anggaran tidak dapat ditolak atau diterima.
Hasil pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa partisipasi
anggaran secara signifikan berpengaruh positif terhadap terjadinya senjangan
anggaran, artinya semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran akan
meningkatkan terjadinya senjangan anggaran. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Lowe (1968), Young (1985), Lukka (1988), Nouri dan Parker (1996) yang
menyatakan bahwa partisipasi anggaran berhubungan positif dengan senjangan
anggaran. Hal ini bisa dipahami karena adanya keinginan untuk menghindari
risiko. Semakin tinggi risiko, maka aparat yang berpartisipasi dalam penyusunan
anggaran akan melakukan senjangan anggaran agar dapat meminimalkan
risikonya (Young, 1985; Waller, 1987).
Schiff dan Lewin (1970) menyatakan bahwa aparat menciptakan budgetary
slack karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan
memudahkan pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian prestasi
manajer ditentukan berdasarkan pencapaian anggaran. Upaya ini dilakukan
dengan menentukan pendapatan yang terlalu rendah (understated) dan biaya
yang terlalu tinggi (overstated). Semakin tinggi partisipasi yang diberikan kepada
aparat, mereka cenderung berusaha agar anggaran yang mereka susun mudah
dicapai, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melonggarkan anggaran
atau menciptakan senjangan. Pada kondisi ini partisipasi yang dilakukan bukan
partisipasi yang sebenarnya karena digunakan secara negatif (untuk tujuan
pribadi) sehingga menimbulkan konsekuensi disfungsional bagi organisasi yang
berakibat timbulnya senjangan anggaran.
Hasil analisis regresi pada hipotesis kedua menunjukkan bahwa koefisien
interaksi b3 yaitu interaksi antara komitmen organisasi dengan partisipasi
anggaran signifikan. Hal ini berarti interaksi antara komitmen organisasi dengan
partisipasi anggaran secara signifikan mempengaruhi terjadinya senjangan
anggaran dengan koefisien regresi sebesar -0,0583 pada tingkat signifikasi p
sebesar 0,001 (p<0,05). Nilai F sebesar 29,483 dengan signifikansi sebesar p =
0,000.
Selanjutnya untuk memperjelas sifat dan arah masing-masing variabel,
dilakukan perhitungan matematis derivasi parsialnya yang hasilnya disajikan
dalam bentuk grafik. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pengaruh
166
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
167
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
168
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
169
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
ini sangat bertolak belakang dengan apa yang telah dikemukakan oleh Randall
dan Cote (1991) dalam Sri Anik dan Arifuddin (2003) yang menyatakan bahwa
keterlibatan kerja mempengaruhi komitmen organisasi secara langsung dan kuat.
Keterlibatan kerja dipengaruhi oleh etika kerja yang mempengaruhi peran kunci
dalam respon organisasi.
Secara keseluruhan, temuan penelitian ini juga mendukung hasil penelitian
Mowday et.al, (1979) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi
menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan tujuan
organisasi yang ingin dicapai. Komitmen yang kuat dalam diri individu akan
menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai
dengan tujuan dan kepentingan organisasi (Angle dan Perry, 1981). Aparat yang
memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki pandangan positif
dan lebih berusaha berbuat yang terbaik demi kepentingan organisasi (Porter et
al, 1974), yang dalam hal ini kepentingan organisasi adalah tidak dilakukannya
tindakan-tindakan yang merugikan organisasi dalam bentuk terjadinya senjangan
anggaran.
V.Kesimpulan
Penelitian ini menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara
hubungan partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Pengujian hipotesis
kedua menemukan adanya pengaruh yang signifikan pada interaksi antara
komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran.
Dari grafik yang diperoleh dari pengujian nonmonotonic, dapat menunjukkan arah
yang sesuai dengan hipotesis penelitian, yaitu semakin besar komitmen
organisasi akan menyebabkan semakin menurunnya kecenderungan individu
yang berpatisipasi dalam penyusunan anggaran untuk melakukan senjangan
anggaran. Pengujian hipotesis ketiga menemukan adanya pengaruh yang
signifikan pada interaksi antara komitmen organisasi dengan keterlibatan kerja
terhadap senjangan anggaran. Dari grafik yang diperoleh dari pengujian
nonmonotonic, dapat menunjukkan arah yang sesuai dengan hipotesis penelitian,
yaitu semakin besar keterlibatan kerja akan menyebabkan semakin menurunnya
kecenderungan individu yang memiliki partisipasi yang tinggi untuk melakukan
senjangan anggaran.
Keterbatasan
Keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, yaitu
penelitian ini hanya mendasarkan pada sudut pandang persepsi aparat
pemerintah daerah. Padahal proses penyusunan anggaran sesuai dengan
Permendagri Nomor 13 tahun 2006 bukan hanya melibatkan aparat pemerintah,
namun juga melibatkan komponen masyarakat yang direpresentasikan oleh
legislatif serta eksekutif sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan.
170
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Saran
Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada, penelitian selanjutnya
diharapkan dapat mengembangkan variabel kontijensi lain yang mempengaruhi
hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Penelitian
selanjutnya diharapkan juga dapat memperluas obyek penelitian maupun wilayah
yang diamati. Agar memberikan tambahan informasi dan menimbulkan inisiatif
untuk melakukan penelitian pada masa akan datang yang menjadi salah satu
sumber dalam pengembangan Ilmu Akuntansi khususnya Akuntansi Sektor
Publik dan difokuskan pada bidang anggaran, maka pada saat pengambilan data
sebaiknya di saat pemerintah daerah sedang menyusun anggaran sehingga
informan yang diperoleh bukan hanya pada aparat pemerintah daerah dan DPRD
saja tetapi dapat diperoleh dari masyarakat yang ada di dusun, desa, maupun di
kecamatan di saat penjaringan aspirasi masyarakat. Sampel penelitian tidak
hanya terbatas pada aparat pemerintah daerah, namun juga melibatkan
eksekutif, legislatif dan masyarakat.
ABSTRACT
Study to investigated effect innovation on performance with Management
Control System (MCS) : budgets and balance scorecard : Customer Perspektif as
moderating variable. The study used data collected through mail survey to several
managers. The responses of 45 managers drawn from a cross department of
Indonesian manufacturing componies to a quetionare survey designed to
measure the variable were analyzed using MSEM (Moderated Struktural Equation
Model (MSEM) with LISREL (Linear Structural Relationships) 8.54 program.
Futhermore analysis found positive effect Innovation on Performance with
Management Control System (MCS) with budgets and balance scorecard :
171
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
I.Pendahuluan
Pengendalian manajemen merupakan salah satu dari beberapa tipe aktivitas
perencanaan dan pengendalian yang terjadi dalam suatu organisasi. Beberapa
aktivitas yang termasuk dalam pengendalian manajemen seperti perencanaan
aktivitas yang akan dilakukan, pengkoordinasian aktivitas, pengkomunikasian
informasi, pengevaluasian informasi, pembuatan keputusan yang menyangkut
apakah suatu aktivitas akan dilakukan atau tidak dan bagaimana mempengaruhi
orang-orang dalam organisasi untuk merubah perilakunya.
Anthony dan Govindarajan (1995), mendifinisikan sistem pengendalian
manajemen sebagai sebuah proses seorang manajer memastikan bahwa
sumberdaya diperoleh dan dipergunakan secara efektif dan efisien dalam usaha
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam penelitian-penelitian tentang sistem
pengendalian manajemen sebelumnya, konsep pengendalian manajemen
dirasakan sebagai proses yang dirancang untuk menanggulangi aktivitas-aktivitas
yang terjadi dalam organisasi. Sebagai konsekuensinya pemahaman tentang
sistem pengendalian hanya didasarkan pada mekanisme penginvestigasian yang
diimplementasikan oleh manajemen untuk mengendalikan pekerjaan melalui
pengamatan dan pemantauan perilaku dan output (Merchant, 1989). Menurut
Giglioni dan Bedein (1974) dalam J.G. Fisher (1998) salah satu tipe sistem
pengendalian dalam organisasi yang kompleks adalah pengendalian Cybernetic.
Pengendalian Cybernetic didefinisikan sebagai suatu sistem pengukuran standar
dan kinerja yang sesungguhnya serta menyediakan informasi feedback atas
selisih yang terjadi. Sistem pengendalian ini dibatasi dalam hal memonitoring
aktivitas produksi, mereview informasi feedback dan kalau perlu dilakukan
tindakan koreksi (Reeves, T. et al. 1970. dalam J.G. Fisher 1998)
Dalam Literatur management salah satunya merpertimbangan adanya
inovasi jangka panjang pada kinerja organisasi dalam lingkungan yang
kontemporer.(Clark & Fujimoto,1991). Kebanyakan penelitian empiris (Capon,
Farley, Lehman & Hulbert, 1992) menunjukkan hubungan positif antara inovation
dan kinerja. Dapat dipahami bagaimana organisasi dapat menggunakan sistem
pengendalian untuk mendukung diantaranya inovasi dan kinerja (Shield, 1997).
Simons (1991,1995) mendefinisikan dua gaya perbedaan yang
digunakan dalam sistem pengendalian manajemen (sistem anggaran, balance
scorecard, project management system): Suatu diagnostik dan gaya interaksi
yang digunakan. Jika menggunakan diagnosa, sistem pengendalian manajemen
yang digunakan sebagai ketetapan dibuat dulu pra standard dan monitoring
dengan adanya koreksi penyimpangan dan menjadi perhatian para manajer
172
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
173
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
174
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
175
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
176
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan
bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan
juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta
terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975). Kesungguhan dalam mencapai
tujuan organisasi oleh para bawahan akan meningkatkan efektifitas organisasi,
karena konflik potensial antara tujuan individu dengan tujuan organisasi dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan (Rahayu, 1997).
Anggaran partisipatif terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah
yang memegang pusat-pusat pertanggungjawaban dengan menekankan pada
keikutsertaan manajer setiap pusat pertanggungjawaban dalam proses
penyusunan dan penentuan sasaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan
dilibatkannya manajer dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi
bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta
membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anggaran (Siegel dan
Marconi, 1989). Mereka juga berpendapat, dengan terlibatnya manajer dalam
penyusunan anggaran, akan menimbulkan inisiatif bagi mereka untuk
menyumbangkan ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan, dan merasa
memiliki, sehingga kerjasama diantara anggota dalam mencapai tujuan juga ikut
meningkat.
Partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan, standar, atau anggaran
adalah salah satu dari topik yang paling banyak diteliti dalam manajemen dan
akuntansi (Locke & Latham, 1990; Shields & Shields, 1998 dalam Michael D
Shields et al. 2000). Hal itu dapat digunakan oleh atasan dan bawahan untuk
menentukan tingkat atau keketatan standar dan penghargaan untuk kinerja
dibandingkan standar.
Hipotesa 2 : Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara inovasi dengan
sistem pengendalian manajemen dalam bentuk anggaran,
semakin tinggi kinerja perusahaan
177
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
merupakan uraian dan upaya penerjemahan visi dan strategi organisasi dalam
terminologi operasional, dapat mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan
strategik dan pengukurannya, dapat merencanakan, menetapkan target dan
menyelaraskan inisiatif strategik juga dengan Balanced scorecard dapat
meningkatkan umpan balik strategik dan pembelajaran.
Perpektif Customer,kinerja ini dianggap penting mengingat ada keterkaitan
antara perspektif pelanggan dengan kepuasan pelanggan. Dalam bisnis
konvensional pertarungan mempertahankan para pelanggan lama dan merebut
para pelanggan baru merupakan suatu proses yang wajar. Sebelum tolok ukur
diterapkan, Kaplan dan Norton (1996) menyarankan agar perusahaan
menetapkan dan menentukan terlebih dahulu segmen pasar yang akan menjadi
target/sasaran serta mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para calon
pelanggan yang berada dalam segmen tersebut sehingga tolok ukur dapat lebih
terfokus.Perbaikan orientasi nonfinancial dalam bentuk kepuasan pelanggan
diukur dengan melihat ekspektasi hasil peningkatan pendapatan (Fornell 1992;
Hauser,et. al, 1994). Beberpa klaim dari garansi dapat menurun bahan baku dan
tenaga kerja untuk memperbaik produk yang ada dan biaya produksi rendah
dapat digunakan untuk biaya lanjutan dalam meningkatkan profit margin atau
dapat menurun harga dan meningkatkan penjualan (Shetty, 1988). Meningkatnya
kepuasan pelanggan berimplikasi pada peningkatan loyalitas pelanggan,
menurunkan elastisitas harga serta meningkatkan pendapatan yang pontensial
(Fornell, 1992; Hauser et al. 1994). Penelitian yang menemukan hubungan
positif mengenai kepuasan pelanggan dengan kineja keuangan adalah Nagar
dan Rajan (2001), Banker dan Reley (1999) dan Ittner dan Lareker (1998a).
Sedangkan penelitian mengenai pengukuran kinerja customer sebagai variabel
moderating antara inovasi dengan kinerja belum banyak bukti yangditemukan,
hanya rekomendasi Simons (1991,1995) yang menganjurkan penggunaan
balance scorecard untuk digunakan sebagai sistem pengendalian manajemen
selain anggaran. Oleh karena itu maka hipotesa berikutnya yang dibangun adalah
:Hipotesa 3 : Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara inovasi dengan
balance scorecard perpektif customer, semakin tinggi kinerja
perusahaan
2.4.Model Penelitian
Gambar 1
Pengaruh Moderasi Sistem Pengendalian Manajemen Dan Inovasi Terhadap
Kinerja
(Studi Empiris Pada Perusahan Manufaktur di Indonesia)
SISTEM ANGGARAN CUSTOMER
178
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
III.Metode Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai latarbelakang masalah
penelitian dan telaah literatur yang digunakan untuk mengembangkan hipotesa ,
terdapat 2 (dua) masalah pokok yang akan diuji dalam penelitian ini : (1) apakan
inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja dan (2) apakah sistem pengendalian
manajemen (anggaran dan balance scorecard perpektif customer) dapat menjadi
variabel moderating hubungan antara inovasi dan kinerja. Untu menjawab
pertanyaan tersebut, peneliti melakukan studi lapangan untuk memperoleh data
dengan menggunakan kuesioner untuk mengukur keempat variabel pokok
penelitian yaitu : inovasi produk, anggaran, balance scorecard perspektif
customer, dan kinerja yang di wakili oleh kinerja keuangan.
3.2.Pengukuran
Sedangkan untuk pengukuran variabel yang diukur ada 4 variabel yang
pertama adalah inovasi produk. Inovasi produk dipahami sebagai perspektif
output dan didefinisikan sebagai pengembangan dan peluncuran produk yang
baru dan beda dari produk yang sudah ada. Pengukuran dari inovasi produk
menggunakan Bisbe (2002) dan Bisbe dan Outley yang digambarkan dari
instrument yang digunakan Capon et. Al (1992), Thomson dan Abernethy (1998)
179
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
dan Scoot dan Tiesen (1999). Terdapat 3 (tiga) item dengan menggunakan skala
likert 5 point. Item pertama berkaitan dengan rata-rata pengenalan produk baru,
item kedua berkaitan dengan tendensi perusahaan sebagai pioneer dalam
produknya, item ketiga berkaitan dengan tanggapan portofolio produk yang baru
dilaunching.
Kedua variabel anggaran Berdasarkan pada Framework Simon (Simon,
1990, 1995, 2000) gaya yang digunakan adalah didefinisikan dengan istilah pola
teladan bagi top manajemen. Penggunaan Simon framework dan pengembangan
instrumen ini didukung Abernethy dan Brownell (1999) dan Davila (2000), Bisbe
(2002) dan Bisbe dan Outley yang dibangun dengan 3 item instrumen yang berisi:
Item 1) Derajat informasi dari sistem pengendalian yang didiskusikan secara face
to face itu saja tanpa ada pengecualian. Item 2) seberapa luas mengenai
frekwensi permintaan dan antensi peraturan dari top manajer (3) seberapa luas
mengenai frekwensi permintaan dan antensi peraturan dari manajer operasi pada
semua level di perusahaan.
Variabel yang ketiga adalah balance scorecard perspektif customer.
Menggunakan instrument yang pernah digunakan Ahire dan Dreyfus, 2000; Sim
dan Killough, 1998). Perpektif customer diukur dengan menggunakan 3 item, item
pertama adalah jumlah klaim produk yang bergaransi (2) jumlah produk ligitasi (3)
jumlah komplain pelanggan. Sedangkan variabel yang kempat adalah kinerja
yang wakili kinerja keuangan, menggunakan instrument yang pernah digunakan
Chenhall (1997) diadaptasi dari Swamidass dan Newell (1987) dengan
menggunakan skala likert 5 point. Responden diminta menjawab 3 item
pertanyaan berkaitan dengan seputar kinerja keuangan selama 3 tahun berturut-
turut antara lain (1) annual rate of growth in sales (2) Profitability dan (3) return on
assets.
180
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Tabel 3.1
Variabel Cronbach Alpha Kaiser’s MSA
INOVASI .742 .608
ANGGARAN .667 .686
CUSTOMER .724 .786
KINERJA 6.24 .709
Dimana :
1 adalah interaksi yang digunakan sebagai measurement error pengukuran
dari (anggaran atau perpektif customer) centred with zero mean
181
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
2 adalah inovasi yang dikoreksi untuk measurement error, centred with zero
mean
3=12 adalah bagian interaksi yang dikoreksi sebagai measurement error,
centred with zero mean
4 = kinerja yang dikoreksi untuk measurement error, centred with zero mean
4 = error
Dalam metode Ping (1995) menganjurkan indicator tunggal pada variabel
interaksi dimana dalam penelitian ini indikator tunggal persamaan adalah sebagai
berikut :
DKTR = (X1 + X2 + X3) X ( X4 + X5 + X6) untuk interaksi inovasi dengan
anggaran
DKTR = (X1 + X2 + X3) X ( X7 + X8 + X9) untuk interaksi inovasi dengan
perpektif customer
Setelah indikator tunggal dari variabel laten interaksi dibentuk, maka
langkah selanjutnya adalah menggunakan informasi tahap pertama untuk
digunakan dalam mengestimasi MSEM. Informasi tersebut terutama pada loading
dan error variance indikator-indikator variabel laten yang berinteraksi untuk
melakukan “adjustment” atas dibentuknya indikator tunggal dari variabel laten
interaksi tersebut. Untuk tingkat penerimaan hipotesis penelitian menggunakan
parameter yang terdapat pada LISREL, yaitu pada setiap estimasi pada LISREL
terdapat tiga informasi yang berguna : yaitu koefisien regresi, standar error dan
nilait t.
IV. Pembahasan Hasil Penelitian
Analisa dilakukan pada 45 jawaban responden yang memenuhi kreteria
untuk diolah lebih lanjut. Hasil pengolahan dekriptif variable dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Statistik Deskriptif Variabel
Variabel Kisaran Kisaran Rata-rata Standar
teoritis sesungguhnya deviasi
INOVASI 3-15 3-14 8.9556 2,64537
ANGGARAN 3-15 3-14 8.6667 2.64575
CUSTOMER 3-15 3-15 7.8889 2.48836
KINERJA 3-15 3-14 7.9556 2.33506
182
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Pada hasil Structural Equations yang pertama dapat diketahui bahwa nilai t
untuk variabel Inovosi adalah 1.70 sedangkan interaksi Inovasi dengan Anggaran
adalah sebesar 1.96. Pengaruh Inovasi terhadap Kinerja adalah signifikan karena
nilai t jauh lebih besar dibandingkan dengan t tabel pada skala 0.20 dengan
jumlah sampel lebih dari 40. Hasil ini mendukukung hipotesa yang dibangun
bahwa semakin tinggi inovasi produk yang dimiliki oleh perusahaan semakin
tinggi kinerja perusahaan. Temuan ini mendukukung hasil penelitian Capon,
Farley, Lehman & Hulbert, (1992) yang menunjukkan hubungan positif antara
inovasi dan kinerja.
Gambar 4.1
Hasil model untuk Pengujian Interaksi Inovasi dengan
Anggaran terhadap Kinerja
Gambar 4.2
183
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
184
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Adapun hasil Goodness Fit Statistics dalam penelitian ini diambil dari
pengujian hipotesa pertama dan kedua seperti dalam tabel 4.1 sebagai berikut :
Model pada kasus ini memiliki chi-square sebesar 38.54 dengan Degrees
of Freedom 32. Probabilitas chi-square adalah tidak signifikan sebesar 0.20 yang
berarti bahwa model fit. Begitu juga dengan Normal Theory Weighted Least
Squares Chi-Square = 40.07 (P = 0.15) tidak signifikan berarti model adalah fit.
Indikator goodness of fit berikutnya adalah rasio perbandingan antara nilai chi-
square dengan degree of freedom. Dalam kasus ini adalah 38.54/32= 1.20. Hasil
185
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
tersebut lebih rendah dari cuu-off model fit yang disarankan oleh Carmines dan
Melver (1981), yaitu. 2. jadi dapat dikatakan model memiliki yang kurang baik.
Untuk Non-centrality Parameter (NCP) = 8.07. Nilai ini untuk mengukur tingkat
penyimpangan antara sample covariance matrix dan fitted (model) covariance
matrix. Dalam kasus ini model baik karena memiliki NCP kecil. Sedangkan
Confidence Interval for NCP = (0.0;28.38) berarti bahwa 90% dari nilai NCP akan
jatuh pada range tersebut.RMSEA.Root Mean Square Error of Approximation
(RMSEA) dalam kasus ini adalah 0.076 Hal tersebut mengindikasikan bahwa
model tidak terlalu fit, tetapi cukup reasonable dan tidak masuk kategori
penolakan. Browne dan Cudeck (1993). Sedangkan 90 Percent Confidence
Interval for RMSEA = (0.0;014) juga mengindikasikan bahwa nilai RMSEA
tersebut memilki ketepatan cukup baik. Dimana nilai confidence interval tersebut
adalah kecil, sehingga nilai RMSEA model memiliki ketepatan yang baik dalam
menilai model fit.
Namun P-Value for Test of Close Fit (RMSEA<0.05) = 0.28 yang lebih
kecil dari 0,5 sebagaimana disarankan Joreskog dan Sorbom (1996).Berarti
dengan kata lain, untuk menerima hipotesiss null yang menyatakan RMSEA
model lebih dari 0.05.ECVI Expected Cross-Validation Index (ECVI) =1.96.
Sedangakan ECVI for Saturated Model = 2.50 dan ECVI for Independence Model
= 4.55. Nilai ECVI model lebih rendah dari pada ECVI for Saturated Model dan
ECVI for Independence Model. Hal ini dapat dikatakan bahwa model baik untuk
direplikasi untuk penelitian berikutnya.AIC dan CAIC.Berdasarkan nilai AIC dan
CAIC, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa model adalah fit. Karena baik
nilai AIC dan CAIC lebih kecil dari pada Saturated (C) AIC dan Independence (C)
AIC.
V. Kesimpulan, Keterbatasan Dan Implikasi
Berdasarkan hasil analisis, mendukung ekspektasi peneliti mengenai
pengaruh inovasi dalam peningkatan kinerja perusahaan yang dimoderasi oleh
sistem pengendalian manajemen yaitu anggaran dan balance scorecard dengan
perspektif customer. interaksi antara inovasi dengan anggaran sebagai sistem
pengendalian manajemen terhadap kinerja adalah signifikan karena nilai t jauh
lebih besar dibandingkan dengan t tabel pada 0.20 dengan jumlah sampel lebih
dari 40 dan interaksi inovasi dengan customer sebesar 1,46, nilai ini melebihi dari
nilai t tabel dengan tingkat level signifikansi 0.20. Dasar pemikiran yang
mendukung temuan tersebut bahwa perusahaan yang mampu meningkatkan
inovasi produknya dengan diimbangi jumlah dan sistem anggaran yang ada serta
memperhatikan aspek yang berkaitan dengan customer akan berimplikasi
meningkatkan kinerja keungan perusahaan. Temuan ini konsisten dengan
rekomendasi Simons (1991,1995) yang menyatakan balance score dapat
dijadikan variabel moderasi antara inovasi dengan kinerja dan penelitian
Capon, Farley, Lehman & Hulbert, (1992) yang menunjukkan hubungan positif
186
BAB 6: DETEKSI AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
antara inovasi dan kinerja. Dengan demikian penelitian ini memberikan bukti
empiris mengenai pentingnya sistem pengendalian manajemen sebagai moderasi
antara inovasi dengan kinerja.
Peneliti mengakui sejumlah keterbatasan yang ada dalam penelitian ini.
Berikut keterbatasan-keterbatasan yang kemungkinan dapat menimbulkan
gangguan pada hasil penelitian ini. Peneliti tidak dapa mengakui kemungkinan
pengaruh nonn respon bias terhadap hasil penelitian ini karena indentitas individu
responden yang tidak mengirimkan jawabanya tidak diketahui oleh peneliti.
Pemilihan sampel yang tidak acak, kemungkinan juga dapat mengurangi
kemampuan generalisasi temuan yang dihasilkan. Responden penelitian ini
terbatas pada manajer yang bekerja pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
pada BEJ. Penelitian ini kemungkinan akan menunjukkan hasil yang berbedar
jika diterapkan pada manajer perusahaan jasa atau perdagangan.
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasa yang dimiliki, diharapkan
dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam praktik akuntansi
manajemen dan dalam kaitan metodologi penelitian sebagai alternatif
pengolahan data dengan mengunakan MSEM dengan program LISREL.
187
TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI
KEPERILAKUAN
SASARAN BELAJAR
Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini peserta belajar
diharapkan:
189
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
BAB 7
TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI
KEPERILAKUAN
1. Pengantar
Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi
yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi
(Siegel, G. et al. 1989). Istilah sistem akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti
yang luas yang meliputi seluruh desain alat pengendalian manajemen yang meli-
puti sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain akuntansi pertangungja-
waban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain
pengumpulan biaya, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan. Secara
lebih terinci ruang lingkup akuntansi keperilakuan meliputi: 1) mempelajari
pengaruh antara perilaku manusia terhadap desain, konstruksi, dan penggunaan
sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti bagaimana si-
kap dan gaya kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat pengendalian
akuntansi dan desain organisasi; 2) mempelajari pengaruh sistem akuntansi ter-
hadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana sistem akuntansi
mempengaruhi motivasi, produktivitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja
191
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
dan kerja sama; 3)metode untuk memprediksi perilaku manusia dan strategi un-
tuk mengubahnya, yang berarti bagaimana sistem akuntansi dapat dipergunakan
untuk mempengaruhi perilaku.
Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavioral science), teori-teori
akuntansi keperilakuan dikembangkan dari penelitian empiris atas perilaku manu-
sia di organisasi. Dengan demikian, peranan penelitian dalam pengembangan
ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup penelitian di bidang
akuntansi keperilakuan sangat luas sekali, tidak hanya meliputi bidang akuntansi
manajemen saja, tetapi juga menyangkut penelitian dalam bidang etika, auditing
(pemeriksaan akuntan),
2. Sikap
Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi
tindakan, baik yang menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan,
tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan
untuk memasukkan semua objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Penting
untuk dicatat bahwa definisi sikap adalah suatu tendensi atau kecenderungan
dalam menjawab atau merespons, dan bukan dalam menanggapi dirinya sendiri.
Sikap bukanlah perilaku, namun sikap menghadirkan suatu kesiapsiagaan untuk
tindakan yang mengarah pada perilaku. Oleh karena itu, sikap merupakan
wahana dalam membimbing perilaku. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi
keduanya saling berhubungan. Anda dapat mengetahui hal ini dengan
memandang pada ketiga komponen sikap: pengertian (cognition), pengaruh
(affect), dan perilaku (behavior). Keyakinan bahwa "diskriminasi adalah salah"
merupakan suatu pernyataan nilai. Pendapat semacam itu merupakan komponen
kognitif dari suatu sikap. Komponen tersebut menentukan tahapan dari bagian
yang lebih kritis atas komponen Sikap afektif. Afektif adalah segmen emosional
atau perasaan dari suatu sikap yang dicerminkan dalam pernyataan "saya tidak
192
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
3. Komponen Sikap
Sebagairnana telah diketahui, sikap seperti nilai diperoleh dari orang
dan anggota kelompok rekan sekerja. Manusia dilahirkan dengan kecenderung
(predisposisi) genetik tertentu. Dalarn organisasi, sikap adalah penting karena
193
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
194
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
positif terhadap objek dalam menemukan sikap negatif. Selain itu, kebutuhan
mereka juga mengarah pada objek tujuan yang mereka butuhkan. Seorang
karyawan mungkin membentuk sikap positif atau negatif terhadap usulan
kebijakan perusahaan, bergantung pada apakah kebijakan tersebut dilihat
sebagai sesuatu yang baik oleh karyawan itu. Sikap juga melayani fungsi defensif
ego (ego defensive function) dengan melakukan pengembangan atau
pengubahan guna melindungi manusia dari pengetahuan yang berlandaskan
kebenaran mengenai dasar manusia itu sendiri atau dunianya. Akhirnya, sikap
juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia memperoleh kepuasan melalui
pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
3.2. Sikap dan Konsistensi
Pernahkah Anda memerhatikan bagaimana seseorang mengubah apa
yang dikatakannya sehingga tidak kontradiktif dengan apa yang dilakukannya?
Benarkahkah seorang teman Anda pernah mengatakan dengan konsisten bahwa
kualitas mobil Jepang tidak setinggi kualitas mobil lain dan bahwa ia hanya
pernah memiliki mobil asing yang diimpor. Tetapi ketika ia berulang tahun, orang
tuanya menghadiahinya sebuah mobil buatan Jepang model terbaru, dan dengan
mendadak ia mengatakan bahwa mobil Jepang tidaklah begitu buruk. Contoh
lainnya, ketika memerhatikan sekelompok mahasiswi pencinta alam, terdapat
seorang mahasiswi baru yang meyakini bahwa kelompok itu baik dan ikrar
kelompok itu penting. Akan tetapi, jika ia gagal menjadi anggota kelompok
tersebut, kemungkinan besar mahasiswi itu akan mengatakan, "Ternyata,
kelompok mahasiswi pencinta alam tidaklah sehebat seperti yang digambarkan."
Umumnya riset telah menyimpulkan bahwa orang-orang mengusahakan
konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan perilakunya. Ini berarti
bahwa individu-individu berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka
yang terpisah dan menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga
niereka kelihatan rasional dan konsisten. Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan
195
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
196
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
197
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
mendasari teori ini adalah bahwa usaha untuk menyebabkan suatu perubahan
utama di dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan tersebut akan
menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek. Tetapi, sedikit perubahan dalam
sikap adalah masih mungkin, jika orang mengetahui batasan dari perubahan
yang dapat diterima. Misalnya saja, seorang anggota dari suatu asosiasi
profesional akan menolak untuk menghadiri rapat Komite Tindakan Politik (KTP)
karena adanya kecenderungan keterlibatan. tujuan dalam politik. Begitu pula
dengan anggota yang lainnya yang akan memberikan kontribusi kecil terhadap
asosiasi KTP tersebut. Pertimbangan-pertimbangan yang demikian akan
menentukan pernilihan suatu sikap yang pada gilirannya akan berdampak
terhadap tindakan yang ditunjukkan oleh orang tersebut.
Faktor utama yang memengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan
menengahi dua posisi bertentangan yang masing-masing didukung oleh
komunikator. Jika komunikator memosisikan terlalu jauh dari jangkar internal
(internal anchor), hasil yang dicapai mungkin bertentangan dan sikap tidak akan
berubah. Jika komunikasi semakin dekat dengan jangkar internal, maka asimilasi
dapat dihasilkan karena subjek tidak memersepsikan komunikasi persuasif
tersebut sebagai ancaman yang ekstrem, sehingga orang tersebut akan
mengevaluasi pesan itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah
sikapnya.
4.3. Konsistensi dan Teori Perselisihan
Beberapa teori perubahan sikap berasurnsi bahwa orang-orang
mencoba untuk memelihara konsistensi atau kesesuaian antara sikap dan
perilaku mereka. Teori ini menekankan pada pentingnya kepercayaan dan
gagasan masyarakat. Teori ini memandang perubahan sikap sebagai hal yang
masuk akal dan. merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang
dibuat untuk menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga
mereka termotivasi untuk mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah
198
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
sikap maupun perilakunya ke arah yang lebih baik. Perlu digarisbawahi asumsi
dari beberapa teori yang ada, di mana orang-orang tidak dapat memahami akan
inkonsistensi tersebut.
Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam
ketidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisi-
han adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini mempunyai kaitan den-
gan hubungan antara unsur-unsur teori. Teori disonansi ada ketika seseorang
mengamal dua hal yang berlawanan. Teori ini menganggap bahwa perselisihan
memotivae orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan, ka-
rena perselisihai secara psikologis merupakan hal yang tidak menyenangkan se-
hingga orang-orang akan mencari cara untuk menghindari itu.
4.4. Teori Disonansi Kognitif
Leon Festinger pada tahun 1950-an mengernukakan teori Disonansi
Kognitif. Teoi ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi da-
lam hal ini berarti adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada
setiap inkonsistens yang dipersepsikan oleh seseorang terhadap dua atau lebih
sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya. Festinger mengatakan bahwa
setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak nyaman, dan sebagai akibat-
nya seseorang akan mencoba untuk menguranginya.
Disonansi tidak bisa dilepaskan dari lingkungan kerja organisasi. Oleh
karen, itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini. Festinger mengatakan
bahwa hasra untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh penting unsur-
unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki
oleh individi terhadap unsur-unsur itu, dan ganjaran yang mungkin terlibat dalam
disonansi.
Jika unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu relatif tidak penting,
maka tekanan untuk mengoreksi ketidakseimbangan ini akan rendah. Tingkatan
pengaruh yang diyakini dimiliki individu terhadap unsur-unsur itu berdampak pada
199
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
200
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
201
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
dipertanyakan. Ketiga teori ini adalah teori hierarki (anak tangga) kebutuhan, teori
X dan Y, dan teori motivasi higiene. Anda mengetahui bahwa teori-teori ini
bersifat awal setidaknya karena dua alasan: 1) teori-teori ini mewakili suatu dasar
dari mana teori-teori kontemporer berkembang, dan 2) para manajer
mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini untuk menjelaskan
motivasi karyawan secara teratur.
4.8. Teori Kebutuhan dan Kepuasan
Maslow mengembangkan suatu bentuk teori kelas. Teorinya
menjelaskan bahwa masing-masing individu mempunyai beraneka ragam
kebutuhan yang dapat mempengaruhi perilaku mereka. Maslow membagi
kebutuhan-kebutuhan ini ke dalarn beberapa pengaruh yang kurang sebanding.
Pada kenyataannya, terdapat suatu hierarki kebutuhan yang didominasi oleh
kebutuhan lain yang menggambarkan satu di antaranya tidak mempunyai
pengaruh motivasi yang lebih. Teori kebutuhan ini pada praktiknya merupakan
bagian-bagian dari teori kebutuhan psikologis yang akan didorninasi oleh
kebutuhan-kebutuhan lain jika tidak dijurnpai. Secara psikologis, kebutuhan
merupakan syarat dasar untuk memenuhi kebutuhan fisik, seperti makan, minum,
perlindungan, dan sebagainya, yang disebut sebagai kebutuhan dasar utarna
(primary basic need). Secara ringkas, kelima hierarki kebutuhan manusia oleh
Maslow, dijabarkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan fisik, seperti rasa
lapar, rasa haus, kebutuhan akan perurnahan, pakaian, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan akan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan
keselarnatan dan perlindungan dari bahaya, ancarnan, perampasan, atau
pernecatan.
3. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan
kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kebutuhan akan
202
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelornpok, rasa
kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status
atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu kebutuhan
pernenuhan diri untuk mempergunakan potensi ekspresi diri dan melakukan
apa yang paling sesuai dengan dirinya.
Teori tentang kebutuhan dan kepuasan ini mempunyai banyak pengaruh
terhadap. pengendalian akuntansi, yang meliputi:
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep motivasi urnumnya yang
digunakan dalam buku-buku teks.
2. Seringnya istilah motivasi menjadi catatan mendasar yang menjadi bahan
perhitungan dalarn pernbayaran bonus akibat kernungkinan adanya motivasi.
Teori kebutuhan dan kepuasan telah menjadi subjek yang banyak
dikritik. Beberapa orang telah mengkritik bahwa hal itu adalah sesuatu yang logis
dan mendasar dari suatu alat ukur, yaitu berupa variabel. Percobaan-percobaan
terhadap teori lainnya telah diuji secara empiris dengan tingkat keberhasilan yang
dibatasi, sekalipun hal itu tidak menjelaskan apakah hasilnya merupakan
cerminan dari suatu teori atau pengujian. Meskipun demikian, teori ini masih
umum penggunaannya jika dihubungkan secara perlahan dengan pengajaran
akuntansi.
4.9. Teori Prestasi
Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang
berhubungan dengan teori kebutuhan dan kepuasan, yang pada awalnya
dikembangkan oleh McClelland di awal tahun 1990. Teori McClelland juga
mempunyai suatu faktor hierarki yang mernotivasi perilaku. Dalam kasus ini, ter-
dapat ada tiga faktor: prestasi, kekuatan, dan afiliasi. Dalam teori prestasi ter-
dapat banyak kekakuan. Orang-orang yang berbeda dan orang-orang yang sama
203
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
pada waktu yang berbeda mempunyai perbedaan perintah dalam suatu hierarki.
Riset yang dilakukan oleh McClelland memberikan hasil bahwa terdapat tiga ka-
rakteristik dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi, yaitu:
1. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi
atas suatu permasalahan. Akibatnya, mereka lebih suka bekerja sendiri dari-
pada dengan orang lain. Apabila suatu pekerjaan membutuhkan orang lain,
mereka lebih suka memilih orang yang kompeten dibanding sahabatnya.
2. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan
tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
3. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang
kuat untuk memperoleh umpan balik (feedback) atau tanggapan atas
pelaksanaan tugasnya.
Dalam riset tersebut McClelland menemukan bahwa uang tidak begitu
penting peranannya dalam meningkatkan prestasi kerj a bagi mereka yang
memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi
yang rendah tidak akan berprestasi baik dengan maupun tanpa insentif
keuangan.
4.10. Teori Motivasi
Pada pertengahan tahun 1960-an, Herzberg mengajukan suatu teori
motivasi yang dibagi ke dalarn beberapa faktor. Teori ini memiliki pengaruh
terhadap kedua perilaku. Asumsi terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah
faktor yang mempunvai pengaruh positif dalam motivasi dan menjadi bahan
perbedaan yang menyenangkan dari seluruh pengaruh negatif. Herzberg
mengusulkan bahwa signifikansi hubungan antara kepuasan kerja dan motivasi
adalah tinggi. Faktor-faktor ini meliputi: kebijakan perusahaan, kondisi pekerjaan,
hubungan perseorangan, keamanan kerja, dan gaji Faktor motivasi meliputi:
prestasi, pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab.
204
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
205
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
206
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
207
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan
imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar
kekuatan dan keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.
4.14. Teori Penguatan
Teori ini mengemukakan, bahwa perilaku merupakan fungsi dari akibat
yang berkaitan dengan perilaku tersebut. Teori penguatan memiliki konsep dasar,
yaitu:
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang
dapat diproduksi, kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi,
dan sebagainya.
2. Kontinjensi penguatan (contingencies of reinforcement), yaitu berkaitan den-
gan urutan-urutan antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari perilaku
yang ditimbulkan. Suatu kondisi kerja tertentu dibentuk oleh organisasi (stimu-
lus), kemudian karyawan bertindak sebagaimana diinginkan oleh organisasi
(tanggapan), selanjutnya organisasi memberikan imbalan yang sesuai dengan
tindakan atau perilaku karyawan tersebut (konsekuensi dari perilaku). Dari su-
dut pandang motivasi, melalui penggunaan stimulus dan konsekuensi atau
imbalan karyawan termotivasi untuk melakukan perilaku yang diinginkan oleh
organisasi. Dalam hal ini, perilaku termotivasi melalui proses belajar.
Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respons karyawan
(misalnya prestasi kerja) dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin
besar pengaruhnya terhadap perilaku. Terdapat tiga jenis penguatan yang dapat
digunakan oleh manajer untuk memodifikasi motivasi karyawan, yaitu penguatan
positif, penguatan negatif, dan hukuman.
4.15. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikembangkan oleh Edwin Locke (1986). Teori ini menguraikan
hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan prestasi kerja. Konsep dasar dari
208
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
teori ini adalah bahwa karyawan yang memahami tujuan (apa yang diharapkan
organisasi terhadapnya) akan terpengaruh perilaku kerjanya.
Terdapat beberapa pernyataan yang berkaitan dengan konsep teori
penetapan tujuan. Tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang mudah. Demikian pula halnya tujuan yang
spesifik dan menantang akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang bersifat abstrak.
4.16. Teori Atribusi
Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpreta-
sikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan
oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh
kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri seseorang, seperti kernampuan atau usaha, dan kekuatan
eksternal (external forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, seperti kesu-
litan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Berdasarkan hal tersebut, seseorang
akan termotivasi untuk memahami lingkungannya dan sebab-sebab kejadian
tertentu. Dalam riset keperilakuan, teori ini diterapkan dengan menggunakan
variabel ternpat pengendalian (locus of control). Variabel tersebut terdiri atas dua
komponen, yaitu tempat pengendalian internal (internal locus of control) dan
tempat pengendalian eksternal (external locus of control). Tempat pengendalian
internal adalah perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu secara
personal memengaruhi kinerja serta perilakunya melalui kemampuan, keahlian,
dan usahanya. Sementara tempat pengendalian eksternal adalah perasaan yang
dialami oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar
kendalinya.
Sesuai dengan tindakan atau perilaku karyawan tersebut (konsekuensi
dari perilaku). Dari sudut pandang motivasi, melalui penggunaan stimulus dan
konsekuensi atau imbalan karyawan termotivasi untuk melakukan perilaku yang
209
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
diinginkan oleh organisasi. Dalarn hal ini, lperilaku termotivasi melalui proses
belajar.
Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respons karyawan
(misalnya prestasi kerja) dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin
besar pengaruhnya terhadap perilaku. Terdapat tiga jenis penguatan yang dapat
digunakan oleh manajer untuk memodifikasi motivasi karyawan, yaitu penguatan
positif, penguatan negatif, dan hukuman.
4.17. Teori Agensi
Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori agensi
mendasarkan pemikirannya atas adanya perbedaan informasi antara atasan dan
bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau adanya asimetri informasi
yang memengaruhi penggunaan sistem akuntansi. Teori ini mendasarkan pada
teori ekonomi. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik atau
manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih
rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan
kinerja yang efisien clan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan
pengaruh kondisi lingkungan. Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa
prinsipal bersikap netral terhadap risiko sementara agen bersikap menolak usaha
dan risiko. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi oleh kepentingannya
sendiri, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut
pandangan prinsipal, kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut
diclasarkan pada hasil, sementara menurut pandangan agen, dia lebih suka jika
sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil tetapi juga tingkat
usahanya.
Berbagai riset yang berhubungan dengan teori ini memfokuskan
perhatian pada bagaimana agar sistem perjanjian kontrak kompensasi bisa
mencapai keseimbangan. Alokasi kinerja perusahaan antara prinsipal dan agen
didasarkan pada kontrak tersebut, baik tertulis maupun tidak. Sistem kompensasi
210
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
dalam kondisi yang ideal (first best) langsung dihubungkan dengan perilaku.
Lebih lanjut lagi, karena faktorfaktor lingkungan dan keahlian agenlah yang akan
menentukan output, sistem pembayaran insentif berdasar output menjadi ticlak
efisien karena agenlah yang menanggung risiko jika ada faktor lingkungan yang
mengakibatkan penurunan output.
Jika prinsipal bisa mengawasi usaha agen, suatu kontrak ideal (first best
contract) yang mendasarkan pembayaran gaji atas usaha yang telah dilakukan,
bisa dibuat. Namun kondisi ideal tersebut sangat sulit dicapai. Berbagai riset yang
berhubungan dengan sistem kompensasi biasanya dilakukan dalam konteks tidak
adanya kontrak ideal. Hal ini yang lebih banyak terjadi karena agen yang lebih
memahami perusahaan sehingga menimbulkan kesenjangan informasi atau
asimetri informasi (information asymmetry) yang menyebabkan prinsipal tak
mampu menentukan apakah usaha yang dilakukan agen memang benar-benar
optimal.
4.18. Pendekatan Dyadic
Pendekatan tersebut menyatakan bahwa ada dua pihak, yaitu atasan
(superior) dan bawahan (subordinate), yang berperan dalam proses evaluasi
kinerja. Pendekatan tersebut juga mengakui bahwa atasan kemungkinan tidak
memperlakukan seluruh bawahannya secara sama. Pendekatan
ini.dikembangkan oleh Danserau et al. pada tahun 1975. Danserau menyatakan
bahwa pendekatan ini tepat untuk menganalisis hubungan antara atasan dan
bawahan karena mencerminkan proses yang menghubungkan keduanya.
Tetapi, pendekatan ini sangat jarang digunakan. Riset akuntansi
keperilakuan yang menggunakan pendekatan ini antara lain adalah yang ditulis
oleh Chenhall R. (1986) berjudul "Authoritarianism and Participative Budgeting -A
Dyadic Analysis" yang dimuat dalam Accounting Review pada bulan April 1986.
Riset selanjutnya dilakukan oleh Choo dan Tan, yang menggunakan pendekatan
ini untuk melihat adanya kesenjangan persepsi antara atasan dan bawahan
211
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
terhadap sistem penilaian kinerja. Jika kesenjangan tersebut timbul, maka akan
muncul suatu variabel yang dalam riset ini dinamakan ketidaksepakatan dalam
gaya evaluasi kinerja anggaran (disagreement in budgetary performance
evaluation style - BPES).
Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau
menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas
dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan
kenyataan yang sebenarnya. Pada kenyataannya, masing-masing orang memiliki
persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Uraian kenyataan seseorang mungkin
jauh berbeda dengan uraian orang lain. Definisi persepsi yang formal adalah
proses dengan mana seseorang memilih, berusaha, dan menginterpretasikan
rangsangan ke dalarn suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mendefinisikan persepsi
sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sedangkan dalarn lingkup yang
lebih luas, persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan-
pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus
yang ditunjukkan oleh panca indra. Dengan kata lain, persepsi merupakan
kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu
sendiri (pengetahuan-pengetahuan sebelumnya).
Persepsi memberikan makna pada stimuli (sensor stimuli). Persepsi
juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Meskipun
demikian, karena persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut bergantung pada
suatu. kerangka ruang dan waktu, maka persepsi akan bersifat sangat subjektif
dan situasional. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional.
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal
lain yang termasuk dalam apa yang disebut sebagai faktor fungsional. Oleh
212
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
karena itu, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik orang yang memberikan respons terhadap stimuli tersebut.
Sementara itu, faktor struktural berasal dari sifat fisik dan dampak saraf yang
ditimbulkan pada sistern saraf individu.
Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun persepsi
merupakan perternuan antara proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih
banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh
kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa. Dengan demikian persepsi bukanlah
cerminan yang tepat dari realitas.
Dari beberapa definisi persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa
persepsi setiap individu mengenai suatu kata atau peristiwa sangat tergantung
pada ruang dan waktu yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor dalam diri seseorang (aspek kognitif) dan faktor dunia luar
(aspek stimulus visual). Robins (1996) secara implisit mengatakan bahwa
persepsi suatu individu terhadap objek sangat mungkin memiliki perbedaan
dengan persepsi individu lain terhadap objek yang sama. Fenomena ini
menurutnya disebabkan oleh beberapa faktor yang para manajer dan akuntan
perilaku harus mengembangkan persepsi yang akurat dari orang-orang dengan
siapa mereka berhadapan. Perbedaannya adalah bahwa mereka merasa-menjadi
kunci kelompok dalam menghasilkan suatu keberhasilan atau kegagalan operasi.
Akuntan perilaku harus memahami persepsi karena format persepsi orang-orang
dikembangkan ke dalam gagasan dan sikap yang memengaruhi perilaku. Jika
seorang karyawan potensial merasa bahwa kebijakan mengenai ganti rugi dan
promosi dari perusahaan adalah tidak adil, maka karyawan tersebut mungkin
bekerja hanya dengan memberikan tenaga yang seadanya. Jika kebijakan
tersebut dirasakan tidak wajar, maka calon karyawan akan bergabung dengan
perusahaan lain atau para pekerja secara keseluruhan akan menjadi kurang
produktif.
213
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
214
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
215
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
216
BAB 7: TEORI-TEORI DALAM AKUNTANSI KEPERILAKUAN
adalah baik atau kurang baik terhadap faktor-faktor yang tidak relevan dalam
situasi kerja, seperti penampilan, latar belakang kesukuan, atau
ketidaksempurnaan informasi.
Risiko selalu ada dalam mengambil keputusan bisnis. Para manajer
dalam membuat keputusan dipengaruhi oleh risiko yang mereka rasakan dan
tingkat toleransi mereka terhadap risiko. Orang-orang yang mempersepsikan
risiko tinggi cenderung untuk "membatasi kategori." Mereka membatasi altematif
untuk keamanan dari alternatif itu sendiri. Mereka yang memersepsikan risiko
yang rendah cenderung menjadi orang yang berkarakter luas dalam memilih
rentang alternatif yang lebih luas. Sering kali kesalahan persepsi disebabkan oleh
permasalahan komunikasi dalam suatu organisasi. Penerima merasakan hal lain
berdasarkan kerangka acuan mereka daripada yang dimaksudkan oleh si
pengirim. Kesalahan persepsi dapat juga mendorong ke arah ketegangan
hubungan antar-pribadi karyawan. Ketika interaksi dilihat sebagai sesuatu yang
menegangkan, seorang penyelia perlu menentukan penyebab terjadinya peristiwa
bisnis yang dipandang secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda.
217
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Alavi, M. and Leidner, DE. Review: Knowledge Management and Kowledge
Management Systems: Conceptual Foundations and Research Issues.
MIS Quarterly, 25, I (March 2001), 107-136.
Argyris. 1952. The Impact of Budget on People. New York: The Controllership
Foundation.
Arnold, Vicky dan Sutton, Steve G. Behavioral Accounting Research, Foundations
and Frontiers. University of Massachusetts Dartmouth.
Ashton, Robert H. 1982. Human Information Processing in Accounting. New York
University.
Ashton, D.; T. Hopper; dan R.W. Scapens. The Changing Nature of Issues in
Management Accounting. Current Issues in Management Accounting,
1984.
Ataina Hudayati, Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan: Berbagai
Teori …96 JAAI VOLUME 6 NO. 2, DESEMBER 2002
Ajzen, I. Nature and Operation of Attitudes. Annual Review of Psychology, 52
(2001), 27-58.
Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht, (2003), Fraud Examination, South
Western, a division Thomson Learning, United States of America
Arifin, Johan, (2000), Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi
Auditing: Audit Forensik, Media Akuntansi, No.13 Th VII, September,
hlm II-IX
Anthony, R.N. dan V.Govindarajan. 1995. Management Control System. Eight
Edition International Student Edition. Richard D. Irwin Inc. U.S,A.
Baiman. S. 1982 “Agency research in manageerial accounting : a survey”,
Jorunal of Accounting Literature, 1, 154
Baiman S & Evans 1983. “Pre-decision information and participative management
control systems”, Journal of Accounting Research, 21, 371-395
Beehr, T. 1985. Organizational stress and employee effectiveness, In Beehr, T &
Bhagat. R. Human stress and cognition in organizations, New York :
John Wiley and Sons.
Binberg. J., Shields, M. & Young. S. M. 1990. “The case for multiple methods in
empirical management accounting research ( with an illustration from
budget setting )”, Jornal of Management Accounting Research, 2, 33-
66.
Bisbe, J & Otley DT.2002 The effect of interactive use management control
system on product inovation. Accounting, Organizations and Society, 16,
Bollen, K.A. 1989. Structural equation with latent variabel , Wiley, New York
219
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
220
DAFTAR PUSTAKA
221
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
222
DAFTAR PUSTAKA
Hardjapamekas, E.R, (1999), Audit Forensik Skandal Bank Bali, Majalah Tempo,
No.28/XXVIII/13-19 September hlm 1-3
Hardjapamekas, E.R, (2001), Skandal Akuntan: Kecelakaan Atau Keserakahan,
Majalah Tempo, N0.20/XXXI/15-21 Juli hlm 1-3
IAI, (2001), Standar Profesional Akuntan Publik Per Januari 2001, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta; 20000.1-20000.6
Irianto, Gugus, (2003), Skandal Korporasi Dan Akuntan, Lintasan Ekonomi,
Volume XX, Nomor 2, Juli, hlm 104-114
Indonesia Corruption Watch, Investigasi Korupsi, artikel, (http://www.icw.go.id
diakses pada tanggal 6 Mei 2007)
Indriantoro, N. The Effect of Participative Budgeting on Job Performance and Job
Satisfaction with Locus of Control and Cultural Dimensions as
Moderating Variables Dissertation. 1993.
Junaedi, Fajar, (2005), Teori tentang Interaksi Simbolik, dan Strukturasi, artikel,
(http://www.teorikomunikasi.htm, diakses pada tanggal 26 Juli 2007)
Josept G. Fisher, 1998. “Contingency Theory, Management Control Systems and
Firm Outcomes : Past Results and Future Directions”. Behavioral
Research in Accounting, 10, 47-64.
Joreskog , K.G & Young.F. 1996. Non Linear structural equation models : the
Kenny Jud model with interaction effect, in Marcoulides, GA &
Schumaker, RE. (eds)
Kaplan, R.S. & Norton D.P .1996. The Balance Scorecard, Havard Business
School Press. Boston.
Kenis. I, 1979. “Effects of budgetery goal charactics on management attitudes
and performance”, The Accounting Review, 54, 707-721.
Karni, Soejono, (2000), Auditing Khusus dan Audit Forensik Dalam Praktik.
Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta
Kashima, Y. and Kashima, ES. Individual differences in The Prediction of
Behavioral Intention. Journal of Social Psychology. 128, 6 (1988),
711-728.
Kelman, HC. Compliance, Identification, and Internalization: Three Processes of
Attitude Change? Journal of Conflict Resolution, 2 (1958), 51-60.
Keniz, I. Effect of Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitudes and
Performance. The Accounting Review, 1979.
Kren, L. The Role of Accounting Information in Organizational Control: The State
of The Art. Behavioral Accounting Research: Foundations and Frontiers.
1997. 2 – 48
Kren, L. dan W.M. Liao. The Role of Accounting Information in the Control of
Organizations: A Review of the Evidence. Journal of Accounting
Literature. 1988. 280 – 309 ISSN: 1410 – 2420
223
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
Luthans, F. Organizational Behavior. Mc. Graw-Hill. 8th ed. 1998 Murray, D. the
Performance Effect of Participative Budgeting: An Integration of
Intervening and Moderating Variables. Behavioral Research in
Accounting. 1990 104 –123.
Ludigdo, Unti, (2005), Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Etika di Sebuah
Kantor Akuntan Publik, Disertasi, Malang: Program Pasca Sarjana
Universitas Brawijaya
Lewis, W., Agarwal, R., and Sambamurthy, V. Sources of Influence on Belief
About Information Technology Use: An empirical Study of Knowledge
Workers. MIS Quartely, 27, 4 (2003), 657-678.
Lawrence P. Kalbers & Timothy J. Forgarty 1995 “ Profesionalism and Its
Consequences: A study of Internal auditors”, Auditing: Journal of
Practice, 14, 64-85.
Leslie Kren, 1997. “The Role of Accounting Information in Organizational Control:
The State of the Art”, American Accounting Association
Mardiko, dan Albert Kurniawan, (2006), Elements of the Sociology or Corporate
Life, Artikel, Ringkasan Karya Gibson Burrel and Gareth Morgan; Social
Paradigms and Organizational Analysis, Hainemann, London, Chapter
1-3
Melone, NP. A Theoritical Assesment of The User Satisfaction construct in
Information Systems Research. Management Science. 36, 1 (1990),
76-91.
Meyer, JP. And Allen, NJ. Commitment in The Workplace Theory Research and
Application. Sage Publication, Calif. (1997).
Mowday, RT., Porter, LW., and Steers, RM. The Measurement of Organization
Commitment. Journal of Vocational Behavior. 14 (1979), 224-247.
Merchant, K. 1985. “Budgeting and the propensity to create budgetery slack”.
Accounting , Organizations and Society, 10, 201-210.
Merchant. K., & Manzoni, J. F. 1989. “The achievability of budget targets in profit
centers : a field study” , The Accounting Review, 64, 539-558.
Michael. D, F, Jhonny Deng, Yutaka Kato. 2000. “The design and affect of control
system : test of direct and indirect – effect models”, Accounting,
Organizations and Society, 23, 467-483
Milani, K, 1975. “Budget setting, performance and attitudes”, The Accounting
Review, 50, 274-284.
Moleong, Lexy, (2006), Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya,
Bandung
Mulyana, Dedy, (2003), Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Penerbit Rosdakarya, Bandung
Murtanto dan Gudono, (1999), Identifikasi Karakteristik Keahlian Audit: Profesi
Akuntan Publik di Indonesia, JRAI. Volume2, No.1, hlm 38-52
224
DAFTAR PUSTAKA
225
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
226
DAFTAR PUSTAKA
227
PENGANTAR AKUNTANSI KEPERILAKUAN
228