DISUSUN OLEH:
Kelas : BT 02/B
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
Prinsip pertama ini kemudian diuraikan lebih lanjut dalam prinsip-prinsip khsus sebagai berikut:
Prinsip due diligence ini menentukan bahwa setiap pemerintah yang baik, hendaknya
memasyarakatkan ketentuan-ketentuan hukum administratif yang mengatur tindakan-tindakan
publik maupun privat demi melindungi negara lain dan lingkungan global. Keuntungan dari
standar ini adalah fleksibilitasnya, dan negara tidaklah menjadi satu-satunya penjamin atas
pencegahan kerusakan.
Prinsip ini akan diterapkan dengan mempertimbangkan segala segi dari suatu pemerintahan, baik
dari segi efektif atau tidaknya pengawasan wilayah, sumber daya alam yang tersedia, maupun
sifat dari aktivitas yang dilakukan. Akan tetapi kerugiannya adalah bahwa menjadi tidak jelasnya
ketentuan mengenai bentuk peraturan dan kontrol yang diminta dari setiap negara, karena
bergantung pada kondisi dari negara yang bersangkutan.
Ketentuan ini mengharuskan setiap negara untuk berusaha semaksimal mungkin melakukan
pencegahan terhadap terjadinya pencemaran, dan bahwa negara bertanggung jawab atas
kerusakan lingkungan yang tidak terhindari atau tak terduga sebelumnya. Akan tetapi prinsip ini
dianggap terlalu jauh membatasi kebebasan negara dalam menentukan kebijksanaan mengenai
lingkungan di wilayahnya sendiri.
Prisnip ini juga hanya menitikberatkan kewajiban pembuktian dan tanggung jawab atas
kerusakan kepada pihak yang menyebabkan pencemaran, ketimbang menekankan mengenai
pengawasan yang sepatutnya.
Berdasarkan prinsip ini, maka negara diharuskan untuk menghitung setiap kebijakannya yang
berkenaan dengan lingkungan. Negara wajib untuk mencegah atau melarang tindakan yang
sebelumnya telah dapat diduga akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Prinsip kedua dalam hukum lingkungan adalah bahwa setiap negara harus bekerja sama dengan
negara lain, dalam hal penanggulangan pencemaran lintas batas negara. Hal ini sejalan dengan
adanya pengakuan bahwa ada kalanya negara tersebut mempunyai “Shared Natural Resources”
yang harus dimanfaatkan bersama. Prinsip ini dituangkan dalam Deklarasi Stockholm Tahun
1972.
Prinsip ini lebih menekankan pada segi ekonomi dari pada segi hukum, karena mengatur
mengenai kebijaksanaan atas penghitungan nilai kerusakan dan pembebanannya.
Ketentuan dasar dari prinsip ini adalah bahwa pihak asing dapat juga menggunakan ketentuan-
ketentuan ganti rugi yang ada dalam hukum nasional suatu negara berkenaan dengan adanya
pencemaran lintas batas yang disebabkan oleh negara yang bersangkutan. Prinsip ini harus
diterapkan secara sama tanpa adanya tindakan yang diskriminatif. Prinsip ini meminta perlakuan
yang sama baik kepada subyek hukum nasional maupun subyek hukum asing tanpa adanya
perbedaan.
DECLARATION RIO 1992
Deklarasi Rio ini dihasilkan oleh Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Pada
dasarnya deklarasi mengemban misi yang sarna dengan Deklarasi Stockholm 1972, sehingga
tidak mengherankan ketika ketentuan-ketentuan yang tercantum pun merupakan cerminan dari
ketentuan deklarasi sebelumnya itu. Deklarasi ini menegaskan bahwa manusia adalah titik sentral
dari pembangunan yang berkelan-jut an dan berhak atas kehidupan yang sehat dan produktif
secara harmonis dengan alam (Prinsip 1). Di antara ketentuan lain yang perlu diperhatikan
adalah:
Prinsip 2 States have, in accordance with the Charter of the United Nations and the principles of
international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own
environmental and develop-mental policies, and the responsibility to ensure that activities within
their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States or of areas
beyond the limits of national jurisdiction
Prinsip 2 Negara memiliki, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan prinsip-
prinsip hukum internasional, hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya mereka sendiri
sesuai dengan kebijakan lingkungan dan pengembangan mereka sendiri, dan tanggung jawab
untuk memastikan bahwa kegiatan dalam yurisdiksi mereka. atau kontrol tidak menyebabkan
kerusakan pada lingkungan Negara lain atau wilayah di luar batas yurisdiksi nasional
Prinsip 10 Environmental issues are best handled with the participation of all concerned
citizens, at the relevant level. At the national level, each individual shall have appropriate access
to information concerning the environment that is held by public authorities, including
information on hazardous materials and activities in their communities, and the opportunity to
participate in decision making processes. States shall facilitate and encourage public awareness
and participation by making information widely available. Effective access to judicial and
adminis-trative proceedings, including redress and remedy, shall be provided.
Prinsip 10 Masalah lingkungan paling baik ditangani dengan partisipasi semua warga negara
yang bersangkutan, pada tingkat yang relevan. Di tingkat nasional, setiap individu harus
memiliki akses yang tepat ke informasi mengenai lingkungan yang dipegang oleh otoritas publik,
termasuk informasi tentang bahan dan aktivitas berbahaya di komunitas mereka, dan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Negara harus
memfasilitasi dan mendorong kesadaran dan partisipasi publik dengan membuat informasi
tersedia secara luas. Akses yang efektif ke proses peradilan dan administrasi, termasuk ganti
rugi dan pemulihan, harus disediakan.
Prinsip 13 States shall develop national law regarding liability and compensation for the victims
of pollution and other environmental damage. States shall also cooperate in an expeditious and
more determined manner to develop further international law regarding liability and compen-
sation for adverse effects of environmental damage caused by activities within their jurisdiction
or control to areas beyond their jurisdiction.
Prinsip 14 States should effectively co-operate to discourage or prevent the relo-cation and
transfer to other states of any activities and sub-stances that cause severe environment
degradation or are found to be harmful to human health.
Prinsip 14 Negara harus bekerja sama secara efektif untuk mencegah atau mencegah relokasi
dan pemindahan ke negara lain dari segala kegiatan dan subtansi yang menyebabkan degradasi
lingkungan yang parah atau terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia.
Prinsip 15 In order to protect the environment, the precautionary approach shall be widely
applied by States according to their capabilities ...
Prinsip 15 Untuk melindungi lingkungan, pendekatan pencegahan harus diterapkan secara luas
oleh Negara sesuai dengan kemampuannya ...
Prinsip 18 States shall immediately notify other States of any natural disasters or other
emergencies that are likely to produce sudden harmful effects on the environment of those States.
Every effort shall be made by the inter-national community to help States so afflicted.
Prinsip 18 Negara-negara harus segera memberi tahu Negara-negara lain tentang bencana
alam atau keadaan darurat lainnya yang cenderung menghasilkan efek berbahaya yang tiba-tiba
pada lingkungan Negara-negara tersebut. Setiap upaya harus dilakukan oleh komunitas
internasional untuk membantu Negara-negara yang menderita.
PRINSIP-PRINSIP DARI HUKUM INTERNASIONAL MENURUT
ALEXANDRE KISS.
Prinsip-prinsip dari hukum lingkungan internasional yaitu:
1. Kedaulatan atas Kekayaan Alam dan Tanggung Jawab untuk Tidak Mengakibatkan Kerugian
Terhadap Lingkungan Negara Lain atau Terhadap Wilayah di Luar Yurisdiksi Nasional
Jean Bodin mengatakan bahwa kedaulatan adalah kekuasaan mutlak dan tertinggi yang
berada dalam suatu negara. Lebih luas, kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam taraf
terakhir dalam membuat keputusan. Kedaulatan juga dapat dimaknai sebagai kekuasaan
tertinggi dalam penyelenggaraan negara, maksudnya adalah apa dan siapa yang membuat
keputusan akhir dalam bernegara. Pengertian yang demikian merupakan pengertian kedaulatan
internal yang mencakup yurisdiksi legislatif, eksekutif dan yudikatif terhadap setiap aktivitas
dan subyek hukum di wilayahnya. Selain kedaulatan internal, kedaulatan juga mencakup
eksternal yaitu hubungan negara dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum internasional vis a
vis dengan negara lain atau subyek hukum lain yang pada akhirnya menciptakan hak dan
kewajiban.
Kedaulatan merupakan karakteristik utama sebuah negara telah menjadi prinsip utama
dalam hukum internasional, termasuk kedaulatan atas sumber daya alam. Pengakuan
kedaulatan terhadap kekayaan alam pertama kali tertuang dalam Resolusi Majelis Umum PBB
No 1803 tahun 1962 tentang Kedaulatan Permanen terhadap Kekayaan Alam. Resolusi tersebut
menyatakan bahwa hak setiap bangsa dan setiap negara atas kedaulatan permanen terhadap
kekayaan alam dan sumber daya alam harus dilaksanakan dalam kerangka kepentingan
pembangunan negaranya dan kesejahteraan rakyatnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
eksplorasi, pengembangan, dan pengaturan maupun impor modal asing yang diperlukan harus
sesuai dengan aturan dan kondisi bangsa dan negara tersebut. Kedaulatan permanen
mencerminkan hak yang melekat dan utama yang dimiliki negara untuk mengendalikan
eksploitasi dan penggunaan sumber daya alam tersebut, dengan tetap memperhatikan
kepentingan warganya.
Prinsip tersebut kemudian diakomodasi dalam Prinsip 21 Deklarasi Stockholm yang
menyatakan bahwa negara-negara berdasarkan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum
internasional, berdaulat untuk mengeksploitasi kekayaan alamnya dan bertanggungjawab
untuk menjamin bahwa aktivitas dalam yurisdiksi atau kontrolnya tidak menyebabkan
kerusakan lingkungan terhadap negara lain atau terhadap area di luar yurisdiksi nasional suatu
negara. Penambahan prinsip tanggung jawab untuk tidak menimbulkan kerusakan terhadap
lingkungan negara lain berasal dari hukum kebiasaan internasional yaitu prinsip sic utere tuo ut
alienum non laedas (pengggunaan hak milik dengan tidak menimbulkan kerugian terhadap
orang lain yang terdapat dalam berbagai dasar keputusan peradilan internasional seperti Trail
Smelter Arbitration, Corfu Channel Case, Lake Lanoux Arbitration dan Nuclear Test Case. Selain
itu prinsip tersebut juga berasal dari prinsip good faith (itikad baik). Namun demikian, konsepsi
kedaulatan dalam Prinsip 21 tersebut membuka peluang bagi negara untuk melakukan atau
mengijinkan dilakukannya kegiatan di dalam wilayahnya meskipun kegiatan tersebut dapat
merusak lingkungannya sendiri. Dengan penafsiran demikian konsepsi ini hanya tepat
diterapkan pada pencemaran lintas batas. Rumusan tersebut kemudian dilengkapi oleh Prinsip
2 Deklarasi Rio 1992 yang menambahkah phrase “berdasarkan kebijakan lingkungan dan
pembangunan negara”. Penambahan phrase ini memberikan kewajiban bagi negara untuk
tetap memperhatikan kelestarian lingkungannya dalam pelaksanaan kedaulatan.Prinsip 21
tersebut diadopsi ICJ dalam Advisory Opinion dalam kasus Legalitas Penggunaan Senjata Nuklir
1996. Berdasarkan prinsip ini, negara memiliki kedaulataan atas wilayahnya serta melaksanakan
aktivitas di wilayah teritorialnya, namun pelaksanaan kedaulatan tersebut tidak boleh
melanggar hukum internasional Pengakuan terhadap kedaulatan dengan kewajiban tunduk
terhadap hukum internasional juga terdapat dalam Pasal 2 ayat (3) UNCLOS yang menyatakan
bahwa kedaulatan atas laut territorial dilaksanakan dengan tunduk pada ketentuan Konvensi ini
dan peraturan hukum internasional lainnya. pasal 193 UNCLOS menghendaki pelaksanaan
kedaulatan negara atas eksploitasi kekayaan alam harus sesuai dengan kebijaksanaan
lingkungan tanpa melupakan kewajiban perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
Prinsip ini diakui dalam berbagai perjanjian internasional lainnya, namu demikian,
terdapat kendala besar dalam hukum internasional berkaitan dengan kedaulatan negara,
traktat yang berhasil dirumuskan seringkali tidak mencakup prosedur penaatan dan penegakan
yang mencukupi
2. Prinsip Pencegahan
Prinsip pencegahan dapat ditemukan dalam Prinsip 21 Deklarasi Stockholm, Prinsip 2
Deklarasi Rio dan putusan Arbitrase dalam kasus Trail Smelter. Dalam hal pencemaran lintas
batas negara, setiap negara diminta untuk melaksanakan dua kewajiban, pertama untuk
melakukan tindakan yang diperlukan dalam itikad baik; kedua untuk mengatur aktivitas publik
dan privat yang menjadi subyek dari yurisdiksinya. Prinsip ini tidak mebebankan kewajiban
pencegahan kerusakan secara mutlak, namun meminta setiap negara untuk mencegah
tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Pencegahan dapat berarti
perlindungan maupun pelestarian, sebagaimana diatur dalam Pasal 192 UNCLOS bahwa negara-
negara wajib melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pencegahan dapat dilihat sebagai
tindakan yang berpusat pada lingkungan agar terhindar dari kegiatan yang merusak, sedangkan
pelestarian bersumber dari pandangan keterbutuhan generasi masa depan terhadap sumber
daya alam. Tindakan pencegahan meliputi perencanaan dan pengelolaan ekologi, termasuk
didalamnya monitoring, pemberitahuan, pertukaran informasi dengan kelengkapan peraturan
prosedur dan institusi di tingkat nasional. Menurut Bullard, prinsip ini menunjukkan
environmental injustice (ketidakadilan lingkungan), karena otoritas harus melakukan tindakan
sebelum adanya bukti atau akibat yang meyakinkan.
Pelaksanaan prinsip ini juga sangat bergantung pada cost benefit analysis (analisa biaya
dan keuntungan) serta sangat bergantung pada kemauan untuk mengeluarkan biaya.
Keuntungan ekonomi, sosial budaya dan keuntungan lingkungan yang diperoleh harus sesuai
dengan total biaya pencegahan yang dikeluarkan. Cost benefit analysis dan instrument ekonomi
lain dianggap telah membuka peluang tekanan terhadap kelompok minoritas miskin (etnis &
politik) demi keuntungan kelompok kaya. Walaupun terdapat kritik, cost benefit analysis dapat
menciptakan keadilan lingkungan. Pembuatan keputusan lingkungan tentunya akan
menyartakan informasi kelompok sosial mana yang akan menerima manfaat. Keterbukaan
informasi tersebut akan meningkatkan kualitas kebijakan.
Prinsip kerjasama terdapat dalam berbagai dasar pertimbangan dan putusan peradilan
internasional, salah satunya dalam Kasus Gugatan Malaysia terhadap reklamasi pantai yang
dilakukan Singapura. Pada kasus ini ITLOS (Internasional Tribunal For Law of Sea) atau
Mahkamah Internasional Hukum Laut menetapkan tindakan sementara agar para pihak
membentuk kelompok pakar independen dengan tugas memberikan rekomendasi mengenai
langkah-langkah untuk menangani dampak reklamasi serta tukar menukar informasi mengai
resiko reklamasi. Pertimbangan hukum utama ITLOS yaitu bahwa kewajiban negara-negara
untuk bekerjasama merupakan prinsip mendasar dalam rangka pencegahan polusi lingkungan
laut di bawah Bab XII UNCLOS. Meskipun hanya sebatas rencana, suatu negara yang akan
melaksanan kegiatan yang dapat berdampak pada lingkungan negara lain wajib memberitahu
negara tetangganya mengenai detail proyeknya.kewajiban ini terdapat putusan ITLOS mengenai
MOX Case antara Irlandia melawan Inggris. Karena proyek MOX Plan (instalasi nuklir di laut)
belum terlaksana, Mahkamah memutuskan mengeluarkan tindakan sementara agar kedua
negara bekerjasama dalam bentuk pertukaran informasi, memonitor resiko dan melakukan
tindakan pencegahan pencemaran lingkungan laut.
4. Pencemar Membayar
Prinsip pencemar membayar merupakan model pengalokasian dan pengurangan
kerusakan lingkungan dan permintaan pertanggungjawaban dari pihak pencemar, baik individu,
perusahaan maupun negara untuk menanggung pembiayaan atas terjadinya pencemaran[48].
OECD (Organization for Economic Cooperration and Development) menetapkan prinsip ini
sebagai prinsip ekonomi dan sebagai langkah yang efektif dalam pengalokasian dana bagi
pencegahan pencemaran dan tindakan pengontrolan oleh negara. Penerapan prinsip ini yaitu
pengalokasian kewajiban ekonomi dalam hubungannya dengan aktivitas yang membahayakan
lingkungan, khususnya dalam hal pertanggungjawaban, penggunaan isntrumen ekonomi,
termasuk kompetisi dan subsidi. Diinsentif seperti hukuman dan tanggung jawab sipil juga
dapat dipandang sebagai bagian prinsip ini Meskipun demikian, prinsip ini lebih dipandang
bertujuan untuk menghindari distorsi ekonomi pasar daripada sebagai upaya menghindari
kerugian lingkungan. Prinsip ini juga akan lebih efektif diterapkan di tingkat regional yang
memiliki kesamaan hukum lingkungan seperti di Uni Eropa. Selain diterapkan di tingkat
regional, prinsip pencemar membayar diterapkan di tingkat internasional di dalam Prinsip 16
Deklarasi Rio, Konvensi OSPAR dan Konvensi Laut Baltic.
Seperti halnya dengan prinsip pencegahan dan precautionary, prinsip ini juga
berkonfrontasi dengan konsep keadilan lingkungan. Pertama, penentuan siapa yang disebut
sebagai pencemar. Prinsip pencemar membayar menyatakan bahwa efektivitas akan tercapai
jika biaya pencegahan pencemaran dimasukkan dalam harga barang yang dibeli konsumen.
Dengan hal tersebut diharapkan akan menekan penjualan produk yang berpotensi merugikan
kerusakan lingkungan. Namun realitanya, produk yang ramah lingkungan justru berkali lipat
lebih mahal daripada produk yang tidak ramah lingkungan. Permasalahan lain yaitu terkait
pasar ideal, dimana pada tataran ideologi prinsip ini bertujuan mencapai keadilan lingkungan.
Namun implementasi prinsip ini yang menggunakan sistem pajak yang berpotensi membebani
masyarakat. Pelaksanaan prinsip ini dinilai kurang optimal di negara-negara berkembang.
Legislasi dan putusan-putusan pengadilan di negara berkembang menetapkan kewajiban bagi
negara untuk memberikan kompensasi bagi korban kerusakan lingkungan. Tindakan ini diambil
untuk mencegah kerusakan yang lebih parah, jika pihak pencemar belum dapat diidentifikasi.
Kondisi seperti ini banyak terjadi di negara berkembang yang tingkat kemiskinannya cukup luas,
tarik-menarik kepentingan yang cukup ketat serta ketidakjelasan penegakan hukum.