Anda di halaman 1dari 13

EKSISTENSI POLLUTER PAYS PRINCIPLE DALAM

PENGATURAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

Muhamad Muhdar*

Abstract
Polluter- Pays Principle (PPP) was initially known as economic instrument to maintain
the balance between natural resources exploitation and economic activities. In its further
development, PPP was defined as basic instrument of legal responsibility. In Indonesian legal
perspective, PPP was not arranged adequately, either in its basic level of law arrangement
or in its definition subsisted in court’s verdicts, including its clear existence in legal system.
However, the principle has become reference in practical level, especially in the settlement of
environmental pollution cases. For Indonesia, the position of this principle was supposed to
be defined in accordance with its purposes of formulation by applying economic instruments,
such as charge for guarantee fund, environmental tax, as well as charge for environmental
service. In legal perspective, the principle was not relevant to be used as the basis for legal
responsibility, including cannot be understood as an excuse for polluting.

Kata Kunci: prinsip pencemar membayar, instrumen ekonomi, instrumen hukum.

A. Latar Belakang bagai produk hukum sebagai wujud kesada-


Pada awalnya, sumber daya alam di- ran bersama untuk menempatkan lingkungan
pandang sebagai sesuatu yang gratis dalam hidup menjadi bagian penting dalam proses
kegiatan ekonomi. Sumber daya alam, se­ pembangunan nasional masing-masing,
perti hutan, laut, aneka tambang, semuanya dengan mempertautkan pada dua persoalan
dipahami sebagai sesuatu yang harus di- penting, yaitu pembangunan di bidang eko-
manfaatkan dengan tidak memperhitung- nomi dan perlindungan lingkungan.
kan kelangsungan daya dukung lingkungan Penggunaan sumber daya alam yang
dalam jangka panjang. Sebagai akibat dari tidak terkendali untuk kegiatan ekonomi,
penggunaan tanpa batas tersebut, lingkung­ memunculkan ketidakadilan dalam peman-
an menjadi rusak atau tercemar sehingga faatannya, termasuk pada level tertentu
mengancam keselamatan kehidupan terma- dapat mengakibatkan bencana bagi kehidu-
suk manusia. pan manusia. Ketidakadilan dalam peman-
Kesadaran negara-negara dalam ber­ faatan sumber daya alam, dapat berupa
bagai forum internasional melahirkan ber­ penguasaan yang tidak memperhitungkan

*
Kandidat Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dosen Fakultas Hukum
Universitas Balikpapan, Kalimantan Timur (e-mail: em_muhdar@yahoo.com).
1
Schlosberg menyebutkan bahwa keadilan lingkungan adalah pendistribusian, but it is also about individual and
community recognation, partipation, and functioning. Lihat: David Schlosberg, 2007, Defining Environmental
Justice, Theories, Movements, and Nature, Oxford University Press, New York, hlm. viii.
68 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 67 - 80

terjaganya lingkungan hidup untuk tetap Dalam proses produksi, produser


menunjang kehidupan, termasuk tergang- tidak memperhitungkan biaya pembuangan
gunya hak-hak masyarakat yang memiliki limbah dalam biaya produksi mereka, tetapi
ketergantungan terhadap kelestarian fungsi- dibebankan kepada pengguna lingkungan
fungsi lingkung­an hidup. Pemahaman ter- laut lainnya. Dalam literatur ekonomi,
hadap kekayaan sumber daya alam sebagai biaya ekonomi yang dikeluarkan dari proses
‘milik bersama’ dan dianggap sesuatu yang ekonomi pasar disebut sebagai external
gratis akan tetap digunakan oleh pengguna economy, atau externality. Keadaan ini
sumber daya alam, jika pengaturan di bidang karena adanya anggapan tradisional yang
hukum lingkungan tidak dapat memberi- menyatakan bahwa air, misalnya, adalah
kan batasan yang jelas mengenai pola-pola barang bebas dan terbuka bagi siapa saja yang
pemanfaatan yang berkeadilan dan upaya memanfaatkannya sehingga para produser
perlindungannya. Berbagai permasalahan berpikir bahwa keuntungan yang timbul atau
akan muncul, baik karena konflik peman- biaya untuk mengendalikan pencemaran
faatan sumber daya alam maupun bencana dibiarkan di luar proses produksi.
kemanusiaan sebagai akibat pencemaran Pada awalnya, proses pembangunan
dan kerusakan lingkungan. Tragedi terhadap ekonomi, sengaja atau tidak sengaja
sumber kekaya­an bersama yang diakibatkan menempatkan masyarakat pada posisi yang
oleh kegiatan ekonomi disebabkan karena ti- sewaktu-waktu harus menghadapi bahaya
dak adanya mekanisme keseimbangan antara pencemaran maupun perusakan lingkungan
kegiatan ekonomi dan upaya perlindungan hidup. Kesadaran pelaku ekonomi untuk
dan pelestariannya. Hardin menyebutkan bertanggung jawab memikul beban
bahwa apa yang disebut the commons itu atas potensi dampak negatif dari proses
dipandang sebagai sesuatu hal yang ‘gratis’ produksi yang ditimbulkan tidak menjadi
sehingga segala kegiatan pemanfaatannya dasar pertimbangan. Bahkan dalam politik
tidak disertai dengan biaya pemulihan untuk pemanfaatan sumber daya alam, politik
menjaga kesinambungannya. Di laut, ke- hukum negara berorientasi pada eksploitasi
adaan diperparah dengan adanya pemaham­ (use oriented) sehingga berbagai kepentingan
an mengenai inexhaustible resources of the konservasi dan keberlanjutan sumber daya
oceans dan adanya prinsip freedom of the alam, karena semata-mata digunakan
sea (yang dapat juga berarti freedom to ex- sebagai perangkat hukum (legal instrument)
ploit maupun freedom to pollute). untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

2
Marsudi Triatmodjo, 2001, Pengembangan Pengaturan Hukum dan Kelembagaan Pencemaran Laut oleh Sum-
ber dari Darat di Kawasan Asia Tenggara, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 3
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Ibid., hlm. 371.
6
Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi.
Dapat juga dikatakan sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang
bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
Muhdar, Eksistensi Polluter Pays Principle dalam Pengaturan Hukum Lingkungan 69

melalui peningkatan pendapatan dan can reduce pollution if we are prepared to


devisa negara. Sejak Pemerintah Indonesia pay for it’, sehingga dipahami seberapa
menerima investasi modal asing melalui besar kemampuan membayar, baik dengan
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 program untuk menciptakan alat pencegah
tahun 1961 tentang Penanaman Modal Asing pencemaran anti-pollution maupun secara
dan dilanjutkan dengan undangan pemerintah tidak langsung dengan membayar kerugian
dalam menarik investor-investor asing yang disebabkan oleh pencemaran.
mendorong pemerintah membentuk Undang- E.J.Mishan dalam the cost of economic
undang Pertambangan Nomor 11 Tahun growht pada tahun enampuluhan mem-
1967 tentang Pertambangan. Pembentukan perkenalkan polluter-pays principle (prinsip
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 pencemar membayar) yang menyebutkan
merupakan apresiasi dari kebijakan negara bahwa pencemar semata-mata merupakan
untuk memacu pertumbuhan ekonomi seseorang yang berbuat pencemaran yang
nasional, melalui eksploitasi sumber daya seharusnya dapat dihindarinya. Mulai tahun
tambang yang dimiliki Indonesia, sehingga 1972 prinsip pencemar membayar dianut dan
politik hukum yang melatarbelakangi dikembangkan oleh Negara-negara Anggota
pembentukan undang-undang tersebut adalah Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pem-
kemauan negara mengeksploitasi sumber bangunan (Organization of Economic Co-
daya tambang untuk memacu pertumbuhan operation and Development/OECD), yang
ekonomi nasional. Anggapan ini dapat saja pada intinya menyebutkan, bahwa pencemar
benar bila dihubungkan dengan Undang- harus menanggung beban atau biaya pence-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang gahan dan penanggulangan pencemaran yang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ditimbulkan. Sebagai instrument ekonomi,
tidak memberikan pengaturan memadai prinsip pencemar membayar menggunakan
dalam memberikan sanksi terhadap pelaku internalisasi biaya dalam proses produksi
pencemaran, kecuali hanya memberikan yang dimaksudkan sebagai tindakan preven-
landasan hukum bagi pengusaha untuk tif kemungkinan munculnya pencemaran.
memberikan pembayaran kompensasi Pada perkembangan selanjutnya, prin-
kepada korban pencemaran. sip pencemar membayar tidak saja dipahami
John Maddox memberikan argumentasi sebagai instrumen ekonomi, tetapi mulai
bahwa pencemaran akan dapat dipecahkan bergeser pada bidang hukum. Dalam perspek­
dengan menghitung ongkos-ongkos yang tif hukum positif yang dimiliki Indonesia,
timbul (price) dan merupakan masalah Polluter Pays Principle tidak memberikan
ekonomi saja. Lebih lanjut diuraikan, ‘we pengaturan memadai, baik dalam tingkat

7
Daud Silalahi, 1996, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni,
Bandung, hlm. 12.
8
Rangkuti, Sundari, 2000, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, edisi kedua, Airlangga
University Press, Surabaya, hlm. 238.
9
Philippe Sands, 2003, Principles of International Environmental Law, Second Edition, Cambridge Cambridge
University Press, United Kingdom, hlm. 281.
70 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 67 - 80

dasar pengaturan hukum, pemaknaan dalam kaidah berkenaan dengan kaidah hukum
putusan-putusan pengadilan, termasuk ke­ dalam bentuk kaidah perilaku. Dalam definisi
jelasan eksistensinya dalam sistem hukum, Scholten di atas disimpulkan lebih lanjut
tetapi ditemukan dalam praktek-praktek bahwa asas-asas hukum mewujudkan sejenis
penyelesaian kasus-kasus pencemaran yang sistem sendiri, yang sebagian termasuk
terjadi di Indonesia. ke dalam sistem hukum, tetapi sebagian
Dari gambaran di atas, tulisan ini akan lainnya tetap berada di luar sistem hukum.
menelaah eksistensi polluter pays principle, Menurut Paul Scholten, asas-asas hukum
terutama, apakah polluter pays principle itu berada di dalam sistem hukum maupun
memiliki pembenar menurut hukum untuk di belakangnya. Dalam hal ini, pikiran
digunakan sebagai dasar pertanggungjawaban Scholten terarah pada sistem hukum positif.
terhadap kasus-kasus pencemaran, dan Peranan ganda dari asas hukum berkenaan
bagaimana sebaiknya prinsip ini dapat dengan sistem hukum positif itu berkenaan
digunakan dalam mendukung pengelolaan dengan sifat asas hukum sebagai kaidah
lingkungan hidup? penilaian. Asas hukum mengungkapkan
nilai, yang harus kita perjuangkan untuk
B. Prinsip Hukum dan Konsep Pen- mewujudkannya, tetapi hanya sebagian saja
gaturan dalam Hukum Lingkungan dapat direalisasikan dalam hukum positif.
Prinsip hukum adalah prinsip (asas) Sejauh nilai suatu asas hukum diwujudkan
yang menjadi dasar bagi suatu sistem dalam kaidah hukum dalam sistem hukum
hukum10, yang berguna dalam pembuatan positif, maka asas hukum itu berada dalam
maupun dalam penerapan hukum. sistem tersebut.
Mengenai apa yang dinamakan asas Karl Larenz menyebutkan bahwa asas
hukum atau prinsip hukum terdapat beberapa hukum adalah gagasan yang membimbing
pendapat. Paul Scholten merumuskan asas dalam pengaturan hukum (yang mungkin
hukum sebagai pikiran-pikiran dasar yang ada atau yang sudah ada), yang dirinya
terdapat di dalam dan di belakang sistem sendiri bukan merupakan aturan yang dapat
hukum masing-masing dirumuskan dalam diterapkan, tetapi yang dapat diubah menjadi
aturan-aturan perundang-undangan dan demikian.12 Robert Alexy membedakan
putusan-putusan hakim, yang berkenaan antara asas hukum dan peraturan hukum.
dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan- Menurut pendapatnya, asas hukum adalah
keputusan individual dapat dipandang ‘optimierungsgebote’yang berarti aturan yang
sebagai penjabarannya.11 mengharuskan bahwa sesuatu berdasarkan
Dalam definisi tersebut tampak dengan kemungkinan-kemungkinan yuridis dan
jelas peranan asas hukum sebagai meta- faktual seoptimal mungkin direalisasikan.

10
Black mendefininikan principle sebagai a fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or
doctrine which furnishes a basis or origin for others; a settled rule of action, procedure, or legal determination,
lihat: Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary, 6th ed., West Publishing Co., St. Paul, hlm. 1193.
11
Paul Scholten dalam J.J. H. Bruggink, 1999, Refleksi tentang Hukum, alih bahasa Arief Sidharta, Cetakan ke-2,
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 119-120.
12
Ibid., hlm. 121.
Muhdar, Eksistensi Polluter Pays Principle dalam Pengaturan Hukum Lingkungan 71

Sebaliknya, aturan hukum adalah yang selalu Polluter Pays Principle (PPP)
dapat atau tidak dapat dipatuhi.13 Ron Jue memberi arah dalam pengaturan hukum
membatasi pengertian asas hukum sebagai lingkungan terkait peristiwa pencemaran.
nilai-nilai yang membatasi kaidah-kaidah Asas ini menunjuk pada suatu kewajiban
hukum disebut asas-asas hukum. Asas atau pembebanan kepada pencemar untuk
hukum itu menjelaskan dan melegitimasi membayar kerugian yang dialami korban.
kaidah hukum, di atasnya bertumpu muatan Permasalahan yang muncul kemudian
ideologis dari tatanan hukum. Karena itu, menyangkut konsep yang dimaknai dalam
kaidah-kaidah hukum dapat dipandang pengaturan hukum lingkungan di Indonesia.
sebagai operasionalisasi atau pengolahan Rumusan penjelasan dalam Pasal 34
lebih jauh dari asas-asas hukum.14 UUPLH, misalnya, menyisakan masalah
Bellefroid menyebutkan bahwa asas tersendiri jika dilihat dari fungsi asas
hukum umum adalah norma dasar yang hukum. Asas pencemar membayar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang memiliki fungsi mengesahkan, seharusnya
oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal tidak dirumuskan dalam bagian penjelasan
dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas pasal. Penempatan rumusan ‘asas pencemar
hukum itu merupakan pengendapan hukum membayar’ (diartikan sebagai PPP) dalam
positif dalam suatu masyarakat.15 penjelasan, berpotensi menimbulkan norma
Asas hukum mempunyai dua fungsi, baru17, dan bahkan membingungkan,
yaitu fungsinya dalam hukum dan ilmu apakah menggunakan ketentuan dalam
hukum. Fungsi asas hukum dalam hukum batang tubuh Pasal 34 ayat (1) UUPLH atau
berdasarkan eksistensinya pada rumusan mengikuti isi penjelasan ayat tersebut. Jika
oleh pembentuk undang-undang dan mengikuti penjelasan, maka maksud prinsip
hakim (ini merupakan fungsi yang bersifat pencemar membayar, bahkan memiliki
mengesahkan) serta mempunyai pengaruh banyak pemaknaan seperti membayar untuk
yang normatif dan mengikat para pihak. mencemari (paying to pollute) atau dapat
Fungsi asas hukum dalam ilmu hukum dimaknai sebagai license to pollute.
hanya bersifat mengatur dan eksplikatif
(menjelaskan). Tujuannya adalah memberi C. Pengaturan Polluter Pays-Principle
ikhtisar, tidak normatif sifatnya dan tidak PPP merupakan salah satu prinsip yang
termasuk hukum positif.16 penting dalam pengelolaan lingkungan,

13
Ibid.
14
Ibid.
15
Bellefroid dalam Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum, Cet. ke-2, Liberty, Yogyakarta, hlm. 34.
16
Ibid., hlm. 36.
17
Sebagai bukti penggunaan asas ini pada tingkat praktek adalah dibebaskannya tersangka pecemaran lingkungan
(pembuangan slude oil/lantung) oleh Polda Kaltim Tahun 2004 dengan alasan pencemar telah melakukan pem-
bayaran (pencemar membayar).
72 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 67 - 80

selain prinsip the sustainable development, Watercourses and International Lakes24, the
the prevention principle; the precautionary 1996 London Protocol to the Convention
principle; and the proximity principle.18 on the Prevention of Marine Pollution by
Pengaturan PPP untuk pertama kali Dumping of Wastes and Other Matter.25
dirumuskan oleh Organization for Economic PPP juga ditemukan dalam rumusan
Co-peration and Development (OECD), dan Prinsip ke-16 the Rio Declaration on
dalam ketentuan-ketentuan hukum European Environment and Development yang
Communities (EC) tahun 1972. Selanjutnya menyebutkan bahwa:
tahun 1973, merupakan penerapan pertama
National authorities should endeavor to
kali kedalam masalah-masalah lingkungan promote the internalization of environ-
hidup.19 mental costs and the use of economic
Keberadaan PPP dapat ditemukan dalam instruments, taking into account the
berbagai dokumen hukum (terutama soft law approach that the polluter should, in
dalam kategori soft principles)20, berkembang principle, bear the costs of pollution,
with due regard to the public interests
dalam penggunaannya dan diatur dalam
and, without distorting international
dokumen-dokumen hukum internasional, di trade and investment.26
antaranya, the 1980 Athens Protocol for the
Protection of the Mediteranian Sea against Hal ini juga ditegaskan oleh Sands
Pollution from Land-based Sources and dengan mengemukakan bahwa ‘the practical
activities21, the 1992 Helsinki Convention implications of the polluter pays-principle
on the Transboundary Effects of Industrial are its allocation of economic obligations
Accidents22, the 1993 Lugano Convention in relation to environmentally damaging
on Civil Liability for Damage resulting from activities, particularly in relation to liability,
Activities Dangerous to the Environment23, the the use of economic instrument, and the
1992 Helsinki Convention on the Protection application of rules relating to competition
on the Protection and Use of Transboundary and subsidy’.27 Meskipun demikian, prinsip
ini telah menjadi solusi bagi beberapa

18
Michael Faure and Goran Skogh, 2003, The Economic Analisys. of Environmental Policy and Law, an Introduc-
tion, Edward Elgar Publishing Inc., Massachusett, USA, hlm. 5.
19
Philip Sands QC, Op. cit., hlm. 281-283.
20
Soft Law meliputi solft principles (seperti: Declaration) dan kategori sebagai normative recommendations. Nor-
mative recommendation pada umumnya berisi norma-norma tentang satndar-standar yang dapat dijadikan pe-
doman mengenai apa yang ditetapkan dan bagaimana melakukannya, lihat: Marsudi Triatmodjo, 1998, Peran
dan Fungsi Soft Law dalam Perkembangan Hukum Internasional tentang Hak Asasi Manusia dan Lingkungan
Hidup, Mimbar Hukum, Nomor 31/VIII/1998, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 43.
21
United Nations Environmental Programme (UNEP), 1992.
22
United Nations Economic Commission for Europe (UNECE), 1992.
23
European Communities Civil and Commercial Matters, 1993.
24
United Nations Economic Commission for Europe (UNECE), 1992.
25
London Protocol, (International Maritime Organization), 1972/1996.
26
The Rio Declaration, UN, 1992.
27
Philippe Sands, Op. cit., hlm. 280
Muhdar, Eksistensi Polluter Pays Principle dalam Pengaturan Hukum Lingkungan 73

negara dalam membangun sistem hukum biaya-biaya alternatif penerapan kebijakan


nasionalnya terutama dalam mengatur kasus- anti pencemaran, biaya pengukuran
kasus pencemaran. dan pemantauan pengelolaan, biaya
Organization for Economic Co-peration riset, pengembangan teknologi unit-unit
and Development (OECD) merumuskan pengelolaan pencemaran, dan perawatan
‘apa yang harus dibayar’ terkait dengan instalasi unit-unit pengelolaan limbah.
penerapan prinsip pencemar membayar. Prinsip-prinsip yang diterapkan oleh OECD
Salah satu rumusannya, bahwa pencemar tercakup dalam tujuh kebijaksanaan yang
selayaknya dibebani kewajiban membayar diambil, yakni: pengendalian langsung,
akibat pencemaran yang ditimbulkan. perpajakan, pembayaran, subsidi, macam-
Namun demikian, muncul penentangan macam kebijakan yang bersifat insentif
dengan alasan: seperti keuntungan pajak, fasilitas kredit,
a. Pemulihan lingkungan tidak ada dan amortisasi atau pelunasan hutang yang
artinya dalam hal terjadinya kerusakan mempercepat (accelarated amortization),
hebat yang dampaknya tidak dapat pelelangan hak-hak pencemaran (the action
diselesaikan dengan ganti kerugian of pollution right), pungutan-pungutan
murni; (charge).
b. Pemulihan kerusakan mengandung Eksistensi penerapan PPP dalam
banyak kesulitan misalnya dampak kaitannya dengan instrumen ekonomi juga
jangka panjang dan penemuan dampak memiliki kelemahan, karena pembayaran
tidak langsung; yang digantungkan kepada jumlah pollutan
c. Perkiraan biaya kerusakan terhadap yang dikeluarkan masih harus melihat “the
biaya pemulihan perbaikan kerusakan lifetime of production project” sehingga
seringkali sia-sia dari segi ekonomik.28 pengenaan pajak lingkungan tidak akan
Selanjutnya OECD merumuskan efektif dan menimbulkan efek negatif bagi
lebih lanjut, penerapan prinsip pencemar kesejahteraan sosial.30
membayar dilakukan dengan membebani Rumusan PPP yang menggabungkan
biaya kegiatan yang perlu untuk mencegah antara instrumen ekonomi dan hukum dapat
pencemaran, dalam bentuk pungutan insentif ditelusuri dari paham yang diajukan oleh
yang sama dengan biaya pembersihan Seerden, sebagai berikut:
limbah, atau hanya menetapkan kriteria
Under the Polluter Pays-Principle, the
yang mengharuskan mengambil upaya polluter basically must avoid any nega-
pencegahan.29 Menurut OECD, upaya tive environmental impact. He must at
pengendalian pencemaran melibatkan least repair all detrimental consequen­

28
Sitti Sundari Rangkuti, Op. cit., hlm. 253.
29
Ibid., hlm. 253.
30
Irina Glazyrina, Vesiliy Glazyrin, Sergey Vinnichenko, 2005, “The Polluter Pays Principle and Potential Con-
flicts in Society”, dalam www.sciencedirect.com/poluter_pays_principle_analysis.pdf, diakses Tanggal 30 Janu-
ari 2009.
74 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 67 - 80

ces. This principle not only concerns the diartikan juga sebagai instrumen dasar untuk
allocation of cost of avoidance, removal menuntut pertanggungjawaban hukum atas
and compensation of environmental terjadinya kasus pencemaran.
impact. It also justifies measures of
Dalam sejarah perkembangan hukum
direct conduct (orders, prohibitions),
incentive charge, and leads to claims lingkungan nasional, tidak terdapat
which compel those responsible to do perumusan secara spesifik mengenai
something, or to claim concerning li- eksistensi PPP. PPP mulai menjadi perhatian
ability under civil law. Therefore, this saat dirumuskan dalam Pasal 34 ayat (1)
principle serves as substantial principle UUPLH yang berbunyi:
in determining responsible for environ-
mental impact, danger and risk.31 “setiap perbuatan melanggar hukum
berupa pencemaran dan/atau peru-
Meskipun pandangan di atas sakan lingkungan hidup yang menim-
masih memiliki pertalian dengan aspek bulkan kerugian pada orang lain atau
pengalokasian biaya dalam penanggulangan lingkungan hidup, mewajibkan kepada
pencemaran, tetapi juga memasuki ranah penanggung jawab usaha dan/atau ke-
giatan untuk membayar ganti rugi dan/
pertanggungjawaban hukum. Dalam
atau melakukan tindakan tertentu”.
banyak kasus pencemaran lingkungan,
pertanggungjawaban hukum termasuk Penjelasan pasal tersebut dirumuskan,
tindakan untuk menghilangkan dampak ‘ayat ini merupakan realisasi asas yang ada
negatif menjadi tuntutan dalam proses dalam hukum lingkungan hidup yang disebut
menyeimbangkan antara kepentingan asas pencemar membayar’. Penjelasan pasal
kalangan industri dan kepentingan ini memiliki pengertian berbeda dengan
masyarakat, termasuk kebutuhan menjaga teks dalam batang tubuh Pasal 34 ayat (1)
pelestarian kemampuan lingkungan hidup UUPLH sehingga memiliki konsekuensi
yang serasi dan seimbang.32 yang berbeda dalam tingkat penerapan. Pasal
Dari uraian tersebut di atas, nampak 34 ayat (1) UUPLH memiliki pembenar dari
bahwa prinsip pencemar membayar memiliki aspek pertanggungjawaban perdata dengan
dua pemaknaan, yaitu sebagai instrumen mengacu pada Pasal 1365 Kitab Undang-
ekonomi dengan maksud pembebanan biaya undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang
kepada pelaku pencemar yang potensial dan dalam literatur dikenal dengan perbuatan

31
Seerden, Rene J.G.H., Michiel A, Heldeweg and Kurt R. Deketelaere (eds), 2002, Public Environmental Law
in the European Union and the United States, A Comparative Analysis, The Hague, Published by Kluwer Law
International, Netherlands, hlm. 210-211.
32
Istilah “pelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang” membawah kepada keserasian
antara “pembangunan” dan “lingkungan”, sehingga kedua pengertian itu, yaitu “pembangunan” dan “lingkun-
gan” tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian lingkungan” yang bermakna melestari-
kan lingkungan itu an sich digunakan dalam rangka kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam. lihat
Koesnadi Hardjasoemantri, 2006, Hukum Tata Lingkungan, ed. 8, cet. ke-19, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hlm. 98.
Muhdar, Eksistensi Polluter Pays Principle dalam Pengaturan Hukum Lingkungan 75

melawan hukum (onrechtmatigedaad). perdata menimbulkan kerancuan menurut


Demikian juga dengan status kekuatan sistem hukum oleh karena kualifikasi
mengikat secara hukum dari ‘penjelasan’ pencemaran yang dimaksud dalam hukum
dalam satu naskah suatu produk hukum dapat perdata seharusnya ditafsirkan sama
melahirkan dualisme pemahaman terhadap dalam hukum pidana. Pengertian yuridis
kasus-kasus lingkungan. Apakah mengacu mengenai ‘pencemaran’ yang diikuti
pada ketentuan naskah dalam batang tubuh oleh pertanggungjawaban perdata bukan
Pasal 34 ayat (1) UUPLH atau pada naskah merupakan dasar meniadakan peristiwa
‘penjelasannya’. Asas pencemar membayar hukum pidana.
(polluter pays principle) sebagaimana yang
dimaksudkan dalam penjelasan Pasal 34 ayat D. Polluter Pays Principle dalam Sudut
(1) UUPLH memiliki perbedaan baik dari Pandang Ekonomi dan Hukum
segi konsep maupun tujuan perumusannya. PPP merupakan prinsip pengalokasian
Kekeliruan yang sama, misalnya dirumuskan biaya dari pengusaha atas potensi pencemaran
dengan memberikan uraian bahwa realisasi yang ditimbulkan, terutama dalam
PPP berupa pembayaran ganti rugi, dan pemanfaatan lingkungan. Pembenarnya
hakim membebankan pelaku pencemaran bahwa pemanfaatan lingkungan untuk
untuk melakukan berbagai tindakan, seperti: kegiatan ekonomi (faktor produksi),
1. Pemasangan atau perbaikan instalasi- seharusnya tidak dibebankan kepada pihak
instalasi pengelolaan limbah sejalan yang tidak ikut menikmati keuntungan
dengan prinsip baku mutu lingkungan dari kegiatan usaha. Pengusaha harus
hidup mengupayakan pendanaan secara internal
2. Memulihkan fungsi tata lingkungan dari setiap pengeluaran yang berdampak
3. Menghilangkan semua faktor penyebab pada lingkungan (internalisasi biaya).
perusakan lingkungan. Penerapan prinsip internalisasi biaya
Permasalahan lain, terutama dalam lingkungan dapat dimaknai sebagai upaya
hukum nasional, PPP tidak diatur dengan memperhitungkan biaya-biaya yang harus
memadai, kecuali hanya ditelusuri melalui ditanggung oleh pelaku kegiatan ekonomi
praktek-praktek penyelesaian kasus- akibat timbulnya kerugian lingkungan.
kasus pencemaran lingkungan hidup. Di Gagasan dasar dari prinsip ini adalah biaya
samping itu, konsep pengaturan mengenai lingkungan dan sosial harus diintegrasikan
PPP memerlukan penegasan terkait ke dalam proses pengambilan keputusan
beberapa hal, seperti kejelasan asas ini yang berkaitan dengan penggunaan sumber-
dalam norma hukum, kedudukannya sumber daya alam tersebut.
dalam sistem pertanggungjawaban hukum Rasio pentingnya penerapan prinsip ini
terutama terhadap pelaku pencemaran dilatarbelakangi oleh penggunaan sumber
lingkungan. Pertanggungjawaban pelaku daya alam yang merupakan kecenderungan
pencemaran (polluter) yang hanya dimaknai atau reaksi dari dorongan kebutuhan pasar.
sebagai subyek hukum dalam sengketa Akibatnya, masyarakat tidak terwakili
76 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 67 - 80

dalam komponen pengambilan keputusan lagi diperlakukan sebagai suatu benda bebas
untuk menentukan harga pasar tersebut. (rex nullius). Hal ini mempertegas bahwa
Masyarakat menjadi korban pencemaran pemanfaatan sumber-sumber daya alam
dan/atau perusakan lingkungan tidak oleh pelaku ekonomi, sudah waktunya pula
memiliki mekanisme untuk memaksa pelaku memperhitungkan biaya-biaya kerusakan
ekonomi membayar ganti kerugian akibat dan/atau pencemaran lingkungan dalam
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan proses keputusan pembiayaan kegiatan
kecuali melalui mekanisme pengadilan. Oleh usaha mereka.
sebab itu, sumber-sumber daya alam yang Perhitungan ganti kerugian dalam kasus
biasanya ‘open access’ harus diberi nilai/ lingkungan hidup didasarkan pada hitungan
harga yang memadai, karena kecenderungan jumlah kerugian riil yang diukur berdasarkan
manusia dan badan hukum (berorientasi nilai material milik korban dan jumlah
positif) menggunakannya secara berlebihan kerugian yang dihitung dari nilai ekonomi
(overuse).33 lingkungan. Penilaian ini didasarkan pada
Prinsip internalisasi biaya lingkungan pandangan bahwa dalam pembangunan
mendasari materi muatan pembangunan ekonomi, sumber daya alam dibutuhkan
berkelanjutan, pada hakikatnya menggugah baik sebagai input produksi ekonomi
kesadaran pelaku ekonomi untuk lebih (resource supplier), media asimilasi limbah
kritis memperhitungkan dampak-dampak (waste assimilator), maupun penyedia
yang timbul akibat kegiatan ekonominya. kenyamanan lingkungkungan (direct use of
Patut disadari bahwa ongkos-ongkos sosial utility). Munculnya bahaya akibat perlakuan
kerusakan lingkungan menjadi bagian yang salah terhadap sumber daya alam dan
urgensial dalam proses pengambilan lingkungan karena tidak mengenal nilai
keputusan untuk mewujudkan inspirasi positif dari ketiga fungsi ekonomi tersebut.34
memperoleh keuntungan ekonominya, baik Jasa yang paling nyata yang disediakan oleh
jangka pendek maupun jangka panjang. sumber daya alam berupa utilitas langsung
Perusahaan bisa saja menganggap adalah kenyamanan, estetika dan rekreasi.
lingkungan sebagai benda bebas yang dapat Jasa lain yang bisa diperoleh adalah sumber
digunakan sepenuhnya untuk memperoleh pangan, input untuk produksi, energi,
laba yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, logam, dan kayu. Hitungan ganti kerugian
masyarakat sebagai pelaku keseluruhan akan dengan menggunakan instrument valuasi
melihat lingkungan hidup sebagai bagian ekonomi adalah penting mengingat esensi
bagian kekayaan nyata yang tidak dapat valuasi ekonomi menyangkut penentuan

Surna T. Djajadiningrat, 1997, Pengantar Ekonomi Lingkungan, LP3ES, Jakarta, hlm. 5.


33

Pearce and Turner dalam Irham, 2007, Valuasi Ekonomi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Kerangka
34

Kebijakan Pembangunan berkelanjutan, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 21 Maret 2007, hlm. 2.
Muhdar, Eksistensi Polluter Pays Principle dalam Pengaturan Hukum Lingkungan 77

nilai bagaimana menemukan ukuran daerah yang tidak tercemar. Cara yang lain
untuk willingness to pay bagi kualitas lagi adalah dengan menanyakan berapa
lingkungan.35 kesediaannya untuk membayar bagi
Baik dalam teori maupun dalam praktek, pengurangan pencemaran itu. Dapat pula
hal yang paling sulit dalam pendekatan ditanyakan kesediaan seseorang menerima
ekonomi adalah bagaimana menentukan pembayaran agar tetap bersedia menerima
atau mengukur biaya dan manfaat dari pencemaran (willingness to accept).38
usaha penanggulangan pencemaran.36 Biaya Dalam sudut pandang hukum, PPP harus
pencemaran yang tidak dapat diukur dengan dinormatifikasi melalui pengaturan yang jelas.
mudah sering disebut “intangible costs” Beberapa hal yang membutuhkan pengaturan
atau “noneconomic costs”,37 misalnya biaya terkait asas ini adalah penegasannya sebagai
hilangnya kesempatan rekreasi untuk anak- prinsip pertanggungjawaban hukum dalam
anak maupun para pengail ikan. Hanya kasus-kasus lingkungan, terutama sengketa
sebagian kecil biaya pencemaran yang dapat lingkungan dari sisi hukum perdata. Sebagai
diperkirakan secara langsung terutama yang bagian dari sistem hukum perdata, maka
berkaitan dengan kerugian manusia terkait penentuan ganti kerugian pun seharusnya
dengan adanya pencemaran. Kesulitan didasarkan tidak saja pada seberapa besar
menilai dalam kasus pencemaran terutama kerugian manusia tetapi mencakup nilai
kerugian pada komponen lingkungan hidup pada valuasi ekonomi lingkungan, sehingga
tidak menjadi dasar untuk meniadakan yang diharapkan adalah bentuk perlindungan
faktor dalam menentukan ganti kerugian kepentingan manusia dan sekaligus
komponen lingkungan. Salah satu yang dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup.
digunakan dalam melakukan pengukuran Pembebanan pembayaran berdasarkan PPP
biaya pencemaran adalah dengan melihat akan lebih baik jika diikuti dengan penentuan
tingkat harga. Tetapi bila kita tidak dapat bagaimana cara menentukan pembayaran,
secara langsung mengetahui harga pasar jumlah pembayaran dan tujuan pembayaran
untuk kerugian yang timbul karena polusi, dalam kasus-kasus pencemaran lingkungan
maka harus ditemukan cara lain, yaitu hidup.
dengan cara menggunakan harga barang Argumen ini didasarkan pada pertim-
lain terutama mengukur berapa nilai udara bangan bahwa selama ini cara menentukan
yang bersih dan nilai air yang bersih dengan nilai kerugian akibat pencemaran lebih ke-
cara melihat kesediaan membayar seseorang pada penentuan nilai dari kerugian korban
(willingness to pay) untuk perumahan di pencemaran (manusia) tanpa mengikutser-

35
Ibid., hlm. 11.
36
Suparmoko, 2006, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lngkungan (Suatu Pendekatan Teoretis), ed. ke-3, cet. ke-2,
BPFE, Yogyakarta, hlm. 288.
37
Ibid., hlm. 289.
38
Ibid., hlm. 290.
78 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 67 - 80

takan nilai komponen lingkungan hidup. menjadi bagian penting dalam hukum ling-
Kelemahan penentuan nilai ganti kerugian kungan karena memberikan petunjuk pada
dengan hanya menentukan kerugian korban pembuatan atau penerapan hukum, bahwa
pencemaran, juga dapat dilihat dari me- pelaku pencemar seharusnya melakukan tin-
kanisme penyelesaian sengketa yang dipilih. dakan-tindakan pemulihan lingkungan, ter-
Penyelesaian dengan mekanisme perdata masuk memberikan ganti kerugian kepada
(non litigasi) misalnya, akan menyebabkan korban pencemaran baik karena terbukti ada­
kesepakatan menurut tujuan para pihak dan nya pencemaran atau kegiatan yang berpo-
bukan menjadi tujuan perlindungan lingkung­ tensi mencemari lingkungan.
an hidup. Di samping itu, penerapan PPP se- Prinsip ini dapat digunakan dalam
harusnya terbatas pada kegiatan tertentu dan mendukung pengelolaan lingkungan hidup
dalam batas gangguan terhadap lingkung­ apabila dilakukan proses normatifikasi dalam
an dalam skala kecil serta pelakunya tidak sistem hukum lingkungan di Indonesia.
mampu menyiapkan teknologi pengelolaan Di samping itu, penerapannya pun harus
limbah yang baik. Namun demikian, pan- terbatas untuk kegiatan tertentu dan dalam
dangan ini pun dapat membuat rancu bagi batas gangguan terhadap manusia dan/atau
proses-proses penyelamatan lingkungan lingkungan pada skala kecil, serta pelakunya
hidup dan keadilan dalam distribusi peman- tidak mampu menyiapkan teknologi
faatan sumber daya lingkungan. pengelolaan limbah.
Dalam perspektif ekonomi, asas ini
E. Penutup seharusnya dikembalikan pada tujuannya
Berdasarkan uraian di atas, dapat di­ semula, yaitu pembebanan terhadap pence-
ketahui bahwa PPP tidak memiliki pembenar mar potensial demi menghindari pengalihan
menurut hukum untuk digunakan sebagai risiko kepada mereka yang tidak memperoleh
dasar pertanggungjawaban terhadap kasus- keuntungan dalam penggunaan lingkungan
kasus pencemaran. Namun demikian, tetap untuk tujuan ekonomi.

DAFTAR PUSATAKA

A. Buku Faure, Michael and Nicole Niessen, (ed),


Black, Henry Campbell, 1990, Black’s Law 2006, Environmental Law in Develop-
Dictionary, 6th ed. West Publishing ment, Lessons from the Indonesian Ex-
Co., St. Paul. perience, Published by Edward Elgar
Bruggink, J.J. H., 1999, Refleksi tentang Publishing Limited, Cheltenham, UK.
Hukum, alih bahasa Arief Sidharta, Ce- Faure, Michael and Skogh, Goran, 2003,
takan ke-2, Citra Aditya Bakti, Band- The Economic Analysis of Environmen-
ung. tal Policy and Law, An Introduction,
Djajadiningrat, Surna T., 1997, Pengantar Edward Elgar Publishing, Inc., Massa-
Ekonomi Lingkungan, LP3ES, Jakarta. chusett, USA.
Muhdar, Eksistensi Polluter Pays Principle dalam Pengaturan Hukum Lingkungan 79

Hardjasoemantri, Koesnadi, 2006, Hukum Kluwer Law International, The Hague,


Tata Lingkungan, Edisi Kedelapan, Ce- Netherlands.
takan Kesembilan Belas, Gadjah Mada Silalahi, Daud M., 1996, Hukum Lingkung­
University Press, Yogyakarta. an, Dalam Sistem Penegakan Hukum
Irham, 2007, Valuasi Ekonomi dan Penge- Lingkungan Indonesia, Penerbit Alum-
lolaan Sumber Daya Alam dalam Ke- ni, Bandung.
rangka Kebijakan Pembangunan ber- Suparmoko, 2006, Ekonomi Sumber Daya
kelanjutan, Pidato Pengukuhan Guru Alam dan Lingkungan (Suatu Pende-
Besar Pada Fakultas Pertanian Univer- katan Teoretis), Edisi Ketiga, Cetakan
sitas Gadjah Mada, Tanggal, 21 Maret Kedua, BPFE, Yogyakarta.
2007, Yogyakarta. Supriharyono, 2007, Konservasi Ekosistem
Kemp, David. D, 1998, The Environment Sumber Daya Hayati, di wilayah Pesi-
Dictionary, Routledge, London. sir dan Laut Tropis, Cetakan I, Penerbit
Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hukum, Suatu Pengantar, Cetakan
Kedua, Liberty, Yogyakarta. B. Jurnal/Disertasi/Artikel Internet
Plater, Zygmunt J.B., Robert H. Abrams, dan Glazyrina, Irina; Vesiliy Glazyrin, Sergey
Williams Goldfarb, 1992, Enviromental Vinnichenko, 2005, “The Polluter Pays
Law and Policy: Nature, Law and Soci- Principle and Potential Conflicts in So-
ety, West Publishing Co., St. Paul. ciety”, http://www.sciencedirect.com//
Rangkuti, Sundari, 2000, Hukum Lingkun- polute_ pays_principle_analysis.pdf,
gan dan Kebijaksanaan Lingkungan diakses 30 Januari 2009.
Nasional, Edisi Kedua, Airlangga Uni- Triatmodjo, Marsudi, “Peran dan Fungsi
versity Press, Surabaya. Soft Law dalam Perkembangan Hu-
Sands, Philip, 2003, Principles of Inter- kum Internasional tentang HAM dan
national Environmental Law, Second Lingkungan Hidup”, Jurnal Mimbar
Edition, Cambridge University Press, Hukum, Nomor 31/VIII/1998, Fakultas
Cambridge United Kingdom. Hukum Universitas Gadjah Mada, Yog-
Schlosberg, David, 2007, Defining Environ- yakarta, hlm. 43.
mental Justice, Theories, Movements, _________________, 2001, Pengembangan
and Nature, Oxford University Press, Pengaturan Hukum dan Kelembagaan
New York. Pencemaran Laut oleh Sumber dari
Seerden, Rene J.G.H., Michiel A, Heldeweg Darat di Kawasan Asia Tenggara, Dis-
and Kurt R. Deketelaere (ed), 2002, ertasi, Universitas Gadjah Mada, Yog-
Public Environmental Law in the Eu- yakarta.
ropean Union and the United States,
A Comparative Analysis, Published by

Anda mungkin juga menyukai