Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas Di Masa Pandemi COVID-19 Laporan Penelitian
Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas Di Masa Pandemi COVID-19 Laporan Penelitian
Agustus 2020
Direktur Eksekutif:
Asisten Peneliti:
b
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Laporan Penelitian:
Profil Responden....................................................................................................... 17
Persebaran Responden, Kategori Sekolah, Tingkat Pendidikan, Usia Anak ............. 17
Peran Responden, Jenis Disabilitas Peserta Didik Penyandang Disabilitas,
Jenis Kelamin Responden, dan Jenis Kelamin Anak ................................................. 19
Pekerjaan Orang Tua/Caregivers Peserta Didik Penyandang Disabilitas.................. 20
Penghasilan Orang Tua/Caregivers Peserta Didik Penyandang Disabilitas .............. 21
Temuan Penting......................................................................................................... 45
Diskusi dan Praktik Baik............................................................................................. 46
Rekomendasi ............................................................................................................. 51
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 56
ii
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Daftar Gambar
Tabel 1 : Media Pembelajaran Jarak Jauh (Media Sosial dan Buku) Berdasarkan
Karakteristik Wilayah
Tabel 2 : Tantangan Terbesar Pembelajaran Daring Bagi Peserta Didik Penyandang
Disabilitas Berdasarkan Jenis Disabilitas dan Wilayah
Tabel 3 : Layanan Pendukung Pendidikan Berdasarkan Jenis Disabilitas
Tabel 4 : Perubahan Emosi Berdasarkan Jenis Disabilitas
Daftar Singkatan
iv
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Ringkasan Eksekutif
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi enam aspek perubahan kebutuhan yang
berkaitan dengan pembelajaran inklusif peserta didik penyandang disabilitas di
masa pandemi, yaitu dalam aspek pembelajaran daring, sarana dan prasarana,
dukungan sosial, dukungan kebijakan atau struktural, kesehatan mental, dan
adaptasi kebiasaan baru.
Pada aspek gambaran pembelajaran daring, ditemukan bahwa media sosial sangat
mendukung terselenggaranya pembelajaran inklusif dari rumah dan menjadi salah
satu media yang paling banyak digunakan untuk mengakses pembelajaran. Akan
tetapi, ditemukan berbagai kendala terkait pembelajaran menggunakan media
sosial seperti ketersediaan gawai yang masih minim, paket data atau kuota yang
mahal, dan juga jaringan yang tidak menjangkau daerah tertentu.
Terkait dukungan sarana dan prasarana ditemukan bahwa orang tua dari peserta
didik penyandang disabilitas cenderung berusaha memenuhi kebutuhan belajar
anaknya secara mandiri, agar anaknya nyaman saat mengikuti pembelajaran
dari rumah. Pada aspek dukungan sosial, pembelajaran daring selama pandemi
memunculkan berbagai bentuk tantangan diantaranya mengenai keterlibatan
penuh penyandang disabilitas dalam pembelajaran. Namun yang perlu digaris
bawahi adalah keluarga berperan aktif dalam membantu dan mendampingi
peserta didik penyandang disabilitas dalam mengikuti pembelajaran dari rumah.
Selain itu, keluarga pun berusaha memenuhi kebutuhan belajar peserta didik
dengan disabilitas dan berusaha mengoptimalkan perkembangan diri mereka,
misalnya dengan menemani hobi mereka di waktu luang. Ditemukan juga bahwa
peserta didik penyandang disabilitas membutuhkan interaksi dengan teman-teman
sebayanya untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Interaksi dengan teman
dapat membantu mereka menjaga kesehatan mentalnya.
Berkaitan dengan kebijakan dari pemerintah, orang tua dari peserta didik
penyandang disabilitas masih berharap mendapatkan skema bantuan dari
pemerintah untuk mendukung pendidikan anak. Mereka juga membutuhkan adanya
layanan yang mampu mendukung pembelajaran anak dari rumah. Hal penting
yang menjadi temuan adalah adanya relaksasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
yang dapat disubsidi untuk kebutuhan kuota, serta adanya program pembelajaran
TVRI yang turut membantu menyediakan layanan belajar dari rumah. Terkait
layanan konseling dan terapi, ditemukan bahwa konseling dan terapi secara daring
dapat menjadi opsi layanan yang dapat diberikan bagi peserta didik penyandang
disabilitas selama pandemi.
© UNICEF/2020/Fauzan
Pada aspek kesehatan mental, penelitian ini menemukan bahwa tantangan terkait
perubahan emosi paling dirasakan oleh orang tua dari peserta didik penyandang
disabilitas ganda, terutama ketika mereka mengikuti pembelajaran, menerima
tugas, dan menyelesaikan tugas. Terkait kepercayaan diri, tantangan terbesar ada
pada peserta didik penyandang disabilitas non-fisik, terutama anak yang kesulitan
belajar dan memiliki spektrum autisme.
Terkait adaptasi kebiasaan baru, hampir seluruh orang tua menyatakan bahwa
mereka siap apabila anak mereka kembali ke sekolah. Akan tetapi, orang tua
menyebutkan perlu ada protokol yang jelas terkait keamanan dan kebersihan dalam
lingkungan sekolah. Kemudian ditemukan juga bahwa orang tua mengharapkan
adanya modifikasi kurikulum dengan mempertimbangkan waktu belajar yang lebih
pendek di sekolah. Orang tua juga mengharapkan kolaborasi dengan sekolah,
terutama guru dalam mempersiapkan peserta didik penyandang disabilitas untuk
kembali ke sekolah nantinya.
vi
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Latar Belakang
Pada akhir tahun 2019, seluruh dunia digemparkan dengan kemunculan virus
yang berbahaya, yang dikenal dengan COVID-19. Virus ini menyebar dari negara
asalnya, Tiongkok dengan cepat ke negara lain. Pada tanggal 11 Maret 2020,
badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) menyatakan penyakit
ini sebagai pandemi global. WHO mengarahkan semua negara yang terdampak
virus ini untuk membatasi interaksi manusia dan kegiatan di luar ruangan untuk
menghambat penyebaran virus ini, termasuk negara Indonesia. Untuk menyikapi
pandemi ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB). Dampak dari implementasi kebijakan ini adalah dibatasinya interaksi
manusia dan kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang dalam satu
tempat. Beberapa aktivitas manusia berubah dari bentuk konvensional menjadi
bentuk daring, termasuk kegiatan belajar mengajar. Perkembangan teknologi
menawarkan berbagai solusi yang bisa dilakukan untuk menghadapi situasi darurat
pandemi ini. Pembelajaran kini dimungkinkan dengan penggunaan media digital.
Di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu cepat tidak hanya membawa
peluang, namun juga kendala bagi beberapa kelompok yang rentan, termasuk
peserta didik penyandang disabilitas. Peserta didik penyandang disabilitas di sini
merujuk kepada penyandang disabilitas yang sedang menempuh pendidikan di
sekolah dan madrasah inklusi. Ibarat dua sisi mata uang, perkembangan teknologi
dalam pembelajaran dapat memberdayakan peserta didik penyandang disabilitas
dan menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam kehidupan
bermasyarakat lebih luas, akan tetapi di sisi lain kemajuan tersebut belum tentu
aksesibel bagi mereka dan dapat menciptakan tantangan dan rintangan yang
mengeksklusi mereka lebih jauh.1
1 UNESCO. (2006). ICT’s in Education for People with Special Needs. UNESCO Institute for Information
Technologies of Education
2 BPS. (2015). Profil Penduduk Indonesia Hasil SUPAS 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik
3 Lucas. S.R., Irwin V. (2018). Race Class, and Theories of Inequality in the Sociology of Education. In Scheider
Barbara. Handbook of the sociology of Education in the 21st Century.
Secara global, badan dunia seperti WHO, United Nations Children Fund (UNICEF),
dan United Nation Educational Scientific and Cultural Organisation (UNESCO)
memberikan perhatian kepada penyandang disabilitas dalam masa pandemi. WHO
memberi perhatian kepada penyandang disabilitas dalam situasi pandemi ini. WHO
menyebut bahwa pada masa pandemi COVID-19, penyandang disabilitas lebih
sulit menerapkan jarak sosial dan fisik karena kebutuhan dukungan tambahan dari
orang-orang terdekatnya.7 Dukungan dari orang tua, pendamping, guru dan pihak
lainnya sangat penting bagi peserta didik penyandang disabilitas untuk beradaptasi
dengan pembelajaran daring di masa pandemi. Di sisi lain, dukungan dari orang
terdekat dapat meningkatkan kesehatan mental mereka dalam situasi ini. UNESCO
bersama UNICEF dan World Bank membuat artikel kerangka untuk pembukaan
kembali sekolah setelah masa pandemi. Dalam artikel kerangka pembukaan
sekolah, disebutkan bahwa pembukaan sekolah harus aman bagi semua sivitas
akademi, termasuk peserta didik penyandang disabilitas. Disebutkan pula dalam
artikel bahwa materi dan media pembelajaran, informasi, layanan dan fasilitas harus
aksesibel bagi penyandang disabilitas.8
4 BPS. (2018). Potret Pendidikan Indonesia: Statistik Pendidikan 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik
5 Effendi, Mohammad. (2018). The Implementation of Inclusive Education in Indonesia forChildren with
SpecialNeeds: Expectation and Reality.
6 Purwanto, Agus et al., (2020). Studi Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran
Daring di Sekolah Dasar. Volume 2 Nomor 1 (2020) ISSN Daring : 2716-4446.
7 WHO. (2020). Disability Considerations during the COVID-19 Outbreak.
8 UNESCO, UNICEF, World Bank. (2020). Framework for Reopening Schools.
2
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Adelia, 9, peserta didik dengan disabilitas non-fisik, Pasuruan, Jawa Timur, belajar bersama ibunya.
Adelia masih berinteraksi dengan gurunya melalui WhatsApp dan SMS dan berkunjung ke rumahnya sesekali.
© UNICEF/2020/Spin Pro
Laporan penelitian ini akan menjawab dua pertanyaan penelitian yang merupakan
bingkai dari analisa dan pembahasan yang ada. Adapun pertanyaan penelitian
tersebut adalah (1) Bagaimana kondisi proses pembelajaran peserta didik
penyandang disabilitas selama pandemi COVID-19? (a) Bagaimana proses
pembelajaran peserta didik penyandang disabilitas sebelum dan selama pandemi
COVID-19? (b) Apa saja kebutuhan yang muncul bagi peserta didik penyandang
disabilitas selama masa pandemi terkait dengan pembelajaran yang inklusif
dan kesehatan mental? (2) Apa saja program dan layanan yang potensial terkait
pembelajaran yang inklusif dan kesehatan mental bagi peserta didik penyandang
disabilitas selama pandemi COVID-19?
Secara garis besar, tim peneliti membagi proses ke dalam lima langkah.
Merancang alat / instumen survei, FGD, dan Finalisasi study dan instrumen penelitian.
wawancara mendalam; mengurus perijinan Mengurus protokol dan perijinan penelitian
4
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan metode survei secara
daring. Instrumen survei dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu kepada
sejumlah literatur dan studi sebelumnya dengan menggunakan konsep model sosial
disabilitas dan kesehatan mental. Konsep model sosial disabilitas dan kesehatan
mental kemudian diturunkan ke dalam beberapa dimensi, dan dari masing-masing
dimensi kemudian dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan dalam bentuk
kuesioner.
Data survei yang terkirim dalam Google Form secara otomatis tersimpan dalam
database Google Drive. Data survei yang sudah masuk kemudian dibersihkan dan
dicek oleh data entri untuk menghilangkan data ganda atau data yang bermasalah.
Data kemudian diinput dalam program pengolahan data kuantitatif SPSS dan
dilakukan uji signifikansi dan uji beda Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil dari
pengolahan data SPSS yang kemudian menjadi analisis dalam pelaporan penelitian
ini.
9 Barthe et al (2019). Child Developmental Disabilities, Caregivers’ Role in Kenya and Its Implications on Global
Migration. International Journal of Environmental Research and Public Health.
Dalam setiap FGD dan wawancara yang berlangsung secara daring, peneliti
merekam jalannya diskusi dengan persetujuan dan sepengetahuan peserta dan
informan. Rekaman FGD dan wawancara kemudian dibuat dalam bentuk transkrip
Data berupa transkrip kemudian dikumpulkan dan diolah ke dalam program
pengolahan data kualitatif NVIVO. Dalam proses pengolahan data kualitatif, peneliti
merekrut data entri melakukan koding pada transkrip sesuai arahan peneliti.
Awalnya peneliti tidak merencanakan perekrutan data entri kualitatif, namun karena
kebutuhan Analisa data FGD dan wawancara, peneliti memutuskan merekrut data
entri. Data entri membantu juga membuat mind map dan Wordcloud untuk melihat
kata-kata penting yang sering muncul berdasarkan dimensi-dimensi yang ditentukan
untuk analisis dalam proses laporan penelitian. Mind map dan Wordcloud sendiri
merupakan salah satu fitur penyajian data kualitatif di NVIVO.
6
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Wilayah dan Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan yang
terbanyak berasal dari Jakarta Raya. Responden dalam penelitian ini juga berasal
dari daerah kerja UNICEF, yaitu Pangkep, Bone, Brebes, Banyumas, Kebumen,
Bondowoso, Pasuruan, dan Kabupaten Semarang. Dalam prosesnya, karena survei
ini disebar melalui sosial media, banyak pula responden yang mengisi survei yang
berasal dari luar Jakarta Raya dan wilayah kerja UNICEF.
Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan membagi wilayah menjadi urban dan
rural. Urban merujuk kepada ibukota provinsi di Indonesia dan kota besar seperti
Bekasi. Di luar Bekasi dan ibukota provinsi ini, daerah lain terhitung sebagai wilayah
rural. Jika dibagi berdasarkan wilayah, maka responden yang berasal dari wilayah
urban berjumlah 163 responden dan wilayah rural berjumlah 370 responden.
FGD Peserta Anak usia 7-10 Anak usia 7-10 tahun dengan Kabupaten
Didik tahun dengan disabilitas netra di SD negeri/ Bondowoso
Penyandang disabilitas fisik negeri inklusif rural area
Disabilitas dari area sasaran
kerja UNICEF Anak usia 7-10 tahun dengan Banyuwangi
(rural area) disabilitas tuli di SD Swasta/
negeri inklusif rural area
8
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Anak usia 11-15 Anak usia 11-15 tahun dengan Jakarta Raya
tahun dengan disabilitas netra di MI/MTS
disabilitas fisik inklusif negeri/swasta
dari Jakarta Raya
(Kota Pasuruan) Anak usia 11-15 tahun dengan Jakarta Raya
disabilitas tuli di SD/SMP
negeri/swasta inklusif
Anak usia 11-15 Anak usia 11-15 tahun dengan Jakarta Raya
tahun dengan disabilitas intelektual di SD/
disabilitas non- SMP negeri/swasta inklusif
fisikdari Jakarta
Raya (Kota Anak usia 11-15 tahun dengan Jakarta Raya
Pasuruan) disabilitas Mental (autis,
ADHD) di SD/SMP swasta/
negeri inklusif
10
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Kerangka Konseptual
Bagian utama dari model sosial adalah pemetaan tiga tipe rintangan sosial, yaitu
rintangan struktural, rintangan lingkungan, dan rintangan sikap.
Rintangan struktural merujuk kepada norma, aturan, dan ideologi yang mendasari
organisasi dan institusi berdasarkan penilaian ‘normalitas’ dan hal ini didukung oleh
hirarki kekuasaan. Rintangan sosial menggarisbawahi pengalaman yang dirasakan
oleh peserta didik penyandang disabilitas terkait aturan atau kebijakan. Rintangan
lingkungan merujuk kepada rintangan fisik dalam sebuah lingkungan, misalnya
tidak ada jalan bagi pengguna kursi roda atau tongkat, teknologi adaptif seperti
braille dan komputer bicara, dan tidak adanya penerjemah bahasa isyarat. Hal ini
juga merujuk kepada hal yang sudah dilakukan yang mengeksklusi orang dengan
disabilitas, misal mengadakan pertemuan yang tidak aksesibel bagi mereka yang
disabilitas dan pemberian tugas yang tidak sesuai kemampuan mereka. Yang
terakhir, rintangan sikap yang merujuk kepada sikap dan perilaku masyarakat
yang dapat merugikan orang dengan disabilitas. Rintangan ini termasuk tindak
perundungan ataupun tidak menyertakan penyandang disabilitas dalam proses
pembelajaran.
© UNICEF/2020/Fauzan
12
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Kesehatan Mental
Kerangka Berpikir
14 Caregivers merupakan kerabat terdekat dari anak penyandang disabilitas seperti kakek, bibi, atau paman yang
berperan sebagai wali. Barthe (2019) membagi caregivers menjadi dua kategori yaitu primer dan sekunder.
Caregivers primer adalah kerabat terdekat, dan caregivers sekunder adalah praktisi pendidikan atau layanan
rehabilitasi. Pada studi ini caregivers hanya merujuk kepada caregivers primer yaitu kerabat terdekat dari
peserta didik penyandang disabilitas, dan praktisi pendidikan dan layanan rehabilitasi seperti guru dan terapis
tidak termasuk sebagai caregivers.
14
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Syaiful, 13, peserta didik dengan disabilitas fisik, Banyumas, Jawa Tengah, dibantu orangtuanya agar
dapat mengikuti pengajian bersama teman-temannya. Syaiful bercita-cita ingin menjadi Guru Ngaji.
© UNICEF/2020/Fauzan
Proses Penelitian
Proses penelitian ini berlangsung selama tiga bulan terhitung 15 Mei 20020 – 14
Agustus 2020. Penelitian ini dimulai dengan pembuatan rancangan penelitian oleh
YWII, kemudian rancangan penelitian dipresentasikan kepada pihak UNICEF pada
tanggal 27 Mei 2020. Setelah presentasi ini, tim peneliti mulai mengembangkan
berbagai instrument penelitian, termasuk mengembnagkan kuesioner dan
panduan FGD. Dalam prosesnya, penelitian ini bersifat partisipatif, konsultatif, dan
kolaboratif, artinya dalam semua proses sudah melewati tahap diskusi antara YWII
dan UNICEF.
Proses pengumpulan data yang pertama adalah dengan survei daring berbasis
media sosial. Instrumen yang sudah dikembangkan peneliti dikonversi ke bentuk
digital melalui Google Form dan disebarkan menggunakan tautan, beserta narasi
pendek dan poster.
Responden dalam survei ini merupakan 533 orang tua / caregivers dari peserta
didik penyandang disabilitas yang bersekolah di sekolah dan madrasah inklusi
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Survei juga dilakukan secara
turun lapangan dengan merekrut enumerator di delapan daerah kerja UNICEF,
Proses pengumpulan data berikutnya adalah melalui FGD yang dilakukan secara
daring. FGD dibuat dalam 5 sesi dan berlangsung dalam 3 hari, dengan rincian FGD
peserta didik penyandang disabilitas non-fisik dan FGD peserta didik penyandang
disabilitas fisik pada hari Kamis, 2 Juli 2020; FGD orang tua / caregivers dari peserta
didik penyandang disabilitas di sekolah dan madrasah inklusi pada Sabtu, 4 Juli
2020; FGD guru dan kepala sekolah di sekolah dan madrasah inklusi serta FGD
penyedia layanan bagi peserta didik penyandang disabilitas Senin, 6 Juli 2020. Pada
awalnya, FGD peserta didik penyandang disabilitas dijadwalkan dibuat dalam satu
sesi, namun setelah berdiskusi dengan fasilitator yang sudah terbiasa memandu
diskusi anak penyandang disabilitas, peneliti memutuskan untuk membagi
sesi ini menjadi dua sesi, berdasarkan jenis disabilitas fisik dan non-fisik. Hal ini
dimaksudkan agar FGD berjalan efektif dan meminimalisir adanya anak yang terlalu
aktif atau terlalu pasif dalam jalannya diskusi.
Dalam penelitian ini juga dilakukan wawancara mendalam untuk menggali informasi
yang belum didapatkan secara lengkap di FGD. Wawancara mendalam awalnya
tidak direncanakan, namun melihat kebutuhan data yang masih belum lengkap,
maka peneliti memutuskan untuk melakukan wawancara mendalam kepada
beberapa pihak. Wawancara mendalam dilakukan kepada dokter rumah sakit selaku
penyedia layanan kesehatan, guru dan kepala sekolah, dan juga penyedia layanan
pembelajaran daring, serta perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia bagian Pusat Data dan Informasi yang mengelola materi layanan
pembelajaran dari rumah.
16
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Profil Responden
1. Persebaran Responden, Kategori Sekolah, Tingkat Pendidikan, dan Usia Anak
60% 50%
50% 45.60%
50% 44.10%
40%
31%
30%
18.60%
20%
10.30%
6.80%
10%
0%
Persebaran Responden Kategori Sekolah Tingkat Pendidikan Usia Anak
Rural Urban Negeri Swasta SD SMP SMA/SMK Usia 5 - 10 Tahun Usia 11-15 tahun Usia 16-19 tahun
Gambar 3: Persebaran Responden, Kategori Sekolah, Tingkat Pendidikan Peserta Didik Penyandang
Disabilitas, Usia Peserta Didik Penyandang Disabilitas (n=533)
Kategori sekolah dibagi menjadi negeri dan swasta. Secara persentase, jumlah
peserta didik penyandang disabilitas dalam survei ini yang bersekolah di negeri
dan swasta memiliki persentase yang sama, yaitu masing-masing 50%. Jika
melihat berdasarkan jumlah, peserta didik penyandang disabilitas yang bersekolah
di sekolah atau madrasah negeri sedikit lebih banyak dengan jumlah 269
dibandingkan dengan anak di sekolah swasta dengan jumlah 264 orang.
18
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Berdasarkan usia, paling banyak peserta didik penyandang disabilitas dalam survei
ini berusia 10 tahun dengan persentase 13,9%. Berikutnya persentase usia peserta
didik penyandang disabilitas terbanyak kedua pada usia 9 tahun dengan persentase
11,8% dan yang terbanyak ketiga pada usia 11 tahun dengan persentase 11,4%.
Mayoritas peserta didik penyandang disabilitas di survei ini berada pada usia
setingkat SD/MI.
100%
91%
90%
80% 77%
68%
70%
63%
60%
50%
3…
40%
30% 23%
21%
20%
9% 11%
10%
0%
Peran Responden Jenis Disabilitas Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Anak
Orang Tua Caregivers Disabilitas Non Fisik Disabilitas Fisik Disabilitas Ganda Laki-Laki Perempuan
Gambar 4: Peran Responden, Jenis Disabilitas Peserta Didik Penyandang Disabilitas, Jenis Kelamin
Responden, Jenis Kelamin Anak (n=533)
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar (77%) responden yang mengisi survei
ini adalah perempuan dan sebagian kecil (23%) responden yang mengisi survei ini
adalah laki-laki. Berdasarkan jenis kelamin peserta didik penyandang disabilitas,
sebagian besar (63%) responden adalah perempuan dan sisanya merupakan anak
laki-laki (37%).
20
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Syaiful dan ayah.
© UNICEF/2020/Fauzan
Peng ha si l a n R esp o nd en
70.00%
58.90%
60.00%
50.00%
40.00%
30.20%
30.00%
20.00%
8.60%
10.00%
2.30%
0.00%
Kurang dari Rp2.000.000 – Rp5. 000.001 – Lebih dari
Rp2.000.000 5.000.000 10.000.000 Rp10.000.000
© UNICEF/2020/Fauzan
Data dan Temuan Penelitian
1. Gambaran Pembelajaran Daring (Online learning) bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas
40.00%
28.50%
30.00%
20.00% 12.10%
7.50%
10.00% 3.50%
0.00%
Media sosial Buku (cetak Televisi Aplikasi Media online Media cetak
dan elektronik) pembelajaran
online
Gambar 7: Media Pembelajaran yang Diakses Peserta Didik Penyandang Disabilitas Selama
Pembelajaran Daring (n=533)
Tabel 1: Media Pembelajaran Jarak Jauh (Media Sosial dan Buku) Berdasarkan Karakteristik Wilayah)
(n rural=370; n urban=163)
Jika dilihat dari asal daerah, media sosial diakses peserta didik penyandang
disabilitas di daerah urban lebih tinggi (80,4%) dibanding di daerah rural (68,4%).
Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan dalam mengakses teknologi informasi juga
akses jaringan yang belum memadai di beberapa daerah, terutama pedesaan.
Tidak hanya itu, ditemukan pula kendala sinyal di daerah Jakarta, sehingga sinyal
merupakan aspek penting yang menunjang pembelajaran dari rumah.
24
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Peserta didik penyandang disabilitas tidak dapat fokus ketika belajar di rumah
diantaranya disebabkan oleh distraksi dari adik atau kakaknya ketika belajar. Hal
ini membuat mereka terganggu dan akhirnya tidak fokus dalam mengikuti proses
pembelajaran. Nampaknya persoalan akses terhadap gadget juga masih menjadi
kendala dasar bagi sebagian peserta didik penyandang disabilitas. Beberapa
siswa tidak memiliki perangkat sendiri yang akses terhadap internet. Temuan lain
menunjukkan bahwa gawai atau perangkat hanya dimiliki oleh orang tua, namun
orang tua membawanya saat bekerja sehingga anak sulit menggunakan gawai atau
perangkat tersebut di jam pembelajaran dari rumah. Persoalan paket data juga
menjadi kendala dalam pembelajaran daring di masa pandemi. Orang tua harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli paket data atau kuota internet untuk
menunjang pembelajaran daring anak.
Apakah Peserta Didik Mengalami Kesulitan dalam Mengakses
Pembelajaran Daring?
26.50%
Tidak
Ya
73.50%
46.30%
38.60%
27.50%
Anak tidak dapat fok us Biaya paket data Minimnya jaringan internet
belajar
Gambar 10: Tantangan Terbesar Pembelajaran Daring Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas
(n=533)
Tabel 2: Tantangan Terbesar Pembelajaran Daring Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas
Berdasarkan Jenis Disabilitas dan Wilayah. (n Disabilitas Fisik: 110; n Disabilitas Non-Fisik: 361;
n Disabilitas Ganda: 62; n Rural=370; n urban=163)
Jika dilihat dari ragam disabilitas, kondisi kesulitan fokus belajar ketika
pembelajaran daring terutama dialami peserta didik penyandang disabilitas ganda.
Dari kategori wilayah, wilayah rural memiliki tantangan lebih besar daripada wilayah
urban baik terkait anak tidak dapat fokus belajar, biaya paket data, dan minimnya
jaringan internet.
Kendala Sinyal
“Karena kesulitan tidak ada alat hubung, Mas. Jadi, kami tidak menggunakan
handphone, orang tua tidak punya, gitu.” (Guru, 40, Bondowoso).
“Saya kesulitan dalam hal ini mengajarkan R selama masa pandemi ini pertama
sinyal dan kemudian internet kan susah juga.” (Orang tua peserta didik
penyandang disabilitas, 50, Jakarta).
Kepemilikan Gawai
“Karena dia katanya hapenya mamaknya cuma hape yang biasa bukan yang
android, kita sempat cuma berikan buku saja kepada siswanya sebelum dia
libur jadi tugas di rumah saja.” (Guru, 51, Kabupaten Pangkajene Kepulauan).
26
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Penggunaan Media Sosial dalam Pembelajaran
“Kita lebih lebih sering seperti itu, mereka mengerjakan di rumah, nanti ketika
tugas itu yang memang berhubungan yang mau divideokan yang harus di
fotokan lalu setorkan.’’ Guru, 38, Sukabumi).
‘’Dikasih tugas lewat guru di WA, yaa dikirim tugas lewat grup WA kelas.’’
(Orang tua peserta didik penyandang disabilitas non-fisik, 46 tahun, Jakarta).
“Kita lebih lebih sering seperti itu, mereka mengerjakan di rumah, nanti ketika
tugas itu yang memang berhubungan yang mau divideokan yang harus di
fotokan lalu setorkan.’’ (Guru, 38, Sukabumi).
“Iya, kadang kalo video call, kadang juga chattingan.’’ (Peserta didik
penyandang disabilitas, 14, Jakarta).
“Karena kadang suka diganggu adek gitu pak.” (Peserta didik disabilitas
nonfisik, 11, Sukabumi).
“Masih ada sebagian siswa yang masih terkendala oleh fasilitas, jadi ada hape
tidak ada pulsa, ada pulsa tidak ada hape, ada dua-duanya tapi tidak bisa
menggunakannya gitu, terus ada dua-duanya juga hpnya dibawa oleh orang
tuanya bekerja.” (Guru, 51, Kabupaten Pangkajene Kepulauan).
“Kalau tugas lama ‘kok ga dikirim kirim kenapa nak, paketanamu gak ada yaa?‘
‘Iya bu,’ itu baliknya lagi kepada kalau saya pribadi guru mapelnya ataupun
wali kelasnya.’’ (Guru, 50, Jakarta).
80.00%
71.60%
70.00%
60.00%
50.10%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Sebelum COVID-19 Selama COVID-19
Gambar 11: Memperoleh Alat Bantu Pembelajaran Sebelum dan Selama COVID-19 (n=533)
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perubahan yang signifikan dalam konteks
dukungan fisik bagi peserta didik penyandang disabilitas sebelum pandemi dan
selama pandemi COVID-19 diantaranya terkait diperoleh tidaknya pembelajaran,
media dan alat bantu/sumber belajar yang aksesibel. Dari beberapa perubahan
tersebut, terdapat perubahan yang menonjol terkait ketersediaan alat bantu.
Sebagian besar (71,60%) peserta didik dengan disabilitas memperoleh alat bantu
pembelajaran sebelum terjadinya pandemi COVID-19. Kondisi tersebut mengalami
perubahan signifikan selama pandemi COVID-19, hanya 50,1% peserta didik
yang memperoleh alat bantu pembelajaran/sumber belajar yang aksesibel. Hal ini
membuat orang tua harus memenuhi kebutuhan alat bantu secara mandiri di masa
pandemi ini.
28
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Disabilitas Non-fisik Disabilitas Ganda
Disabilitas Fisik (N= 110)
Jenis Layanan (N= 361) (N=62)
Pendukung Sebelum Selama Sebelum Selama Sebelum Selama
COVID-19 COVID-19 COVID-19 COVID-19 COVID-19 COVID-19
Konsultasi
dengan Guru BK 35,45% 23,63% 41,55% 27,14% 53,22% 22,58%
Layanan
19,09% 5,45% 19,66% 6,09% 27,41% 0%
Kesehatan
Tabel 3: Layanan Pendukung Pendidikan Berdasarkan Jenis Disabilitas (n Disabilitas Fisik: 110;
n Disabilitas Non-Fisik: 361; n Disabilitas Ganda: 62)
Gambar 13: Persepsi Orang Tua Terhadap Kepuasan dengan Pembelajaran Sebelum dan Selama COVID-19
(n=533)
“Secara manajemen di kesiswaan itu konsultasi orang tua itu gak ada, gak ada,
iya gak ada.” (Guru, 38, Sukabumi)
“Terapi Pun ditutupkan jadi otomatis ya ini tadi belajar untuk melatih bicaranya
ini.” (Orang tua peserta didik penyandang disabilitas, 37, Banyuwangi).
“Nah, terkait dengan hal itu, memang jadinya karena Covid, terus ada social
distancing, terus harus stay at home, jadi memang jadwal praktek sangat
dikurangi kan, karena kalo misalnya sama mungkin serupa dengan terapis,
kalo misalnya psikolog kita assessment kan itu juga aktivitasnya one on one, di
mana jaraknya, apalagi sama anak-anak kan, jaraknya deket, ada lagi biasanya
aktivitasnya melalui bermain, apalagi untuk anak berkebutuhan khusus juga
kadang-kadang mau gak mau kita tadi, antara jaraknya supaya suaranya
kedengaran, atau gak jenis aktivitas yang dimainkan, kadang- kadang juga
mungkin dengan kebutuhannya mungkin kadang-kadang ngomongnya masih
ngeces, muncrat, dan hal-hal sebagainya yang meningkatkan resiko mungkin
terpaparnya Covid. Jadi, memang dari segi klinik kan memang biasanya
jadinya banyak yang tutup.” (Psikolog, 33, Jakarta).
30
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
3. Dukungan Sosial bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas
Dukungan Sosial
120.00%
94.70% 97.70%
100.00% 88.60% 86.30%
81.20% 82.60%
80.00% 71.50%
58.90%
60.00% 51.60%
40.00% 34.00%
20.00%
0.00%
Kerjasama dengan Keterlibatan Guru dan Teman Kesempatan Guru Mengajar
Guru Penuh dalam Senang akan Menyampaikan Sesuai
Pembelajaran Keberadaan Anak Ide Kemampuan dan
Gaya Belajar Anak
Dari data di samping menunjukkan bahwa perubahan yang signifikan terjadi pada
dukungan sosial peserta didik penyandang disabilitas antara sebelum dan selama
pandemi COVID-19 meliputi kerjasama orang tua dengan guru, keterlibatan penuh
dalam proses pembelajaran, penerimaan oleh guru dan teman, partisipasi dalam
diskusi dan kerja kelompok, dan asesmen identifikasi.
Sebelum pandemi, mayoritas orang tua (94,70%) mampu bekerja sama dengan
gurunya dalam membantu proses pembelajaran anak. Di masa pandemi terjadi
penurunan, walaupun hampir seluruh orang tua (81,20%) masih tetap bekerja sama
dengan guru.
Jika ditinjau dari sisi penerimaan peserta didik penyandang disabilitas, mayoritas
(97.7%) peserta didik disabilitas merasa guru dan teman-teman sekelasnya senang
dengan keberadaan mereka sebelum pandemi. Meskipun terdapat perubahan,
tetapi sebagian besar (71,5%) peserta didik penyandang disabilitas masih merasa
bahwa guru dan teman-teman sekelasnya senang dengan keberadaannya di
kelas selama pandemi. Kondisi ini cukup berbeda jika melihat pada kesempatan
Selain itu, hampir seluruh responden (86,3%) merasa guru mengajarkan pelajaran
sesuai dengan kemampuan dan gaya belajar peserta didik penyandang disabilitas
sebelum pandemi. Namun hal ini mengalami perubahan selama pandemi yang
mana hanya sebagian responden (58,9%) yang merasa guru telah mengajarkan
pelajaran sesuai dengan kemampuan dan gaya belajar peserta didik penyandang
disabilitas.
“Jadi saya bisa memantau, bisa kontak gurunya. Saya gak terbayang kalau
saya tenaga kesehatan, yang misalnya pada saat itu harus ada di rumah sakit
untuk pelayanan jadi gak bisa memantau anak saya dan komunikasi dengan
gurunya. Itu sih yang saya lakukan.” (Orang tua peserta didik penyandang
disabilitas, 48, Jakarta)
“Pas pembagian buku kemarin, itu teman-temannya dikasih tapi karena anak
saya dianggap tidak butuh itu kali ya, jadi gak dikasih. Akhirnya saya belikan
sendiri.’’ (Orang tua peserta didik penyandang disabilitas, 46, Jakarta)
“Ya karena gurunya bilang jangan tanya-tanya terus, katanya.” (Peserta didik
penyandang disabilitas, 13, Pasuruan)
“Jadi kalau matematika itu, dia sampai mengeluh gitu pas tugas-tugas online,
‘Aku gak mau diajar sama guru ini soalnya dia hanya mementingkan anak yang
bisa aja’ dia bilang gitu, sedangkan Aku diajarkan aja engga.” (Orang tua
peserta didik penyandang disabilitas, 50, Jakarta)
32
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
4. Dukungan kebijakan terkait Pembelajaran Inklusif bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas
Bantuan (Langsung) Pemerintah yang Mendukung Pembelajaran
25.00%
20.80% 21.20% 20.80%
20.00%
15.00%
9.90%
10.00% 8.44% 7.70% 7.60%6.75%
6.00%
5.00% 2.62%
0.93% 1.63%
0.00%
Bantuan Tunai KIS Kesehatan Bantuan Keringanan Subsidi Paket Bantuan
Sembako Biaya Sekolah Internet Vitamin
Gambar 15: Bantuan dari Pemerintah Terkait Pendidikan Sebelum dan Selama COVID-19 (n=533)
Data hasil survei belum menunjukkan adanya perubahan signifikan terkait jumlah
bantuan terkait pembelajaran yang inklusif bagi penyandang disabilitas secara
keseluruhan. Namun demikian bila kita cermati terdapat dua komponen yang
mengalami peningkatan yaitu bantuan tunai (sebelum pandemi sebesar 20,80 %,
selama pandemi sebesar 21,20%) dan subsidi paket internet (sebelum pandemi
0,93% dan selama pandemi menjadi sebesar 2,62%). Ditemukan pula dalam
penelitian ini bahwa terdapat sekolah yang memberikan bantuan afirmatif,15
misalnya mengurangi biaya sekolah.
Prioritas Kebutuhan Keluarga
90.00%
76.90%
80.00%
70.00% 65.80%
57.90%
60.00%
50.00% 44.60% 45.90% 44.20%
38.60%
40.00% 32.40% 30.20%
30.00% 24.20%
20.00% 16.30%
11.60%
10.00%
0.00%
Sembako Biaya Sekolah Terapi & Layanan Kebutuhan Biaya Listrik
& Penunjang Konsultasi Kesehatan Internet
Pendidikan
Anak
Gambar 16: Prioritas Kebutuhan Keluarga Sebelum dan Selama COVID-19 (n=533)
15 Kebijakan afirmatif merupakan kebijakan-kebijakan yang diambil agar kelompok tertentu memperoleh
peluang yang sama dengan kelompok lain dalam bidang tertentu untuk mendorong kesetaraan dan mereduksi
ketimpangan sosial di berbagai bidang termasuk akses pendidikan
34
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Dukungan Bantuan Pembelajaran dari Rumah
“Ketika masa PJJ ini memang pihak sekolah sudah memastikan anak-anak
yang tidak mempunyai hape android gitu ya, itu pimpinan kami sudah banget
mempedulikan sampe situ, kemudian anak-anak yang tidak mempunyai
maksudnya dalam kategori kekurangan dalam biaya paketan atau kuota yaa,
itu sudah di kalkulasi siapa-siapa saja anak-anak tersebut, ditugaskan wali kelas
untuk hal mendata seperti itu, jadi ketika wali kelas sudah mendata seperti apa
adanya, alhamdulillah anak-anak kami sudah semuanya mayoritas lah sudah
punya hape android, seperti itu, insya allah ketika paketannnya itu mungkin
kendala cuma satu kalau tugas lama ‘kok ga dikirim kirim ‘kenapa nak,
paketanmu gak ada yaa?’ ‘iya bu,’ itu baliknya lagi kepada kalau saya pribadi
guru mapelnya atupun wali kelasnya bisa bekerja sama untuk orang tua untuk
berbagi rejeki lah.” (Guru, 50, Jakarta).
“Jadi banyak kendala-kendala ya dari RT, RW, untuk sembako seringkali juga
belum merata.” (Orang tua peserta didik penyandang disabilitas, 50, Jakarta).
“Ya betul, betul. Karena terus terang, anak saya memang selama sejak dari
2017 sampai sekarang, harus selalu di fisioterapi. Karena kan dia mengalami
masalah pada otot dan tulang jadi memang sangat-sangat dibutuhkan
fisioterapi. Nah saat masa pandemi ini, kita sangat khawatir dan tidak yakin
untuk melakukan hal itu walaupun pada akhirnya sudah normal katanya
tapi saya sudah berkomunikasi dengan terapis di rumah sakit, karena saya
masih khawatir saya jadinya terapi fisik saja, tapi tidak memungkinkan
juga. Kemudian terapis yang kedua, yang sampai saat ini diakan harus rutin
berenang untuk menguatkan otot-ototnya, nah inikan tidak sama sekali
semenjak bulan kedua ada terjadi perubahan pada tulang dan pada saat
sekarang.” (Orang tua peserta didik penyandang disabilitas, 47, Makassar).
Kesehatan Mental
Dalam penelitian survei ini, kesehatan mental digambarkan sebagai kondisi emosi
peserta didik penyandang disabilitas dalam berbagai situasi yaitu saat mengikuti
pembelajaran, menerima dan menyelesaikan tugas-tugas, mengembangkan
interaksi dengan teman-teman, dan mengerjakan hobi di waktu luang. Kesehatan
mental juga dilihat dari kepercayaan diri, serta kemampuan peserta didik
penyandang disabilitas untuk mencari jalan keluar ketika mengalami kesulitan
belajar, pada saat sebelum dan selama pandemi COVID-19. Gambaran dari hasil
survei terhadap 533 orang tua peserta didik penyandang disabilitas tentang
perubahan kondisi emosi anak-anak mereka sebelum dan selama pandemi
COVID-19 sebagai berikut.
97.60%
100.00% 94.30%
83.80%
80.00% 71.80% 73.70% 72.00%
64.60%
60.00% 53.80% 51.60% 50.80%
37.40% 39.00%
40.00%
28.20% 25.70%
21.40% 20.00%
20.00%
0.00%
Ceria Marah Cemas Menangis / Senang Bersemangat Percaya Diri Mencari Jalan
Tantrum Keluar Sendiri
Sebelum COVID-19 Selama COVID-19
Gambar 17: Persepsi Orang Tua Terhadap Kesehatan Mental Anak Sebelum, dam Selama COVID-19
(n=533)
36
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Secara keseluruhan terlihat terjadi perubahan kondisi kesehatan mental
secara signifikan sebelum dan selama pandemi COVID-19. Sebelum pandemi
COVID-19 terdapat sebagian besar (71,80%) peserta didik penyandang disabilitas
dipersepsikan para orang tua menunjukkan keceriaan mengikuti pembelajaran.
Selama pandemi COVID-19 ini sebagian orang tua (53,80%) menyetujui anak-anak
mereka menunjukkan keceriaan saat mengikuti pembelajaran.
Beberapa kondisi dipersepsikan oleh orang tua dapat membuat peserta didik
penyandang disabilitas ceria, diantaranya adalah berkurangnya stressor eksternal,
seperti:
• Tekanan kurikulum, dalam batasan waktu penyelesaian tugas.
• Tekanan sosial.
• Berkurangnya distraksi saat mengerjakan tugas, yang dapat bersumber dari
kondisi fisik kelas maupun teman-teman.
• Dukungan kebersamaan dalam keluarga.
Salah satu peserta melihat keceriaan anak selama mengikuti pembelajaran selama
pandemi COVID-19 ini adalah ketika guru atau orang tua mampu memahami
kemampuan peserta didik penyandang disabilitas dan membuat Program
Pembelajaran Individu (PPI) yang sesuai. Selain itu, orang tua juga mencoba untuk
membuat anak-anak mereka penyandang disabilitas untuk tetap ceria selama
pandemi COVID-19, dengan beberapa cara. Beberapa cara yang dilakukan orang
tua untuk membuat para peserta penyandang disabilitas ini untuk tetap ceria
mengikuti pembelajaran selama pandemi COVID-19 ini diantaranya:
• Memberikan konsekuensi yang disukai peserta didik penyandang disabilitas
setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Beberapa konsekuensi yang dipilih
orang tua diantaranya:
ÌÌ Melakukan kegiatan waktu luang bersama, seperti membuat alat bantu
pembelajaran seperti yang disebut orang tua dari Jakarta.
ÌÌ Memberikan motivasi kepada peserta didik penyandang disabilitas.
ÌÌ Memberikan target kepada peserta didik penyandang disabilitas, seperti
yang dilakukan orang tua dari Jakarta.
Beberapa alternatif yang dilakukan orang tua untuk membuat peserta didik
penyandang disabilitas untuk tetap ceria terlihat sejalan dengan semangat peserta
didik penyandang disabilitas saat melakukan kegiatan hobi mereka di waktu luang.
Hampir seluruh orang tua (83,8%) melihat anak-anak mereka menemukan semangat
ketika melakukan hobi di waktu luang.
Bila melihat kondisi emosi yang paling besar perubahannya sebelum dan selama
pandemi COVID-19 adalah emosi marah, meskipun hanya sebagian kecil (37%)
orang tua yang mengatakannya. Para orang tua melihat anak-anak mereka
marah saat mengikuti pembelajaran. Sebagian kecil orang tua (25,7%) pula yang
menyatakan anak-anak mereka menunjukkan perilaku menangis atau tantrum saat
Kondisi emosi negatif tersebut juga terlihat perubahan paling signifikan pada
peserta didik penyandang disabilitas ganda. Sebagian orang tua (48,4%) peserta
didik penyandang disabilitas ganda mengatakan anak-anak mereka marah saat
mengikuti pembelajaran selama pandemi COVID-19.
Perilaku menangis atau tantrum saat menyelesaikan tugas juga terlihat paling
signifikan pada peserta didik penyandang disabilitas ganda. Sebagian kecil (35,5%)
orang tua peserta didik penyandang disabilitas ganda menyatakan perubahan
emosi anak-anak mereka. Sebagian orang tua (51,60%) menyatakan anak-anak
mereka penyandang disabilitas ganda mengalami kecemasan saat menerima tugas-
tugas baru. Gambaran perubahannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4: Perubahan Emosi Berdasarkan Jenis Disabilitas (n Disabilitas Fisik: 110; n Disabilitas Non-
Fisik: 361; n Disabilitas Ganda: 62)
Dengan kondisi pembelajaran yang dialami selama pandemi Covid 19, sebagian
orang tua (60%) masih melihat adanya kepercayaan diri anak-anak mereka untuk
belajar secara mandiri. Sebagian orang tua juga melihat para peserta didik
penyandang disabilitas ini masih mencari jalan keluar ketika mengalami kesulitan
belajar (50,80%).
38
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Persepsi Orang Tua Terhadap Kepercayaan Diri dan Kemampuan
Mencari Jalan Keluar Penyandang Disabilitas Fisik
90.00% 85.50% 84.50%
80.00%
71.80%
70.00% 63.60%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Anak Percaya Diri Anak Mencari Jalan Keluar Sendiri
Gambar 18: Persepsi Orang Tua Terhadap Kepercayaan Diri dan Kemampuan Mencari Jalan Keluar Penyandang
Disabilitas FIsik (n=110)
70.00% 67.30%
58.20%
60.00%
50.00% 47.40%
44.30%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Anak Percaya Diri Anak Mencari Jalan Keluar Sendiri
Gambar 19: Persepsi Orang Tua Terhadap Kepercayaan Diri dan Kemampuan Mencari Jalan Keluar Penyandang
Disabilitas Non-FIsik (N=361)
80.00% 75.70%
70.00% 66.10%
60.00% 54.80%
51.60%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Anak Percaya Diri Anak Mencari Jalan Keluar Sendiri
Bila ditinjau kebutuhan sosialisasi para peserta didik penyandang disabilitas terlihat
mereka senang untuk melakukan interaksi dengan orang lain. Selama pandemi
COVID-19 ini terlihat perubahan kondisi emosi senang mereka. Pembatasan sosial
yang terjadi selama pandemi COVID-19 ini turut mengubah kondisi emosi mereka.
Selain itu, bersama teman, peserta didik penyandang disabilitas dapat memperoleh
dukungan dalam pembelajaran.
“Bicara mengenai dalam segi waktu, kan anak saya sekolah di SD percontohan
jadi tepat waktu. Namun pada waktu pandemi ini dia jadi lebih rileks dalam
mengerjakan tugas-tugas yang ada. Jadi secara mental ini dia merasa tidak
tertekan.” (Orang tua peserta didik penyandang disabilitas, 47, Makassar)
“Mereka bahagia itu betul karena sudah terhindar dari sebuah ketertekanan
gitu loh. Karena yang pasti dia merasa berbeda di sekolah. Tetap aja ada SMP
SMA itu bullying itu ada. Anak saya mengalami bullying fisik.” (Orang tua
peserta didik penyandang disabilitas, 48, Jakarta)
“Selama di rumah hanya dia sama kakaknya. Jadi ya, itu mungkin dia merasa
nyaman.” (Orang tua peserta didik penyandang disabilitas, 37, Banyuwangi)
40
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Cara yang Dilakukan Orang Tua untuk Membuat Peserta Didik
Penyandang Disabilitas Ceria
“Gadget akhirnya rules yang saya terapkan ke anak-anak jadi longgar gitu.
Tapi untuk TV masih saya batasi karena memang belum semua tontonan TV
buat layak ditonton oleh anak-anak terutama untuk ABK ya.” (Orang tua
peserta didik penyandang disabilitas, 52, Jakarta)
“Ya dengan ini mbak men-support ya memberi hadiah kalau dia menyelesaikan
tugas walaupun itu tidak seberapa nilainya.” (Orang tua peserta didik
penyandang disabilitas, 50, Jakarta)
“Atau gak saya akali ya itu tadi membuat aktivitas bersama anak-anak seperti
bikin alat bantu, seperti ada pembelajaran waktu itu ada pembelajaran alat
musik yang menggunakan bahan yang ada di rumah, ya waktu itu kita bikin
waktu itu dari botol bekas air mineral, kita isi dengan beberapa jenis media,
batu, kacang, gabus, agar nanti kalau dibunyikan kan akan mengeluarkan
suara-suara yang berbeda-beda.” (Orang tua peserta didik penyandang
disabilitas, 52, Jakarta)
“Dengan bikin target-target pendek seperti itu ternyata membantu dia juga
untuk jadi lebih semangat belajarnya.” (Orang tua peserta didik penyandang
disabilitas, 48, Jakarta)
“Kalau saya kembar malah mau sekolahnya secara offline Mbak. Kalau di
rumah katanya jenuh. Tapi awal-awal itu dia seneng merasa di rumah terus
kayaknya ya. Tapi lama kelamaan makin kesini makin bosen.” (Orang tua
peserta didik penyandang disabilitas, 50, Jakarta)
“Perasaan aku ya kangen sih, gitu, gak ketemu temen.” (Peserta didik
penyandang disabilitas, 14, Jakarta)
“Kalo mau ngerjain tugas sering dibantu temen-temennya juga kalo gak bisa.”
(Peserta didik penyandang disabilitas, 14, Jakarta)
18.80%
81.20%
Ya Tidak
Gambar 21: Kesiapan Orang Tua Untuk Melepaskan Anak Kembali ke Sekolah (n=533)
Sebagian besar orang tua (lebih dari 50%) melihat anak-anak mereka sudah
mengetahui protokol kesehatan yang terkait dengan tatanan kehidupan baru,
seperti cara mencuci tangan dengan benar, mengetahui cara menjaga jarak fisik
yang aman, dan pentingnya memakai masker. Gambarannya dapat dilihat pada
grafik-grafik di bawah ini.
Gambar 22: Persepsi Orang Tua Terhadap Kesiapan Adaptasi Kebiasaan Baru (n=433)
42
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Dari data FGD diketahui para orang tua berharap ketika anak-anak mereka kembali
belajar di sekolah, mereka membutuhkan:
• Kebijakan yang jelas, seperti protokol yang mengatur pelaksanaan tatanan baru
dengan memadai.
• Jaminan keamanan dan keselamatan dari risiko penularan.
• Jaminan kebersihan.
• Modifikasi kurikulum.
“Kami membutuhkan kebijakan yang jelas dan kami mohon untuk walaupun
new normal tapi kami tidak tenang untuk melepas anak. Anak saya itu
sekolahnya lantai empat mbak, jadi ya bagaimana dia bisa mencuci tangan,
itu kalau tanpa bantuan dari guru atau teman.” (Orang tua peserta didik
penyandang disabilitas, 48, Jakarta)
“Jadi lebih baik diterapkan saja tidak berpatokan pada zona tapi pada
protokol apa yang harus diberikan pada peserta didik… roadmap, apa
protokolnya yang bisa lebih ada kepastian kepada orang tua peserta didik.”
(Caregivers peserta didik penyandang disabilitas, 45, Madiun)
Jaminan Keamanan
“Selama ini mungkin prioritasnya itu saya banyak baca diberita itu, lebih ke
ya dunia usaha, mall, gimana dengan dunia pendidikan? Itu yang sangat
penting untuk perlindungan. Saya tadi bilang juga gimana dengan APD, juga
bisa mengetahui status dirinya dan keluarganya itu gimana selama ini. Jadi ya
misalnya bisa dengan swab test mungkin. Untuk para pendidik mungkin juga
untuk anak-anak didik yang perlu kembali bersekolah secara offline, yang
selama ini berada di lingkungan yang beresiko tinggi tertular mungkin akibat
orang tuanya ada gangguan kesehatan atau harus selalu kerja keluar rumah
ketemu banyak orang. Itu sih yang paling saya rasakan.” (Orang tua peserta
didik penyandang disabilitas, 48, Jakarta)
“Anak tetap di dalam kelas, walaupun jam istirahat tetap di kelas, makan di
kelas tidak keluar. Terus fasilitas kelengkapannya harus dipenuhi. Masker, face
shield itu juga ya. Terus juga gurunya juga harus selalu, memeriksa muridnya.
Karena kan anak-anak kalau berlari bermain itu kan suka dilepas, itu harus
inilah harus ekstra gurunya.” (Orang tua peserta didik penyandang disabilitas,
37, Banyuwangi)
Jaminan Kebersihan
“Mungkin meja, dan lain lainnya dalam keadaan steril.” (Orang tua peserta
didik penyandang disabilitas, 37, Banyuwangi).
Modifikasi Kurikulum
“modifikasi dari materi, karena dari protokol yang kesahatan di new normal
pasti ada durasi pembelajaran yang berkurang.” (Caregivers peserta didik
penyandang disabilitas, 45, Madiun).
44
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
© UNICEF/2020/Fauzan
Temuan Penting
Pandemi COVID-19 membuat berbagai aktivitas berubah dari konvensional menjadi
daring untuk mencegah penyebaran COVID-19. Pandemi COVID-19 memunculkan
perubahan kebutuhan yang cukup signifikan bagi peserta didik penyandang
disabilitas dari sebelum masa pandemi COVID-19 dengan selama masa pandemi,
dalam hal tantangan pembelajaran, dukungan yang tersedia baik berupa fisik
maupun sosial, dan kondisi kesehatan mental.
Pembelajaran jarak jauh menjadi opsi agar pembelajaran siswa dapat tetap
berlangsung tanpa harus pergi ke sekolah untuk menghindari berkumpulnya massa.
Akan tetapi, pembelajaran daring ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi
peserta didik penyandang disabilitas. Peserta didik dengan disabilitas mengalami
kesulitan mengikuti pembelajaran jarak jauh yang muncul terutama karena kesulitan
berfokus pada pembelajaran di lingkungan rumah, dan terbatasnya akses pada
dukungan teknologi. Ini berkaitan dengan berkurangnya dukungan fisik seperti
akses pada alat bantu belajar, dan dukungan sosial, seperti persepsi guru bahwa
peserta didik dengan disabilitas tidak dapat mengikuti pembelajaran daring
sehingga tidak perlu mendapat fasilitas yang sama dengan peserta didik lainnya.
Pada pembelajaran jarak jauh, media sosial dan buku cetak/elektronik adalah
dua media utama yang diakses oleh peserta didik penyandang disabilitas untuk
mengikuti pembelajaran selama pandemik. Sekolah umumnya menggunakan media
sosial sebagai sarana untuk memberi instruksi tugas dan untuk berinteraksi sosial
(chatting).
Pemanfaatan media sosial sangat sesuai dengan aspek fleksibilitas dan kreatifitas
dari penyelenggaraan pendidikan inklusif seperti yang tercantum dalam PP No.
39 Tahun 2020 tentang akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang
disabilitas. Pada ragam disabilitas non-fisik, terutama disabilitas intelektual
pemberian instruksi tugas melalui media sosial berpotensi membantu peserta didik
penyandang disabilitas non-fisik dan keluarga dalam menuntaskan pembelajaran
karena waktu dan durasi sangat fleksibel. Pembelajaran juga dapat diterapkan
sesuai kemampuan dan kecepatan belajar peserta didik penyandang disabilitas.
Perhatian yang diberikan sekolah terhadap kemampuan dan kebutuhan peserta
didik penyandang disabilitas ini berpotensi dapat mendukung perkembangan
kesehatan mental mereka. Bagi penyandang disabilitas fisik, model pembelajaran
dengan memberikan instruksi tugas tanpa disertai dengan pemanfaatan media
sosial sebagai media yang interaktif membuat proses pembelajaran rentan
mengarah pada proses pembelajaran yang bersifat satu arah. Oleh sebab itu,
interaksi menjadi penting dalam proses pembelajaran daring.
Sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia, tepatnya di bulan Maret 2019, peta
layanan pendidikan berubah secara signifikan. Keputusan untuk melaksanakan
pembelajaran dari rumah bagi seluruh peserta didik, termasuk peserta didik
penyandang disabilitas yang bersekolah di satuan pendidikan khusus maupun
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif (SPPPI) merupakan keputusan
pemerintah yang tepat, namun juga memberikan tantangan di sisi lain. Penelitian
ini menunjukkan adanya perubahan kebutuhan, tantangan, dan penyesuaian yang
terjadi pada dimensi fisik, sosial, struktural, dan kesehatan mental.
46
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Keempat prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu penerimaan,
pengakuan, partisipasi, dan pencapaian perlu diperhatikan. Tinjauan studi literatur
penelitian menyebutkan, lingkungan sekolah yang memberikan kesempatan
para peserta didik penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dan mencapai
pembelajaran sesuai kemampuannya dapat meminimalkan risiko mengalami
permasalahan kesehatan mental.16
Salah satu praktik baik yang ditemukan dari penelitian ini adalah adanya
penerimaan dan dukungan dari keluarga membuat para peserta didik penyandang
disabilitas mampu berpartisipasi, dan berkembang sesuai dengan potensi mereka
meskipun proses pembelajaran dilakukan dari rumah. Keluarga pun mengupayakan
kondisi kesehatan mental para peserta didik penyandang disabilitas berada
dalam kondisi yang adaptif. Mereka melakukan berbagai cara untuk mendukung
pembelajaran (seperti menyediakan sarana pendukung pembelajaran), maupun
mencari cara agar anak-anak mereka tetap ceria mengikuti pembelajaran (seperti
memberikan konsekuensi yang disukai anak, memberikan motivasi, target), dan
senang melakukan hobi mereka di waktu luang.
16 McMillan, J., Jarvis, J.M., (2013), Mental Health and Students with Disabilities: a Review of Literature.
17 McMillan, J., Jarvis, J.M., (2013), Mental Health and Students with Disabilities: a Review of Literature.
18 Wei, Xin., Marder, Camille. (2020). Self-Concept Development of Students with Disabilities: Disabilities
Category, Gender, and Racial Differences From Early Elementary to High School.
Penting untuk digarisbawahi dalam penelitian ini adalah pemanfaatan media sosial
sangat sesuai dengan aspek fleksibilitas dan kreatifitas dari penyelenggaraan
pendidikan inklusif.22 Berbagai fitur yang dimiliki oleh media sosial membuat
sekolah memiliki pilihan dalam memberikan layanan bagi penyandang disabilitas
selama pandemi. Beberapa sekolah sudah menggunakan cara daring dengan
tatap muka melalui fitur video call. Sebagian besar sekolah masih lebih nyaman
menggunakan metode daring tanpa tatap muka dengan memanfaatkan fitur
mengobrol (chat) untuk pemberian instruksi tugas. Tipe layanan pembelajaran yang
diberikan oleh sekolah juga dapat bersifat sinkronus dan asinkronus,23 serta sangat
menyesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik penyandang
disabilitas. Melalui Whatsapp, guru di beberapa daerah (terutama di daerah
bukan urban) memberikan instruksi pembelajaran kepada penyandang disabilitas
maupun keluarganya. Setelah itu mereka diminta untuk mengunggah video hasil
dari pengerjaan tugas tersebut. Pada jenis disabilitas non-fisik terutama disabilitas
intelektual cara tersebut cukup membantu peserta didik disabilitas dan keluarga
dalam menuntaskan pembelajaran karena waktu dan durasi sangat fleksibel.
Pembelajaran juga dapat diterapkan sesuai kemampuan dan kecepatan belajar
peserta didik penyandang disabilitas.
19 Jaringan DPO’s Respon Covid Inklusif (2020). Laporan Assesmen cepat Dampak Covid-19 Bagi Disabilitas. Di
publikasikan oleh Jaringan DPO’s Respon Covid Inklusif.
20 Save the Children (2020). Hasil Survei Penilaian Cepat Dampak COVID-19. Laporan Hasil Penilaian cepat Save
The Children.
21 Wahana Visi Indonesia (2020). Makalah Kebijakan: Merdeka belajar: Merdeka bagi anak-anak paling rentan
(Dari temuan Aktivitas Mendengarkan Suara Anak atas Masa Tanggap Darurat Covid-19). Jakarta:WVI
22 Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi penyandang disabilitas.
23 Pembelajaran sinkronus merujuk kepada dinamika interaksi pada saat waktu yang bersamaan dalam
pembelajaran daring. Pembelajaran asinkronus merujuk kepada dinamika interaksi dalam pembelajaran
daring, hanya tidak di waktu yang bersamaan (Hakki, 2020).
48
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Perhatian yang diberikan sekolah terhadap kemampuan dan kebutuhan peserta
didik penyandang disabilitas ini dapat mendukung perkembangan kesehatan
mental mereka pula. Yang perlu diperhatikan bagi penyandang disabilitas fisik,
model pembelajaran dengan memberikan instruksi tugas tanpa disertai dengan
pemanfaatan media sosial sebagai media yang interaktif membuat pembelajaran
rentan mengarah pada pembelajaran yang bersifat satu arah. Media sosial
kemudian akan menjadi media pembelajaran yang pasif.
Peserta didik penyandang disabilitas yang berada di urban memiliki akses layanan
pendidikan yang lebih luas sebelum dan selama pandemi. Memang terjadi
pengurangan akses layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas, sebagai
akibat dari diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun hal
tersebut tidak terlalu berdampak bagi peserta didik penyandang disabilitas yang
tinggal di urban. Penelitian ini menemukan terdapatnya kendala dalam ketersediaan
layanan pendukung pendidikan terutama layanan konseling dan terapi. Layanan
ini berkurang, karena program terapi bagi peserta didik penyandang disabilitas
dengan berbagai aktivitas secara tatap muka dinilai dapat meningkatkan risiko
terpaparnya COVID-19. Dari penelitian ini, sejumlah praktisi terapi dan konseling
mulai berpikir mengembangkan layanan terapi dan konseling secara daring, seperti
teleterapi atau telekonseling. Hal ini dapat menjadi pilihan layanan yang dapat
diberikan bagi peserta didik penyandang disabilitas di masa pandemi.
Terkait dengan dukungan kebijakan dan sosial, penelitian ini juga melihat sejauh
mana akses orang tua pada skema berbagai bentuk bantuan pemerintah sebelum
dan selama pandemi, tetapi ditemukan tidak banyak perubahan. Keluarga
peserta didik penyandang disabilitas berharap agar mereka mendapat berbagai
skema bantuan untuk mendukung pendidikan anak. Temuan penting lainnya dari
penelitian ini terkait kebijakan adalah adanya keterlibatan pemerintah nasional
dalam memastikan pemenuhan hak pendidikan penyandang disabilitas tidak
terkurangi selama pandemi. Kebijakan penting yang perlu dicatat adalah adanya
relaksasi penggunaan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sehingga pengadaan
kuota untuk pembelajaran dapat disubsidi melalui BOS. Tidak hanya relaksasi
BOS, Kemendikbud juga bekerjasama dengan TVRI untuk menghadirkan program
pendidikan bagi seluruh peserta didik termasuk peserta didik penyandang
disabilitas yang menjalani belajar dari rumah. Meskipun program TV tersebut dinilai
beberapa pihak masih kurang aksesibel bagi penyandang disabilitas sensorik netra,
namun kebijakan tersebut patut diapresiasi.
Hampir seluruh orang tua yang terlibat dalam penelitian survei ini menyatakan
kesiapan melepaskan anak-anak mereka peserta didik penyandang disabilitas
kembali ke sekolah. Beberapa kebutuhan yang dipertimbangkan oleh orang tua
terkait dengan kebijakan protokol kesehatan, jaminan keamanan dan keselamatan,
jaminan kebersihan, dan tak kalah menariknya adalah modifikasi kurikulum.
Orang tua melihat modifikasi kurikulum diperlukan mempertimbangkan waktu
belajar yang lebih pendek untuk belajar di sekolah. Oleh karena itu, penerapan
prinsip pendidikan inklusif perlu diperhatikan. Selain itu, diperlukan keterbukaan,
fleksibilitas, dan kreativitas guru dalam melakukan modifikasi kurikulum.
Mempertimbangkan peranan keluarga dalam proses belajar selama pandemi
COVID-19 ini, kolaborasi guru dan orang tua diharapkan dapat mempermudah
proses belajar kembali ke sekolah dan mencapai optimalisasi potensi peserta didik
penyandang disabilitas. Modifikasi kurikulum yang dilakukan diharapkan juga akan
memberikan kontribusi terhadap kestabilan kondisi kesehatan mental para peserta
didik penyandang disabilitas ketika mereka kembali ke sekolah.
50
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Annex 1.
Pemetaan Penyedia Layanan dan Adaptasi yang Perlu Dilakukan untuk Mendukung
Pembelajaran selama Pandemi
52
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Guru Tersedia Tersedia Mensosialisasikan
kepada orang
tua dan peserta
didik penyandang
disabilitas tentang
buku-buku yang
akses dan yang
tersedia
54
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
9. Menjaga Organisasi Tersedia Belum Membuat Dukungan dari orang
Kesehatan profesi standarisasi/SOP tua sebagai fasilitator
Mental terapi berbasis untuk membantu
peserta didik daring program terapi dari
penyandang rumah
disabilitas
BPS. (2015). Profil Penduduk Indonesia Hasil SUPAS 2015. Jakarta: Badan Pusat
Statistik
BPS. (2018). Potret Pendidikan Indonesia: Statistik Pendidikan 2018. Jakarta: Badan
Pusat Statistik
Jaringan DPO’s Respon Covid Inklusif (2020). Laporan Assesmen cepat Dampak
Covid-19 Bagi Disabilitas. Di publikasikan oleh Jaringan DPO’s Respon COVID
Inklusif
Lucas. S.R., Irwin V. (2018). Race Class, and Theories of Inequality in the Sociology of
Education. In Scheider Barbara. Handbook of the sociology of Education in the
21st Century.
McMillan, J., Jarvis, J.M., (2013), Mental Health and Students with Disabilities: a
Review of Literature.
UNESCO. (2006). ICT’s in Education for People with Special Needs. UNESCO
Institute for Information Technologies of Education
56
Laporan Penelitian: Kajian Terhadap Dukungan Bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi COVID-19 2020
Wahana Visi Indonesia (2020). Makalah Kebijakan: Merdeka belajar: Merdeka bagi
anak-anak paling rentan (Dari temuan Aktivitas Mendengarkan Suara Anak atas
Masa Tanggap Darurat Covid-19). Jakarta:WVI
Wei, Xin., Marder, Camille. (2020). Self-Concept Development of Students with
Disabilities: Disabilities Category, Gender, and Racial Differences From Early
Elementary to High School.