Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
anugerah-nyalah kami dapat menyelesaikan tugas/ makalah yang berjudul “Ketimpangan
soial akibat globalisasi” tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
menyelesaikan tugas akhir yang diberikan sekolah. Isi dari makalah ini adalah pemaparan
pengetahuan tentang ketimpangan social yang sedang terjadi di Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang berperan dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi banyak orang dan berguna untuk para kalangan muda
khususnya pelajar.
I
kata pengantar

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI
iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Rumusan masalah 2

2.2. Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat globalisasi 3

2.3. Dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan sosial akibat globalisasi 11

DAFTAR PUSTAKA 16
ii
daftar isi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan ekonomi global, berlaku hukum the survival of the fittest sehingga
siapa yang memiliki modal yang besar akan semakin kuat dan yang lemah akan
tersingkir. Pemerintah hanya sebagai regulator dalam pengaturan ekonomi yang
mekanismenya akan ditentukan oleh pasar. Sektor-sektor ekonomi rakyat yang
diberikan subsidi semakin berkurang (dalam pandangan ekonomi kapitalis, subsidi
adalah inefisiensi), koperasi semakin sulit berkembang, penyerapan tenaga kerja
dengan pola padat karya sudah semakin ditinggalkan.
Sebagai sebuah sistem yang berlaku dan berjalan tanpa batas teritorial negara yang
implementasinya dapat berupa ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya.
Permasalahan di sebuah negara, misalnya pengangguran, bukanlah sekedar merupakan
dampak dari minimnya keterampilan seorang individu, melainkan dampak sistemik
dari perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan akibat globalisasi, seperti,
1.Perubahan teknologi (mesin-mesin baru). Perubahan teknologi atau digunakannya
mesin-mesin baru dalam proses produksi, mengakibatkan hanya orang-orang yang
memikiki pengetahuan atau keterampilan yang memadai yang dapat terlibat dalam
proses produksi.
2.Perubahan cara kerja (efisiensi). Perubahan cara kerja dapat dilakukan dengan
perampingan birokrasi atau struktur organisasi perusahaan.
3.Pekerjaan dilakukan di tempat/negara lain (globalisasi). Apabila sebuah perusahaan
merasakan ancaman atau ketidaknyamanan, maka dapat jadi pengusaha akan
memindahkan perusahaannya di negara lain.
4.Perubahan politik (kebijakan pemerintah), misalnya dihilangkannnya proteksi dan
subsidi. Sesuai dengan perjanjian WTO, negara-negara tidak boleh melakukan
proteksi terhadap produksi dalam negerinya, misalnya dengan melakukan larangan
import produk tertentu yang mengancam produksi dalam negeri.
5.Perubahan budaya (dibutuhkan produk yang berbeda). Perkembangan Teknologi
Informasi yang sangat cepat memudahkan orang-orang dari negara atau bangsa
manapun dapat mengakses informasi dengan mudah dan bebas.
(1)
BAB I pendahuluan latar belakang

1.2. Rumusan masalah


1) Apa yang dimaksud ketimpangan sosial ?
2) Apa saja factor yang mempengaruhi ketimpangan sosial akibat globalisasi ?
3) Apa dampak yang akan ditimbulkan oleh ketimpangan sosial akibat globalisasi ?
4) Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi ketimpangan sosial akibat
globalisasi?

1.3. Tujuan Penulisan


1) Sebagai sarana penambah ilmu pengetahuan.
2) Sebagai informasi untuk mengetahui akibat dan dampak ketimpangan sosial di
bidang ekonomi serta mengetahui langkah yang perlu diambil untuk mengatasi
masalah tersebut.
(2)
BAB I rumusan masalah dan tujuan penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Defiisi Ketimpagan Sosial
Ketimpangan sosial sama artinya dengan kesenjangan sosial yaitu diartikan sebagai
kesenjangan (ketimpangan) atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan
primer, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat
berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan
hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan pengembangan karir, dan lain-lain
Berikut ada beberapa pengertian ketimpangan sosial menurut beberapa pakar
Nama Pakar
Andrinof A. Chaniago
Pendapat Pakar
Ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang hanya berfokus pada aspek
ekonomi dan melupakan aspek sosial.
Budi Winarno
Ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan pembangunan di era globalisasi untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat.
Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker
Ketimpangan sosial adalah bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi dalam proses
pembangunan.
Roichatul Aswidah
Ketimpangan sosial sering dipandang sebagai dampak residual dari proses
pertumbuhan ekonomi
2.2. faktor yang mempengaruhi / penyebab ketimpngan sosial
Pertanyaannya kenapa kesenjangan sosial itu harus terjadi dalam kehidupan sosial
masyarakat?
Kesenjangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga
mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau
kesempatankesempatan yang tersedia. Secara teoritis sekurang kurangnya ada dua
faktor yang dapat menghambat[3].
Pertama, faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal). a.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia karena tingkat pendidikan
(keterampilan) atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan).
b. Kesenjangan sosial dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang
dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis,
cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai
orientasi kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial
tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan.

(3) BAB II PEMBAHASAN Definisi ketimpangan sosial &


Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat globalisasi
Kedua, faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang.
Hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan),
sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan
kesempatan dan peluang yang tersedia. Dengan kata lain, kesenjangan sosial bukan
terjadi karena seseorang malas bekerja atau tidak mempunyai kemampuan sebagai
akibat keterbatasan atau rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tetapi karena ada
hambatan-hambatan atau tekanan--tekanan struktural. Kesenjangan sosial ini
merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan structural. Alfian, Melly G.
Tan dan Selo Sumarjan (1980:5) mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan
kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan
masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan
sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan
struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman, kekurangan pendidikan,
kekurangan komunikatif, kekurangan fasilitas untuk mengembangkan usaha dan
mendapatkan peluang kerja dan kekurangan perlindungan hukum.
Kendati faktor internal dan kebudayaan (kebudayaan kemiskinan) mempunyai andil
sebagai penyebab kesenjangan sosial, tetapi tidak sepenuhnya menentukan. Penjelasan
itu setidaknya mengandung dua kelemahan, yaitu:
1. Sangat normatif dan mengundang kecurigaan dan prasangka buruk pada orang
miskin serta mengesampingkan norma-norma yang ada (Baker, 1980:6).
2. Cenderung membesar-besarkan kemapanan kemiskinan.
Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa kaum miskin senantiasa bekerja keras,
mempunyai aspirasi tentang kehidupan yang baik dan mempunyai motivasi untuk
memperbaiki kehidupan mereka. Mereka mampu menciptakan pemenuhan tutuntan
kehidupan mereka (periksa misalnya kajian Bromley dan Chris Gerry, 1979; Papanek
dan Kuncoroyakti, 1986; dan Pernia, 1994). Setiap saat orang miskin berusaha
memperbaiki kehidupan dengan cara bersalin dan satu usaha ke usaha lain dan tidak
mengenal putus asa (Sethuraman, 1981; Steele, 1985).
Jika demikian halnya, maka ihwal kesenjangan sosial tidak semata-mata karena faktor
internal dan kebudayaan, tetapi lebih disebabkan oleh adanya hambatan structural
yang membatasi serta tidak memberikan peluang untuk memanfaatkan
kesempatankesempatan yang tersedia. Breman (1985:166) menggambarkan bahwa
bagi yang miskin “jalan ke atas sering kali dirintangi”, sedangkan: “jalan menuju ke
bawah terlalu mudah dilalui”. Dengan kata lain, gejala kesenjangan sosial dan
kemampuan kemiskinan lebih disebabkan adanya himpitan structural. Perlu
dipertanyakan mengapa masyarakat dan kaum miskin pasrah dengan keadaan itu?
Ketidakberdayaan (politik) dan kemiskinan kronis menyebabkan mereka mudah
ditaklukkan dan dituntun untuk mengikuti kepentingan dan kemauan elit penguasa
dan pengusaha. Apalagi tatanan politik dan ekonomi dikuasai oleh elit penguasa dan
pengusaha. C. Bentuk-Bentuk Ketimpangan Sosial Yang Terjadi Dalam Kehidupan
Sosial Masyarakat .Ketimpangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah
disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara sikaya dan simiskin atau
antara yang pintar dengan yang bodoh. Dalam kehidupan manusia, banyak sekali pola
kehidupan yang terbentuk. Beberapa dari mereka memiliki pola hidup yang istimewa
dan selalu berkembang, beberapa ada yang memberontak, menolak atau mengelak,
ada kehidupannya yang terbuang atau rusak. Memang, sejarah masyarakat manusia
juga dapat dibaca sebagai sejarah miliaran orang yang akan tenang di kuburan mereka
dengan kehidupan yang hampir menderita, dan mengalami ketidaksetaraan yang
disebabkan oleh perbedaan yang diberikan kepada mereka atau oleh masyarakat
tempat mereka dilahirkan

(4)
BAB II Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat globalisasi
Masyarakat kemudian membangun pembagian sosial, secara hierarki dan membangun
kesenjangan sosil yang terstruktur. Semua itu selalu akan terlihat, kaya dan miskin,
pemilik budak dan budak, hitam dan putih, migrant dan tuan rumahnya, orang
berpendidikan dan orang bodoh, orang sakit dan sehat, pria dan wanita, yang banci
dan normal, yang mampu dan tidak mampu, teroris dan yang diteror, yang patologi
dan normal, kami dan mereka-pembangian ini memang baik, yang buruk dan yang
jelek.
Dalam masyarakat, perbedaan digunakan sebagai penanda moral untuk menetapkan
bagaimana seseorang lebih baik daripa yang lainnya. Sebuah nilai moral sering
melekat dalam pelabelan ini sebagai batas-batas yang ditetapkan secara normal
maupun patologis. Para elit menempati posisi yang lebih unggul, massa menjadi
orang susah dan putus asa. Perbatasan terjadi secara hierarki yang mengatur tatanan
peringkat sehingga manusia saling memakan yang lain, seperti kelas bawah, orang
berbahaya, marginal-diusir sebagai kambing hitam yang sengaja diciptakan.
Kesenjangan selalu terjadi. Selalu ada beberapa orang di bagian atas dan sebagian
besar di bawah. Seperti, kasta, perbudakan, kelas sosial, kemiskinan global.
Berikut ada beberapa bentuk ketimpangan dalam kehidupan sosian masyarakat a.
Ketimpangan sosial di bidang ekonomi
Adanya globalisasi menyebabkan perekonomian hanya tumbuh di beberapa wilayah,
ditambah dengan praktik ekonomi kaptalisme yang menyebabkan si kaya menjadi
semakin miskin. Hal tersebut membawa dampak negatif karena memunculkan
ketimpangan sosial.
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000: 107) adalah sebagai berikut
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang,
penduduk miskin anya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan
kualitasnya rendah
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena
kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah,
upahnya pun rendah
3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.
Pada masyarakat modern yang rumit kemiskinan menjadi suatu masalah sosial karena
sikap mereka yang membenci kemiskinan tadi, seseorang bukan merasa dirinya
miskin karena kurang makan, pakaian atau perumahan, tetapi karena harta miliknya
dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada. Persoalan menjadi
lain bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi tetapi gagal mencari pekerjaan bagi
mereka. Pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi
kebutuhankebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila, tuna wisma, dan
sebagainya. Secara sosiologis sebab-sebab timbulnya masalah ini adalah karena salah
satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik yaitu lembaga
kemasyarakatan di bidang ekonomi (Soekanto, 2009:320). Kemiskinan juga
merupakan masalah sosial yang ada dalam setiap masyarakat di negara manapun,
termasuk Jepang. Kemiskinan umumnya ditandai dengan ketimpangan suatu
kesenjangan, antara lain kepemilikan sumber daya, kesempatan berusaha, ketrampilan,
dan faktor lain yang menyebabkan perolehan pendapatan tidak seimbang dan
mengakibatkan struktur sosial yang timpang.
(5)
BAB II Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat globalisasi

Di pedesaan terjadi kesenjangan antara petani pemilik dan penggarap dengan burh
tani. Fasilitas yang diberikan pemerintah yang dikemas dalam bentuk
bermacammacam program sesungguhnya lebih banyak mengalir pada kalangan para
petani pemilik dan penggarap. Kredit usaha tani misalnya terutama diberikan kepada
petani pemilik dan penggarap, dan bukan kepada buruh tani, keran menurut ketentuan
yang berlaku dana itu dikucurkan dengan sistim agunan. Fasilitas-fasilitas lain seperti
subsidi pupuk dan obat-obatan serta penyuluhan peningkatan usaha tani juga lebih
ditunjukan kepada petani pemilik dan penggarap, dan bukan kepada buruh tani. Di
samping itu, keanggotaan kelompok tani dan koperasi pertanian juga lebih
diprioritaskan untuk para petani pemilik dan penggarap daripada buruh tani. Karena
itu, mereka hanya memperoleh fasilitas yang disubsidi pemerintah, tetapi juga
mendapatkan lebih banyak informasi mengenai inovasi pertanian.
Fasilitas dari pemerintah (modal, pupuk, obat-obatan dan penyuluhan) terutama
disalurkan melalui pemimpin formal pedesaan. Dalam konteks ini, mereka diperankan
sebagai agen utama pembanguna pertanian di tingkat desa, terutama berfungsi sebagai
pembawa pesan dan penterjemah kemauan pemerintah. Karena itu posisi mereka
benar-benar berada pada puncak strata, dan sangat dominan dan determinan
mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang terkait dengan introduksi
program-program pembangunan pertanian. Kesenjangan sosial lain terjadi antara
petani pemilik atau penggarap yang mempunyai yang mempunyai akses dengan
pemimpin formal pedesaan dan petani pemilik atau penggarap yang tidak mempunyai
akses. Mereka yang mempunyai akses kerapkali justru menjadi biang keladi pelbagai
bentuk manipulasi dan keterpurukan usahatani akibat dari kolusi yang mereka lakukan
dengan pemimpin formal pedesaan. Mereka mampu menuai keuntungan besar
meskipun dengan cara menekan dan merugikan pihak lain.
Sementara itu, di kalangan petani pemilik dan penggarap yang tidak mempunyai akses
dengan pemimpin formal pedesaan sedikitnya berkembang tiga macam strategi
survival, yaitu:
1. Melakukan perlawanan dengan cara menentang (baik secara terbuka maupun
tersembunyi) pelbagai bentuk program pembangunan pertanian yang diintroduksi
pemerintah. Tidak sedikit di antara mereka yang kemudian dikucilkan atau
memperoleh predikat sebagai kelompok radikal yang harus diawasi,bahkan kemudian
ditekan dengan berbagai macam cara.
2. Mengikuti saja arus pembangunan pertanian, meskipun dilakukan hanya
dengan setengah hati. Mereka sangat sadar bahwa mengikuti kemauan pemerintah dan
tetap bertahan berkecimpung pada sektor pertanian akan terus menerus merugi. Tetapi
mereka tidak memiliki alternatif lain, karena itu kerugian yang diderita dipahami
sebagai pengorbanan yang harus dibayar demi pembangunan.
3. Mengadu nasib ke daerah lain, terutama mengisi sektor informal di perkotaan
sebagai pedagang kaki lima atau buruh bangunan. Mereka memilih sebagai commuter
(setiap hari pulang-balik) atau boro (beberapa bulan meninggalkan desa dan pulang
setelah mempunyai tabungan). Beban sosial ekonomi yang mereka hadapi di
perkotaan ketika berkecimpung dalam sektor in-formal sesunggguhnya tidak ringan
karena menghadapi pungutan preman dan penggusuran. Tetapi bagi mereka pilihan itu
masih dianggap lebih baik dibandingkan tetap bertahan di sektor pertanian.

(6)
BAB II Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat globalisasi

Keterpurukan sektor perekonomian juga pernah dicoba diimbangin dengan


pengembangan industri kecil pedesaan. Sayang usaha ini juga kurang membuahkan
hasil seperti diharapkan, karena banyak petani yang kurang berani mengambil resiko
akibat modal dan akses mereka terbatas. Kerugian bukan hanya membuat usaha
mereka bangkrut, tetapi hidup dan kehidupan bisa semakin carut-marut. Karena itu
mereka tidak mudah didorong melakukan reinvestasi. Hambatan lain adalah tiadanya
organic link antara pengusaha besar dan pengusaha kecil pedesaaan. Mereka seperti
berjalan sendiri-sendiri. Di beberapa daerah memang telah terjalin kegiatan
kolaboratif, tetapi di banyak daerah mereka justru berkompetisi, dan kurang
melembagakan kerjasama dalam meningkatkan proses produksi. Malah ketika para
pemilik modal besar menanamkan investasinya di desa, yang berkembang adalah
bukan industri pedesaan, tetapi industri kapital intensif yang berada di desa.
Kegagalan pembangunan pertanian selama ini juga ditengarai karena programprogram
yang dicanangkan hanya memberi tekanan pada perencanaan dan implementasi
proyek saja. Program-program tersebut kurang memperhatikan keterkaitan antara letak
proyek dengan ruang pengembangan ekonomi yang lebih luas terutama dengan kota.
Infrastruktur dan fasilitas terkesan dibangun semata-mata hanya untuk kepentingan
proyek itu sendiri, tanpa memperhatikan jarak ideal dengan kota dalam fungsinya
sebagai pasar atau saluran distribusi hasil produksi. Masalah itu sebenarnya juga
pernah dijawab dengan strategi pusat pertumbuhan berbentuk pengembangan pasar
yang tidak terlalu jauh dengan kawasan industri pedesaan. Pasar ini diharapkan
berfungsi sebagai pusat penampungan hasil produksi sekaligus sebagai pusat
informasi hal-hal yang berkaitan dengan kehendak konsumen dan yang bisa dipenuhi
produsen. Tetapi strategi pusat pertumbuhan semacam itu ternyata juga kurang begitu
efektif. Karena masyarakat desa setempat ternyata kalah berkompetisi dengan
pendatang (orang kota), padahal mereka terlibat program sejak awal. Implikasi dari
strategi pertumbuhan tersebut justru sebuah reartikulasi pola pemukiman desa, yang
dihuni oleh orang kota dengan latar belakang ekonomi kuat.
Dari uraian yang telah dipaparkan nampak bahwa selama ini petani sebenarnya telah
berkorban besar bagi kepentingan survival negeri ini. Betapa tidak, biaya mengolah
tanah,harga bibit, pupuk serta obat-obatan terus melambung, biaya tanam dan upah
pemeliharaan semakin mahal. Tetapi harga produksi pertanian (terutama pangan)
selalu ditekan dan dikontrol pemerintah secara ketat. Nilai hasil pertanian semakin
tidak imbang dengan biaya produksi, dan petani terus menerus merugi. Karena itu
tidak terlalu berlebihan apabila dinyatakan bahwa petani tidak pernah henti
dieksploitasi, dan tidak pernah memperoleh santunan yang memadai. Hak asasi petani
terabaikan dan tanpa ada pembelaan yang memadai. Benar memang ada pula petani
yang diuntungkan sehingga kehidupannya agak lebih baik. Tetapi di samping petani
dalam kategori ini jumlahnya tidak begitu banyak, mereka sebenarnya mengambil
kesempatan kerja milik petani miskin. Kegiatan mereka sebagai pemilik traktor,
penggilingan padi, dan penebas ditenggarai menciptakan posisi petani gurem menjadi
semakin marginal.

(7) BAB II Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat


globalisasi

Rezim penguasa di negeri ini telah berganti beberapa kali, namun satu hal yang tetap
lestari adalah harga produksi pertanian (terutama pangan) terus ditekan. Bukankan itu
berarti bahwa semakin menciptakan ketergantungan petani? Boleh jadi begitu, tetapi
sesungguhnya ada keuntungan politik apabila pangan dapat dicukupi dan dengan
harga yang murah (terjangkau). Pertama, kepercayaan rakyat kepada pemerintah
menguat. Bagi masyarakat kita yang sebagian besar tergolong miskin, kecukupan dan
keterjangkauan pangan dianggap sebagai indikasi bahwa pemerintah mampu
mencukupi kebutuhan dasar mereka. Kepercayaan semacam itu akan membuat situasi
politik lebih stabil, dan akan mengurangi tekanan keinginan mengganti
pemerintah.kedua, harga pangan adalah komponen penting bagi penentuan upah.
Apabila harga pangan mahal, maka mudah diperkirakan upaya akan tinggi , dan itu
berarti perkembangan industri dan usaha jasa kurang kompetitif. Itulah sebabnya tidak
berlebihan jika dinyatakan bahwa kecukupan dan keterjangkauan pangan
sesungguhnya lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah atas (terutama perkotaan)
serta kalangan pemilik modal atau pengusaha berskala nasional maupun internasional.
Karena harga pangan murah, maka para pengusaha dapat menekan ongkos produksi,
sehingga mereka dapat menikmati keuntungan lebih besar. b. Ketimpangan sosial
di bidang politik
Dengan adanya dominasi ekonomi negara dunia ke satu terhadap negara lainnya,
menyebabkan dominasi di bidang politik. c. Ketimpangan di bidang
pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan bermasyarakat,
karena lewat pendidikan suatu perubahan bisa di mulai. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi membawa
dampak tersendiri bagi dunia pendidikan karena pendidikan sebagai bagian dari
kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh globalisasi.
Arus globalisasi menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam bidang pendidikan
karena ketidakmampuan seseorang dalam dunia pendidikan akan mengakibatkannya
tersisih dalam hal pendidikan.
Randall Collins dalam The Credential Society: An Historical Sociology of Education
and Stratification, mengemukakan bahwa justru pendidikan formal merupakan awal
dari proses stratifikasi sosial itu sendiri.
Ada tiga macam masalah mendasar berupa kesenjangan dalam system pendidikan
nasional di Indonesia, yaitu kesenjangan dalam politik pendidikan, kesenjangan antara
wacana dan praksis pendidikan, dan kesenjangan diantara pilar-pilar demokrasi.
(8) BAB II Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat
globalisasi

Ketimpangan dalam bidang pendidika


Kesenjangan dalam politik pendidikan
Dirokrat pendidikan ditunjuk karena adanya afiliasi politik atau kedekatan dengan
pimpinan politikSewaktu belum menduduki birokrasi wacana yang diutarakan oleh
seseorang idealis berbeda dengan praktiknya ketika dia masuk kedalam birokrasi
Kesenjangan diantara pilar-pilar demokrasi
Tidak semua orang yang bisa menikmati pendidikan yang layak karena kemiskinan
struktural yang mereka alami
Upaya demokratisasi dimulai dari pertumbuhan kesadaran warga masyarakat.
Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat persemaian bagi pertumbuhan
kesadaran ini. Institusi pendidikan mestinya menjadi ruang bagi para calon perubahan
untuk menumbuhkan karakter, tanggung jawab, kemandirian berfikir dan bersikap,
inovasi dan kreativitas. Situasi ini tidak akan pernah tercapai selama pendidikan
masih jadi alat kekuasaan Negara. Siswa diajar untuk patuh dan berpikir tunggal .
Sekolah dan para pendidik makin dikebiri dan merasa tidak cukup berdaya
untuk menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis,
kreatif dan bertanggung jawab. Para guru merasa terbelenggu dalam berbagai
keterbatasan system pendidikan karena kekuasaan Negara masih sangat besar.
Alasan-alasan klise seperti beban kurikulum yang terlalu padat, target
kelulusan ujian dan kesejahteraan guru yang memprihatinkan, masih menjadi
penghambat terciptanya suasana belajar yang memerdekakan anak untuk
mengembangkan potensi dirinya.
Secara fundamental, harapan terhadap pedagogic transformative akan sulit
dicapai selama pendidikan masih diberlakukan sebagai institusi yang instrumental.
Pada masa orde baru, sekolah merupakan instrument Negara untuk mencetak
warga Negara yang patuh. Sekolah sudah berperan sangat besar dalam proyek
kooptasi rezim. Aliran kurikulum developmentalis konformis sangat mewarnai proses
belajar mengajar di sekolah.
Pada masa reformasi, fenomena instrumentalis system pendidikan masih
terjadi bukan pada bidang kurikulum dan proses pendidika, melainkan pada pemilihan
para birokrat pendidikan dan penggunaan dana –dana pendidikan. Birokrat
pendidikan ditunjuk karena afiliasi partaipolitik atau kedekatan dengan pemimpin
politik tertentu.
Persoalan kesenjangan wacana dan praksis pendidikan terlihat dari cukup
banyak orang pintar yang berperan dlaam birokrasi system pendidikan nasional baik
sebagai birokrat maupun staf ahli. Ketika mereka berwacana, mereka ini tampak
sangat memahami dan menguasai yang seharusnya terjadi dlama suatu proses dan
system pendidikan. Bahkan mereka bisa menunjukkan kekritisan terhadap kenyataan
pendidikan di tanah air. Namun, ketika orang-orang pintar ini sudah masuk dalam
pusaran birokrasi dan mengeluarkan atau melaksanakan suatu kebijakan pendidikan,
sepertinya pemahaman dan pengetahuan mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip
pendidikan terlupakan dan tidak dijadikan landasan pemikiran. Bahkan pemikiran
yang sudah ditulis dalam bentuk produk hokum pun bisa diabaikan dan dilanggar

(9) BAB II Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat


globalisasi

Akhirnya kesenjangan juga sering terjadi seiring proses globalisasi. Dalam dunia
pendidikan, tarik ulur antara keunggulan dan keterjangkauan selalu menjadi isu
menarik untuk dikaji. Ketika ada banyak gedung sekolah ambruk dan siswanya masih
berkutat dengan kemiskinan yang bersifat structural, segelintir anak justru menikmati
proses belajar dengan sarana-prasarana kelas dunia.
Terobosan
Untuk mereformasi pendidikan perlu dilakukan beberapa terobosan, perlu ada
kesepakatan dan komitmen bersama dari para pemimpin bangsa dan partai politik
untuk menghentikan tendensi instrumentalisasi.
Birokrasi pendidikan di tingkat nasional perlu focus pada kebijakan strategis
dan visioner serta tidak terjebak untuk melakukan tindakan instrumental dan teknis
seperti ujian nasional, pengadaan program sertifikasi guru, ujian sertifikasi guru serta
manipulative seperti dalam proses penerimaan pegawai negeri sipil.
Sebelum anggaran 20% bisa direalisasikan mekanisme monitoring dan
evaluasi perlu dibuat dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Negosiasi
pusatdaerah dalam era desentralisasi pendidikan seyogyanya tidak berpusat pada siapa
yang lebih berkuasa, melainkan pembagian peran antar pusat dan daerah. Dengan
kebijakan otonomi daerah setiap kabupaten perlu difasilitasi untuk mengembangkan
pendidikan berbasis masyarakat, tetapi tetap mengacu pada standar mutu yang
ditetapkan secara nasional.
Pendidikan berbasis masyarakat ini diharapkan bisa menjadi lahan persemaian
bagi anak-anak dari berbagai latar belakang untuk mengenali berbagai persoalan dan
sumber daya dalam masyarakat serta terus mencari upaya untuk mengubah
masyarakat menjadi lebih baik.
(10)
BAB II Faktor penyebab Ketimpangan Sosial akibat globalisasi

2.3. dampak ketimpangan sossial akibat globalisasi

Perkembangan masyarakat global disebabkan karena adanya pergerakan antarbangsa


tanpa ada batasan ruang dan waktu. Hal ini menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan bidang sosial, politik, budaya dan ketimpangan
pertumbuhan bidang ekonomi. Persaingan ketat terjadi pada pasar dan tenaga kerja
secara global hal ini dikarenakan sistem kapitalisme yang mengakar, kapitalisme
membentuk globalisasi produksi dan konsumsi. Sistem kapitalisme ini mendorong
masyarakat untuk berperilaku konsumtif. Perilaku ini membuat adanya polarisasi dan
stratifikasi penduduk dunia, dimana adanya globalisasi bagi kaum kaya dan lokalitas
bagi kaum miskin, sebagai wujud dari ketimpangan global. Ketimpangan global ini
mengakibatkan terjadinya perbagai permalahan bagi kehidupan masyarakat, yaitu:
kemerosotan moral, pencemaran lingkungan, kriminalitas, melemahnya jiwa
wirausaha, monopoli ekonomi, kekuasaan, kemiskinan, ketelantaran, keterpencilan
dan ketertinggalan.

Berikut beberapa bentuk gambaran dampak ketimpangan sosial dalam kehidupan


masyarakat:

Dunia yang mereka alami dan kehidupan mereka cenderung tidak aman dan tidak
stabil. Pekerjaan dan kesejahteraan tidak pernah dijamin; setiap hari mereka berjuang
untuk bertahan hidup. Jantung kehidupan mereka merupakan kurangnya kebutuhan
dasar apapun untuk hidup. Ada sedikit uang, sedikit pekerjaan, kelangkaan pangan,
perumahan minimal dan setiap hari mereka hidup dengan kondisi ini. Pekerjaan
utama mereka adalah berjuang untuk bertahan hidup di dunia yang sangat tidak stabil.
Mereka menjadi hidup dalam kondisi tidak aman.

Dunia ini berhubungan erat dengan bahaya ada bahaya serta ancaan kekerasan.
Kebrutalan dibangun ke dalam struktur kehidupan sehari-hari. Perang sering menjadi
dasar, kekerasan domestic seperti pemotonngan kelamin, anak mungkin menjadi
pembunuh. Homoseksual akan ditembak. Disini, kehidupan menjadi brutal.

Kehidupan mereka yang penuh keputusasaan dapat menjadi pikiran mengenai


devaluasi dan aib-pengalaman mereka mengenai penghinaan kelas, rasisme, seksisme,
homophobia, dan lainnya. Semua yang berpotensi menyadarkan mereka akan betapa
buruknya mereka. Mereka yang diberikan sedikit kehormatan dari dunia luar dan
dibuat merasa tidak nyaman di hadapan penguasa. Semua ini dapat membawa sedikit
perasaan rendah diri, harga diri yang buruk, rasa malu dan aib. Semua ini adalah
kehidupan yang memalukan.

Mereka mengalami kurangnya pengakuan mengenai siapa diri mereka. Kehidupan


mereka dikelilingi oleh orang-orang yang menolak untuk melihat mereka, dan
mengabaikan mereka. Ada jutaan orang yang membersihkan kantor pada malam hari,
ada yang berjalan dengan mengemis di jalan, yang tinggal di wilayah no-go (sebuah
tempat di kota yang cukup berbahaya), sebuah tempat kumuh yang belum dikunjungi
sebagian besar orang, dan orang sakit dan orang miskin yang menderita dan hampir
setiap malam ditampilkan sebagai “korban” di tempat lain di televise.

(11)
BAB II Dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan sosial akibat globalisasi

Jika mereka dilihat, mereka seringkali diatasi melalui lensa amal dan perlindungan,
dan sering terkunci dalam bahasa yang buruk. Mereka menjadi “orang miskin yang
jelek”, orang yang “pantas miskin”, “imigran yang kotor”, berada “di kelas bawah”,
“menyimpang”. Tampak atau tidak tampak, kehidupan mereka diletakkan di bawah :
mereka direndahkan dan hidup mereka tidak manusiawi.

Beberapa yang lain menyetujui dan mengasingkan diri dari kesedihan mereka, mereka
kembali berjuang dan memberontak. Mereka mencari cara untuk menghadapi
penderitaan mereka secara aktif. Mereka melawan kehidupan mereka.

Selain itu, dampak sosial kehidupan juga dapat ditinjau dari konsekuensi subjektif dan
objektif dari ketidaksetaraan manusia.

Secara objektif : kemiskinan, penyakit, kekurangan gizi, kekerasan.

Subjektif : dengan menggagalkan potensi dan kemampuan manusia. Hidup tidak


aman-kehidupan yang kasar, menghilangkan kehidupan-hidup dipermalukan, hidup
direndahkan-menolak kehidupan
(12) BAB II Dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan sosial
akibat globalisasi

2.4. upaya mengatasi ketimpangan sosial akibat globalisasi

Dampak ketimpangan sosial dapat menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat.


Oleh karena itu perlu adanya suatu upaya untuk mengatasi ketimpangan sosial tersebut.
Adapun upaya mengatasi ketimpangan tersebut adalah sebagai berikut :

A. Upaya Umum

Masalah sosial ekonomi mesti diatasi dengan sejumlah cara, diantaranya:


• Memperbaiki kualitas penduduk.
• Meningkatkan kualitas kesehatan, baik dari segi fasilitas maupun pelayanan.
• Melakukan pemberdayan masyarakat yang berbasis ekonomi.
• Mengadakan transmigrasi.
• Melakukan pemerataan pembangunan.
• Mengadakan pelatihan manajerial di daerah terpencil.
• Menciptakan peluang kerja yang luas.
• Melatih kewirausahaan serta memberikan modal
B. Upaya Pemerintah

1. Pemberantasan Kekurangan Gizi atau Stunting

Pemerintah Indonesia berupaya memberantas kekurangan gizi yang banyak terjadi,


terutama didaerah terpencil dengan pembangunan yang kurang maju. Kekurangan gizi
dianggap memperparah kondisi kemiskinan sebagai salah satu contoh masalah
ketimpangan sosial di masyarakat yang harus segera diatasi atau diturunkan. Kasus
kekurangan gizi paling tinggi di Indonesia sendiri tercatat terjadi pada daerah Indonesia
bagian timur sehingga diperlukan perhatian yang lebih dan khusus.

2. Penyaluran Bantuan Sosial yang Tepat Sasaran


Pembangunan dan kondisi ekonomi yang tidak merata menyebabkan masih banyaknya
warga yang kurang mampu dan membutuhkan bantuan. Penyaluran bantuan sosial yang
tepat sasaran bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sosial yang ada di masyarakat
terutama karena adanya daerah atau masyarakat yang kekurangan bantuan namun justru
belum tersentuk bantuan yang ada.
3. Peningkatan Peluang Pekerjaan
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia memang dapat dibilang sudah cukup baik dan
maju, namun pertumbuhan ekonomi seharusnya didukung dengan adanya peningkatan
lapangan kerja baru untuk mengurangi angka pengangguran. Pemerintah berupaya
menyediakan pelatihan dan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja
dan peningkatan keterampilan serta kualitas sumberdaya manusia secara merata.
Tujuannya adalah untuk mengurangi adanya ketimpangan sosial di masyarakat karena
tingkat pengangguran yang tinggi.
4. Menurunkan Ketimpangan Kekayaan
Upaya ini dilakukan dengan pengaturan ulang pajak penghasilan dimana di Indonesia
masih didominasi oleh kalangan pekerja. Sedangkan sebenarnya penghasilan pribadi
seperti pengusaha, pemilik modal, dan yang lainnya memiliki kewajiban pajak yang
lebih besar dibanding pekerja, namun pelaksanaannya belum optimal. Kondisi ini yang
akhirnya menciptakan adanya kesenjangan sosial.
(13) BAB II upaya mengatasi ketimpngan sosial
kibat globalisasi
5. Menciptakan Wirausaha secara Massal
Selain dengan menciptakan lapangan kerja baru, keadaan kemiskinan dan
pengangguran diatasi dengan upaya menciptakan wirausaha secara massal. Penciptaan
wirausaha secara masal
6. Memberantas korupsi dengan hukuman yang berat
Korupsi masih merupakan masalah terpenting yang harus dihadapi oleh pemerintah
Indonesia karena pemberantasan korupsi di Indonesia masih 36% dari 100%. Korupsi
menyebabkan banyak masyarakat yang kurang mampu, hidup semakin melarat.
Seharusnya mereka mendapat bantuan dari pemerintah, tetapi tidak karena uang yang
diberikan oleh pemerintah yang digunakan untuk subsidi dikorupsi oleh pejabat atau
badan negara yang serakah. Oleh karena itu Pemberantasan korupsi perlu dilakukan
dengan cara yang lebih keras lagi seperti hukuman mati bagi koruptor yang merugikan
negara. Undang Undang yang mengatur Tindak Pidana Korupsi perlu direvisi menjadi
lebih berat hukumannya agar dapat menimbulkan efek jera bagi para koruptor.
7. Membuka lapangan kerja padat karya
Padat karya merupakan kegiatan pembangunan proyek yang lebih banyak menggunakan
tenaga manusia dibandingkan dengan tenaga mesin. Tujuan utama dari progam padat
karya adalah untuk membuka lapangan kerja bagi keluarga keluarga miskin atau kurang
mampu yang mengalami kehilangan penghasilan atau pekerjaan tetap. Dengan adanya
progam padat karya maka tingkat kesenjangan dan pengangguran dapat dikurangi.
8. Penyaluran bantuan melalui subsidi
Penyaluran bantuan semacam ini dapat meringankan serta membantu masyarakat yang
kurang mampu untuk tetap menjaga kelangsungan hidup, seperti contohnya Perum
Bulog menyalurkan bantuan raskin terhadap masyarakat yang kurang mampu dengan
menjual beras dengan harga yang murah dan dapat dijangkau oleh mereka.
Selain itu, penyaluran subsidi pun harus dilakukan untuk pekerja/ buruh dengan gaji
minimum, seperti contohnya pemberian subsidi BBM. Penyaluran bantuan ini dapat
menekan angka ketimpangan sosial yang terjadi.
(14) BAB II upaya mengatasi ketimpangan sosial akibat
globalisasi

BAB III SARAN DAN KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Masalah ketimpangan sosial sangat sulit dipecahkan. Bukan hanya di Indonesia, tetapi
negara-negara berkembang pun menghadapi masalah serupa. Masalah ini ada yang
berdampak positif dan negatif. Dampak positif ketimpangan sosial adalah mendorong
adanya persaingan antar individu, sedangkan dampak negatifnya adalah dapat
membuat kemiskinan serta kriminalitas.

3.2. Saran

Dalam menghadapi ketimpangan sosial di Indonesia pada zaman globalisasi,


diperlukan usaha yang lebih kreatif, inovatif dan eksploratif.

Selain itu, diperlukan kesadaran masyarakat unuk berubah dan dukungan atau bantuan
pemerintah kepada masyarakat yang kurang mampu melalui pendidikan dan progam
padat karya. Dengan adanya program padat karya, pemerintah bisa memberikan
pelatihan dan pengajaran serta pekerjaan untuk masyarakat yang kurang mampu, ini
merupakan salah satu cara yang dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia
dan meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat (SDM) dalam pengetahuan,
wawasan, skill, dan moralitas
(15)
BAB III saran dan kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

• http://catatankuliahfethamrin.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-
kemiskinandan.html
• https://materiips.com/faktor-ketimpangan-sosial
• Mulyadi, Yad dkk. 2014. Sosiologi SMA Kelas XII. Yudhistira. Jakarta.
Santoso, Agus.2015. Perubahan Sosial, Globalisasi dan Pemberdayaan Komunitas
Lokal, Ketimpangan Sosial Akibat Perubahan Sosial dan Globalisasi,
Badruddin, Syamsiah. 2009. Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial Di Indonesia Pra
Dan Pasca Runtuhnya Orde Baru.
https://profsyamsiah.wordpress.com/category/tulisan-jurnal/. Diakses 26 Mei 2016
• Horton, Paul.B dan Chester L. Hunt. 2010. Sosiologi Jilid 1 Edisi Keenam. Jakarta :
PT Gelora Aksara Pratam.
Irwan. ..... Dinamika dan perubahan sosial pada komunitas lokal. Sumbar: Deepublish
kerjasama dengan STKIP PGRI Press.
• Mubyarto. 1994. Keswadayaan masyarakat desa tertinggal. Yogyakarta: Adidya
Media.
Nasution, Adnan Buyung, dkk. 2007. Membongkar Budaya Visi Indonesia 2030 dan
Tantangan Menuju Raksasa Dunia.
• Panzuri, amin dkk. 2013. Strategi penguatan dan pemberdayaan UMKM. Yogyakarta:
LOS DIY.
• Plummer, Ken. 2011. Sosiologi the Basics. Jakarta :Rajawali Pers.
• Usman, Suntoyo. 2004. Jalan Terjal perubahan sosial. Yogyakarta: CIReD.
• https://sosiologi-sman-1-cibeber-cikotok.blogspot.co.id/2015/10/materi-kelas-xii-
bab3-ketimpangan.html
• Horton, Paul.B dan Chester L. Hunt. 2010. Sosiologi Jilid 1 Edisi Keenam. Jakarta :
PT Gelora Aksara Pratama
• Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2013. Sosiologi : untuk SMA dan MA Kelas X
Kurikulum 2013. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.
• Mulyadi, Yad dkk. 2014. Sosiologi SMA Kelas XII. Jakarta : Yudhistira.
(16)
daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai