Anda di halaman 1dari 18

Nama : Adrianus Aldo Saputra

Npm : 18206339

Kelas :5A

KESIMPULAN:

BAB VI

SUMBER KEKUATAN SEKALIGUS KELEMAHAN


ORGANISASI

A. Peter and Waterman, Jr. menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan


keberhasilan perusahaan antara lain:
1. Kedekatannya dengan konsumen.
2. Dorongan untuk memperoleh nilai tambah (hands-on value driven)
bentuk usaha atau perusahaan yang dalam menjalankan usahanya, baik
upayanya menciptakan produk/ jasa kepada target konsumennya dan
bersaing perusahaan lain.
3. Entrepreneurship
4. Bentuk organisasi yang sederhana
5. Tekun pada bisnis yang digeluti, dll.

B. Fungsi Budaya Organisasi.


“The 7S of McKenzie” yang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Strategi: Tindakan yang bersifat koheren yang bertujuan agar
perusahaan dapat mempertahankan daya saing berkelanjutan,
2. Struktur: Struktur organisasi menunjukkan kepada siapa seseorang
harus bertanggung jawab atas tugas-tugas.
3. Sistem: proses dan aliran kerja yang menunjukkan bagaimana kegiatan
sehari-hari dilakukan.
4. Style: bagaimana sesungguhnya manajemen berperilaku nyata tentang
apa yang dianggap penting oleh perusahaan.
5. Staff: tentang komposisi demographic dari orang-orang yang terlibat
di dalam organisasi.
6. Shared values: nilai-nilai yang dipahami dan di jiwai oleh sebagian
besar anggota organisasi.
7. Skill: Kapabilitas yang dimiliki organisasi secara keseluruhan

C. Fungsi Budaya Organisasi


1. Budaya sebagai pembeda antara kita dengan mereka, Budaya organisasi
dapat mengetahui siapa orang luar dan siapa orang dalam.
2. Budaya sebagai pembentuk identitas diri, identitas organisasi merupakan
gambaran tentang kondisi internal, baik gambaran tentang organisasi
secara keseluruhan maupun orang-orangnya.
3. Budaya sebagai perekat organisasi, Peran budaya organisasi menjadi
sangat berarti mana kala lingkungan organisasi sangat demanding dan
organisasi menghadapi ancaman disintegrasi organisasi.
4. Budaya sebagai Alat Kontrol, Organisasi tidak akan bisa berjalan lancar
jika organisasi tersebut tidak memiliki system control yang memadai.

D. Karakteristik Communal Culture


1. Karyawan memiliki kepedulian yang tinggi
2. Kehidupan organisasi biasanya dipenuhi oleh berbagai ceremony
untuk menggalang kebersamaan
3. Tingkat solidaritas karyawan ditunjukkan oleh kemauan mereka untuk
berbagi resiko
4. Solidaritas karyawan akan ditunjukkan ketika organisasi berusaha
mencapai satu tujuan
5. Karyawan bisa membedakan secara jelas siapa kawan.

E. Budaya Organisasi Sebagai Liability


1. Budaya menjadi kendala dalam implementasi stratregi organisasi.
2. Budaya menjadi penghalang dalam pengunaan teknologi baru
Penggunaan teknologi baru.
3. Budaya memghambat inovasi. Organisasi sering tidak berjalan sebagai
mana mestinya karena disaat yang sama toleransi terhadap kesalahan yang
dibuat oleh seseorang mencoba untuk berkreasi masih rendah.

 Mengatasi Dampak Negatif Budaya Organisasi


1. Lakukan identifikasi terhadap tantangan strategi untuk masa yang akan
datang.
2. Kaitkan strategi untuk menghadapi tantangan masa datang dengan
tugas-tugas pokok yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan
strategi
3. Lakukan identifikasi terhadap norma dan tata nilai yang dinilai dapat
membantu menyelesaikan tugas-tugas pokok
4. Lakukan diagnosis terhadap norma-norma organisasi yang
mencerminkan budaya berjalan
5. Lakukan identifikasi apakah terjadi gap antara norma yang butuhkan
dengan norma berjalan.
6. Putuskan tindakan yang harus dilakukan untuk menutup gap tersebut
BAB VII

KETERKAITAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN


PERANGKAT ORGANISASI LAINNYA

A. BUDAYA DAN STRATEGI ORGANISASI

Strategi merupakan salah satu perangkat formal organisasi di samping dua


perangkat formal yang lain: struktur dan system.

Secara teoritik, seperti yang dikatakan oleh Christian Scholz, keserasian


atau komptatibilitas antara budaya dan strategi dijelaskan melalui tiga
pendekatan yang berbeda yaitu:

a. Implementasi strategi bisa berjalan dengan baik jika didukung oleh


budaya yang sesuai, strategi menjadi pemicu budaya.
b. Budaya dianggap sebagai pemicu semua aktivitas organisasi termasuk
strategi organisasi, pemilihan organisasi sangat bergantung pada
budaya berjalan – budaya organisasi mempengaruhi strategi.
c. Pendekatan ketiga menganggap bahwa keterkaitan antara budaya dan
strategi bersifat resiprokal timbal balik.
B. BUDAYA DAN STRUKTUR ORGANISASI

Struktur organisasi biasanya direfleksikan ke dalam peta organisasi


(organization chart) yang secara visual digambarkan dalam bentuk kotak dan
garis.

C. Sementara itu Burns dan Stalker membedakan tipe struktur organisasi


menjadi dua macam yaitu mechanistic dan organic structure sebagai berikut:
 mechanistic structure
a. Mengelompokkan aktivitas organisasi sesuai dengan fungsi
masing-masing
b. Mematuhi rantai komando yang relative sangat panjang
c. Komunikasi vertical
d. Setiap karyawan hanya mengerjakan satu macam pekerjaan
berulang
e. Pengambilan keputusan bersifat top-down
 organic structure
a. Mengelompokkan aktivitas organisasi sesuai dengan visi
masing-masing
b. Rantai komando relative sangat pendek
c. Komunikasi bersifat lateral
d. Karyawan tidak hanya mengerjakan satu
macam pekerjaan
e. Pengambilan keputusan dilakukan pada level organisasi lebih
rendah dan sangat bergantung pada komitmen para karyawan.

D. BUDAYA DAN SISTEM PENGENDALIAN ORGANISASI


Phesey menegaskan bahwa control system bisa dibedakan menjadi dua yaitu
regulative dan appreciative control.
A. Regulative
1. Setiap aktivitas akan diperbandingkan dengan rencana yang
telah dibuat sebelumnya
2. Fokus perhatian manajemen adalah pada pencapaian tujuan
3. Manajemen menekankan pada tujuan-tujuan khusus dalam
skala sempit
4. Manajemen bergantung pada teknik-teknik tertentu untuk
menerapkan mekanisme kontrol dan extrinsic motivation
5. Kebutuhan teknik-teknik yang lebih canggih dan pemahaman
secara rasional menjadi prasyarat untuk mengembangkan
controlsystem

B. Appreciative
1. Perbandingannya adalah antara keadaan riil yang dihadapi
organisasi dengan situasi yang melingkupinya.
2. Fokus perhatian manajemen adalah mempertahankan
keseimbangan.
3. Manajemem menekankan pentingnya values dan norma
4. sumber pengendalian berada pada diri manusia, bukan pada
teknik tertentu,
5. Pengembangan control system dilihat sebagai sebuah proses
untuk meningkatkan pemahaman seseorang terhadap keluasaan
dan kedalaman persoalan.
BAB 8

MERGER DAN AKUISISI DALAM PERSPEKTIF MANUSIA


DAN BUDAYA

A. Merger dan Akuisisi (M&A) bukan fenomena baru dalam dunia


bisnis. Secara sederhana tujuan perusahaan melakukan M&A tidak
lain adalah untuk mempertahankan eksistensi bisnis dan menciptakan
sinergi

B. M&A MERUPAKAN FENOMENA BISNIS YANG


PARADOKSAL
Secara umum bisa dikatakan bahwa M&A sering disebut sebagai fenomena
bisnis yang paradoksal.
Schweiger, Csiszar dan Napier mengemukakan beberapa contoh sebagai
berikut:
1. Sejak tahun 1983 penggabungan usaha yang terjadi di Amerika, setiap
tahunnya mencapai angka 2500 lebih. Angka ini belum termasuk
keterlibatan perusahaan Amerika dalam M&A antar negara yang
jumlahnya juga meningkat derastis.
2. Di Cina antara tahun 1985-1996 terjadi M&A dengan total nilai US$
5,3 miliar.
3. Di Taiwan pada awal-awal tahun 1900-an hanya terjadi 6 transaksi
M&A dan meningkat menjadi 1000 transaksi pada awal-awal tahun
2000-an.
4. Di Indonesia 1980-an sampai awal tahun 1990-an merupakan masa-
masa subur pada kegiatan M&A di Indonesia.
 Yang termasuk dalam kategori kegagalan M&A misalnya
a. Penggabungan usaha tersebut tidak mencapai tujuan finansial yang
dikehendaki
b. Tidak meningkatkan harga saham di pasar bursa
c. Tidak menciptakan sinergi yang biasa disebut “2+2=5 effect”

 Ujung-ujungnya seperti yang dikatakan Cartwright dan Cooper yaitu: “terjadi


perceraian kembali tidak lama setelah penggabungan usaha tersebut
berlangsung”. Karena kegagalan M&A biasanya dikaitkan dengan
faktor-faktor berikut:
1. efeknya pengambilan keputusan karena membeli perusahaan lain
dengan harga yang terlalu tinggi.
2. Terjadi kesalahan dalam mengelola keuangan sehingga realisasi
bertambahnya skala ekonomi dan rasio-rasio laba yang diharapkan
tidak tercapai.
3. Terjadi perubahan pasar mendadak.

 METAFORA M&A SEBAGAI SEBUAH PERKAWINAN

M&A selalu berhadapan dengan perbedaan yang kadang-kadang


memerlukan perubahan dan penyesuaian demi suksesnya penggabungan usaha
tersebut. Sayangya dalam melakukan M&A kedua belah pihak cenderung
mempertahankan mind-set masing-masing perusahaan,
 Mind-Set Perusahaan Pembeli
Perusahaan pembeli dalam konteks merger, yang memimpin perusahaan
lain, cenderung mengalami superiority syndrome, yakni merasa menang dan
superior. kemenangan ini menunjukkan seolah-olah mereka mempunyai
kemampuan untuk memimpin perusahaan lain dan secara psikologis
mempunyai kepuasan dalam bekerja.

 Mind-Set Perusahaan Yang Dibeli

Para eksekutif dari perusahaan yang dimerger/diakuisisi mempunyai sikap


dan perasaan yang sebaliknya. Mereka cenderung menganggap pihak lain
sebagai barbar dan tidak punya perasaan. Akibatnya para eksekutif mengalami
culture shock segera setelah M&A diumumkan.

 Dimensi Psikologis dan Jenis Perkawinan dalam M&A


1. Dimensi Psikologis dalam M&A
Cartwright dan Cooper mengidentifikasi dimensi-dimensi psikologis
dalam M&A yang perlu dipahami ketika dua perusahaan melakukan
sebuah perkawinan, diantaranya:
a. M&A, layaknya sebuah perkawinan, merupakan aktivitas yang mahal.
b. Perkawinan yang berhasil hanya akan terjadi jika kedua belah pihak
melakukan persiapan-persiapan yang lebih baik,
c. Keberhasilan sebuah perkawinan tidak semata-mata bergantung pada
bagaimana strategi penggabungan diterapkan tetapi lebih bergantung
pada bagaimana implementasinya.
d. Pengalaman-pengalaman sebelumnya bukan predictor keberhasilan
sebuah perkawinan dimasa datang.
e. Perkawinan yang berhasil terjadi antara dua pihak yang saling
mengkui dan menerima isi kontrak kesepakatan M&A.
2. Jenis-jenis perkawinan dan M&A
a. Horizontal merger Penggabungan usaha antara dua perusahaan dalam satu
industri yang mempunya pasar yang sama Misalnya dua perusahaan
farmasi, yang semula saling berkompetisi, bergabung menjadi satu. Salah
satu tujuannya adalah memperkuat posisi pasar.
b. Vertical merger Bentuk merger ini tidak terjadi antara dua perusahaan
dalam satu industri tetapi antara dua perusahaan yang saling terkait.
Misalnya antara perusahaan supplier dengan pabrikan; antara perusahaan
pabrikan dengan distributor.
c. Conglomerate merger terjadi antar dua perusahaan yang tidak saling
terkait atau pada dua industri yang tIdak saling berkompetisi.
d. Triangular merger Jenis merger ini merupakan merger dua perusahaan,
dimana aset, hak dan kewajiban dari salah satu perusahaan yang dimerger
atau diakuisis dialihkan kepada induk dan anak perusahaan yang
mengakuisisi.
e. In-group merger Merger juga bisa terjadi dalam perusahaan “holding
company”. Dalam hal ini ada dua bentuk merger yaitu asset perusahaan
induk dilebur ke dalam anak perusahaan yang disebut “down stream
merger”.

 PERKAWINAN TRADISIONAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP


MANUSIA DAN BUDAYA
Mengingat perkawinan yang paling bermasalah adalah perkawinan
tradisonal dimana tingkat perceraiannya mencapai lebih dari 50% dan lebih
dari 30% diataranya karena persoalan masnusia dan budaya, maka jenis
perkawinan inilah yang patut mendapat banyak perhatian.
a. Masalah M&A sebelum bergabungnya dua perusahaan
Sebelum M&A terealisir yakni saat proses negoisasi berlangsung
persoalan manusia dan budaya biasanya sudah mulai mengemuka. Dalam
proses pengambilan keputusan M&A biasanya hanya melibatkan beberapa
orang saja, utamanya: Pimpinan puncak kedua perusahaan yang akan
bergabung, beberapa direktur, investment bankers, penasehat hukum, dan
orang ketiga atau perantara yang dekat dengan perusahaan yang akan
bergabung.
b. Masalah M&A selama dan sesudah penggabungan dua perusahaan
Dengan diimplementasikannya M&A bukan berarti persoalan-persolan
budaya dan manusia berakhir. Justru sebaliknya ada kemungkinan M&A
menghadapi persoalan yang lebih besar seperti: perbedaan system
akuntasi, reward system, dan kemungkinan terjadinya miss
communication serta stress berkelanjutan dan bahkan burnout – kelelahan
fisik dan mental yang berkepanjanan di kalangan karyawan dan para
eksekutif.

 Jika ditelusuri lebih lanjut, semua permasalahan M&A sesungguhnya


bermula dari dua hal yakni:
a. Implementasi M&A identik dengan perubahan yang tampaknya sering kali
tidak bisa diprediksi
b. Dalam praktik, yang mengimplementasi M&A adalah orang-orang yang
sejak awal tidak terlibat dalam pengambilan keputusan.

 Tindakan Pencegahan
a. Melaksanakan M&A perlu melakukan due diligence yang tidak terbatas
pada aspek legal dan finansial saja tetapi meluas pada aspek SDM dan
budaya.
b. Karyawan harus dibekali dengan persiapan psikologis tentang
kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi sesudah M&A sah secara
hukum.
c. Mengintensifkan peran manajer SDM. Merekalah yang harus bereran aktif
dalam mengindentifikasikan beberapa masalah yang mungkin timbul
akinat M&A,

BAB 9

STRATEGI PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI

Siklus Hidup Organisasi

1. Penuangan ide (courtship stage).


2. Tahap lahirnya sebuah organisasi (birth stage)
3. Organisasi tersebut eksis (early birth stage)
4. Kegiatannya (infancy stage)
5. Terus bertumbuh berkelanjutan (sustainable growth)

Siklus hidup organisasi tidak berhenti sampai organisasi tersebut lahir dan bisa
berjalan, namun sangat diharapkan bisa hidup tanpa batas waktu meski pada saat
yang sama kita tidak pernah tahu kapan sebuah organisasi bisa terus tumbuh dan
kapan terpaksa tidak bisa meneruskan kegiatannya.

 SHO adalah sebuah pola perkembangan organisasi yang terdiri dari beberapa
tahapan dan setiap tahapan memiliki karakteristik dan budaya berbeda.
 SHO seperti ditegaskan Lester, Parnell dan Carraher adalah agar mereka
terlibat dalam kehidupan organisasi, hususnya manajer, lebih mudah
menetapkan kapan dan bagaimana perubahan intervensi perlu dilakukan agar
organisasi bisa bertahan hidup dan terus berkembang.
 SHO DAN PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI
Dalam konteks perubahan budaya organisasi, SHO biasanya menjadi dasar
untuk melakukan perubahan budaya. Schein misalnya membagi tahap
pertumbuhan ke dalam tiga bagian:
1. Berdiri dan tahap awal pertumbuhan,
2. Perkembangan dan,
3. Penurunan.

 SRATEGI GENERIK PERUBHAN BUDAYA


f. Tahap Pertama: Deformasi Pada tahap ini perubahan budaya belum
terjadi, baru sebatas gagasan yang menegaskan bahwa perubahan budaya
perlu dilakukan. Gagasan tersebut tentunya perlu legitimasi dan dukungan
banyak pihak hingga akhirnya perubahan budaya bisa betul-betul
dilakukan.
g. Tahap Kedua: Rekonsiliasi Pada tahap ini dukungan dari berbagai pihak
terhadap gagasan perubahan budaya organisasi merupakan poin penting
agar tahap-tahap berikutnya bisa segera dilakukan. Keterlibatan banyak
pihak menjadi kunci sukses perubahan budaya.
h. Tahap Ketiga: Akulturasi Agar proses iterative perusahaan dapat terjaga
maka agen perubahan yang telah bekerja secara intensif pada tahap kedua
masih tetap dibutuhkan pada tahap ini. Fungsinya untuk memgawal proses
peruabahan, utamanya terhadap hal-hal yang belum diketahui oleh para
pelaku budaya.
i. Tahap keempat: Pelaksanaan Perubahan – Enative Pada tahap ini
pemikiran pembahasan, diskusi dan perdebatan tentang budaya baru yang
diharapkan menjadi identitas diri sudah berakhir. Esopushed culture
berubah menjadi culture in practice – budaya yang dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari dan menjadi perilaku sehari-hari para anggota
organisasi.
j. Tahap Kelima: Penbentukan Struktur dan Bentuk Budaya Formative
Tahap kelima perlu membentuk dan mendesain struktur budaya untuk
menciptakan arsitektur budaya baru. Tidak seperti pada umumnya desain
perubahan yang bersifat top-down di mana process follows structure, pada
perubahan budaya organisasi dilakukan sebaliknya yakni structure follows
process – desain follows development.

 RESISTENSI TERHADAP PERUBAHAN BUDAYA


 Culture of denial (pengingkaran) Kemarahan para karyawan yang diikui
pengingkaran kepada perusahaan,
 Culture of fear (ketakutan) Tidak jarang dengan alasan meyehatkan
perusahaan para eksekutif terus menerus melakukan perubahan
 Culture of cynism (sinisme) Perubahan budaya sering kali tidak
mendapat dukungan dari karyawan. Sebaliknya mereka malah
menunjukkan sikap sinisme.
 Culture of self-interest (mementingkan diri sendiri) Berubahnya sikap
karyawan yang semulanya loyal terhadap perusahaan beralih menjadi
sekedar mementingkan diri sendiri.
 Culture of anomie (ketidakstabilan sosial) Perubahan budaya yang
disebabkan oleh merger dan akuisisi sering menimbulkan ketidakstabilan
sosial dalam kehidupan perusahaan.

The rise of underground subculture (munculnya sub-budaya


terselubung) Jika seseorang dimintakan untuk mengadopsi budaya baru,
boleh jadi mereka akan melakukannyadenagan berat hati, rasa sedih atau
marah.

BAB 10

PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI DALAM PRAKTIK

 PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI PADA BRITIS AIRWAYS


British Airways (BA) adalah sebuah perusahaan penerbangan milik
pemerintah Inggris sekaligus pembawa bendera carrier flag penerbangan Inggris.
BA merupaka hasil pengabungan dua perusahaan negara – British European
Airways (BEA) dan British Overseas Airways Corporation (BOAC). Tidak
mudah menyatukan dua perusahaan yang berbeda latar belakang sejarah dan
budaya, meski keduanya adalah perusahaan milik pemerintah.
 BEA adalah pionir penerbangan sipil Eropa yang didirikan setelah Perang
Dunia kedua berakhir. Bisa dikatakan BEA, sendirian, membuka jalur-jalur
angkutan udata Eropa.
 BOAC merupakan perusahaan penerbangan yang juga menjadi pionir untuk
penebangan komersial yang menggunakan pesawat jenis jet.

Pimpinan Baru, pada Februari 1981 PM Margaret Thatcher menunjuk Sir


Jhon King menjadi chairman baru BA. Dampaknya adalah hubungan perusahaan
dengan pemerintah dan masyarakat semakin baik. King mengusulkan program
penyelamatan perusahaan pada September 1981. Program ini disebut survival
plan yang intinya adalah efisiensi besar-besaran. Diantara yang paling radikal
adalah:

 pengurangan jumlah karyawan sebesar 20% dari 52.000 menjadi 42.000 yang
akan dicapain selama 9 bulan;
 membekukan kenaikan gaji;
 menutup 16 rute tidak produktif;
 menutup 8 stasiun online;
 menutup 2 unit perawatan mesin;
 membekukan pesawat khusus kargo;
 menjual beberapa pesawat dan
 memotong besar-besaran layanan kantor yang tidak relevan.

 Perubahan Budaya BA 1983-1987


Di tengah-tengah membangun image baru perusahaan, pada bulan Februari
1983 Lord King sekali lagi merekrut orang baru. Dalam upaya untuk terus
memperbaiki kualitas pelayanan konsumen, perusahaan membuat program
Putting People First (PPF). Program ini menekankan pentingnya hubungan positif
khususnya hubungan di luar pekerjaan. Yang membuat karyawan merasa
terhormat adalah setiap berakhirnya sebuah program, karyawan dan manajer bisa
berbaur tanpa memperdulikan posisi dan jabatan mereka, sesuatu yang tidak
pernah terjadi pada periode sebelumnnya.

 Hasil Penyehatan Perusahaan dan Perubahan Budaya BA

Jika pada tahun 1982 BA mengalami kerugian sebelum pajak sebesar 114 juta
pound dan 545 juta pound jika dihitung setelah pajak maka sejak 1983 sampai
dengan tahu1998 secara berturut-turut BA terus menghasilkan laba.

PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI PADA PIZZA HUT DAN YUM!


BRAND INC

Pizza Hut didirikan oleh Carney bersaudara dan Frank Carney pada tahun 1958.
Keberhasilan Pizza Hut sebagai market leader, salah satu yan paling utama, karena
Pizza Hut dikelola dibawah manajemen raksasa perusahaan minuman PepsiCo.

Spin Of, Pada tahun 1997 ketika salah seorang raja pemasan yakni Roger Enrico,
menduduki puncak sebuah perusahaan atau menjadi CEO, PepsiCo memutuskan
untuk melepas (spin of) divisi restoran dan ketiga perusahaan restoran yang ada di
bawahnya (Pizza Hut, KFC, Taco Bell) menjadi perusahaan mandiri.

Membangun dan Menciptakan Budaya Yum! Brands, Inc.

Berikut adalah langkah-langkah yang ditempuh manajemen Yum! dalam rangka


membangun budaya baru yang diharapkan sejalan dengan strategi dan model bisnis
baru perusahaan:

Perubahan dimulai dengan membangun satu set nilai-nilai bersama sebagai


bagian untuk membangun satu budaya untuk ketiga merk dagang.
Membangun perusahaan baru dalam rangka untuk mengakomodasi budaya
baru.
Merubah penggunaan nama jabatan pada setiap level organisasi yang
mensinyalkan perubahan orientasi perusahaan dan menegaskan makna budaya
yang baru.
Menciptakan sistem manajemen baru, khususnya mengganti istilah training
menjadi coaching (pembimbingan) dalam rangka untuk memaksimalkan
kinerja restoran.
Membangun budaya apresiasi untuk memperkuat perilaku budaya para
karyawan.
Mengaitkan sistem imbalan (reward) dengan sistem nilai perusahaan.
Mengukur efektivitas dan komitmen para manajer senior dengan sistem nilai
Perusahaan

Hasil Perubahan Budaya Tidak mudah mengatakan bahwa perubahan budaya


secara langsung menjadi penyebab peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Meski
demikian faktanya adalah dalam empat tahun pertama setelah perubahan budaya,
Pizza Hut mencatat peningkatan penjualan pada restoran yang sama dan penurunan
turnover manajer restoran.

Anda mungkin juga menyukai