Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan nasional

dan menjadi bagian integral dan upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia

secara kaffah (menyeluruh). Untuk meningkatkan kualitas dibidang pendidikan di

Indonesia telah ditunjuk dan diangkat seorang Pegawai Negeri Sipil yang

bertanggung jawab dan diberikan wewenang secara penuh untuk melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan sekaligus memberikan penilaian

dan pembinaan dari segi teknik pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah

supervisi (supervisor). Supervisor merupakan salah satu tugas kepala sekolah

yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan (Mulyasa,

2007:111).

Kepala sekolah merupakan pemimpin tertinggi disebuah lembaga

pendidikan juga merupakan seorang supervisor yang memiliki kewenangan untuk

melakukan supervisi atau pengawasan pada yang dipimpinnya, kewenangan

kepala sekolah tersebut adalah mempunyai peranan pemimpin yang sangat

berpengaruh di lingkungan sekolah yang menjadi tanggung jawabnya.

Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah memiliki fungsi yang sangat

strategis berkenaan dengan supervisi klinis. Supervisi klinis merupakan bentuk

pelaksanaan supervisi belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru melalui

serangkain kegiatan yang sistematis dan menunjang satu dengan yang lainnya.

Supervisi dilaksanakan untuk mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi

1
2

didalam proses belajar mengajar sekaligus menyajikan alternatif solusinya. Selain

itu kepala sekolah juga harus terampil dalam mendorong dan memotivasi guru

agar selalu memberikan upaya perbaikan serta mengaktualkan peran dan

fungsinya dalam proses belajar mengajar.

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam supervisi klinis,

dengan demikian kepala sekolah selaku supervisor hendaknya pandai meneliti,

mencari, menentukan syarat-syarat yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya

sehingga tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai dengan optimal. Beberapa

peran kepala sekolah antara lain:

1. Membimbing guru agar dapat memilih metode mengajar yang tepat, yang

sesuai dengan kemampuannya dan kebutuhan peserta didik.

2. Membimbing dan mengarahkan guru dalam pemilihan media pembelajaran

yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik.

3. Mengadakan kunjungan kelas yang teratur untuk melakukan observasi terhadap

guru saat proses belajar dan mengajar, serta mendiskusikan hasil observasi

tersebut.

4. Memberikan arahan dalam penyusunan silabus sesuai mata pelajaran dan

kurikulum tersebut yang berlaku.

5. Menyelenggarakan rapat untuk membahas kurikulum dan bagaimana

pelaksanaannya oleh guru dalam kelas.

6. Setiap akhir pelajaran menyelenggarakan penilaian bersama terhadap program

sekolah (Somad, 2014:176-177).


3

Personel tenaga kependidikan seperti kepala sekolah dan guru merupakan

faktor determinan terhadap keberhasilan dalam menyelenggarakan kegiatan.

pendidikan. Guru merupakan ujung tombak dalam menerjemahkan misi sekolah,

yakni melaksanakan pembelajaran sebagai kegiatan utama dalam pendidikan di

sekolah. Untuk itu, upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan mengajar

guru harus terus menerus diupayakan melalui pendidikan dan pelatihan. Hal ini

dimaksudkan agar guru-guru yang melakukan tugas di tingkat pendidikan

menengah memiliki kemampuan dan keterampilan yang standar (profesional),

yaitu keahlian atau tugas pembelajaran. Persyaratan-persyaratan tersebut

diklasifikasikan dalam tiga kategori sebagai berikut :

Pertama, kerangka berfikir guru, yaitu kemampuan guru dalam (i)

mendidik para siswa dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan pada jenjang

pendidikan menengah, (ii) merencanakan dan melaksanakan program

pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran berpegang pada prinsip

perkembangan psikologis anak, dan (iii) mengembangkan keterampilan hidup

anak.

Kedua, kemampuan profesional guru, yaitu (i) kemampuan dasar yang

terkait dengan norma perilaku seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sperti

dedikasi, mandiri, disiplin, etos kerja dan sejenisnya, (ii) kemampuan mengajar

yaitu menguasai pendekatan atau metodologi yang digunakan untuk

menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dan usaha-usaha pendidikan, (iii)

menguasai kurikulum yaitu guru mampu menganalisis kurikulum, merencanakan

kegiatan belajar mengajar, melaksanakan proses belajar mengajar, mampu


4

menyusun program pengajaran, (iv) menguasai didaktik-metodik umum, (v)

menguasai pengelolaan kelas, (vi) melaksanakan monitoring dan evaluasi siswa,

dan (vii) mengaktualisasi diri.  

Ketiga, kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran sebagai guru

bidang studi. Penguasaan bidang studi yang diajarkan dan kemampuan

mengembangkan pendekatan pembelajaran yang hidup yakni mendorong

keingintahuan dan kreativitas siswa merupakan wujud dari profesional skil yang

disyaratkan. Pada posisi seperti ini peningkatan kemampuan sumber daya manusia

seperti ini peningkatan kemapuan sumber daya manusia seperti guru merupakan

prioritas utama sejalan dengan penataan dan pengembangan elemen inti (core

element) lainnya seperti kurikulum.

Namun kenyataannya yang terjadi di lapangan khususnya di SMA Negeri

1 Mempawah Hulu, kompetensi pedagogik guru menunjukkan bahwa penggunaan

media pembelajaran oleh guru belum terlaksana dengan baik. Selain itu, hasil

pengamatan dikelas menunjukkan masih terdapat kecenderungan guru aktif dan

peserta didik pasif saat pelaksanaan pembelajaran dikelas, hal ini terlihat dari cara

guru yang cenderung menerangkan dan siswa mencatat, sehingga interaksi yang

terjadi cenderung satu arah. Hasil pengamatan selanjutnya dikelas menunjukkan

kemampuan penguasaan kelas antara guru yang satu dengan yang lainnya berbeda

hal ini terlihat dari peserta didik yang bercanda atau siswa yang tidak

memperhatikan saat guru mengajar. Untuk itu menurut peneliti penggunaan media

pembelajaran ini harus dioptimalkan, dan diperlukan tindakan sebagai upaya agar

didapat hasil yang maksimal.


5

Salah satu upaya kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru di

SMA Negeri 1 Mempawah Hulu yaitu dengan kegiatan supervisi klinis. Supervisi

klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu

pengembangan profesional guru, khusunya dalam proses pembelajaran,

berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan obyekif sebagai pegangan

untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut (Purwanto, 2006).

Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada

peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan,

pengamatan serta analisis yang intesif dan cermat tentang penampilan mengajar

yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional

(Asmendri 2008:12). Supervisi klinis merupakan salah satu model atau proses

supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang

sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis yang intensif

terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses

pembelajaran (Subari, 1994:1).

Jadi dapat peneliti simpulkan supervisi klinis adalah bantuan profesional

yang diberikan kepada guru yang mengalami masalah dalam pembelajaran agar

guru yang bersangkutan dapat mengatasi masalahnya dengan menempuh langkah

yang sistematis. Dalam menjalankan tugas kesehariannya guru tidak selalu dapat

mengerjakan tugasnya dengan lancar. Adakalanya pada waktu-waktu tertentu

mengalami hambatan. Hambatan-hambatan itu dapat berasal dari pekerjaan itu

sendiri, dari lingkungan pekerjaan atau dari guru yang mengerjakannya.

Ketidaksempurnaan individu nampak jelas dalam pengamatan kita sehari-hari.


6

Uraian diatas dapat dilihat pentingnya media pembelajaran bagi

pembelajaran anak. Peneliti mengamati bahwa guru sekurang-kurangnya dapat

menggunakan alat yang murah dan efesien yang meskipun sederhana, tetapi

merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan.

Disamping menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk

mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan

digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus

memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran.

Dengan demikian, kreativitas guru dalam membuat media pembelajaran adalah

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya

tujuan pendidikan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil judul

“Upaya Kepala Sekolah Menerapkan Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan

Kompetensi Guru Dengan Menggunakan Media Pembelajaran Di SMA

Negeri 1 Mempawah Hulu Kabupaten Landak Tahun Pelajaran 2022/2023”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Masih rendahnya kreativitas guru dalam mengembangkan media

pembelajaran

2. Masih rendahnya wawasan guru terkait kreativitas dalam mengajar

3. Kompetensi guru yang masih rendah


7

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat

dirumuskan masalah yang diteliti sebagai berikut:

1. Apakah dengan menerapkan supervisi klinis dapat meningkatkan

kompetensi guru dalam menggunakan media pembelajaran di SMA

Negeri 1 Mempawah Hulu Kabupaten Landak tahun pelajaran

2022/2023?

2. Bagaimana langkah-langkah supervisi klinis untuk meningkatkan

kompetensi guru dalam pengembangan media pembelajaran di SMA

Negeri 1 Mempawah Hulu Kabupaten Landak tahun pelajaran

2022/2023?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah penerapan supervisi klinis dapat

meningkatkan kompetensi guru di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu

Kabupaten Landak dalam menggunakan media pembelajaran tahun

pelajaran 2022-2023.

2. Untuk mengetahui langkah-langkah supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi guru menggunakan media pembelajaran di

SMA Negeri 1 Mempawah Hulu Kabupaten Landak tahun pelajaran

2022/2023.
8

E. Manfaat Penelitian

Penelitian tindakan sekolah ini, dilakukan dengan harapan dapat

meningkatkan kompetensi guru dalam pengembangan media pembelajaran.

Adapun manfaat secara teoritis dan praktik yaitu:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan

sumbangan bagi pengembangan pendidikan pada umumnya, khususnya

dapat memperkaya khasanah manajemen pendidikan yang diperoleh

dari hasil penelitian.

2. Manfaat praktis

a. Bagi supervisor: sebagai masukan bagi supervisor agar lebih banyak

memberi dorongan kepada para guru agar para guru tetap bekerja

dengan baik, sehingga kompetensi pedagogiknya semakin meningkat.

b. Bagi guru: dapat membangkitkan inisiatif bagi para guru agar kreatif

mencari cara-cara baru yang lebih baik dalam membimbing proses

belajar mengajar siswa. Dan lebih semangat bekerja menjadi satu

kesatuan kekuatan yang dinamis dalam melaksanakan tugasnya

sehari-hari di sekolah. Dapat berguna untuk mengembangkan ide atau

gagasan dalam mengembangkan kreativitas dalam mengajar.


9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kompetensi Guru

Kompetensi merupakan spesifikasi dari kemampuan, keterampilan dan

sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai

dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan (Dirjen Dikdasmen,

2004:4). Berdasarkan pendapat tersebut seorang yang bekerja sebagai guru, yang

pekerjaan itu menurut Undang-Undang Guru tahun 2006 merupakan pekerjaan

profesional maka guru harus memenuhi standar-standar minimal yang dibutuhkan

oleh Depdiknas.

Kompetensi sesuai dengan PP RI no. 74 tahun 2008 pasal 3 merupakan

seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki oleh

guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru tersebut

bersifat holistik yang dapat dilihat dari bebrapa kompetensi (Herawati, 2009:62).

Kompetensi guru merupakan perpaduaan antara kemampuan personal,

keilmuan, teknologi, sosial, dan spritual yang secara kafah membentuk

kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman

terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan

pofesionalitas (Musfah, 2011:27). Kompetensi guru adalah hasil dari

penggambangan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat

berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati, dan di kuasai oleh guru atau dosen dalam menjalankan tugas

keprofesionalanya (Suprahatiningrum, 2014:99).

9
10

Dari uraian diatas nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan

melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi guru

menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi

spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Dikatakan

rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance adalah

perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati tetapi mencakup sesuatu yang tidak

kasat mata.

Lebih lanjut, dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar

Pendidik dan Kependidikan dikemukakan bahwa kompetensi guru merupakan

kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran siswa yang sekurang-

kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan (kemampuan mengelola

pembelajaran)

Secara pedagogis, kompetensi guru-guru dalam mengolala pembelajaran

perlu mendapat perhatiaan yang serius. Hal ini penting karena guru merupakan

seorang manajer dalam pembelajaran, yang bertanggung jawab tarhadap

perencanaan, peleksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program

pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat langkah

yang harus dilakkukan, yaitu menilai kesesuian program yang ada dengan

tuntunan kebudayaan dan kebutuhan siswa, meningkatkan perencanaan

program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan

program.

b. Pemahaman terhadap siswa


11

Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dipahami guru dari siswa, yaitu

tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik, dan perkembangan kognitif.

c. Perancangan pembelajaran

Perencangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogik

yang akkan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perencangan

pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu identifikasi kebutuhan,

perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.

d. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa

dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih

baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah

mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku

kearah yang lebih baik dan pembentukan kompetensi siswa. Umumnya

pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal, yaitu pre-tes, proses, dan post-

test.

e. Pemanfaatan teknologi pembelajaran

Penggunaan teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran dimaksudkan

untuk memudahkan atau mengefektifkan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini,

guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan dan mempersiapkan

materi pembelajaran dalam suatu sistem jaringan komputer yang dapat diakses

oleh siswa.

f. Evaluasi hasil belajar


12

Evaluasi hasil belajar diakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan

pembentukan kompetensi siswa, yang dapat dilakukan dengan penelaian kelas,

tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sartifikasi,

benchmarking, serta penilaian program.

g. Pengembangan siswa

Pengembangan siswa merupakan bagian dari kompetensi pedagogik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap siswa.

Penggembangan siswa dapat dialakukan oleh guru melalui kegiatan

ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan dan konseling (BK)

(Suprihatiningrum, 2014:101-103).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah seperangkat

pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai

oleh guru dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi peserta didik sehingga dapat meningkatkan

perkembangan.

B. Konsep Dasar Supervisi Klinis Kepala Sekolah

1. Pengertian Supervisi Klinis

Menelaah pengertian supervisi diawali dulu dengan memahami asal

katanya secara etimologis, “supervisi berasal dari kata super and vision”. Super

artinya diatas, dan vision mempunyai arti melihat atau pandangan, jadi supervisi

diartikan melihat dari atas (Rugaiyah, 2011:99). Dengan demikian supervisi

diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah
13

sebagai penjabat yang berkedudukkan diatas atau lebih tinggi dari guru untuk

melihat atau mengawasi pekerjaan guru.

Supervisi klinis ialah suatu proses tatap muka antara supervisor dengan

guru yang membicarakan hal mengajar dan yang ada hubungannya dengan proses

belajar mengajar. Pembicaraan ini bertujuan untuk membantu pengembangan

profesional guru dan sekaligus untuk perbaikan proses pengajaran itu sendiri.

Klinis berasal dari kata Clinical artinya berkenaan denga menangani orang

sakit. Sama halnya dengan mendiagnosis orang sakit, maka guru pun dapat

didiagnosis dalam proses pembelajaran, untuk menemukan aspek-aspek mana

yang membuat guru itu tidak dapat mengajar dengan baik. Kemudian aspek-aspek

itu satu-persatu diperintahkan secara intensif. Jadi supervisi klinis itu merupakan

salah satu model atau proses supervisi yang difokuskan pada perbaikan

pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan,

pengamatan, dan analisis yang intensif terhadap penampilan pembelajarannya

dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajara (Subari, 1994:1).

Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan

supervisi klinis karena prosedur pelaksanaanya lebih ditekankan kepada mencari

sebab-sebab atas kelemahan yang terjadi didalam proses belajar mengajar, dan

kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki

kelemahan atau kekurangan tersebut. Ibarat seorang dokter yang akan mengobati

pasiennya, mula- mula dicari dulu sebab-sebab dan jenis penyakitnya dengan jalan

menanyakan kepada pasien, apa yang dirasakan, dibagian mana dan bagaimana

terasanya, dan sebagainya. Kemudian sang dokter memberikan saran atau


14

pendapat bagaimana sebaiknya atau penyakit itu tidak semakin parah, dan pada

waktu itu juga dokter mencoba memberikan resep obatnya. Tentu saja prosedur

supervisi klinis tidak persis sama dengan prosedur pengobatan yang dilakukan

oleh dokter didalam supervisi klinis cara memberikan obatnya dilakukan dengan

supervisor mengadakan pengamatan secara langsung terhadap cara guru mengajar,

dengan mengadakan diskusi balikan antara supervisor dan guru yang

bersangkutan, maksud dari diskusi balikan disini adalah diskusi yang dilakukan

segera setelah guru selesai megajar, kelemahan yang terdapat selama guru

mengajar serta bagaiman usaha untuk memperbaikinya (Mustofa, 2013:89).

Dari berbagai pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa supervisi

klinis merupakan suatu proses tatap muka antara supervisor denga guru yang

membicarakan hal mengajar dan yang ada hubungannya dengan itu. Pembicaraan

ini bertujuan untuk membantu pengembangan profesional guru dan sekaligus

untuk perbaikan proses pengajaran itu sendiri.

2. Tujuan Supervisi Klinis

Supervisi klinis pada dasarnya dilaksanakan untuk memperbaiki proses

belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru melalui serangkain perbaikan yang

sistematis. Acheson dan Gall (1987) menyatakan bahwa tujuan supervisi klinis

adalah sebagai berikut:

a. Penyediaan umpan balik yang objektif terhadap guru, mengenai pengajaran

yang dilaksanakan.

b. Mendiagnosis dan membantu guru dalam memecahkan masalah-masalah

pengajaran.
15

c. Membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi

pengajaran.

d. Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan keputusan lainya.

e. Membantu guru dalam mengembangkan satu sikap positif terhadap

pengembangan profesional yang berkesinambugan (dalam Somad, 2014:156-

157). Dapat peneliti simpulkan tujuan supervisi klinis adalah untuk

memperbaiki dan meningkatkan keterampilan mengajar guru di kelas,

menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan

kualitas proses pembelajaran, membantu guru untuk senantiasa memperbaiki

dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran, membantu guru untuk dapat

menemukan cara pemecahan maslah yang ditemukan dalam proses

pembelajaran.

3. Ciri-Ciri Supervisi Klinis

Terdapat sejumlah karakteristik yang melekat dalam kegiatan supervisi

klinis yaitu:

a. Supervisi klinis berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka langsung

antara supervisor dan guru.

b. Tujuan supervisi klinis adalah untuk pengembangan profesional guru.

c. Supervisi yang diberikan oleh kepala sekolah kepada guru sifatnya berupa

bantuan, bukan merupakan perintah.

d. Jenis keterampilan yang akan disupervisi oleh kepala sekolah diusulkan atau

berasal dari guru yang membutuhkan supervisi itu sendiri dengan terlebih

dahulu terjadi kesepakatan antara guru dan kepala sekolah.


16

e. Kegiataan supervisi klinis yang dilakukan hanya berfokus pada beberapa aspek

sesuai dengan tujuannya. Terlalu banyak aspek yang disupervisi menjadi tidak

efektif dalam mencapai sasaran kedalamnya.

f. Instrumen atau pedoman evaluasi yang digunakan disepakati bersamma antara

guru dan kepala sekolah sesuai dengan tujuan supervisi yang telah ditentukan.

g. Umpan balik kegiatan mengajar guru diberikan secara objektif dengan jangka

waktu secepat mungkin sehingga bisa segera disusun tindakan selanjutnya.

4. Langkah-Langkah Supervisi Klinis

Sergiovani (1991) menyatakan bahwa supervisi klinis dapat dilakukan

dalam beberapa tahapan seperti berikut:.

a. Pertemuan Sebelum Observasi

Tahap ini dilakukan sebelum adanya kegiatan observasi, dimana terjadi

pembicaraan yang mendalam antara kepala sekolah selaku supervisor dengan guru

yang akan disupervisi. Dengan demikian maka akan terjadi kesepahaman antara

kepala sekolah dan guru.

b. Supervisor Mengobservasi Guru

Setalah tahap pertama dilakukan, selanjutnya supervisor mengobservasi

guru yang sedang mengajar. Pada langkah ini, supervisor mengumpulkan

sejumlah informasi mengenai perilaku guru dalam mengajar.

c. Analisis dan strategi

Selanjutnya supervisor menganalisis data awal yang sudah ada dan

menentukan strategi yang akan dilakukan untuk membantu guru. Supervisor

mempertimbangkan kontrak yang telah disepakati antara dirinya dengan guru,


17

evaluasi selama guru mengajar, kualitas hubungan interpersonal antara guru dan

supervisor, kompetensi, dan pengetahuaan guru.

d. Pertemuan setelah Observasi

Langkah selanjutnya adalah pertemuaan setelah observasi. Pada tahap ini

dibicarakan hasil observasi supervisor terhadap guru yang sedang mengajar. Guru

memecahkan masalahnya dengan bantuan supervisor.

e. Analisis Kegiatan Setelah Observasi

Langkah yang terakhir adalah analisis kegiatan setelah observasi. Langkah

ini dilakukan dengan menyepakati tindakan lanjutan yang perlu dilaksanakan pada

waktu yang berikutnya. Dengan demikian maka hasil dari supervisi klinis yang

telah dilakukan dapat digunakan sebagai bahan peleksanaan supervisi klinis pada

tahapnya berikutnya (dalam Somad, 2014:163-165).

5. Peran Kepala Sekolah Sebagai Supervisi Klinis

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam supervisi klinis,

dengan demikian kepala sekolah selaku supervisor hendaknya pandai meneliti,

mencari, menentukan syarat-syarat yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya

sehingga tujuan pendidikan disekolah dapat dicapai dengan optimal. Beberapa

peran kepala sekolah sebagai supervisi klinis antara lain:

a. Membimbing guru agar dapat memilih metode mengajar yang tepat, yang

sesuai dengan kemampuannya dan kebutuhan peserta didik.

b. Membimbing dan mengarahkan guru dalam pemilihan media pembelajaran

yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik.


18

c. Mengadakan kunjungan kelas yang teratur untuk melakukan observasi terhadap

guru saat proses belajar dan mengajar, serta mendiskusikan hasil observasi

tersebut.

d. Memberikan arahan dalam penyusunan silabus sesuai mata pelajaran dan

kurikulum tersebut yang berlaku.

e. Menyelenggarakan rapat untuk membahas kurikulum dan bagaimana

pelaksanaannya oleh guru dalam kelas.

f. Setiap akhir pelajaran menyelenggarakan penilaian bersama terhadap progaram

sekolah (Somad, 2014:176-177).

C. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti

“tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Narwanti (2011:45) mengatakan bahwa

media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian

yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,

keterampilan, atau sikap. Pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah

merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar

mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis

untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau

vebal.

Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah artinya perantara

atau pengantar. Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan

batasan tentang pengertian media. Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani
19

(1997:2) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran

informasi”. Sedangkan pengertian media menurut Djamarah (1995: 136) adalah

“media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan

guna mencapai tujuan pembelajaran”.

Menurut Arsyad (2010:3), media sering diganti dengan kata mediator

adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan

mendamaikannya. Istilah mediator media menunjukan fungsi atau perannya, yaitu

mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar

siswa dan isi pelajaran. Disamping itu mediator dapat pula mencerminkan

pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi,

mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut media.

Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-

pesan pembelajaran.

Sementara itu Hidayat (2012:152) mengungkapkan bahwa media diartikan

sebagai channel (saluran) karena pada hakikatnya media membantu memperluas

atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan

melihat dalam batas-batas jarak, ruang dan waktu tertentu. Adapun Aqib

(2013:50) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang

dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses

belajar pada peserta didik.

Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa media

pembelajaran merupakan alat untuk menyampaikan pesan/informasi oleh sumber


20

pesan/guru dan disampaikan kepada penerima pesan/siswa, pesan yang sampaikan

adalah pesan/materi pembelajaran.

2. Jenis – jenis Media pembelajaran

Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam

penyampaian informasi dan pesan – pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian

dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat – sifat media

tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam

mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat

klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka memandang dan

menilai media tersebut.

Penggolongan media pembelajaran menurut (Hasnida, 2014:35) yaitu :

1. Gambar diam, baik dalam bentuk teks, bulletin, papan display, slide, film strip,

atau overhead proyektor.

2. Gambar gerak, baik hitam putih, berwarna, baik yang bersuara maupun yang

tidak bersuara.

3. Rekaman bersuara baik dalam kaset maupun piringan hitam.

4. Televisi

5. Benda – benda hidup, simulasi maupun model.

6. Instruksional berprograma ataupun CAI (Computer Assisten Instruction).

Penggolongan media yang lain, jika dilihat dari berbagai sudut pandang

adalah sebagai berikut :

1. Dilihat dari jenisnya media dapat digolongkan menjadi media Audio, media

Visual dan media Audio Visual.


21

2. Dilihat dari daya liputnya media dapat digolongkan menjadi media dengan daya

liput luas dan serentak, media dengan daya liput yang terbatas dengan ruang

dan tempat dan media pengajaran individual.

3. Dilihat dari bahan pembuatannya media dapat digolongkan menjadi media

sederhana (murah dan mudah memperolehnya) dan media komplek.

4. Dilihat dari bentuknya media dapat digolongkan menjadi media grafis (dua

dimensi), media tiga dimensi, dan media elektronik.

3. Manfaat media pembelajaran

Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan

pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri

keberadaannya. Karena memang gurulah yang menghendaki untuk memudahkan

tugasnya dalam menyampaikan pesan – pesan atau materi pembelajaran kepada

siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran

sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama materi pembelajaran yang

rumit dan komplek. Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto

(1997 : 45) adalah :

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis ( tahu kata –

katanya, tetapi tidak tahu maksudnya)

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

3) Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat

diatasi sikap pasif siswa.

4) Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.

Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :


22

1) Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran

darah.

2) Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan

belajar.

3) Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.

4) Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.

5) Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.

6) Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.

7) Membangkitkan motivasi belajar

8) Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.

9) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun

disimpan menurut kebutuhan.

10) Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)

11) Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.

4. Prinsip – Prinsip Memilih Media Pembelajaran

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media

pembelajaran, yaitu :

1) Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media

pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk

informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu

kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau

individu, apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada

Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat


23

perkotaan. Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna,

gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran

pembedahan (kedokteran).

2) Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran mempunyai

karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan

maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran

merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya

pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan

pada guru untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara

bervariasi

3) Alternatif pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau

dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media

pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang

dapat dibandingkan.

D. Kreativitas Guru Dalam Menggunakan Media Pembelajaran

Dapat dikatakan bahwa perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut

para guru untuk lebih kreatif dan produktif. Walaupun tidak dapat disangkal, saat

ini masih banyak guru yang belum sampai ke tahap itu. Mereka hanya menjadi

guru yang sebatas mengajar saja. Kemungkinan untuk mengembangkan atau

mengkreasikan mata pelajaran yang diampunya masih belum ada (Afrisanti

Lusinta, 2011:53).

Guru kreatif dapat diartikan sebagai guru yang tak pernah puas dengan apa

yang disampaikannya kepada peserta didik. Dia berusaha menemukan cara-cara


24

baru untuk menemukan potensi unik siswa. Baginya, setiap tahun harus ada

kreativitas yang dikembangkan dalam dirinya. Sehingga materi yang

disampaikannya tidak merupakan materi hafalan dari tahun ke tahun.

Apabila dia mengajar 10 tahun, maka 10 tahun itulah dia mengulang

materi yang sama tanpa ada kreativitas di dalamnya. Padahal setiap tahun guru

akan mendapatkan peserta didik yang tidak sama dengan tahun sebelumnya.

Pergeseran pemahaman anak didik pada setiap tahunnya inilah yang mewajibkan

guru untuk bertindak lebih kreatif dalam menyampaikan bahan ajarnya akan

mudah dipahami siswa dan siswa pun senang mendapatkannya.

Sementara itu, guru kreatif akan dapat menangkap peluang itu dan

membuatnya menjadi guru produktif. Selalu saja ada ide-ide segar yang

membuatnya menemukan sistem pembelajaran dengan berbagai model. Bahkan,

dia mampu membuat media pembelajarannya sendiri untuk membantu para

peserta didiknya menerima materi pelajaran dengan baik. Tak salah, bila guru

seperti itu menjadi guru yang kaya. Guru yang tak pernah kehabisan ide kreatifnya

dan membuatnya menjadi semakin produktif dalam menjadi guru di era baru.

Penggunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi

siswa untuk belajar lebih banyak, mengerti apa yang dipelajarinya lebih baik, dan

meningkatkan penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang

menjadi tujuan pembelajaran.

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi

antara guru dan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien.

Secara khusus manfaat media sebagai berikut:


25

1. Penyampaian informasi pembelajaran dapat diseragamkan.

2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.

3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.

4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga.

5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan

saja.

7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses

belajar.

8. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.

Beragamnya media yang ada tentunya guru diharapkan kreatif dan

produktif menyusun media agar benar-benar bermanfaat bagi siswa, sebab setiap

media tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kreativitas

guru menyusun media harus memerhatikan hal-hal selagi berikut:

1. Karakteristik peserta didik.

2. Materi pelajaran yang akan disampaikan.

3. Tujuan yang hendak dicapai.

4. Sarana dan prasarana yang tersedia di lingkungan sekolah.

Hal-hal di atas penting sebab jangan sampai guru hanya membuat media

untuk keperluan kenaikan pangkat atau sertifikasi. Intinya kunci pembuatan media

adalah untuk membantu siswa lebih memahami materi yang dipelajari.

E. Kerangka Berfikir
26

Supervisi adalah pemberian bantuan kepada guru untuk mengatasi

kesulitan dalam melaksanakan tugas mengajarnya dan meningkatkan kemampuan

dalam kegiatan belajar mengajar di kelas (Sahertian, 1990). Supervisi dapat

dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah. Supervisi dilakukan bukan

untuk mencari-cari kesalahan guru tetapi untuk melihat apakah guru mengalami

kesulitan dalam mengajar. Apabila ditemukan adanya kesulitan maka pengawas

atau kepala sekolah sebagai supervisor akan memberikan bantuan untuk

mengatasinya.

Supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk

membantu pengembangan profesional guru atau calon guru, khusunya dalam

proses pembelajaran, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan

obyekif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut

(Purwanto, 2006). Inti dari program supervisi pada hakekatnya adalah untuk

memperbaiki hal belajar dan mengajar.

Jadi dapat peneliti simpulkan ada beberapa pengaruh atau faktor yang

sangat berperan dalam peningkatan atau penurunan kompetensi pedagogik yang

dimiliki oleh seorang guru, salah satunya adalah supervisi klinis kepala sekolah.

Supervisi klinis kepala sekolah bertujuan untuk pembinaan dan peningkatan

kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Jadi, guru tersebut mau tidak

mau harus professional dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik agar dapat

mencerdaskan dan dapat memaksimalkan transfer of knowledge pada peserta

didiknya.
27

Berdasarkan uraian di atas, berikut ini adalah bagan dari kerangka berfikir

penelitian tindakan sekolah:

Supervisi Klinis

RPP Pengelolaan kelas Kedisiplinan Media

Media Pembelajaran

Hasil kompetensi guru SMA Negeri 1 Mempawah Hulu


meningkat dalam menggunakan Media Pembelajaran Melalui
Supervisi Klinis Tahun Pelajaran 2022-2023

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian


28

1. Subyek Penelitian

Sesuai dengan fokus permasalahan maka yang menjadi subjek dalam

penelitian ini adalah semua guru di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu Kabupaten

Landak yang berjumlah 42 terdiri dari 18 guru yang sudah PNS dan 24 guru

honorer. Penelitian Tindakan Sekolah ini dilakukan di SMA Negeri 1 Mempawah

Hulu  terhadap guru di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu.  Pemilihan subjek ini

didasarkan pada pengamatan peneliti, hanya beberapa guru mempergunakan

media pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar. Berikut nama guru

yang dijadikan subjek penelitian:

Tabel 3.1 Daftar Guru SMAN 1 Mempawah Hulu TP. 2022-2023

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Mempawah

Hulu Kabupaten Landak di jalan Raya Karangan No. 15 Kecamatan Mempawah

Hulu Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat pada tahun pelajaran

2022/2023. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu karena

peneliti bertugas sebagai kepala sekolah di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu

sekaligus melakukan supervisi klinis kepada guru mata pelajaran untuk

meningkatkan kompetensinya.

3.Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dimulai bulan Juli sampai
28
September tahun 2022 dengan jadwal tersusun sebagai berikut:

Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah


29

No Uraian Kegiatan Bulan / Minggu ke

Juli Agustus September

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4

1 Penyusunan proposal

2 Pembuatan instrumen

3 Observasi data awal

4 Pelaksanaan tindakan
siklus I

5 Pelaksanaan tindakan siklus


II

6 Penyusunan laporan PTS

7 Seminar PTS

B. Prosedur Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian tindakan sekolah, dengan empat

langkah pokok yaitu : perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan

(observasi), dan refleksi. Penelitian dilakukan  tahapan secara berkelanjutan

selama 3 bulan. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah meningkatkan

kompetensi guru SMA Negeri 1 Mempawah Hulu dalam mempersiapkan dan

mempergunakan media pembelajaran melalui kegiatan supervisi klinis, dimana


30

hasil kompetensi guru yang diharapkan peneliti adalah mendapatkan nilai ≥ 75

serta rata-rata 75% dari semua guru SMA Negeri 1 Mempawah Hulu.

Kegiatan penelitian tindakan sekolah ini, terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1. Persiapan Tindakan

a. Pengumpulan data awal untuk mengetahui hasil supervisi klinis kepala

sekolah

b. Merumuskan langkah-langkah tindakan yang akan dilaksanakan pada

siklus I dan siklus II

c. Mengadakan pertemuan dengan guru untuk membahas mengenai supervisi

klinis dalam kaitanya dengan media pembelajaran

2. Pelaksanaan

a. Mengadakan penelitian guru selama menerapkan media pembelajaran

b. Melaksanakan supervisi klinis selama penerapan media pembelajaran

c. Guru akan mempresentasikan hasil media pembelajaran yang sudah

diterapkan

3. Evaluasi

a. Mengevaluasi hasil penerapan supervisi klinis terhadap penggunaan media

pembelajaran

b. Mengidentifikasi permasalahan guru yang belum menggunakan media

pembelajaran

c. Mengidentifikasi media pembelajaran yang sudah dibuat dan dilaksanakan

dalam proses pembelajaran


31

d. Mengevaluasi media pembelajaran yang sudah diberikan masukan dan

dinilai oleh kepala sekolah

4. Refleksi

a. Peneliti mendiskusikan pelaksanaan proses tindakan yang telah disupervisi

klinis selama menerapkan media pembelajaran

b. Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian penggunaan media

pembelajaran. Hal ini sebagai salah satu upaya peneliti sebagai kepala

sekolah mengetahui seberapa jauh kompetensi guru dalam menggunakan

media pembelajaran di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu dalam

menerapkan supervisi klinis. Jika siklus II sudah dikatakan berhasil maka

penelitian ini tidak akan dilanjutkan pada siklus berikutnya.

Agar dalam penelitian ini berhasil, kepala sekolah memberikan

pemahaman kepada guru pentingnya untuk memahami dan berterus terang dalam

penelitian ini serta permasalahan apa yang menjadi kendala dalam pembuatan

media pembelajaran. Untuk itu peneliti mengharap guru SMA Negeri 1

Mempawah Hulu untuk terbuka dan transparan karena hal ini demi kebaikan

bersama.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi, Sugiyono (2012: 310) menyatakan bahwa: Dalam observasi

partisipasi moderat, penelitian terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang

sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil
32

melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber

data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka

data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada

tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.

2. Wawancara, Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

bersifat mendalam yang masuk dalam kategori in-depth interview. Adapun alat

bantu yang digunakan dalam wawancara seperti buku catatan, tape recorder, dan

kamera. Menurut Sugiyono (2012: 115-116) menyatakan bahwa: tujuan dari jenis

wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,

dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam

melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat

apa yang dikemukakan oleh informan.

3. Dokumentasi, Nasution (2004: 85) menyatakan mengenai sumber data

penelitian kualitatif “… ada pula sumber (data) non manusia (non human

resources), diantaranya dokumen, foto, dan bahan statistik”. Menurut Sugiyono

(2020: 124) “dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari sesorang”.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif di SMA Negeri 1 Mempawah

Hulu dilakukan sejak sebelum siklus I, selama pelaksanaan penelitian dan setelah

selesai penelitian. Data penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara, observasi

dan dokumentasi. Analisis data yang bersifat kualitatif yang dimaksud adalah

menghubungkan antara kerangka teori dengan kenyataan yang ada. Kenyataan


33

tersebut dapat dipahami melalui bermacam-macam kegiatan yang ada

hubungannya dengan kompetensi guru dalam pengembangan media pembelajaran

dalam bentuk laporan dan membuat kesimpulan agar mudah untuk dipahami.

Sesuai dengan jenis penelitian di atas, maka peneliti menggunakan model

interaktif dari Miles dan Huberman untuk menganalisis data hasil penelitian.

Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012:246) mengemukakan bahwa aktivitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara

terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam

analisis data, yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data),

dan conclustion drawing/ferivication (kesimpulan, penarikan atau verifikasi).

Pengumpulan
Data Penyajian Data

Kesimpulan-
Reduksi Data kesimpulan,
Penarikan/verifikasi
Data

Gambar 3.1
Analisis Data Menurut Miles dan Huberman
34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Kondisi Awal

Kegiatan ini dimulai pada hari Senin 18 Juli tahun 2022 dengan cara

melakukan pengamatan terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Mempawah Hulu

saat pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan pra tindakan kondisi awal ini, ini

terlihat beberapa guru masih belum menggunakan media pembelajaran dalam

proses belajar mengajar, penyebabnya adalah ; 1) guru belum mampu membuat

media yang baru dan unik; 2) media pembelajaran kurang variatif; 3) tingkat

kreativitas guru dalam membuat media pembelajaran masih rendah; 4) kesadaran

yang masih rendah dalam menyediakan perangkat media pembelajaran, 5) tidak

adanya waktu yang cukup untuk membuat dan mengembangkan media

pembelajaran. Adapun hasil kompetensi guru dalam menggunakan media

pembelajaran pada kondisi awal dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil Kompetensi Guru Dalam Menggunakan Media


Pembelajaran Pada Kondisi Awal

Guru Tampil Kreatif Dalam


No. Nama Guru Membuat Media Pembelajaran
Yang Baru Dan Unik Serta Variatif
1 An Edi Wahyono, S. Pd
60
NIP.
2 Rahimin, S. Pd
80
NIP
3 Muthmainnah, S. Pd
60
NIP
4 Udin Supriatna, S. Pd
80
NIP
5 Drs. Heni Haryadi
60
NIP
6 Leni Hariantini, S. Pd
60
NIP.

36
35

7 Fitriana, S. Pd
80
NIP
8 Dra. Rosmiaty
80
NIP.
9 Evi Ralia, S. Pd
70
NIP
10 Oktavia Dara, S. Pd
80
NIP.
11 Krisna Aryanti, S. Pd
70
NIP.
12 Heri Saputra, S. Pd
80
NIP.
13 Ira Desiana, S. Pd
60
NIP
14 Hery Kurniawan Putra, S. Pd
60
NIP
15 Asriani Dwi Handayani, S. Pd
80
NIP
16 Musawimin, S. Pd
60
NIP
17 Ulus, S. Pd
80
NIP
18 F. Sridewi Anggreini, S. Pd
60
NIP
19 Alexius Berianto, S. Pd
60
20 Antonia Ria Issaura, S. Pd
80
21 Evi Andryani, S. Pd. I
60
22 Egianus Egi, S. Pd
50
23 Esekiel Falmadi B., S. P
50
24 Kristoforus F. Irwanto, S. Pd
60
25 Herna Kristina, S. Pd
50
26 Juniarti Ika, M. Pd
50
27 Marsianus Niko, S. Pd
50
28 Monika
50
29 Martenius Romi, S. Pd
50
30 Margareta Maret S., S. Pd
50
31 Onggos, S. Pd
60
32 Retno AS., S. Pd
50
33 Rinto, S. Pd
60
34 Siis, S. Pd
50
35 Stefanus Padri, S. E
50
36

36 Sofia Rakiah, S. Th
60
37 Sherly Sri Wardhani, S. Pd
50
38 Tea Yesiani Aisa Putri, S. Pd
50
39 Yulia Feni P. Septieni, S. Pd
50
40 Yanti, S. Pd
50
41 Yulianus Sujoko Arsan, S. Th
50
42 Yuspin, S. Ag
50
Jumlah 2550
Rata-rata 60,71

Dari data di atas, guru yang telah memenuhi indikator nilai ambang batas

kompetensi ≥75 sebanyak 9 guru (21,42%), sementara guru yang belum

memenuhi indikator nilai ambang batas kompetensi sebanyak 33 guru (78,58%).

Nilai tertinggi yang diperoleh guru adalah 80 dan nilai terendah yaitu 50. Rata-

rata nilai yang didapat pada pra siklus ini sebesar 60,71. Hasil pra siklus ini belum

menunjukkan keberhasilan tindakan, karena dari kreatifitas guru dalam membuat

media pembelajaran belum mencapai 75% tingkat persentase ketuntasan.

Sedangkan berikut ini adalah rekapitulasi hasil evaluasi kompetensi guru

pada pra siklus:

Tabel 4.2 Rekap Nilai Ketuntasan Guru Pada Pra Siklus

Tercapai Pra Siklus


No Aspek yang dinilai
Jumlah guru Persentase

1. Guru yang mendapat nilai 90 0 0%

2. Guru yang mendapat nilai 80 9 21,42%

3. Guru yang mendapat nilai 70 2 4,78%

4 Guru yang mendapat nilai 60 14 33,33%


37

5. Guru yang mendapat nilai 50 17 40,47%

Adapun nilai ketuntasan kompetensi guru tersebut dapat disajikan dalam

bentuk grafik sebagai berikut:

Gambar 4.1 Grafik Hasil Nilai Ketuntasan Guru Pada Pra Siklus

18
16
14
12
10
Jumlah Guru
8
6
4
2
0
Nilai Guru 50 60 70 80 90

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa yang mendapat nilai 90

adalah 0 guru (0%), 9 guru (21,42%) mendapat nilai 80, sebanyak 2 guru (4,78%)

mendapat nilai 70, 14 guru (33,33%) mendapat nilai 60, sementara 17 guru

(40,47%) mendapatkan nilai 50.

Berdasarkan hasil dari pengamatan di atas, peneliti merasa perlu untuk

menerapkan supervisi klinis agar kompetensi guru SMA Negeri 1 Mempawah

Hulu dalam menggunakan media pembelajaran meningkat. Beberapa hal yang

menjadi catatan pada pengamatan hari ini adalah: 1) guru belum mampu membuat

media yang baru dan unik; 2) media pembelajaran kurang variatif; 3) tingkat

kreativitas guru dalam membuat media pembelajaran masih rendah; 4) kesadaran

yang masih rendah dalam menyediakan perangkat media pembelajaran, 5) tidak


38

adanya waktu yang cukup untuk membuat dan mengembangkan media

pembelajaran.

B. Hasil Penelitian

1. Siklus I

Siklus I terdiri atas beberapa tahap, yaitu : (1) Perencanaan, (2)

Pelaksanaan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi.

1. Perencanaan

Perencanaan tindakan yang akan dilakukan dalam melaksanakan kegiatan

penelitian tindakan sekolah dengan menerapkan supervisi klinis pada kegiatan

menggunakan media pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan

kompetensi guru. Pelaksanaan kegiatan siklus I dilaksanakan pada tanggal 25 Juli

2022. Adapun perencanaan yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

a) Pertemuan dengan guru membahas mengenai pentingnya media

pembelajaran bagi kompetensi guru

b) Merumuskan tujuan penyelesaian masalah demi menumbuhkan

kompetensi guru melalui supervisi klinis kepala sekolah

a) Merumuskan indikator keberhasilan dalam menumbuhkan kinerja guru

pada pengembangan kompetensi guru melalui upaya kepala sekolah.

Indikator keberhasilan penerapan tindakan ini peneliti tetapkan sebesar

75%, artinya tindakan ini dinyatakan berhasil apabila 75% guru semakin

meningkat kompetensinya menjadi guru profesional.


39

c) Memberikan referensi mengenai media pembelajaran yang mampu

membuat suasana pembelajaran semakin menyenangkan bagi siswa

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan melalui beberapa

kegiatan, antara lain :

a) Memberikan jadwal pelaksanaan supervisi klinis dalam meningkatkan

kompetensi guru menggunakan media pembelajaran

b) Peneliti menganalisis dan mencermati isi dari media pembelajaran

c) Peneliti memberikan pemahaman bahwa supervisi klinis akan terus

diterapkan sampai guru mampu meningkatkan kompetensinya

d) Peneliti memberikan tindak lanjut hasil supervisi klinis dengan setiap

permasalahan guru dan kendala apa saja yang sedang dihadapi

3. Pengamatan dan Evaluasi

Pengamatan atau observasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan

lembar observasi. Selama pengamatan peneliti selaku kepala sekolah terus

mengamati dan memberikan arahan kepada guru SMA Negeri 1 Mempawah

Hulu. Berdasarkan hasil pengamatan mengenai kompetensi guru dalam

menggunakan media pembelajaran melalui supervisi klinis pada siklus I diperoleh

data sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Kompetensi Guru Dalam Menggunakan Media


Pembelajaran Melalui Supervisi Klinis Pada Siklus I

Guru Tampil Kreatif Dalam


No. Nama Guru Membuat Media Pembelajaran
Yang Baru Dan Unik Serta Variatif
1 An Edi Wahyono, S. Pd
70
NIP.
40

2 Rahimin, S. Pd
80
NIP
3 Muthmainnah, S. Pd
70
NIP
4 Udin Supriatna, S. Pd
90
NIP
5 Drs. Heni Haryadi
70
NIP
6 Leni Hariantini, S. Pd
80
NIP.
7 Fitriana, S. Pd
90
NIP
8 Dra. Rosmiaty 36 80
NIP.
9 Evi Ralia, S. Pd
80
NIP
10 Oktavia Dara, S. Pd
90
NIP.
11 Krisna Aryanti, S. Pd
80
NIP.
12 Heri Saputra, S. Pd
80
NIP.
13 Ira Desiana, S. Pd
80
NIP
14 Hery Kurniawan Putra, S. Pd
80
NIP
15 Asriani Dwi Handayani, S. Pd
90
NIP
16 Musawimin, S. Pd
80
NIP
17 Ulus, S. Pd
80
NIP
18 F. Sridewi Anggreini, S. Pd
80
NI
19 Alexius Berianto, S. Pd
80
20 Antonia Ria Issaura, S. Pd
80
21 Evi Andryani, S. Pd. I
80
22 Egianus Egi, S. Pd
60
23 Esekiel Falmadi B., S. P
60
24 Kristoforus F. Irwanto, S. Pd
80
25 Herna Kristina, S. Pd
60
26 Juniarti Ika, M. Pd
60
27 Marsianus Niko, S. Pd
60
28 Monika
60
41

29 Martenius Romi, S. Pd
60
30 Margareta Maret S., S. Pd
60
31 Onggos, S. Pd
80
32 Retno AS., S. Pd
60
33 Rinto, S. Pd
80
34 Siis, S. Pd
60
35 Stefanus Padri, S. E
60
36 Sofia Rakiah, S. Th
80
37 Sherly Sri Wardhani, S. Pd
60
38 Tea Yesiani Aisa Putri, S. Pd
70
39 Yulia Feni P. Septieni, S. Pd
60
40 Yanti, S. Pd
80
41 Yulianus Sujoko Arsan, S. Th
60
42 Yuspin, S. Ag
50
Jumlah 3050
Rata-rata 72,62

Dari data di atas, guru yang telah memenuhi indikator nilai ambang batas

kompetensi ≥75 sebanyak 23 guru (54,76%), sementara guru yang belum

memenuhi indikator nilai ambang batas kompetensi sebanyak 19 guru (45,24%).

Nilai tertinggi yang diperoleh guru adalah 90 dan nilai terendah yaitu 50. Rata-

rata nilai yang didapat pada siklus I ini sebesar 72,62. Hasil siklus I ini belum

menunjukkan keberhasilan tindakan, karena dari kreatifitas guru dalam membuat

media pembelajaran belum mencapai 75% tingkat persentase ketuntasan.

Sedangkan berikut ini adalah rekapitulasi hasil evaluasi kompetensi guru

setelah menerapkan supervisi klinis pada siklus I :

Tabel 4.4 Rekap Nilai Ketuntasan Guru Pada Siklus 1

No Aspek yang dinilai Tercapai Siklus I

Jumlah guru Persentase


42

1. Guru yang mendapat nilai 90 4 9,52%

2. Guru yang mendapat nilai 80 19 45,24%

3. Guru yang mendapat nilai 70 4 9,52%

4 Guru yang mendapat nilai 60 14 33,33%

5. Guru yang mendapat nilai 50 1 2,39%

Adapun nilai ketuntasan kompetensi guru tersebut dapat disajikan dalam

bentuk grafik sebagai berikut:

Gambar 4.2 Grafik Hasil Nilai Ketuntasan Guru Pada Siklus I

20
18
16
14
12
10 Jumlah Guru
8
6
4
2
0
Nilai Guru 50 60 70 80 90

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa yang mendapat nilai 90

adalah 4 guru (9,52%), 19 guru (45,24%) mendapat nilai 80, sebanyak 4 guru

(9,52%) mendapat nilai 70, 14 guru (33,33%) mendapat nilai 60, sementara 1 guru

(2,39%) mendapatkan nilai 50.

Berdasarkan tabel pengamatan kompetensi guru dalam menerapkan media

pembelajaran di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu tersebut, dapat diketahui bahwa

nilai yang diperoleh pada siklus I sudah mengalami peningkatan yang signifikan,

dimana jumlah guru yang sudah sesuai dengan nilai kompetensi naik menjadi 23
43

guru atau rata-rata 54,76%. Dari hasil yang didapat tersebut jelas terlihat bahwa

kompetensi guru cukup meningkat dibanding pada pra siklus.

4. Refleksi

Refleksi tindakan pada siklus I lebih difokuskan untuk mencari

permasalahan yang terjadi pada tindakan siklus I. Maka dalam supervisi klinis ini

ditemukan permasalahan sebagai berikut :

a) Hasil kompetensi guru menggunakan media pembelajaran pada siklus I ini

sudah memperlihatkan peningkatan, dimana rata-rata nilai yaitu 72,62,

meningkat dibanding pada pra siklus hanya 60,71.

b) Penggunakan media pembelajaran saat proses belajar mengajar pada siklus

I ini sudah membaik dibanding pada pra siklus.

c) Secara umum kesadaran guru dalam membuat dan menyediakan perangkat

media pembelajaran pada siklus I ini sudah cukup baik.

Dari refleksi diatas, peneliti perlu mengevaluasi dan menganalisis hasil

penerapan supervisi klinis. Secara umum memang sudah mengalami kenaikan,

namun secara penilaian masih belum mencapai kriteria keberhasilan yakni 75.

Dari hasil evaluasi tersebut, peneliti akan lebih mendorong guru untuk

meningkatkan media pembelajaran yang akan dibuat pada siklus II.

2. Siklus II

Siklus II terdiri atas beberapa tahap, yaitu : (1) Perencanaan, (2)

Pelaksanaan, (3) Pengamatan dan Evaluasi, dan (4) Refleksi.

1. Perencanaan
44

Perencanaan tindakan yang akan dilakukan dalam melaksanakan kegiatan

penelitian tindakan sekolah dengan menerapkan supervisi klinis pada kegiatan

menggunakan media pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan

kompetensi guru. Pelaksanaan kegiatan siklus II dilaksanakan pada tanggal 8

Agustus 2022. Adapun perencanaan yang akan digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

a) Pertemuan dengan guru membahas mengenai pentingnya media

pembelajaran bagi kompetensi guru

b) Merumuskan tujuan penyelesaian masalah demi menumbuhkan

kompetensi guru melalui supervisi klinis kepala sekolah

c) Merumuskan indikator keberhasilan dalam menumbuhkan kinerja guru

pada pengembangan kompetensi guru melalui upaya kepala sekolah.

Indikator keberhasilan penerapan tindakan ini peneliti tetapkan sebesar

75%, artinya tindakan ini dinyatakan berhasil apabila 75% guru semakin

meningkat kompetensinya menjadi guru profesional.

d) Memberikan referensi mengenai media pembelajaran yang mampu

membuat suasana pembelajaran semakin menyenangkan bagi siswa

Dari hasil refleksi pada siklus I, peneliti merencanakan untuk melakukan

tindakan yang lebih baik pada siklus II ini.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian tindakan sekolah siklus II ini dilaksanakan melalui

beberapa kegiatan, antara lain :


45

a) Memberikan jadwal pelaksanaan supervisi klinis dalam meningkatkan

kompetensi guru menggunakan media pembelajaran

b) Peneliti menganalisis dan mencermati isi dari media pembelajaran

c) Peneliti memberikan pemahaman bahwa supervisi klinis akan terus

diterapkan sampai guru mampu meningkatkan kompetensinya

d) Peneliti memberikan tindak lanjut hasil supervisi klinis dengan setiap

permasalahan guru dan kendala apa saja yang sedang dihadapi

3. Pengamatan dan Evaluasi

Selama pengamatan peneliti selaku kepala sekolah terus mengamati dan

memberikan arahan kepada guru SMA Negeri 1 Mempawah Hulu. Berdasarkan

hasil pengamatan pada siklus II diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Kompetensi Guru Dalam Menggunakan Media


Pembelajaran Melalui Supervisi Klinis Pada Siklus II

Guru Tampil Kreatif Dalam


No. Nama Guru Membuat Media Pembelajaran
Yang Baru Dan Unik Serta Variatif
1 An Edi Wahyono, S. Pd
80
NIP.
2 Rahimin, S. Pd
90
NIP
3 Muthmainnah, S. Pd
80
NIP
4 Udin Supriatna, S. Pd
90
NI
5 Drs. Heni Haryadi
80
NIP
6 Leni Hariantini, S. Pd
90
NIP.
7 Fitriana, S. Pd
90
NIP
8 Dra. Rosmiaty
90
NIP.
9 Evi Ralia, S. Pd
90
NIP
10 Oktavia Dara, S. Pd
90
46

NIP.
11 Krisna Aryanti, S. Pd
90
NIP.
12 Heri Saputra, S. Pd
90
NIP.
13 Ira Desiana, S. Pd
90
NI
14 Hery Kurniawan Putra, S. Pd
90
NIP
15 Asriani Dwi Handayani, S. Pd
90
NI
16 Musawimin, S. Pd
80
NIP
17 Ulus, S. Pd
90
NIP
18 F. Sridewi Anggreini, S. Pd
80
NIP
19 Alexius Berianto, S. Pd
90
20 Antonia Ria Issaura, S. Pd
80
21 Evi Andryani, S. Pd. I
90
22 Egianus Egi, S. Pd
70
23 Esekiel Falmadi B., S. P
80
24 Kristoforus F. Irwanto, S. Pd
90
25 Herna Kristina, S. Pd
70
26 Juniarti Ika, M. Pd
70
27 Marsianus Niko, S. Pd
80
28 Monika
80
29 Martenius Romi, S. Pd
80
30 Margareta Maret S., S. Pd
80
31 Onggos, S. Pd
90
32 Retno AS., S. Pd
80
33 Rinto, S. Pd
90
34 Siis, S. Pd
80
35 Stefanus Padri, S. E
80
36 Sofia Rakiah, S. Th
90
37 Sherly Sri Wardhani, S. Pd
80
38 Tea Yesiani Aisa Putri, S. Pd
80
39 Yulia Feni P. Septieni, S. Pd
80
40 Yanti, S. Pd
90
47

41 Yulianus Sujoko Arsan, S. Th


80
42 Yuspin, S. Ag
70
Jumlah 3520
Rata-rata 83,81
Dari data di atas, guru yang telah memenuhi indikator nilai ambang batas

kompetensi ≥75 sebanyak 38 guru (90,48%), sementara guru yang belum

memenuhi indikator nilai ambang batas kompetensi sebanyak 4 guru (9,52%).

Nilai tertinggi yang diperoleh guru adalah 90 dan nilai terendah yaitu 70. Rata-

rata nilai yang didapat pada siklus II ini sebesar 83,81. Hasil siklus II ini sudah

menunjukkan keberhasilan tindakan, karena dari kreatifitas guru dalam membuat

media pembelajaran sudah mencapai 75% tingkat persentase ketuntasan.

Sedangkan berikut ini adalah rekapitulasi hasil evaluasi kompetensi guru

setelah menerapkan supervisi klinis pada siklus II:

Tabel 4.6 Rekap Nilai Ketuntasan Guru Pada Siklus II

Tercapai Siklus II
No Aspek yang dinilai
Jumlah guru Persentase

1. Guru yang mendapat nilai 90 20 47,62%

2. Guru yang mendapat nilai 80 18 42,86%

3. Guru yang mendapat nilai 70 4 9,52%

4 Guru yang mendapat nilai 60 0 0%

5. Guru yang mendapat nilai 50 0 0%

Adapun nilai ketuntasan kompetensi guru tersebut dapat disajikan dalam

bentuk grafik sebagai berikut:

Gambar 4.3 Grafik Hasil Nilai Ketuntasan Guru Pada Siklus II


48

22
20
18
16
14
12
Jumlah Guru
10
8
6
4
2
0
Nilai Guru 50 60 70 80 90

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa yang mendapat nilai 90

adalah 20 guru (47,62%), 18 guru (42,86%) mendapat nilai 80, sebanyak 4 guru

(9,52%) mendapat nilai 70, 0 guru (0%) mendapat nilai 60, sementara 0 guru (0%)

mendapatkan nilai 50.

Berdasarkan tabel pengamatan kompetensi guru dalam menerapkan media

pembelajaran di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu tersebut, dapat diketahui bahwa

nilai yang diperoleh pada siklus II sudah mengalami peningkatan yang signifikan,

dimana jumlah guru yang sudah sesuai dengan nilai kompetensi naik menjadi 38

guru atau rata-rata 90,48%. Dari hasil yang didapat tersebut jelas terlihat bahwa

kompetensi guru meningkat signifikan dibanding pada siklus I.

4. Refleksi

Refleksi tindakan pada siklus II lebih difokuskan untuk mencari

permasalahan yang terjadi pada tindakan siklus II. Maka dalam supervisi klinis ini

ditemukan permasalahan sebagai berikut :

a) Hasil kompetensi guru menggunakan media pembelajaran pada siklus II

ini sudah memperlihatkan peningkatan, dimana rata-rata nilai yaitu 83,81


49

meningkat dibanding pada siklus I hanya 72,62.

b) Penggunakan media pembelajaran saat proses belajar mengajar pada siklus

II ini sudah membaik dibanding pada siklus I.

c) Secara umum kesadaran guru dalam membuat dan menyediakan perangkat

media pembelajaran pada siklus II ini sudah meningkat dengan baik.

Dari refleksi diatas, peneliti perlu mengevaluasi dan menganalisis hasil

penerapan supervisi klinis. Secara umum sudah mengalami kenaikan, dimana

sudah mencapai kriteria keberhasilan yakni 75. Dari hasil refleksi tersebut dengan

ketuntasan atau ketercapaian yang sudah didapat guru, maka penelitian ini tidak

dilanjutkan pada siklus berikutnya dan dianggap telah berhasil.

C. Hasil dan Pembahasan

Dari hasil perolehan data pengamatan mulai dari pra siklus, siklus I dan

siklus II dapat diinterpretasikan bahwa kompetensi guru menggunakan media

pembelajaran secara keseluruhan mengalami peningkatan. Terlihat bahwa guru

SMA Negeri 1 Mempawah Hulu mengalami suatu proses peningkatan kompetensi

yang tentu akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerjanya.

Terbukti bahwa supervisi klinis mampu meningkatkan kompetensi guru.

Agar lebih jelas hasil yang didapat, rekapitulasi hasil pengamatan

kompetensi guru dari pra siklus, siklus I dan siklus II, dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.7
Rekapitulasi Hasil Pengamatan Kompetensi Guru Menggunakan Media
Pembelajaran Melalui Supervisi Klinis dari Pra Siklus,
Siklus I dan Siklus II
50

Nilai
No Nama Guru
Siklus II
Pra Siklus Siklus I
1 An Edi Wahyono, S. Pd 60 70 80
NIP.
2 Rahimin, S. Pd 80 80 90
NIP
3 Muthmainnah, S. Pd 60 70 80
NIP
4 Udin Supriatna, S. Pd 80 90 90
NIP
5 Drs. Heni Haryadi 60 70 80
NIP
6 Leni Hariantini, S. Pd 60 80 90
NIP.
7 Fitriana, S. Pd 80 90 90
NIP
8 Dra. Rosmiaty 80 80 90
NIP.
9 Evi Ralia, S. Pd 70 80 90
NIP
10 Oktavia Dara, S. Pd 80 90 90
NIP.
11 Krisna Aryanti, S. Pd 70 80 90
NIP.
12 Heri Saputra, S. Pd 80 80 90
NIP.
13 Ira Desiana, S. Pd 60 80 90
NIP
14 Hery Kurniawan Putra, S. Pd 60 80 90
NIP
15 Asriani Dwi Handayani, S. Pd 80 90 90
NIP
16 Musawimin, S. Pd 60 80 80
NI
17 Ulus, S. Pd 80 80 90
NIP
18 F. Sridewi Anggreini, S. Pd 60 80 80
NIP
19 Alexius Berianto, S. Pd 60 80 90
20 Antonia Ria Issaura, S. Pd 80 80 80
21 Evi Andryani, S. Pd. I 60 80 90
22 Egianus Egi, S. Pd 50 60 70
23 Esekiel Falmadi B., S. P 50 60 80
24 Kristoforus F. Irwanto, S. Pd 60 80 90
25 Herna Kristina, S. Pd 50 60 70
26 Juniarti Ika, M. Pd 50 60 70
27 Marsianus Niko, S. Pd 50 60 80
51

28 Monika 50 60 80
29 Martenius Romi, S. Pd 50 60 80
30 Margareta Maret S., S. Pd 50 60 80
31 Onggos, S. Pd 60 80 90
32 Retno AS., S. Pd 50 60 80
33 Rinto, S. Pd 60 80 90
34 Siis, S. Pd 50 60 80
35 Stefanus Padri, S. E 50 60 80
36 Sofia Rakiah, S. Th 60 80 90
37 Sherly Sri Wardhani, S. Pd 50 60 80
38 Tea Yesiani Aisa Putri, S. Pd 50 70 80
39 Yulia Feni P. Septieni, S. Pd 50 60 80
40 Yanti, S. Pd 50 80 90
41 Yulianus Sujoko Arsan, S. Th 50 60 80
42 Yuspin, S. Ag 50 50 70
Jumlah 2550 3050 3520
Nilai Rata-Rata 60,71 72,62 83,81
Berikut disajikan perbandingan hasil evaluasi pra siklus, siklus I dan siklus

II dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Ketuntasan Guru Per Siklus

Perbandingan Pra Siklus Siklus I Siklus II

Jumlah Guru Kompeten 9 23 38


Jumlah Guru tidak Kompeten 33 19 4
Persentase Kompetensi 21,43% 54,76% 90,48%
Rata-rata 60,71 72,62 83,81
Aktivitas Guru Belum mempunyai cukup Mempunyai
kesadaran mempunyai kesadaran tinggi
menyusun media kesadaran dalam menyusun
pembelajaran dalam media
menyusun pembelajaran
media
pembelajaran

Tabel di atas jika disajikan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut:

100.00%

80.00%

60.00%
0.9048
40.00% 0.7262

20.00% 0.2143

0.00%
Pra Siklus Siklus I Siklus II
52

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Nilai Guru Per Siklus

Berdasarkan tabel perbandingan diatas dapat diketahui bahwa supervisi

klinis yang dilaksanakan oleh peneliti dari perencanaan hingga proses pelaksanaan

berlangsung dengan baik, maka kegiatan penelitian ini membawa perubahan yang

signifikan kepada kompetensi guru. Kesadaran guru dalam menggunakan media

pembelajaran yang lebih variatif dan tidak monoton memberi kesan yang baik

bagi dirinya serta siswa SMA Negeri 1 Mempawah Hulu. Untuk itu peneliti

mengaharap bahwa tidak hanya saat sedang dilakukan penelitian tindakan sekolah

saja, akan tetapi kompetensi guru hendaknya selalu diasah dan terus

dikembangkan agar proses pendidikan di SMA Negeri 1 Mempawah Hulu dapat

terwujud lebih baik.


53

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa proses

supervisi klinis sudah berjalan dengan dengan baik dan meningkatkan kesadaran

serta kemauan dan kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penerapan supervisi klinis dapat

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru di

SMA Negeri 1 Mempawah Hulu dalam menggunakan media pembelajaran.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan kepada guru SMA Negeri 1 Mempawah Hulu

secara umum adalah agar selalu mempergunakan media pembelajaran saat

mengajar di dalam kelas. Maka melalui kesempatan ini peneliti ingin mengajukan

beberapa saran:

1) Disarankan agar guru SMA Negeri 1 Mempawah Hulu dalam menyusun

media pembelajaran hendaknya saling tukar informasi dalam mewujudkan

kompetensi guru yang semakin baik.

2) Bagi guru jika terdapat kekurangan dalam keterampilan mengajar

sebaiknya meminta bantuan kepala sekolah atau guru-guru senior yang ada

disekolah untuk memberikan saran agar kekurangan tersebut dapat

diperbaiki sehingga dapat meningkatkan kompetensi pedagogiknya.

55
54

DAFTAR PUSTAKA

Aqib Zainal. 2013. Model-Model Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual.


Bandung: Yrama Widya.

Arsyad Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Asmendri. 2008. Pengantar Studi Manajemen Pendidikan. Batusangkar: STAIN


Batusangkar Press.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2004. Bagian Proyek


Penilaian Hasil Belajar Tahap Akhir Nasional.

Djamarah. 1995. Administrasi dan Manajemen Sekolah. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Harjanto. 1997. Supervisi Pendidikan yang dilaksanakan oleh guru, Kepala


Sekolah, Penilik dan Pengawas sekolah. Jakarta : Damai Jaya.

Hasnida. 2014. Media Pembelajaran Kreatif Mendukung Pengajaran. Jakarta:


luxima.

Hidayat Syarif. 2012. Profesi Kependidikan. Tangerang: Pustaka Mandiri.

Jamil Suprihatininggrum. 2014. Guru Profesional, Pedoman, Kinerja, Kualifikasi


dan Kompetensi Guru. Jogja Karta: Ar-Ruzz Media.

Jasmani dan Syaiful Mustofa. 2013. Supervisi Pendidikan. Jogjakarta: AR-Ruzz


Media.

Jejen Musfah. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan Dan


Sumber Belajar Teori Dan Pratik. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Lusinta Afrisanti. 2011. Buku Pintar Menjadi Guru Kreatif, Inspiratif, dan
Inovatif. Yogyakarta: Araska.

Mulyasa. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Narwanti. 2011. “Creatif Learning “Kiat Menjadi Guru Kreatif dan Favorit”.
Yogyakarta: Familia Pustaka.

56
55

Purwanto, N, M. 2006. Administrasi Dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Purnamawati dan Eldarni. 2001. Standar Kompetensi dan Sartifikasi Guru.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rismi Somad dan Donni Juni Priansa. 2014. Manajemen Supervisi dan
Kepemimpinan Kepala Sokolah. Bandung: Alfabeta.

Rohani. 1997. Sertifikasi Profesi Guru. Jakarta: Permata Puri Media.

Rugaiyah dan Atiek Sismiati. 2011. Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia


Indonesia.

Sahertian, P. 1990. Prinsip & Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha


Nasional.

Somad. 2014. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Ar-


Ruzz Media.

Subari. 1994. Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar.


Jakarta: Bumi Aksara

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Susi Herawati. 2009. Etika dan Profesi Keguruan. Batusangkar: STAIN


Batusangkar Press.

Anda mungkin juga menyukai